Produk: Artificial Intelligence

  • Video: Bisnis Cloud Laris Manis Era Digital, ELIT Incar Pasar Malaysia

    Video: Bisnis Cloud Laris Manis Era Digital, ELIT Incar Pasar Malaysia

    Jakarta, CNBC Indonesia- Di tengah peningkatan tren kebutuhan cloud, keamanan siber hingga Artificial Intelligence (AI), penyedia layanan Teknologi Informasi termasuk teknologi cloud, PT Data Sinergitama Jaya Tbk (ELIT) menargetkan pertumbuhan pendapatan minimal 30% pada tahun 2025.

    Presiden Direktur PT Data Sinergitama Jaya Tbk, Kresna Adiprawira mengatakan percepatan transformasi digital di hampir semua sektor usaha menjadi penopang bisnis layanan dan infrastruktur IT di Indonesia.

    ELIT optimistis terhadap perkembangan bisnis cloud di Indonesia bahkan menargetkan ekspansi ke Malaysia hingga ASEAN dan juga Eropa yang memiliki prospek pertumbuhan yang menjanjikan.

    Seperti apa strategi bisnis cloud era digital? Selengkapnya simak dialog Bunga Cinka dengan Presiden Direktur PT Data Sinergitama Jaya Tbk (ELIT), Kresna Adiprawira dalam Profit, CNB CIndonesia (Senin, 02/06/2025)

  • Pemanfaatan AI Harus Berpihak Pada Nilai-nilai Kemanusiaan

    Pemanfaatan AI Harus Berpihak Pada Nilai-nilai Kemanusiaan

    Bandung: Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (STEI ITB) menggelar webinar nasional bertajuk ‘Humanizing Artificial Intelligence’, Sabtu, 31 Mei 2025. 

    Dalam kesempatan tersebut, Dekan STEI ITB, Tutun Juhana, mendorong pemanfaatan dan pengembangan AI seharusnya tidak terjebak pada fokus efisiensi semata. Namun juga harus memenuhi aspek etis, inklusif, dan berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan.

    “Kita harus membumikan AI sesuai dengan falsafah bangsa kita yakni berdasarkan nilai Pancasila,” ujar Tutun Juhana.

    Ia juga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk berkolaborasi memastikan bahwa AI tidak menjadi ancaman terhadap martabat manusia, tetapi sebaliknya, memperkuat harkat kemanusiaan.
     
    Posisi Indonesia dalam ekosistem AI

    Dalam webinar ini, juga dibahas terkait posisi strategis Indonesia dalam kancah global pengembangan AI. Ketua Indonesia Cybersecurity Forum (ICSF), Ardi Sutedja menggarisbawahi perlunya pendekatan berbasis risiko agar transformasi digital tidak menjadikan Indonesia sekadar pasar teknologi asing. 

    Ia menekankan pentingnya tata kelola dan kolaborasi lintas sektor dalam pengembangan AI. “Ini bukan kerja satu pihak, tapi kolaborasi multipihak dari berbagai disiplin keilmuan,” ujarnya.

    SVP Government Affairs PT Indosat Tbk., Ajar Edi menyampaikan urgensi membangun sovereign AI sebagai cara agar Indonesia tidak hanya jadi konsumen, tapi juga produsen teknologi. 

    Ia menyatakan bahwa hilirisasi dan kedaulatan data adalah kunci. “Ketika AI factory ada di Indonesia, maka seluruh datanya akan diolah di Indonesia,” jelasnya. 

    Dari industri global, Panji Wasmana, National Technology Officer Microsoft Indonesia, memaparkan tren penggunaan agentic AI di dunia kerja berdasarkan riset Microsoft terhadap 31.000 responden global. Ia menekankan bahwa kendali manusia tetap krusial meskipun AI semakin otonom. 

    “Bagaimana kita empower pengguna untuk mengerti risiko dan mampu memastikan bahwa AI dapat dikontrol sedemikian rupa,” ujarnya.
     

     

    Menjamin keadilan dan akuntabilitas di era AI

    Terkait prinsip-prinsip pengembangan AI yang berpusat pada manusia, peneliti dari Pusat AI ITB, Ayu Purwarianti menekankan bahwa AI harus selalu berada di bawah kendali manusia, menjamin keamanan data, serta transparan, dapat dijelaskan (explainable), dan akuntabel. “AI tidak boleh berbahaya dan bertentangan dengan prinsip dan keamanan manusia,” terangnya.

    Di sisi lain, penguatan literasi kecerdasan artifisial juga menjadi prioritas, termasuk pemahaman etika, adaptif mindset, dan pendidikan karakter sejak dini. 

    Indriaswati Dyah dari ELSAM menambahkan bahwa prinsip human-in-the-loop atau kehadiran manusia dalam seluruh siklus AI, dari pengembangan hingga operasional, harus menjadi prinsip utama. 

    Menurutnya, Indonesia sebagai negara pengguna teknologi (bukan produsen asal) menjadikan pendekatan hak asasi manusia dalam AI semakin penting. “Kesadaran akan potensi risiko AI dalam menguatkan bias dan diskriminasi masih rendah,” beber Indriaswati.
     
