Produk: Batu Bara

  • Islah Bahrawi Buka Kartu, Konflik PBNU Disebut Beraroma Proyek Tambang

    Islah Bahrawi Buka Kartu, Konflik PBNU Disebut Beraroma Proyek Tambang

    “Karena uang PT APN itu tercatat masuk ke rekening PBNU itu kurang lebih sekitar lima kali dari sejak Januari 2024,” ungkap Islah.

    Ia merinci, dana tersebut tercatat melalui mekanisme RTGS dengan keterangan jaminan kerja sama tambang batu bara.

    “Rp6 miliar bahasanya bahasa dari RTGS nya itu jaminan kerjasama tambang batubara, IUPK PT BUMN,” jelasnya.

    Islah juga menyebut keterlibatan perusahaan yang disebut sebagai entitas PBNU.

    “Ini perusahaannya PBNU dari Sarana Karunia Perkasa Penjaring (SKPP),” katanya.

    Namun, ia menduga terjadi perubahan skema perusahaan dalam transaksi tersebut.

    “Ini pasti perusahaan cangkangnya juga saya nggak tahu kemudian didivert dari SKPP ini, di akhir-akhir transaksi, akhirnya menjadi APN, Anugerah Perdana Nusantara,” bebernya.

    Kata Islah, aliran dana terus berlanjut, termasuk pada awal Februari.

    “Yang 5 Februari ini kemungkinan juga dari APN, setelah itu dari APN seterusnya,” terang dia.

    Ia menduga, semula kerja sama dirancang melalui SKPP, namun kemudian dialihkan ke perusahaan lain.

    “Jadi mungkin tadinya yang mau dipakai itu PT SKPP. Tapi kemudian dia berubah,” imbuhnya.

    Islah memperkirakan total dana yang masuk ke PBNU dari rangkaian transaksi tersebut mencapai puluhan miliar rupiah.

    “Yang men-transfer uang ini jumlah totalnya kalau nggak salah memang Rp40 miliar kalau kita hitung,” Islah menuturkan.

    Dana itu, lanjut Islah, masuk langsung ke rekening PBNU dan hanya dapat diakses oleh pihak tertentu.

    “Nah itu masuk ke rekening PBNU memang dan yang punya akses terhadap rekening itu pasti bendara umum,” tegasnya.

  • Bea Keluar Batu Bara Berlaku saat Harga Tinggi, Formulasi Masih Disusun

    Bea Keluar Batu Bara Berlaku saat Harga Tinggi, Formulasi Masih Disusun

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut, pemerintah akan menerapkan bea keluar batu bara dengan melihat kondisi harga komoditas tersebut di pasar global. 

    Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan, pemerintah memberlakukan bea keluar batu bara dengan melihat kondisi perusahaan batu bara. Bahlil memastikan pengenaan bea keluar hanya berlaku pada perusahaan yang memang layak dikenakan. 

    “Gimana caranya agar layak atau tidak? Kita akan kenakan biaya atau bea ekspor apabila harga pasarnya itu sudah mencapai angka tertentu. Formulasinya kami lagi buat,” kata Bahlil kepada wartawan, Jumat (19/12/2025). 

    Kendati demikian, Bahlil belum dapat memberikan perincian formulasi tarif bea keluar tersebut. Hingga saat ini, pihaknya masih menggodok formulasi yang tepat untuk diterapkan. 

    Dia memastikan jika harga komoditas emas hitam tersebut dalam kondisi melemah maka perusahaan yang mengekspor batu bara tidak dikenakan karena akan merugikan perusahaan tersebut. 

    “Jadi kalau harganya rendah, perusahaan kan profitnya kan kecil. Kalau kita kenakan bea keluar, itu bukan kita membantu dia. Syukur kalau untungnya masih ada. Kalau rugi, apa, kan negara juga harus fair,” jelasnya. 

    Namun, ketika harga batu bara melambung dan nilai jual ekspornya meningkat, maka menurut Bahlil wajar jika pemerintah atau negara memungut bea keluar pada perusahaan tersebut. 

    Dalam hal ini, dia menegaskan bahwa pengenaan bea keluar juga merupakan bagian dari amanah Pasal 33 dalam UUD 1945 tentang penggunaan sumber daya alam untuk kepentingan negara. 

    “Dan kami menteri ini semua harus ikut apa yang diperintahkan. Nah, pasal 33 itu di mana kita harus mampu memanfaatkan semua potensi dan peningkatan pendapatan negara, termasuk dalamnya adalah bea keluar,” pungkasnya. 

    Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) segera menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait dengan pengenaan bea keluar batu bara untuk berlaku mulai 1 Januari 2026. 

    Dengan demikian, pemerintah mengupayakan agar pengenaan bea keluar untuk komoditas batu bara sekaligus emas mulai berlaku awal tahun depan. 

    “Kami sedang siapkan. Sesuai dengan DPR juga kan kemarin arahannya demikian,” terang Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (16/12/2025). 

    Namun demikian, Febrio masih belum membeberkan berapa besaran tarif yang akan berlaku untuk bea keluar emas hitam itu. 

    Hal ini berbeda dengan bea keluar komoditas emas yang sudah ditetapkan besaran tarifnya sebesar 7,5% sampai dengan 15% untuk dors, granules, casted bars dan minted bars.

    Aturan terkait dengan kisaran tarif ekspor empat jenis produk emas itu sudah tertuang di PMK No.80/2025 yang mulai berlaku 23 Desember 2025. 

  • Stok Pertalite 1,56 Juta Kiloliter, Bahlil Jamin Stok BBM Aman Saat Nataru

    Stok Pertalite 1,56 Juta Kiloliter, Bahlil Jamin Stok BBM Aman Saat Nataru

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan stok bahan bakar minyak (BBM) dan LPG dalam kondisi aman, melampaui cadangan minimum nasional menjelang Natal 2025 dan Tahun Baru 2026.

    Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan stok BBM bersubsidi (RON 90) atau Pertalite mencapai 1,56 juta kiloliter atau aman di atas batas cadangan minimum nasional setara 19 hari.

    “Kemudian untuk RON 92 itu di atas 23 hari, dan RON 95 itu di atas 31 hari. Jadi baik minyak bensin subsidi maupun nonsubsidi, alhamdulillah, berada di atas cadangan nasional,” kata Bahlil dalam Konferensi Pers Posko Nasional, Jumat (19/12/2025).

    Dalam catatannya, secara rinci stok bensin RON 92 mencapai 664.108 kiloliter dengan cadangan minimum 23 hari atau di atas batas minimum. Sementara itu, bensin RON 95 mencapai 78.313 kiloliter dengan cadangan minimum 31 hari.

    Secara distribusi, penyaluran gasoline meningkat dibandingkan kondisi normal. Adapun bensin RON 90 naik 4,58%, kemudian bensin RON 92 naik 1,45%, dan RON 95 naik 3,94%.

    “Kita tidak ingin saudara-saudara kita yang menjalankan Natal dan Tahun Baru mempertanyakan apakah ada bensin atau tidak, termasuk dari badan-badan usaha swasta. Jadi tidak ada lagi alasan, semua barang sudah tersedia,” jelasnya.

    Di sisi lain, untuk ketersediaan solar, Bahlil juga memastikan dalam kondisi aman dengan cadangan minimum 18 hari. Untuk solar CN48 (subsidi), stok mencapai 1,54 juta kiloliter, sementara solar CN53 (nonsubsidi) stoknya sebesar 52.665 kiloliter.

    “Kemudian solar CN53 dan solar CN48 ini adalah solar subsidi dan nonsubsidi. Kalau solar CN53 ini nonsubsidi, biasanya dipakai untuk industri dengan peralatan berat,” jelasnya.

    Lebih lanjut, stok avtur dipastikan aman mencapai 426.852 kiloliter. Dengan demikian, stok BBM cadangan nasional untuk periode Natal dan Tahun Baru (Nataru) dipastikan aman.

    Sementara itu, terkait stok LPG, pemerintah mengklaim ketersediaannya aman dengan stok mencapai 314.394 metrik ton atau setara kebutuhan 12,17 hari.

    “Listrik secara nasional pada umumnya kondisinya normal. Baik dari sisi ketersediaan BBM untuk pembangkit listrik, gas, maupun batu bara. Tidak ada isu. Cadangan kita di atas 10 hari semuanya,” pungkasnya.

  • Beban Dunia Usaha Kala Pemerintah Getol Tarik Penerimaan dari Minerba

    Beban Dunia Usaha Kala Pemerintah Getol Tarik Penerimaan dari Minerba

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah makin getol mencari tambahan penerimaan negara salah satunya dari industri pertambangan mineral dan batu bara. Mulai dari kebijakan kenaikan tarif royalti hingga pengenaan bea keluar untuk mendongkrak penerimaan. 

    Untuk diketahui pada tahun ini, pemerintah mengerek tarif royalti batu bara, nikel, tembaga, emas, hingga bauksit. Sementara itu, pada 2026, pemerintah juga berencana mengenakan tarif bea keluar terhadap batu bara dan emas.

    Direktur Eksekutif Indonesia Mining and Energy Watch Ferdy Hasiman mengatakan, kebijakan-kebijakan tersebut memang efektif dan potensial untuk menambah pundi-pundi penerimaan negara. Namun, implementasi kebijakan tersebut dipertanyakan karena dinilai tidak disusun secara sistematis.

    Menurut Ferdy, pola kebijakan yang ditempuh pemerintah cenderung reaktif. Ketika penerimaan negara menurun, pemerintah langsung menaikkan berbagai pungutan tanpa mempertimbangkan dampaknya secara menyeluruh. 

    “Dari sudut pandang korporasi, kebijakan seperti ini menjadi tidak menarik dan berpotensi menimbulkan ketidakadilan,” kata Ferdy kepada Bisnis, dikutip Kamis (18/12/2025). 

    Apalagi selama ini perusahaan-perusahaan tambang sudah menanggung beban royalti yang cukup besar, ditambah lagi dengan pajak-pajak lain di luar royalti. 

    Di sisi lain, pemerintah juga mewajibkan perusahaan untuk membangun smelter, seperti pada komoditas tembaga, yang nilai investasinya bisa mencapai puluhan hingga lebih dari Rp60 triliun. Menurutnya, secara ekonomi pembangunan smelter tersebut sebenarnya tidak sepenuhnya layak. Namun, tetap dijalankan karena merupakan kewajiban undang-undang.

    Padahal, pembangunan smelter memiliki dampak berganda (multiplier effect) yang besar, mulai dari peningkatan nilai tambah, pertumbuhan ekonomi lokal, hingga berkembangnya industri turunan. 

    Namun, Ferdy menilai setelah kewajiban pembangunan smelter dipenuhi, seharusnya pemerintah memberikan insentif kepada perusahaan agar manfaat ekonomi tersebut dapat terus diperluas.

    “Kalau kewajiban sudah dijalankan, mestinya pemerintah kasih insentif. Jangan justru bebannya terus ditambah. Kalau bebannya makin berat, ini jadi tidak menarik bagi perusahaan,” tuturnya.

    Lebih lanjut, dia mendorong pemerintah untuk segera menyusun desain industrialisasi pertambangan yang lebih komprehensif. Menurut Ferdy, saat ini smelter yang dibangun sebagian besar masih menghasilkan produk antara, sementara industri hilir lanjutan belum siap. 

    “Jika diarahkan dengan benar, hilirisasi lanjutan justru bisa meningkatkan penerimaan negara secara berkelanjutan,” jelasnya. 

    Ferdy menilai, sebagai jalan tengah, kenaikan royalti atau bea keluar seharusnya dilakukan secara proporsional dan melalui dialog dengan para produsen. 

