Produk: Artificial Intelligence

  • Cari Kejelasan Etika dan Bangun Tata Kelola AI

    Cari Kejelasan Etika dan Bangun Tata Kelola AI

    Paus Leo XIV memberikan pesan khusus untuk para peserta KTT Global AI for Good yang digelar oleh International Telecommunication Union di Swiss, Kamis (10/7). Pesan Paus Leo ini dibacakan oleh Uskup Agung Ettore Balestrero.

    Paus Leo XIV mendorong agar para pemimpin industri, pembuat kebijakan, dan pakar yang hadir di KTT untuk mencari kejelasan etika dan membangun tata kelola AI (artificial intelligence/akal imitasi/kecerdasan buatan) lokal dan global. Paus Leo pun menyebut situasi ini membuat manusia berada di persimpangan jalan.

    Tonton berita video lainnya di sini…

  • Ngeri! Bos Nvidia Blak-Blakan, AI Bisa Hilangkan Perkerjaan Manusia

    Ngeri! Bos Nvidia Blak-Blakan, AI Bisa Hilangkan Perkerjaan Manusia

    Jakarta, CNBC Indonesia – CEO produsen chip terkemuka dunia Nvidia, Jensen Huang mengatakan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) akan membuat pekerjaan manusia menghilang. Hal tersebut dapat terjadi jika inovasi dalam pekerjaan manusia menurun.

    Menurut Huang tanpa ambisi baru, produktivitas yang menurun, potensi berkurangnya lapangan kerja sangat mungkin terjadi. Kendati demikian, dirinya percaya selama perusahaan memunculkan ide-ide segar, masih ada ruang lapangan kerja untuk berkembang.

    “Jika dunia kehabisan ide dan peningkatan produktivitas berarti hilangnya pekerjaan,” kata Huang dikutip dari Detik, Minggu(13/7/2025).

    “Hal dasarnya adalah, apakah kita masih memiliki lebih banyak ide yang tersisa di masyarakat? Dan jika ya, jika kita lebih produktif, kita akan mampu berkembang,” ujarnya.

    Peningkatan investasi AI dalam beberapa tahun terakhir telah menimbulkan kekhawatiran tentang apakah teknologi tersebut akan mengancam lapangan kerja di masa depan.

    Meski demikian, menurut Huang, dengan adanya AI sejumlah pekerjaan baru akan muncul. Ia menyebut kemajuan teknologi dapat memfasilitasi terwujudnya ide baru, cara-cara yang dapat kita gunakan untuk membangun masa depan yang lebih baik

    “Pekerjaan semua orang akan terpengaruh. Beberapa pekerjaan akan hilang. Banyak pekerjaan akan tercipta dan yang saya harapkan adalah peningkatan produktivitas yang kita lihat di semua industri akan mengangkat masyarakat,” ujarnya.

    Nvidia juga merupakan salah satu perusahaan yang memimpin revolusi AI. Produsen chip yang berbasis di Santa Clara, California ini telah digunakan untuk mendukung pusat data yang digunakan perusahaan-perusahaan seperti Microsoft, Amazon, dan Google untuk mengoperasikan model AI dan layanan cloud mereka.

    Berdasarkan survei perusahaan penyedia tenaga kerja Adecco Group tahun 2024, disebutkan AI akan mengurangi jumlah pekerja di ribuan perusahaan selama lima tahun ke depan.

    Sebuah survei yang dirilis pada Januari dari Forum Ekonomi Dunia menunjukkan 41% perusahaan berencana untuk mengurangi jumlah tenaga kerja mereka pada 2030 karena otomatisasi AI. Kecerdasan buatan juga kemungkinan akan mengubah cara kerja.

    Menurut survei 2024 oleh Duke University dan Bank Sentral Federal Atlanta dan Richmond dari separuh perusahaan besar AS mengatakan mereka berencana menggunakan AI untuk tugas-tugas yang sebelumnya dilakukan oleh karyawan, seperti membayar pemasok atau membuat faktur

    (pgr/pgr)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Bos Nvidia Bicara AI Hilangkan Pekerjaan Manusia, Wanti-wanti Ini

    Bos Nvidia Bicara AI Hilangkan Pekerjaan Manusia, Wanti-wanti Ini

    Jakarta

    Kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) akan membuat pekerjaan manusia menghilang. CEO produsen chip terkemuka dunia Nvidia, Jensen Huang menyebut kondisi ini bisa terjadi jika inovasi dalam pekerjaan manusia menurun.

    “Jika dunia kehabisan ide dan peningkatan produktivitas berarti hilangnya pekerjaan,” kata Huang dikutip dari CNN, Sabtu (12/7/2025).