    Pendidikan AI berbasis etika

    Henke Yunkins dari Indonesia AI Society menekankan pentingnya empat komponen dalam pendidikan AI: literasi dasar, eksperimen, sosial-emosional, dan hasil pembelajaran yang lebih bermakna. 

    “Pendidikan bukan soal mengejar teknologi saja, tetapi membentuk manusia. Manusia yang harus menentukan arah perkembangan AI itu sendiri,” ujarnya.

    Andy Ardian dari ECPAT Indonesia memperingatkan dampak AI terhadap privasi anak, terutama ketika anak-anak mulai berinteraksi dengan chatbot berbasis AI. Ia menyoroti risiko bias data yang bisa memperkuat stereotip sosial serta ketergantungan teknologi yang menggerus kemampuan berpikir kritis anak-anak. 

    Sementara itu, Narenda Wicaksono dari Dicoding menekankan perlunya keterlibatan industri dalam menyusun kurikulum yang relevan. “Setelah tahu dan bisa, harus ada keinginan juga dalam menjadi bagian dari perkembangan teknologi ini,” tuturnya.

    Diena Haryana dari SEJIWA Foundation menambahkan bahwa anak-anak harus diperkuat keterampilan fisik, sosial, dan spiritualnya sebelum dikenalkan pada AI.

    “AI tidak boleh menggantikan masa bermain dan eksplorasi anak. Teknologi bisa menjadi alat bantu tanpa harus mengganggu proses tumbuh kembang anak,” kata Diena. 

    Webinar ini menandai pentingnya pendekatan kolaboratif dalam membangun ekosistem AI nasional yang inklusif dan berkeadilan. STEI ITB menegaskan komitmennya untuk tidak hanya mengembangkan teknologi, tetapi juga menjadikan manusia sebagai pusat dan tujuan dari inovasi.

    Bandung: Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (STEI ITB) menggelar webinar nasional bertajuk ‘Humanizing Artificial Intelligence’, Sabtu, 31 Mei 2025. 
     
    Dalam kesempatan tersebut, Dekan STEI ITB, Tutun Juhana, mendorong pemanfaatan dan pengembangan AI seharusnya tidak terjebak pada fokus efisiensi semata. Namun juga harus memenuhi aspek etis, inklusif, dan berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan.
     
    “Kita harus membumikan AI sesuai dengan falsafah bangsa kita yakni berdasarkan nilai Pancasila,” ujar Tutun Juhana.

    Ia juga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk berkolaborasi memastikan bahwa AI tidak menjadi ancaman terhadap martabat manusia, tetapi sebaliknya, memperkuat harkat kemanusiaan.
     

    Posisi Indonesia dalam ekosistem AI

    Dalam webinar ini, juga dibahas terkait posisi strategis Indonesia dalam kancah global pengembangan AI. Ketua Indonesia Cybersecurity Forum (ICSF), Ardi Sutedja menggarisbawahi perlunya pendekatan berbasis risiko agar transformasi digital tidak menjadikan Indonesia sekadar pasar teknologi asing. 
     
    Ia menekankan pentingnya tata kelola dan kolaborasi lintas sektor dalam pengembangan AI. “Ini bukan kerja satu pihak, tapi kolaborasi multipihak dari berbagai disiplin keilmuan,” ujarnya.
     
    SVP Government Affairs PT Indosat Tbk., Ajar Edi menyampaikan urgensi membangun sovereign AI sebagai cara agar Indonesia tidak hanya jadi konsumen, tapi juga produsen teknologi. 
     
    Ia menyatakan bahwa hilirisasi dan kedaulatan data adalah kunci. “Ketika AI factory ada di Indonesia, maka seluruh datanya akan diolah di Indonesia,” jelasnya. 
     
    Dari industri global, Panji Wasmana, National Technology Officer Microsoft Indonesia, memaparkan tren penggunaan agentic AI di dunia kerja berdasarkan riset Microsoft terhadap 31.000 responden global. Ia menekankan bahwa kendali manusia tetap krusial meskipun AI semakin otonom. 
     
    “Bagaimana kita empower pengguna untuk mengerti risiko dan mampu memastikan bahwa AI dapat dikontrol sedemikian rupa,” ujarnya.
     

     

    Menjamin keadilan dan akuntabilitas di era AI

    Terkait prinsip-prinsip pengembangan AI yang berpusat pada manusia, peneliti dari Pusat AI ITB, Ayu Purwarianti menekankan bahwa AI harus selalu berada di bawah kendali manusia, menjamin keamanan data, serta transparan, dapat dijelaskan (explainable), dan akuntabel. “AI tidak boleh berbahaya dan bertentangan dengan prinsip dan keamanan manusia,” terangnya.
     
    Di sisi lain, penguatan literasi kecerdasan artifisial juga menjadi prioritas, termasuk pemahaman etika, adaptif mindset, dan pendidikan karakter sejak dini. 
     