    Dengan begitu, pemerintah dapat menentukan titik yang adil sehingga ketika perusahaan memperoleh keuntungan, penerimaan negara juga meningkat, tanpa mendorong perusahaan ke risiko kerugian atau kebangkrutan yang berujung pada berkurangnya lapangan kerja.

    “Perusahaan-perusahaan yang sudah menjalankan hilirisasi mestinya diberi insentif agar bisa masuk lebih jauh ke industri hilir. Dampak ekonominya besar, tapi ini sering tidak terlihat oleh pemerintah,” pungkasnya.

    Ferdy menegaskan bahwa kebijakan peningkatan penerimaan negara melalui kenaikan royalti memang memiliki tujuan baik. Namun, tanpa desain yang matang dan berimbang, kebijakan tersebut berisiko menekan dunia usaha dan justru melemahkan fondasi ekonomi jangka panjang.

    Senada, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan Bisman Bakhtiar mengatakan, kebijakan pemerintah untuk menarik penerimaan negara dari perusahaan tambang kontras dengan upaya mengendalikan produksi. 

    “Pengendalian produksi bertujuan menjaga harga, keberlanjutan SDA [sumber daya alam], dan stabilitas pasar, sementara monetisasi agresif tersebut berorientasi pada optimalisasi penerimaan jangka pendek,” terangnya, dihubungi terpisah. 

    Oleh karena itu, Bisman menilai perlu rancangan kebijakan terpadu selaras dan tidak kontradiktif. Sebab, jika produksi ditekan, tetapi biaya usaha dinaikkan maka margin pelaku usaha berkurang sehingga akan pengaruh pada investasi. 

    Dalam jangka pendek, menurut dia, kebijakan ini relatif efektif menambah penerimaan negara, khususnya saat harga komoditas tinggi dan terdapat stockpile besar. Namun secara struktural, kontribusinya tidak berkelanjutan.

    “Potensi penerimaan bisa signifikan, tetapi sangat bergantung pada harga global, volume produksi, dan kepatuhan pelaku usaha. Tetapi sebaliknya jika beban keuangan pelaku usaha terlalu berat, justru berisiko menurunkan produksi,” tambahnya. 

    Alih-alih mengejar penerimaan negara dari monetisasi komoditas minerba, Bisman menyarankan pemerintah sebaiknya fokus pada perbaikan tata kelola dan pengawasan, seperti menekan kebocoran penerimaan, transfer pricing, dan tambang ilegal. 

    “Selain itu peningkatan nilai tambah hilirisasi dan pengembangan industri turunannya atau bisa juga menerapkan skema fiskal adaptif atau royalti progresif berbasis harga, artinya besarnya persentase royalti fluktuatif mengikuti harga komoditas. Ini akan lebih fair dan proporsional,” pungkasnya. 

    Respons Pelaku Usaha

    Industri pertambangan nasional diproyeksikan menghadapi tahun yang penuh tantangan pada 2026. Tak hanya gejolak harga komoditas, pengusaha juga dihadapkan pada tekanan kebijakan yang memicu penambahan biaya produksi. 

    Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia menilai tahun 2026 bukanlah periode yang mudah bagi sektor ini karena ketidakpastian gejolak ekonomi global dan dinamika regulasi domestik yang terus bergerak.

    “Jadi uncertainty-nya masih menjadi tantangan, dan juga kita di domestiknya tentu saja banyak regulasi yang berubah dan juga ada tambahan kewajiban dari berbagai regulasi ini yang membuat perusahaan-perusahaan ini yang menjadi tantangan ya,” kata Hendra, belum lama ini. 

    Salah satu isu yang menjadi perhatian adalah wacana penerapan bea keluar untuk komoditas emas dan batu bara. Sebab, tak hanya meningkatkan biaya produksi, dia juga menilai kebijakan tersebut kurang tepat secara fungsi karena mestinya bea keluar digunakan untuk melindungi kebutuhan domestik.

    Hendra menyebut penerapan bea keluar emas dan batu bara ini akan berdampak signifikan pada ongkos produksi penambang yang memicu tekanan margin profit. 

    “Menurut kami bukan instrumen untuk penerimaan negara, tapi untuk melindungi industri domestiknya, sementara kan kebutuhan domestik batu bara kita kan masih sangat kecil ya, masih 30%, jadi harusnya sih itu nggak diterapkan,” ujarnya.

    IMA juga menyoroti kebijakan pemerintah yang tetap berkomitmen menerapkan bea keluar meski harga komoditas tengah melemah. Kondisi ini diperparah oleh potensi meluasnya aturan tersebut ke komoditas lain seperti nikel dan mineral strategis lainnya.

    “Itu yang ketidakpastian regulasi juga menjadi tantangan, dan belum tahu lagi nih ada cukai juga kan, bisa saja nanti diterapkan,” jelasnya.

    Dengan bertambahnya wacana pungutan dan kewajiban baru, ketidakpastian regulasi dipandang sebagai salah satu risiko terbesar yang harus diantisipasi perusahaan tambang pada tahun mendatang. 

    Penambang menilai dibutuhkan kejelasan dan konsistensi agar industri dapat merancang strategi jangka panjang dengan lebih pasti.

  • Aliran Modal Asing Kembali Masuk RI, Rupiah Bakal Menguat

    Aliran Modal Asing Kembali Masuk RI, Rupiah Bakal Menguat

    Jakarta

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menilai nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan menguat. Apa alasannya?

    Purbaya menyebut depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih relatif moderat dibandingkan sejumlah negara emerging lainnya, seperti India, Turki dan Argentina. Menurut Purbaya, ini menjadi indikator optimisme pelaku pasar terhadap ekonomi Indonesia yang terus menguat.

    “Di pasar keuangan domestik aliran modal asing kembali masuk ditopang menurunnya ekspektasi pasar atas depresiasi rupiah serta terjaganya currency risk dan country risk Indonesia pada level yang rendah. Kalau dilihat risiko depresiasinya menurun, itu panahnya turun ke bawah terus itu menunjukkan ekspektasi depresiasi (rupiah) menurun. Artinya, rupiah menguat ke depan,” ujar Purbaya dalam konferensi pers APBN Kita di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (18/12/2025).