    Ia meyakini tanpa ambisi baru, produktivitas yang menurun, potensi berkurangnya lapangan kerja sangat mungkin terjadi. Meski begitu, Huang percaya bahwa selama perusahaan memunculkan ide-ide segar, masih ada ruang lapangan kerja untuk berkembang.

    “Hal dasarnya adalah, apakah kita masih memiliki lebih banyak ide yang tersisa di masyarakat? Dan jika ya, jika kita lebih produktif, kita akan mampu berkembang,” ujarnya.

    Peningkatan investasi AI dalam beberapa tahun terakhir telah menimbulkan kekhawatiran tentang apakah teknologi tersebut akan mengancam lapangan kerja di masa depan.

    “Pekerjaan semua orang akan terpengaruh. Beberapa pekerjaan akan hilang. Banyak pekerjaan akan tercipta dan yang saya harapkan adalah peningkatan produktivitas yang kita lihat di semua industri akan mengangkat masyarakat,” terang Huang.

    Meski demikian, menurut Huang, dengan adanya AI sejumlah pekerjaan baru akan muncul. Ia menyebut kemajuan teknologi dapat memfasilitasi terwujudnya ide baru, cara-cara yang dapat kita gunakan untuk membangun masa depan yang lebih baik.

    Nvidia juga merupakan salah satu perusahaan yang memimpin revolusi AI. Produsen chip yang berbasis di Santa Clara, California ini telah digunakan untuk mendukung pusat data yang digunakan perusahaan-perusahaan seperti Microsoft, Amazon, dan Google untuk mengoperasikan model AI dan layanan cloud mereka.

    Namun, banyak survei menyebut akan banyak perusahaan menggunakan AI. Survei 2024 dari perusahaan penyedia tenaga kerja Adecco Group menyebut AI akan mengurangi jumlah pekerja di ribuan perusahaan selama lima tahun ke depan.

    Sebuah survei yang dirilis pada Januari dari Forum Ekonomi Dunia menunjukkan 41% perusahaan berencana untuk mengurangi jumlah tenaga kerja mereka pada 2030 karena otomatisasi AI. Kecerdasan buatan juga kemungkinan akan mengubah cara kerja.

    Menurut survei 2024 oleh Duke University dan Bank Sentral Federal Atlanta dan Richmond dari separuh perusahaan besar AS mengatakan mereka berencana menggunakan AI untuk tugas-tugas yang sebelumnya dilakukan oleh karyawan, seperti membayar pemasok atau membuat faktur.

    (ada/ara)

  • IHCBS 2025, "Amunisi" Siapkan SDM Indonesia untuk Perubahan Global
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        12 Juli 2025

    IHCBS 2025, "Amunisi" Siapkan SDM Indonesia untuk Perubahan Global Megapolitan 12 Juli 2025

    IHCBS 2025, “Amunisi” Siapkan SDM Indonesia untuk Perubahan Global
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Gelaran Indonesia Human Capital & Beyond Summit (
    IHCBS
    ) akan kembali hadir di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD City, Pagedangan, Kabupaten Tangerang.
    Mengusung tema ”
    Future-Ready Workforce: Strategies for Indonesia’s Economic Transformation
    “, acara tersebut bakal berlangsung pada 2-3 September 2025.
    Project Director IHCBS Adhi Nugroho mengatakan, tema ini diambil karena pihaknya memandang peringkat pertumbuhan ekonomi Indonesia agak di bawah sebagai negara berkembang.
    Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, Indonesia memerlukan sumber daya manusia (SDM) yang berkompeten, berkarakter, hingga berjiwa pemimpin.
    “Termasuk hingga bagaimana manusia ini bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman, khususnya saat ini kan lagi marak mengenai Artificial Intelligence (AI), digital, dan sebagainya,” kata Adhi saat kepada
    Kompas.com
    di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta Pusat, Sabtu (12/7/2025).
    Chairman Steering Committee Gerakan Nasional Indonesia Kompeten (GNIK), Yunus Triyonggo, menegaskan bahwa IHCBS ini bukan acara biasa.
    Sebab,
    event
    ini akan memberikan intervensi terhadap pemerintah melalui hadirnya diskusi dan berbagai pengalaman dalam IHCBS.
    “Kita bikin
    road map
    , kita bikin
    blueprint.
    Contohnya bagaimana kita menggalakkan
    apprentice,
    pemagangan untuk para pencari kerja, untuk siswa SMK, hingga politeknik,” ujar dia.
    Dengan demikian,
    IHCBS 2025
    akan menghadirkan pemimpin dari berbagai sektor, pemerintah, akademisi, dan praktisi, yang berjumlah 80 narasumber untuk membahas arah pengembangan SDM agar Indonesia siap menghadapi
    perubahan global
    .
    Salah satu sorotan utama adalah sesi internasional bersama Prof. Lynda Gratton dari London Business School, yang dikenal sebagai pemikir terkemuka SDM dunia.
    Selain itu, mereka yang sudah mengonfirmasi kehadirannya adalah Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli; Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Pratikno; dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) saat ini adalah Rini Widyantini.
    Ada juga Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) RI, Muhammad Taufiq, juga turut mengonfirmasi kehadirannya dalam perhelatan tersebut.
    “Semangat dari
    event
    ini adalah kita bisa melakukan perubahan, dalam arti perubahan itu terkait dengan semangat dan mental bangsa Indonesia supaya bisa berakselerasi untuk maju,” ucap Yunus.
    “Sehingga akhirnya yang kita sebut dengan transformasi ekonomi Indonesia ini bisa bergerak agak lebih cepat lagi,” tambah dia.
    Terlepas dari hal tersebut, IHCBS 2025 menyasar
    Human Resources (HR) leader
    hingga pemimpin bisnis.
    Bagi audiens yang ingin mengikuti IHBCS 2025 bisa mengakses melalui
    www.qubisa.com/ihcbs
    .
    Acara ini digagas oleh GML, Gerakan Nasional Indonesia Kompeten (GNIK), QuBisa, dan Kompas.com.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Korupsi, AI, dan Pleidoi “Di Persimpangan” Thomas Lembong