    Indriaswati Dyah dari ELSAM menambahkan bahwa prinsip human-in-the-loop atau kehadiran manusia dalam seluruh siklus AI, dari pengembangan hingga operasional, harus menjadi prinsip utama. 
     
    Menurutnya, Indonesia sebagai negara pengguna teknologi (bukan produsen asal) menjadikan pendekatan hak asasi manusia dalam AI semakin penting. “Kesadaran akan potensi risiko AI dalam menguatkan bias dan diskriminasi masih rendah,” beber Indriaswati.
     

    Pendidikan AI berbasis etika

    Henke Yunkins dari Indonesia AI Society menekankan pentingnya empat komponen dalam pendidikan AI: literasi dasar, eksperimen, sosial-emosional, dan hasil pembelajaran yang lebih bermakna. 
     
    “Pendidikan bukan soal mengejar teknologi saja, tetapi membentuk manusia. Manusia yang harus menentukan arah perkembangan AI itu sendiri,” ujarnya.
     
    Andy Ardian dari ECPAT Indonesia memperingatkan dampak AI terhadap privasi anak, terutama ketika anak-anak mulai berinteraksi dengan chatbot berbasis AI. Ia menyoroti risiko bias data yang bisa memperkuat stereotip sosial serta ketergantungan teknologi yang menggerus kemampuan berpikir kritis anak-anak. 
     
    Sementara itu, Narenda Wicaksono dari Dicoding menekankan perlunya keterlibatan industri dalam menyusun kurikulum yang relevan. “Setelah tahu dan bisa, harus ada keinginan juga dalam menjadi bagian dari perkembangan teknologi ini,” tuturnya.
     
    Diena Haryana dari SEJIWA Foundation menambahkan bahwa anak-anak harus diperkuat keterampilan fisik, sosial, dan spiritualnya sebelum dikenalkan pada AI.
     
    “AI tidak boleh menggantikan masa bermain dan eksplorasi anak. Teknologi bisa menjadi alat bantu tanpa harus mengganggu proses tumbuh kembang anak,” kata Diena. 
     
    Webinar ini menandai pentingnya pendekatan kolaboratif dalam membangun ekosistem AI nasional yang inklusif dan berkeadilan. STEI ITB menegaskan komitmennya untuk tidak hanya mengembangkan teknologi, tetapi juga menjadikan manusia sebagai pusat dan tujuan dari inovasi.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (PRI)

  • Daftar Raksasa Teknologi yang PHK Massal: Microsoft, Google hingga Amazon

    Daftar Raksasa Teknologi yang PHK Massal: Microsoft, Google hingga Amazon

    Bisnis.com, JAKARTA — Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) melanda industri teknologi global. Meski banyak perusahaan mencatatkan laba tinggi dan pertumbuhan pesat, langkah PHK tetap diambil demi efisiensi, perampingan struktur organisasi, dan pergeseran strategi bisnis terutama dalam menyambut era kecerdasan buatan/artificial intelligence (AI).

    Beberapa raksasa digital mengambil keputusan sulit untuk memangkas ribuan pekerja, termasuk Microsoft, Google, Amazon, Meta hingga TikTok. Alasan yang dikemukakan pun beragam, mulai dari peningkatan efisiensi, restrukturisasi globa, hingga penyesuaian terhadap prioritas baru. 

    Daftar raksasa teknologi yang PHK massal pada 2024 hingga pertengahan 2025:

    1. Microsoft

    Microsoft melakukan PHK terhadap sekitar 6.000 karyawan atau hampir 3% dari total tenaga kerjanya. Langkah ini menjadi gelombang PHK terbesar perusahaan sejak 2023.

    Meski mencatat kinerja keuangan yang kuat pada kuartal Januari—Maret 2025, Microsoft menyebut pengurangan akan terjadi di semua level, tim, dan wilayah, dengan fokus utama pada pengurangan jumlah manajer. 

    Pada Januari 2025 lalu, Microsoft juga sempat memangkas sekitar 1% tenaga kerja berdasarkan performa. Pada Juni 2024, Microsoft tercatat memiliki 228.000 karyawan penuh waktu, dengan sekitar 55% berbasis di Amerika Serikat.

    2. Google

    Google mengumumkan restrukturisasi besar yang berdampak pada karyawan di divisi People Operations dan unit cloud. Perusahaan juga menawarkan program pengunduran diri sukarela bagi karyawan berbasis di Amerika Serikat (AS). 

    Beberapa posisi juga direlokasi ke luar negeri. Meski belum merinci jumlah pasti karyawan yang terdampak, langkah ini menjadi bagian dari strategi efisiensi menyusul meningkatnya belanja infrastruktur AI perusahaan.

  • Top 3 Tekno : Iklan Terkait Indonesia Sering Nongol di Forum Dark Web Asia Tenggara – Page 3

    Top 3 Tekno : Iklan Terkait Indonesia Sering Nongol di Forum Dark Web Asia Tenggara – Page 3

    Memasuki paruh kedua tahun 2025, anak perusahaan Telkom Indonesia yang bergerak di bidang modal ventura, MDI Ventures mengumumkan perubahan signifikan dalam strategi investasi atau pendanaannya.