    Lebih lanjut, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada semester II-2025 terus menguat, meskipun sempat mengalami penurunan dan bergerak volatile.

    “Di pasar obligasi negara penurunan yield terjadi banyak negara emerging. Sementara negara maju justru me galai kenaikan yield akibat tekanan fiskal meningkat,” jelas Purbaya.

    Sementara untuk prospek ekonomi global, Purbaya menilai masih cukup tangguh, meskipun dinamika tensi perdagangan AS dan China masih berlangsung. Bank Sentral AS, The Fed kembali memangkas suku bunga sejalan dengan ekspektasi pasar dan pelonggaran kebijakan AS ini diprediksi mendorong pertumbuhan global di kisaran 3% sepanjang 2025-2026.

    “Harga minyak brent, batu bara melemah terutama dipicu oleh concern oversupply. Harga CPO kontraksi secara year to date sejak Oktober 2025 dipicu peningkatan produksi namun masih tinggi sebesar 9% secara year on year,” tambahnya.

    Tonton juga video “Purbaya Sisir Rp 60 T dari Program Nggak Jelas, Buat Daerah Pascabencana”

    (rea/ara)

  • Bakti BCA Gandeng Nicholas Saputra Lestarikan Wastra Alam di Sumba Timur

    Bakti BCA Gandeng Nicholas Saputra Lestarikan Wastra Alam di Sumba Timur

    Jakarta

    PT Bank Central Asia Tbk (BCA), melalui program Bakti BCA mendukung pelestarian budaya tenun dan penggunaan pewarna alami. Perusahaan melakukan pembinaan wastra warna alam, salah satunya kepada kelompok penenun Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).

    Duta Bakti BCA, Nicholas Saputra turut diajak dalam puncak rangkaian program Pembinaan Wastra Warna Alam sepanjang tahun 2024-2025. Acara tersebut ditandai dengan pengenalan ragam wastra karya para penenun Sumba Timur, yang berlangsung Jumat (12/12).

    Kegiatan tersebut diikuti oleh 50 penenun Sumba Timur dari 4 kelompok penenun, yakni Kambatatana, Wukukalara, Kawangu, dan Prai Kilimbatu.

    EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn, menyampaikan bahwa para penenun Sumba Timur dipandang sebagai penjaga warisan budaya Nusantara.

    “Salah satu tantangan yang mereka hadapi adalah penguasaan teknik pewarnaan alami di tengah berkembangnya industri eco-fashion,” kata Hera dalam keterangannya, Kamis (18/12/2025).

    “Melalui program pembinaan yang dilaksanakan bersama WARLAMI (Perkumpulan Warna Alam Indonesia), BCA ingin memastikan keahlian penenun tidak hanya terjaga dan berkesinambungan, tetapi juga mampu bersaing di pasar modern. Inisiatif ini diharapkan memperkuat posisi tenun Sumba sebagai simbol budaya yang lestari sekaligus membuka peluang ekonomi lebih luas bagi para pengrajin lokal,” imbuhnya.

    Koleksi wastra yang dibuat menghadirkan motif-motif khas Sumba Timur yang sarat makna filosofis dan telah mengakar dalam kehidupan masyarakat. Ragam motif tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk syair oleh penulis asal Sumba, Diana Timoria, yang merekam keindahan bumi Sumba Timur lewat karya berjudul ‘Menenun Rasa, Mengikat Masa” dan “Menenun Ingatan Tentang Tanah Marapu.’

    Syair ini dibacakan secara langsung dalam kegiatan oleh seorang penenun. Karya tersebut lahir dari visual dan simbol yang telah lama hidup dalam tradisi tenun Sumba Timur, sekaligus merekam relasi masyarakat dengan alam dan kepercayaan Marapu.

    Selain meningkatkan estetika dan nilai budaya, pemanfaatan warna alam juga memperkuat posisi wastra Sumba Timur di pasar eco-fashion berkelanjutan. Produk tenun warna alam memiliki nilai jual yang tinggi dan berpotensi menjangkau pasar yang lebih luas, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan bagi para penenun dan keluarga mereka.

    Foto: BCA

    Duta Bakti BCA, Nicholas Saputra pun terlibat dalam diskusi bersama para penenun sebagai wadah dialog dan pertukaran pengetahuan. Kegiatan dilanjutkan dengan praktik bersama mengolah pewarnaan dari bahan alami, serta kunjungan ke kebun aneka tanaman bahan warna alam yang dikembangkan oleh kelompok penenun sebagai bagian dari hasil pembinaan.

    Nicholas menyampaikan, Program Pembinaan Wastra Warna Alam yang dijalankan BCA dan WARLAMI menunjukkan bahwa pelestarian tradisi dapat berjalan seiring dengan penguatan ekonomi masyarakat.

    “Dengan pendampingan yang tepat, tenun tidak hanya menjadi simbol budaya, tetapi juga mampu memberikan nilai tambah yang nyata bagi kehidupan para penenun,” ungkapnya.

    Kain tenun telah menjadi bagian tak terpisahkan dari struktur sosial dan ekonomi masyarakat Sumba Timur. Namun kini, praktik pewarnaan dengan bahan alami sempat ditinggalkan karena prosesnya yang panjang dan kompleks.

    Melalui pembinaan tersebut, tradisi ini dihidupkan kembali dengan pendekatan yang berorientasi pada keberlanjutan lingkungan sekaligus penguatan kapasitas ekonomi para perajin.

    Sebagai upaya penguatan kapasitas ekonomi, Bakti BCA juga mendorong dan memfasilitasi pembentukan koperasi serba usaha, yang beranggotakan para perajin tenun. Keberadaan koperasi selain untuk membangun ekosistem ekonomi kerajinan tenun Sumba Timur, juga untuk memperkuat kelembagaan kelompok-kelompok penenun tersebut.