    Kini, fokus utama perusahaan tertuju pada sektor-sektor yang diproyeksikan memiliki ketahanan dan relevansi jangka panjang, termasuk kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), keamanan siber (cybersecurity), dan perangkat lunak untuk perusahaan (Enterprise Software).

    Langkah strategis ini diumumkan berbarengan dengan rampungnya sejumlah divestasi penting. MDI Ventures menegaskan bahwa perubahan fokus ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan untuk memperkuat kontribusi mereka dalam mentransformasi ekosistem digital di kawasan Asia Tenggara.

    Baca selengkapnya di sini

  • MDI Ventures Fokuskan Pendanaan di Sektor AI dan Cybersecurity pada 2025 – Page 3

    MDI Ventures Fokuskan Pendanaan di Sektor AI dan Cybersecurity pada 2025 – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Memasuki paruh kedua tahun 2025, anak perusahaan Telkom Indonesia yang bergerak di bidang modal ventura, MDI Ventures mengumumkan perubahan signifikan dalam strategi investasi atau pendanaannya.

    Kini, fokus utama perusahaan tertuju pada sektor-sektor yang diproyeksikan memiliki ketahanan dan relevansi jangka panjang, termasuk kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), keamanan siber (cybersecurity), dan perangkat lunak untuk perusahaan (Enterprise Software).

    Langkah strategis ini diumumkan berbarengan dengan rampungnya sejumlah divestasi penting. MDI Ventures menegaskan bahwa perubahan fokus ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan untuk memperkuat kontribusi mereka dalam mentransformasi ekosistem digital di kawasan Asia Tenggara.

    “Ini adalah sinyal bahwa 2025 bukan tahun yang pasif, melainkan tahun yang selektif,” ujar CEO MDI Ventures, Donald Wihardja, melalui keterangannya, Sabtu (31/5/2025).

    Lebih lanjut, Donald menjelaskan bahwa MDI Ventures, bersama investor lainnya, tidak menarik diri dari pasar, melainkan melakukan “kalibrasi ulang” fokus investasi.

    Perusahaan kini lebih selektif dalam mendukung perusahaan yang telah memiliki kematangan operasional dan potensi pertumbuhan regional yang jelas.

    Sebagai contoh konkret, MDI Ventures baru-baru ini melakukan investasi pada CYFRIRMA, sebuah perusahaan di bidang keamanan siber dan Whale, sebuah perusahaan rintisan (startup) AI yang berbasis di Singapura.

     

  • Canggih! Malaysia Akan Pakai AI untuk Atur Lalu Lintas

    Canggih! Malaysia Akan Pakai AI untuk Atur Lalu Lintas

    Jakarta

    Malaysia akan melakukan inovasi untuk sistem transportasinya. Negara tetangga ini melirik teknologi kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI) untuk mengatur lalu lintas hingga memantau infrastruktur jalan.

    Dilansir dari Bernama, rencana ambisius Malaysia itu disampaikan langsung oleh Menteri Pekerjaan Malaysia, Datuk Seri Alexander Nanta Linggi, dalam forum Intelligent Transport Systems Asia Pacific 2025 yang digelar di Korea Selatan.

    “Melalui teknologi pemantauan cerdas seperti drone, sensor, dan Internet of Things (IoT), kami bisa mendeteksi kerusakan jalan secara real-time. AI membantu menganalisis data ini untuk menentukan lokasi yang butuh penanganan segera dan memprediksi potensi kerusakan di masa depan,” ujarnya, dikutip dari Bernama.

    Nanta menyebut, sistem transportasi cerdas atau Intelligent Transport System (ITS) saat ini menjadi kebutuhan dasar dalam membangun kota masa depan yang tangguh, efisien, dan berkelanjutan.

    Malaysia sendiri sedang menyusun ITS Roadmap 2030, peta jalan yang akan jadi panduan utama dalam transformasi sistem transportasi negara tersebut.

    Diklaim, roadmap itu terdiri dari lima pilar utama. Mulai dari mobilitas cerdas yang saling terhubung, transisi ke transportasi hijau dan berkelanjutan, digitalisasi layanan publik, ekosistem transportasi yang aman, hingga pemanfaatan data untuk perencanaan mobilitas.

    “Semua rencana ini bukan cuma wacana. Malaysia akan terus berinovasi, berinvestasi, dan berkolaborasi untuk membangun negara yang hiper-terhubung,” tegas Nanta.

    Ia juga menyebut sejumlah inisiatif yang sedang berjalan, termasuk pengembangan kendaraan otonom, penggunaan kendaraan listrik untuk transportasi umum, penerapan sistem pembayaran tol tanpa henti alias Multi-Lane Free Flow (MLFF), serta pembentukan National Intelligent Traffic Management Centre (NITMC).

    “Transformasi ini menunjukkan komitmen kuat Malaysia untuk membangun ekosistem transportasi yang lebih aman, efisien, dan berkelanjutan, sejalan dengan visi besar menuju kota hiper-terhubung,” pungkasnya.