    Program Pembinaan Wastra Warna Alam merupakan salah satu inisiatif Bakti BCA di pilar Bakti Budaya yang telah berjalan sejak 2022, yang bertujuan melestarikan tradisi tenun Indonesia sekaligus meningkatkan kapasitas para perajin lokal. Selain menjangkau Sumba Timur, program ini telah berjalan di beberapa wilayah di Indonesia, yaitu Timor Tengah Selatan dan Baduy, Banten.

    BCA juga memberikan pembinaan kepada 32 penenun songket Melayu dari Kabupaten Deli Serdang dan Batu Bara, Sumatra Utara, yang akan dilaksanakan mulai 2025. Selain pembinaan, BCA juga mendukung pengembangan pasar produk wastra warna alam melalui berbagai kegiatan strategis dan pemasaran perseroan.

    Acara yang digelar bersama Perkumpulan Warna Alam Indonesia (WARLAMI) tersebut juga dihadiri VP Corporate Social Responsibility BCA Titi Yusnarti, VP Corporate Communication BCA Mas Wendiyanto Saputro, dan Ketua WARLAMI Myra Widiono.

    (anl/ega)

  • Jalan Tengah Menteri Bahlil Tangani Tambang Ilegal (PETI)

    Jalan Tengah Menteri Bahlil Tangani Tambang Ilegal (PETI)

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah mulai mengkaji pendekatan jalan tengah dalam menangani pertambangan tanpa izin (PETI) yang selama ini marak di berbagai daerah.

    Pendekatan ini tidak serta-merta melegalkan tambang ilegal, melainkan menata dan membina tambang rakyat agar dapat masuk ke dalam sistem perizinan yang sah dan terawasi.

    Asisten Deputi Bidang Pengembangan Mineral dan Batu Bara Kemenko Perekonomian Herry Permana menyebut, pembinaan tambang ilegal dapat meniru penataan sumur minyak dan gas rakyat yang sebelumnya ilegal.

    “Kalau migas bisa, harusnya minerba bisa dong. Kita kasih waktu misalnya empat tahun untuk penerbitan IPR,” ujarnya dalam Bisnis Indonesia Forum, Rabu (10/12/2025).

    Ia merujuk Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang menyebut tambang rakyat tanpa izin menjadi prioritas penataan. Menurutnya, tambang rakyat tidak bisa dilepaskan dari aspek sosial.

    “Kalau langsung diberantas, lapangan kerja masyarakat juga terenggut,” katanya.

    Penegakan Hukum Tetap Jalan, ESDM Dorong Skema Kemitraan

    Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa pembinaan PETI tidak dapat disamakan dengan legalisasi langsung.

    Direktur Jenderal Penegakan Hukum ESDM Rilke Jeffri Huwae menyatakan bahwa penataan tambang ilegal harus didukung dasar regulasi dan filosofi kebijakan yang kuat.

    “Bukan persoalan dengan melegalkan, tapi membangun kemitraan. Supaya masyarakat sekitar tambang yang ingin menikmati sumber daya alam itu bisa kita akomodasi dalam aturan main,” ujar Jeffri di Jakarta, Senin (15/12/2025).

    Ia menambahkan, Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025 yang mengatur pengelolaan sumur migas rakyat tidak bisa disamakan dengan PETI karena tambang ilegal bersifat dinamis dan dapat muncul kapan saja. Oleh karena itu, Kementerian ESDM tetap mengombinasikan penindakan hukum dengan pendekatan kemitraan.

    Di sisi lain, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menunjukkan sikap tegas melalui penetapan sanksi administratif terhadap tambang ilegal di kawasan hutan. Dalam Kepmen ESDM Nomor 391.K/MB.01/MEM.B/2025, pemerintah menetapkan denda hingga Rp6,5 miliar per hektare untuk penambangan nikel ilegal di kawasan hutan.

    Peta PETI Nasional dan Risiko Kerugian Negara

    Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, terdapat 2.741 lokasi PETI di Indonesia yang tersebar di 28 provinsi. Rinciannya, 447 lokasi berada di luar WIUP, 132 di dalam WIUP, dan 2.132 lokasi belum diketahui status detailnya.

    Tambang ilegal paling banyak ditemukan di Jawa Timur (649 lokasi) dan Sumatra Selatan (562 lokasi), disusul Jawa Barat, Jambi, dan Nusa Tenggara Timur.

    Anggota Komisi XII DPR RI Ramson Siagian menilai keberadaan PETI telah merugikan negara dalam skala masif.

    “Ribuan triliun sudah habis dari tambang ilegal ini,” ujarnya.

    Presiden Prabowo Subianto bahkan memperkirakan kerugian negara akibat tambang ilegal dan penyelundupan mineral mencapai sekitar Rp800 triliun dalam 20 tahun terakhir.

    Pemerintah kini tengah menyusun Peraturan Presiden tentang tata kelola mineral kritis dan strategis untuk memperkuat koordinasi lintas kementerian, termasuk ESDM, Kehutanan, Investasi dan Hilirisasi, serta Kementerian Hukum.

    Regulasi ini diharapkan menjadi payung kebijakan untuk menyeimbangkan penindakan hukum, pembinaan tambang rakyat, serta optimalisasi penerimaan negara.

  • Pemerintah Akan Bina Pertambangan Ilegal, Celios: Itu Bukan Solusi

    Pemerintah Akan Bina Pertambangan Ilegal, Celios: Itu Bukan Solusi

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai rencana pemerintah untuk melakukan pembinaan terhadap pertambangan tanpa izin (PETI) bukan solusi.

    Menurutnya, rencana Kemenko Perekonomian untuk membina pertambangan ilegal yang selama ini marak terjadi di Tanah Air sama saja dengan melegalkan hal yang ilegal.

    “Legalisasi tambang ilegal jelas bukan solusi. Tambang yang legal saja pengawasan pemerintah masih lemah, apalagi mengurus tambang yang skala kecil tapi banyak,” kata Bhima kepada Bisnis, Senin (15/12/2025).

    Bhima juga menyebut biaya pengawasan untuk memperkecil dampak kerusakan lingkungan dengan pendapatan dari tambang skala kecil tidak sebanding.

    “Apakah tambang itu bisa memenuhi kewajiban reklamasi? Kan pasti tidak bisa,” imbuhnya.

    Dari segi ekonomi, kata Bhima, legalisasi tambang ilegal bisa memicu oversupply bijih mineral dengan kualitas yang berbeda-beda. Menurutnya, hal ini juga malah berpotensi membuat smelter merugi.

    Di sisi lain, pengusaha tambang RI juga rugi lantaran harga bisa anjlok. Bhima pun mengingatkan salah satu solusi memberantas tambang ilegal sebaiknya dengan konsep ekonomi restoratif.

    Konsep ekonomi restoratif adalah model ekonomi yang berfokus pada pemulihan ekosistem dan lingkungan yang rusak serta peningkatan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.

    “Solusinya memang bukan dengan legalisasi, tapi mencari alternatif pendapatan para penambang ilegal itu, misalnya dengan konsep ekonomi restoratif, mendukung transisi pekerjanya ke sektor perkebunan dan perikanan dengan fasilitas yang lebih baik,” jelas Bhima.

    Sebelumnya, pemerintah berencana membina pertambangan ilegal yang selama ini marak terjadi di Indonesia. Terlebih, tambang emas ilegal dapat menghasilkan hingga 200 ton per tahun.

    Asisten Deputi Bidang Pengembangan Mineral dan Batu Bara Kemenko Perekonomian Herry Permana menjelaskan skema pembinaan tambang ilegal itu bisa mencontoh yang terjadi pada sumur minyak dan gas bumi (migas).

    Dia menyebut pemerintah kini telah menata sumur rakyat yang umumnya ilegal. Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi.

    Melalui aturan baru tersebut, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dapat melakukan kerja sama pengolahan bagian wilayah kerja (WK), tata kelola, keamanan sosial, dan perlindungan investasi demi memberdayakan sumur ilegal tersebut. Alhasil, saat ini terdapat 45.095 sumur rakyat yang sudah diinventarisasi.

    “Kalau migas bisa, seharusnya minerba [mineral dan batu bara] bisa dong. Kita kasih waktu misalnya dari 20–38 provinsi terbit IPR [izin pertambangan rakyat], kita kasih waktu empat tahun,” ucap Herry dalam acara Bisnis Indonesia Forum di Jakarta, Rabu (10/12/2025).

    Dia menjelaskan, dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) disebutkan bahwa jika ditemukan tambang rakyat yang belum memiliki IPR, maka menjadi prioritas.

    Menurutnya, pembinaan tambang rakyat ilegal menjadi penting. Sebab, di satu sisi, tambang ilegal itu menjadi lapangan kerja bagi masyarakat sekitar. Oleh karena itu, jika tambang ilegal itu langsung diberantas, maka lapangan kerja masyarakat juga terenggut.

    “Karena ini menyangkut rakyat, kalau untuk rakyat kan luasan IPR itu hanya 10 hektare maksimum, itu pun untuk koperasi. Kalau perorangan, 5 hektare,” kata Herry.

    Dia juga mencontohkan, jika negara mampu membina tambang emas ilegal saja, hasilnya cukup signifikan. Menurutnya, emas yang dihasilkan dari tambang ilegal sebesar 100 ton per tahun bisa menjadi milik negara.

    Karena itu, pihaknya bersama kementerian/lembaga terkait tengah menyusun Peraturan Presiden (Perpres) terkait pengelolaan mineral kritis dan strategis.

    “Oleh karena itu, tata kelola ini harus kita desain dengan baik. Saat ini, kami sedang menyusun Perpres terkait tata kelola mineral kritis dan strategis,” jelas Herry.

  • Hartono Bersaudara Jadi Orang Terkaya di Indonesia 2025, Kekayaannya Tembus Rp729,83 Triliun

    Hartono Bersaudara Jadi Orang Terkaya di Indonesia 2025, Kekayaannya Tembus Rp729,83 Triliun

    GELORA.CO  – Hartono bersaudara, Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono menempati posisi pertama orang terkaya di Indonesia per Desember 2025. Namun, kekayaan Hartono bersaudara mengalami penurunan.

    Melansir Forbes, kekayaan separuh dari para taipan Indonesia dalam daftar orang terkaya mengalami kenaikan dibanding tahun lalu. 

    Dalam tahun yang penuh gejolak, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melonjak 17 persen, membantu meningkatkan kekayaan kolektif ke rekor 306 miliar dolar AS dari 263 miliar dolar AS pada tahun lalu. 

    Adapun, kekayaan Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono tetap berada di peringkat pertama orang terkaya di Indonesia, meskipun kekayaan bersih gabungan mereka turun sebesar 6,5 miliar dolar AS atau setara Rp108,3 triliun menjadi 43,8 miliar dolar AS atau setara Rp729,83 triliun.

    Ini menjadi penurunan kekayaan terbesar, di mana saham PT Bank Central Asia Tbk atau BCA, aset terbesar mereka, turun 15 persen dari tahun lalu di tengah kekhawatiran investor tentang dampak ketidakpastian kebijakan moneter dan fiskal terhadap bank.

    Di posisi kedua orang terkaya di Indonesia ditempati miliarder petrokimia dan energi, Prajogo Pangestu, yang mengumpulkan lebih dari 140 juta dolar AS dari IPO PT Chandra Daya Investasi Tbk pada bulan Juli, anak perusahaan infrastruktur dari Chandra Asri Pacific yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) meningkatkan kekayaan bersihnya sebesar 23 persen menjadi 39,8 miliar dolar AS atau setara Rp663,18 triliun.