    Kalau rencana ke depan Indonesia apa ya detikers?

    (mhg/lth)

  • 30% Masyarakat Indonesia Tidak Percaya Berita Buatan AI

    30% Masyarakat Indonesia Tidak Percaya Berita Buatan AI

    Bisnis.com, JAKARTA – Survei terbaru dari YouGov menemukan indikasi tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap berita buatan Artificial Intelligence (AI) di Indonesia. Sebanyak 70% surveyor menyatakan mereka memercayai berita yang dihasilkan AI sama bahkan lebih dari news karya manusia.

    General Manager YouGov Indonesia Edward Hutasoit mengatakan persentase tersebut merupakan yang tertinggi di antara negara-negara surveyor lain.

    Dia menambahkan 77% responden lain menegaskan pentingnya transparansi. Terutama, dalam menyebut secara jelas jika konten dibuat oleh AI. Sementara 54% responden merasa regulasi saat ini sudah cukup, sisanya menilai perlunya pengawasan yang lebih ketat.

    “Di Indonesia, keseimbangan antara manfaat teknologi dan keterbukaan informasi akan menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan publik,” kata Edward dalam keterangan resminya pada Jumat (30/5/2025).

    Namun, secara keseluruhan survei tersebut melihat masyarakat Indonesia termasuk yang paling optimistis terhadap peran AI dalam kehidupan sehari-hari.

    Sebanyak 36% responden Indonesia menyatakan sikap positif terhadap meningkatnya peran AI — jauh lebih tinggi dibanding rata-rata 17 negara lain sebesar 24%.

    Lalu, 34% responden Indonesia juga mengaku berhati-hati terhadap peran AI dalam kehidupan mereka, angka ini jauh lebih tinggi dibanding Hong Kong (11%) maupun Singapura (27%), menunjukkan sikap yang terbuka namun tetap kritis.

    “Survei ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia optimistis terhadap peran AI dalam kehidupan mereka, dan juga termasuk yang paling nyaman dengan berbagai konten digital yang dihasilkan AI. Sikap terbuka ini memberikan peluang besar bagi pelaku bisnis, media, dan platform digital untuk menjangkau audiens yang digital-savvy dan berpikiran terbuka,” jelasnya.

    Namun, sambung Edward, di balik optimisme ada kekhawatiran yang tidak dapat diabaikan. Sekitar 48% konsumen Indonesia mengkhawatirkan hilangnya sentuhan manusia dalam konten yang dibuat AI, 46% khawatir soal privasi dan penggunaan data, dan 32% mencemaskan risiko misinformasi dan deepfake.

    Hal ini disebut mengindikasikan pentingnya penerapan prinsip transparansi dan etika yang kuat dalam penggunaan AI.

    Konsumen Indonesia juga termasuk yang paling terbuka dengan konten berbasis AI dalam berbagai format. Survei ini mencatat bahwa 58% responden Indonesia nyaman dengan gambar yang dihasilkan AI, dan 56% juga nyaman dengan konten video — lebih tinggi dibanding Hong Kong (51% gambar, 45% video) dan Singapura (37% gambar, 36% video).

    Keterbukaan ini meluas ke berbagai bentuk konten digital sehari-hari, seperti unggahan media sosial (54%); Artikel atau blog (51%); Email/newsletter (44%). Tidak hanya itu, hampir 50% konsumen Indonesia bersedia berinteraksi dengan influencer digital berbasis AI, lebih dari dua kali lipat rata-rata 17 negara yang disurvei (24%).

    “Hal ini mengindikasikan potensi besar bagi strategi komunikasi dan pemasaran berbasis AI di pasar Indonesia,” kata dia.

    Tingkat kenyamanan ini juga didukung oleh tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap berita buatan AI. Sebanyak 70% orang Indonesia menyatakan mereka mempercayai berita yang dihasilkan AI sama atau bahkan lebih besar dibanding berita buatan manusia — tertinggi di antara negara-negara yang disurvei.

    Kendati demikian, sebanyak 77% responden juga menegaskan pentingnya transparansi, terutama dalam menyebut secara jelas jika konten dibuat oleh AI. Sementara 54% responden merasa regulasi saat ini sudah cukup, sisanya menilai perlunya pengawasan yang lebih ketat.

     

  • Pentingnya Literasi Keuangan Mahasiswa di Tengah Maraknya Pinjaman Online – Page 3

    Pentingnya Literasi Keuangan Mahasiswa di Tengah Maraknya Pinjaman Online – Page 3

    Sebelumnya, pertumbuhan industri pinjaman daring (pindar) di Indonesia terus menunjukkan tren positif. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat outstanding pendanaan industri pindar per Februari 2025 tercatat sebesar Rp80,07 triliun, atau tumbuh 31,06% secara tahunan (year on year/YoY). 

    Angka ini mencerminkan peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap layanan keuangan digital yang cepat, aman, dan mudah diakses—terutama oleh kelompok masyarakat yang belum terlayani oleh lembaga keuangan konvensional.

    Direktur Utama Easycash, Nucky Poedjiardjo Djatmiko, mengungkap dengan teknologi berbasis big data, machine learning, dan artificial intelligence (AI), platform pindar berizin dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) seperti Easycash, bisa menjangkau masyarakat unbanked dan underbanked yang berdasarkan laporan World Bank tahun 2021 berjumlah 100 juta.

    “Kelebihan dari platform pindar adalah kemudahan akses untuk masyarakat dan proses e-KYC yang cepat berkat dukungan teknologi. Dengan demikian, pengguna dapat mengetahui apakah mereka mendapatkan limit pinjaman atau tidak dalam waktu rata-rata hingga lima menit. Apabila disetujui, penerima dana bisa mencairkan limitnya rata-rata dalam hitungan menit. Adanya perubahan gaya hidup terutama generasi Z dan Milenial yang semakin melek digital mendorong peningkatan pengguna layanan Pindar,” ungkap Nucky.

    Easycash melihat masa depan industri pindar masih sangat menjanjikan. Menurut riset EY MSME Market Study and Policy Advocacy, Indonesia memiliki kesenjangan pendanaan (credit gap) yang diperkirakan tembus Rp2.400 triliun, dimana baru sekitar 5% yang bisa dipenuhi oleh pindar. Angka ini menunjukkan potensi besar untuk tumbuhnya industri pindar di masa depan.

     

  • Menanti Sentuhan AI dalam Optimalisasi Sumber Daya Papua

    Menanti Sentuhan AI dalam Optimalisasi Sumber Daya Papua

    Bisnis.com, JAKARTA – Kehadiran infrastruktur kecerdasan buatan (AI) di Papua dinilai perlu dimanfaatkan secara optimal agar tata kelola sumber daya alam (SDA) yang melimpah dapat memberi hasil yang maksimal. Di sisi lain, keberadaan pemerintah dan swasta di wilayah tersebut dilihat sebagai langkah menjaga kedaulatan digital RI di tengah gempuran dan ancaman kolonialisme AI.

    Pemerintah dan PT Indosat Tbk. (ISAT) pekan lalu meresmikan AI Experience di Papua, yang bertujuan mendorong pemerataan teknologi terkini di Tanah Air. Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memperkirakan AI akan memberi kontribusi sebesar US$366 miliar bagi perekonomian Indonesia pada 2030.

    Komdigi juga menekankan pentingnya AI di Papua dalam pengelolaan sumber daya alam yang besar di wilayah ini.

    Senada, Ketua Bidang Industri IoT, AI, dan Big Data Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Teguh Prasetya mengatakan infrastruktur AI memiliki peran besar dalam mengelola dan mengoptimalkan sumber daya alam Indonesia Timur, termasuk Papua.

    Beberapa manfaat potensial AI di Papua, menurut Teguh antara lain untuk memantau dan mengelola sumber daya alam secara real-time melalui sensor dan drone yang didukung AI, sehingga mengurangi kerusakan lingkungan.

    Kemudian AI juga dapat digunakan untuk pengolahan data besar (big data) untuk meningkatkan efisiensi eksplorasi dan eksploitasi sumber daya seperti pertambangan, perikanan, dan kehutanan.

    “AI juga dapat membantu memprediksi dan mitigasi risiko terkait bencana alam yang sering terjadi di wilayah tersebut hingga pengembangan teknologi berbasis AI untuk meningkatkan nilai tambah dari hasil sumber daya alam, seperti pengolahan hasil hutan atau pertanian secara otomatis dan berkelanjutan,” kata Teguh.

    Teguh juga mengatakan meski saat ini kesiapan industri dalam mengadopsi AI masih rendah, sebesar 19% menurut laporan Cisco pada 2025, dalam 3 tahun ke depan akan meningkat.

    Kesadaran dan pemahaman tentang manfaat AI yang makin meningkat di kalangan manajemen hingga ketersediaan sumber daya manusia yang terampil dalam teknologi AI, yang saat ini masih terbatas, menjadi faktor utama pendorong meningkatnya adopsi AI di Tanah Air oleh pelaku industri.

    “Investasi dalam infrastruktur dan teknologi pendukung, seperti jaringan 5G, GPU dan data center yang memadai. Regulasi , insentif dan kebijakan pemerintah, yang dapat mempercepat adopsi jika mendukung inovasi dan investasi teknologi, juga memberi andil besar,” kata Teguh.

    Teguh menekankan bahwa keberhasilan implementasi AI dalam konteks ini membutuhkan kebijakan yang kuat, pelatihan tenaga kerja lokal, serta kerjasama antara pemerintah, swasta, dan komunitas adat.

    “Dengan pendekatan yang tepat, AI dapat membantu Indonesia Timur untuk mengelola sumber daya alamnya secara lebih berkelanjutan dan produktif,” kata Teguh. 