    Secara keseluruhan, kekayaan setengah dari mereka yang ada dalam daftar orang terkaya meningkat. Lonjakan terbesar, mencapai 9,4 miliar dolar AS, dicatat oleh keluarga Widjaja, yang naik satu peringkat ke peringkat ketiga orang terkaya di Indonesia dengan kekayaan mencapai 28,3 miliar dolar AS atau setara Rp396,57 triliun.

    Saham perusahaan infrastruktur dan energi unggulan mereka, Dian Swastatika Sentosa, meningkat lebih dari dua kali lipat dari tahun lalu di tengah ekspansinya di bidang energi terbarukan. Pada bulan Juni, perusahaan tersebut membuka pabrik panel surya terbesar di Indonesia dengan kapasitas tahunan hingga 1 gigawatt dalam usaha patungan dengan PLN Indonesia Power Renewables milik negara dan Trina Solar dari China.

    Tahun lalu, Low Tuck Kwong, taipan batu bara yang berada di peringkat ketiga terkaya, turun ke peringkat keempat dengan kekayaannya turun sebesar 2,1 miliar dolar AS menjadi 24,9 miliar dolar AS atau setara Rp414,9 triliun.

    Saham perusahaan produksi batu baranya, Bayan Resources, merosot karena laba bersih terdampak oleh harga batu bara yang lebih lemah dan biaya operasional yang lebih tinggi, turun 16 persen menjadi 534 juta dolar AS dalam sembilan bulan hingga September.

    Permintaan yang meningkat pesat untuk pusat data menyebabkan saham PT DCI Indonesia Tbk meroket, dan mendorong kedua pendirinya, Otto Toto Sugiri dan Marina Budiman, masuk ke dalam sepuluh besar orang terkaya di Indonesia untuk pertama kalinya. 

    Mereka menjadi peraih keuntungan persentase terbesar tahun ini dan muncul di peringkat ke-6 dengan kekayaan 11,3 miliar dolar AS atau setara Rp188,28 triliun dan di peringkat ke-8 dengan 8,2 miliar dolar AS atau setara Rp136,63 triliun.

    Wajah baru di dereta miliarder tahun ini adalah Hartati Murdaya, Direktur Utama Central Cipta Murdaya. Dia menggantikan mendiang suaminya, Murdaya Poo, yang meninggal pada bulan April di usia 84 tahun. 

    Kuncoro Wibowo harus keluar dari daftar orang terkaya di Indonesia karena saham jaringan toko perangkat kerasnya, PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk, anjlok lebih dari 40 persen di tengah menyusutnya keuntungan. Nilai kekayaan bersih minimum untuk masuk dalam daftar turun menjadi 920 juta dolar AS atau setara Rp15,32 triliun

  • Shortfall Pajak ‘Pasti’ Melebar, Kredibilitas APBN Purbaya di Tubir Jurang

    Shortfall Pajak ‘Pasti’ Melebar, Kredibilitas APBN Purbaya di Tubir Jurang

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak alias DJP Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang dilanda kegentingan karena kinerja penerimaan pajak jauh di bawah ekspektasi. Shortfall hampir dipastikan melebar. 

    Otoritas pajak harus berjibaku untuk mengejar penerimaan pajak sebesar Rp2.005 triliun supaya defisit anggaran APBN 2025 tidak menembus angka 3%. Kalau target itu meleset, APBN yang hampir 4 bulan terakhir dikelola oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terancam kredibilitasnya.

    Dalam catatan Bisnis, situasi yang terjadi saat ini mirip dengan tahun 2015 lalu, ketika transisi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Joko Widodo (Jokowi). Saat itu, realisasi defisit menembus angka 2,7% karena penerimaan pajak hanya Rp1.055 triliun atau 81,5% dari target APBN-P 2025 senilai Rp1.294,3 triliun.

    Namun demikian, alih-alih menjaga kesinambungan fiskal, Purbaya saat ini justru sibuk menempatkan duit negara ke bank Himbara. Lebih dari Rp200 triliun dana yang berasal dari saldo anggaran lebih atau SAL yang ditempatkan. 

    Persoalannya, penempatan duit negara itu belum mampu mengerek performa kredit perbankan. Setidaknya sampai Oktober 2025 lalu. Di sisi lain, meskipun bersifat deposito on call, penempatan dana SAL itu semakin mengikis bantalan fiskal pemerintah, terutama ketika kinerja penerimaan pajak babak belur seperti saat ini.

    Apalagi pada Juli 2025 lalu, tepatnya ketika Menteri Keuangan masih dijabat oleh Sri Mulyani Indrawati, DPR sudah menyetujui penggunaan SAL senilai Rp85,6 triliun untuk menambal defisit APBN 2025. Lantas apabila APBN terus mendapat tekanan sampai akhir tahun nanti, apakah strategi ini akan diulang oleh Purbaya? 

    Shortfall Pajak Pasti Melebar

    Sekadar catatan bahwa, informasi yang diperoleh Bisnis para kepala kantor wilayah DJP hanya mampu berkomitmen merealisasikan penerimaan pajak sebesar Rp1.947,2 triliun atau 93,7% dari outlook APBN 2025. Terjadi pelebaran shortfall dibanding simulasi awal pemerintah yang menempatkan outlook penerimaan pajak 2025 di angka Rp2.076,9 triliun.

    Komitmen ini disampaikan dalam rapat pimpinan di Bogor, Jawa Barat, Oktober 2025. Padahal, batas aman supaya defisit APBN tidak tembus di angka 3% dari produk domestik bruto (PDB), otoritas pajak harus merealisasikan penerimaan sebesar Rp2.005 triliun.

    Artinya kalau mengacu kepada angka komitmen kanwil DJP dengan batas aman tersebut, masih terdapat selisih hingga Rp57,8 triliun. “Ini bukan sekadar tantangan, tetapi “kondisi darurat” yang menuntut kewaspadaan dari seluruh komandan di unit vertikal maupun KPDJP,” demikian bunyi maklumat Dirjen Pajak Bimo Wijayanto yang dikutip Bisnis, Senin (15/12/2025).