    Kolonialisme AI

    Sementara itu, Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Ian Yosef M. Edward menilai infrastruktur AI di Papua menjadi langkah baik yang diambil pemerintah untuk mencegah ‘penjajahan’ baru pada era AI, khususnya di Papua yang memiliki sumber daya besar.

    Dia mengatakan AI sebagai perangkat bantu pengolah sumber daya alam Papua harus mendapatkan masukan yang sesuai dengan kearifan lokal sehingga keluarannya  memberikan peran yang baik bagi masyarakat setempat, Indonesia maupun dunia.

    “Jangan sampai AI menjadikan kita terjajah oleh perangkat ataupun negara lain karena kita tidak belajar memahami cara kerja AI dengan tidak memasukan kearifan lokal Indonesia,” kata Ian.

    Dia mengatakan infrastruktur AI dapat menjadi ancaman bagi Papua jika dipakai pihak yang kepentingannya mengeksploitasi sumber daya alam Papua tanpa mempertimbangkan kemakmuran masyarakat setempat.

    Misal, pemanfaatan AI untuk pertambangan besar-besaran tanpa memasukan data kelestarian lingkungan dan kemakmuran rakyat setempat. Sebaiknya, tutur Ian, AI digunakan untuk persiapan melatih masyarakat Papua secara lebih bertahap untuk menjadi penggerak pertambangan.

    Pemetaan AI digunakan untuk memberikan pemahaman Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM) pertambangan yang  lebih mudah bagi masyarakat Papua.

    Dia menjelaskan bahwa AI pun harus belajar, maka masukan data, keluaran yang diharapkan serta batasannya harus baik bagi kemajuan masyarakat setempat termasuk kelestarian alam.

    “Maka sebaiknya dari awal melibatkan masyarakat setempat. Sehingga masyarakat setempat memiliki kemampuan menjadi pemain AI, bukan dipermainkan. Kunci utama ya peningkatan pengetahuan STEM, pengalihan secara bertahap menjadi pemain AI,” kata Ian.

    Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bersama dengan  PT Indosat Tbk. (ISAT) resmi meluncurkan AI Experience Center (AIEC) di Jayapura, Papua, sebagai bagian dari komitmen untuk mendorong pemerataan transformasi digital dan penguatan talenta kecerdasan buatan (AI) di Indonesia, khususnya di kawasan Timur yang selama ini memiliki akses terbatas terhadap teknologi mutakhir.

    AIEC Papua menjadi fasilitas pusat AI kedua Indosat setelah Solo, dibangun melalui kolaborasi dengan mitra global seperti Huawei dan Wadhwani Foundation.

    Pusat ini menyediakan berbagai contoh kasus pemanfaatan AI, pelatihan dasar hingga lanjutan, serta uji coba penggunaan teknologi AI. Masyarakat luas, pelajar, hingga aparatur sipil negara dapat memanfaatkan fasilitas ini untuk meningkatkan literasi dan keterampilan digital, membuka peluang baru, dan meningkatkan produktivitas.

    Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria mengatakan kehadiran AI Experience Center menjadi bukti nyata komitmen negara dalam mendorong pemerataan pemahaman kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) di Indonesia, utamanya wilayah timur.

    AI Experience Center menjadi tonggak penting bagi Papua yang lebih digital dan inklusif, serta melahirkan talenta-talenta digital yang berdampak pada kemajuan Papua.

    “Kami sangat berharap pusat ini menjadi katalisator bagi lahirnya talenta-talenta digital baru di Papua. Ini penting sekali karena Papua dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan alam yang cukup subur dan indah,” kata Nezar dalam sambutannya pada acara Kitorang Bisa AI, mengutip Youtube Indosat Ooredoo Hutchison, Rabu (21/5/2025).

  • Pengguna Gmail Wajib Langsung Ganti Email, Google Beri Peringatan Ini

    Pengguna Gmail Wajib Langsung Ganti Email, Google Beri Peringatan Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Makin maraknya penipuan akibat semakin pesatnya kemajuan teknologi di dunia membuat perusahaan teknologi asal Amerika Serikat (AS), yakni Google, mulai memberikan peringatan kepada para penggunanya untuk lebih waspada.

    Hal ini karena perkembangan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang makin pesat membuat penipu makin cerdas dalam melancarkan modus penipuan yang bisa membobol rekening korban. Bahkan, penipu dapat melancarkan aksinya dengan memanfaatkan ketidakjelian pengguna.

    Google mengatakan sudah memblokir lebih dari 99,9% penipuan email dalam bentuk phishing yang bermuatan malware di Google Mail (Gmail). Namun, modus penipuan menyebar cepat dan beranak-pinak, sehingga tetap mengancam 2,5 juta pengguna Gmail.

    “Dengan lebih dari 2,5 juta pengguna Gmail, kami saat ini menyebarkan model AI untuk memperkuat pertahanan keamanan di Gmail, termasuk menggunakan bahasa besar (LLM) baru yang dilatih untuk membasmi phishing, malware, dan spam,” kata Google, dikutip dari Forbes, Jumat (30/5/2025).