    Maklumat Dirjen Pajak itu kemudian ditindaklanjuti dengan menentukan sasaran-sasaran wajib pajak yang bisa ‘ditodong’ untuk menutup kekurangan penerimaan pajak. Sektor industri kelapa sawit, pertambangan batu bara, hingga pajak orang kaya menjadi sasaran utama pemerintah.

    Bimo sendiri tidak menjawab pertanyaan Bisnis saat dikonfirmasi tentang pencapaian target Rp2.005 triliun, termasuk rencananya mengoptimalkan penerimaan pajak dari sawit dan batu bara. Dia mengirimkan pertanyaan Bisnis kepada Direktur Pelayanan, Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat DJP Rosmauli.

    Rosmauli menuturkan bahwa angka target penerimaan dan seluruh langkah pengawasan wajib pajak dilaksanakan sesuai ketentuan yang ditetapkan pemerintah melalui mekanisme resmi APBN.

    “Secara prinsip, penguatan monitoring dan pengendalian risiko dilakukan secara rutin terhadap seluruh sektor untuk memastikan penerimaan negara dikelola secara akuntabel dan profesional,” ujar Rosmauli kepada Bisnis, Kamis (11/12/2025).

    Janji Purbaya

    Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan pihaknya tetap akan mengoptimalkan setoran penerimaan negara sampai dengan akhir tahun, yang tersisa persis sekitar 20 hari lagi sebelum tutup buku.

    Dia mengklaim defisit APBN masih akan tetap aman. “Kami akan optimalkan, harusnya sampai akhir tahun yang jelas defisitnya masih aman, jadi enggak usah, kami akan usahakan aman,” ujarnya usai ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (11/12/2025). 

    Purbaya tidak memerinci lebih lanjut apa strateginya dalam mengincar setoran pajak ratusan triliun untuk menutupi kekurangan penerimaan. Dia hanya menyebut otoritas akan menggali seluruh potensi penerimaan yang ada. 

    “Semua potensi akan kami gali,” terang mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu. 

    Di sisi lain, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Bimo Wijayanto menyatakan terbuka untuk saling bertukar data dengan instansi lain dalam upaya kolaborasi meningkatkan penerimaan negara.

    Bimo menyampaikan bahwa praktik pertukaran data antarkementerian dan lembaga sejatinya telah berjalan untuk berbagai kepentingan. Bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), kerja sama tersebut difokuskan untuk mendorong kepatuhan dan optimalisasi penerimaan pajak.

    Namun, Bimo mengakui bahwa DJP masih dibatasi oleh ketentuan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang mengatur kerahasiaan data wajib pajak (WP). Pembatasan tersebut, menurut dia, kerap menjadi sumber keluhan dari instansi lain yang membutuhkan data perpajakan untuk keperluan analisis dan pengawasan.

    “Dulu mungkin Ditjen Pajak [dikeluhkan] cuma minta-minta data doang, enggak mau ngasih data. Iya, pasal 34 enggak boleh ngasih karena rahasia. Sekarang gini terus terang saja, saya buka data untuk bapak ibu sesuai dengan aturan,” ujar Bimo.

    Tak Punya Banyak Opsi

    Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tidak memiliki banyak opsi untuk memastikan defisit APBN 2025 tidak semakin melebar hingga melampaui batas 3% terhadap PDB. Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet, belanja pemerintah sudah ditetapkan lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya.

    Peningkatan terjadi akibat kebutuhan untuk mengakomodasi sejumlah penambahan belanja di semester II/2025.   Yusuf memandang sampai akhir tahun nanti kecil kemungkinan belanja akan membengkak karena sudah diakomodasi dari peningkatan belanja yang ditargetkan pemerintah.

    Sampai dengan akhir Oktober 2025 saja, realisasi belanja pemerintah pusat baru Rp1.879,6 triliun atau 70,6% dari outlook, sedangkan transfer ke daerah (TKD) Rp713,4 triliun atau 82,6% terhadap outlook.  

    Oleh karena itu, Yusuf memandang bahwa kunci untuk memastikan defisit APBN tidak semakin melebar ada pada penerimaan pajak. Menurutnya, apabila dibandingkan antara realisasi pajak Oktober dan bulan-bulan sebelumnya, ada sedikit perbaikan meski tidak signifikan.  

    “Peluang baiknya penerimaan pajak ada meskipun sangat kecil. Yang penting untuk dilakukan pemerintah terutama di sisa bulan semester kedua ini adalah memastikan bahwa pelaporan pajak oleh wajib pajak itu dilakukan secara tepat atau benar, sehingga proses intensifikasi pajak merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan dalam upaya agar defisit APBN rasionya tidak melebihi batas 3% terhadap PDB,” terangnya kepada Bisnis, Minggu (14/12/2025).

     Adapun opsi lain yang bisa diambil pemerintah selain mengamankan penerimaan pajak adalah penundaan belanja. Peneliti lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) itu menyebut pemerintah bisa menunda sementara sejumlah belanja yang bisa dilakukan.  

    Akan tetapi, opsi itu dinilai tidak tanpa konsekuensi. Penundaan belanja ini berpeluang menekan kontribusi belanja pemerintah terhadap PDB, yang mana pertumbuhannya ditargetkan bisa mencapai di atas 5%. Sebagaimana diketahui, belanja pemerintah sempat terkontraksi hingga 0,33% (yoy) pada kuartal II/2025. Kebijakan efisiensi tidak lepas dari faktor penyebab hal tersebut.  

    Pada kuartal III/2025, ketika ekonomi tumbuh 5,04% atau lebih rendah dari kuartal sebelumnya yakni 5,12%, belanja pemerintah akhirnya berbalik tumbuh positif yakni 5,49% (yoy).  “Secara natural [penundaan belanja] seharusnya tidak dilakukan pemerintah terutama dalam upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di akhir tahun,” terang Yusuf.