    Sementara menurut Firma keamanan siber McAfee menilai revolusi AI bekerja dua arah, untuk hal baik dan buruk. Google bisa saja menggunakan AI untuk memberantas penipuan, tetapi penipu akan kembali menggunakan AI untuk menciptakan serangan yang susah terdeteksi.

    “Seiring perkembangan AI yang lebih mudah diakses saat ini, penjahat siber menggunakannya untuk menciptakan scam yang lebih meyakinkan dan terpersonalisasi, sehingga lebih sulit terdeteksi,” kata McAfee.

    Adapun menurut Mailmodo, pada bulan ini pesan spam berkontribusi terhadap lebih dari 46,8% trafik email secara keseluruhan. Hal ini menyebabkan banyak perusahaan mencari alternatif lain dalam berinteraksi di lingkungan kerja. Misalnya menggunakan Teams, Slack, bahkan aplikasi pesan singkat standar seperti WhatsApp dan Telegram.

    Pakai Email Alias Bisa Jadi Solusi?

    Berdasarkan para ahli, menyembunyikan email menjadi solusi terbaik untuk menghindari penipuan dan juga agar tidak diketahui oleh oknum-oknum jahat. Namun, hal ini agak sulit, sebab banyak hal yang memerlukan alamat email untuk verifikasi.

    Seperti halnya perusahaan teknologi AS Apple, yang berupaya mengamankan pengguna dengan meluncurkan fitur ‘Hide My Email’. Fitur itu memungkinkan alamat email pengguna disembunyikan atau diatur menjadi privat.

    “Untuk menjaga kerahasiaan alamat email pribadi Anda, Anda dapat membuat alamat email unik dan acak yang diteruskan ke akun email pribadi Anda, sehingga Anda tidak perlu membagikan alamat email asli Anda saat mengisi formulir atau mendaftar buletin di web, atau saat mengirim email,” kata Apple dalam keterangannya terkait Hide My Email, dilansir Jumat (30/5/2025).

    Pada November lalu, Google juga mengembangkan fitur serupa untuk Gmail. Hal ini terdeteksi oleh Android Authority melalui pembedahan APK baru.

    Fitur bernama ‘Shielded Email’ itu berisi sistem yang menciptakan alamat email alias untuk penggunaan satu kali (single use) atau penggunaan terbatas (limited-use). Pesan yang masuk ke alamat alias itu kemudian akan di-forward ke email utama pengguna.

    Fitur ini sudah mulai tersedia untuk beberapa pengguna ketika hendak login ke Gmail. Ada opsi ‘Shielded Gmail’ yang memungkinkan pengguna membuat alamat email alias ketika masuk ke Gmail.

    Dengan begitu, pengguna perlu membuat email alias yang dibagikan untuk kebutuhan verifikasi, lantas email alias itu akan diteruskan ke email utama dengan alamat yang tak perlu dibagikan secara umum.

    Untuk pengguna Apple yang sudah memiliki Hide My Email, sebaiknya segera memanfaatkannya untuk menjaga keamanan dari penipuan di email. Saat pertama kali dirilis, Apple mengatakan:

    “Sekarang pengguna dapat membuat alamat palsu dalam jumlah tak terbatas yang bahkan tidak mereka periksa, sehingga mengurangi interaksi secara signifikan. Mereka dapat dengan mudah menonaktifkannya tanpa mempengaruhi email utama mereka, yang berarti database pemasaran bisa saja penuh dengan alamat yang ‘mati’,” kata Apple.

    Meski sistem LLM Google mampu mendeteksi pola penipuan secara cepat dan luas dan telah, mendeteksi spam 20% lebih baik, serta mengkaji 1.000 kali lipat laporan spam pengguna setiap harinya, tetapi itu saja tak cukup, seperti yang dikatakan McAfee.

    Perlu dilakukan pembaruan secara drastis untuk mengamankan pengguna dari penipuan yang tersebar di email. Misalnya, dengan membubuhkan label ‘spam’ atau ‘berbahaya’ pada email penipuan yang masuk ke akun pengguna.

    Untuk lebih jelasnya, berikut langkah perlindungan tambahan bagi pengguna untuk mengamankan emailnya dari aksi penipuan.

    1. Pengguna harus lebih proaktif dengan mengaktifkan ‘Hide My Email’ di Apple atau ‘Shielded Email’ di Android.

    2. Sebaiknya membuat alamat email benar-benar baru yang bisa dibagikan ke publik, tetapi tidak terintegrasi dengan berbagai layanan lain. Selain itu, bisa membuat alamat email baru untuk email utama yang sebisa mungkin tidak dibagikan secara umum.

    3. Rutin mengganti kata sandi dan menggunakan kombinasi yang kuat

    4. Tidak mengklik link apa pun yang tertera pada inbox di layanan email, sekalipun terlihat berasal dari institusi resmi.

    5. Memastikan bahwa semua perangkat sudah terlindungi dengan software keamanan terbaru

    Demikian beberapa solusi untuk menjaga keamanan email Anda dari ancaman malware yang banyak menyebar. Semoga informasi ini membantu!

    (wia)