    Korupsi, AI, dan Pleidoi “Di Persimpangan” Thomas Lembong

    Korupsi, AI, dan Pleidoi “Di Persimpangan” Thomas Lembong
    Sejak 2006 berkecimpung di dunia broadcast journalism, dari Liputan6 SCTV, ANTV dan Beritasatu TV. Terakhir menjadi produser eksekutif untuk program Indepth, NewsBuzz, Green Talk dan Fakta Data
    SIDANG
    kasus dugaan korupsi impor gula tahun 2015-2016 oleh Thomas Prikasih Lembong adalah babak genting dalam pemberantasan korupsi di Tanah Air. Ini jalan pembuktian untuk sekurang-kurangnya tiga hal.
    Pertama, apakah kebijakan oleh pejabat publik dapat dipidana dan apa alasan adikuat untuk menjerat kebijakan dengan hukum pidana?
    Kedua, apakah unsur kerugian negara secara absolut memastikan adanya korupsi di balik kebijakan oleh pejabat publik?
    Ketiga, apakah penegakan hukum yang berat ke soal kerugian negara akan terus jadi tumpuan di masa mendatang? Mungkinkah kasus
    Thomas Lembong
    bakal menjadi titik balik dalam urusan membidik koruptor secara tepat sasaran dan adil?
    Tiga soal ini sudah mencuat sejak “Centurygate”, Karen Agustiawan dan sekarang: Thomas Lembong.
    Pembacaan pleidoi oleh Thomas Lembong, 9 Juli 2025 lalu, memberi dimensi lain dalam memahami kasus dugaan korupsi mantan Menteri Perdagangan itu.
    Entah frustrasi atau tidak, ia membawa-bawa
    artificial intelligence
    atau kecerdasan buatan untuk meyakinkan hakim bahwa dirinya tak bersalah. Belakangan AI menjadi kekuatan “adimanusia” yang celakanya membuat manusia kian tergantung.
    Menurut Tom, jika AI ditanya atas kasus yang menjeratnya, AI akan menyimpulkan ia tak bersalah.
    “Dan pada saat itu, artificial intelligence akan menjawab ‘Berdasarkan ribuan halaman berkas, berita acara pemeriksaan, kompilasi aturan dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dapat disimpulkan bahwa Thomas Lembong, Charles Sitorus dan sembilan individu dari sektor institusi gula tidak bersalah’,” papar Tom (
    Kompas.com
    , 9 Juli 2025).
    Dalam pleidoi itu, Tom berkilah AI dapat mendorong pada “penilaian yang sepenuhnya objektif” dan dengan begitu membantu manusia menemukan kebenaran. Sebuah sentilan yang kita tahu kepada siapa itu dialamatkan: Penegak hukum.
    Saat ini, pleidoi Tom tersebut mungkin masih sebuah nubuat. Di masa depan jauh mungkin saja menjadi kenyataan. Seiring derasnya kecerdasan buatan yang merambah banyak bidang, di masa depan, AI boleh jadi akan merampas peran hakim, jaksa atau kuasa hukum.
    Ketika manusia tak dapat mengendalikan AI, ia akan membiarkan tugas mahapenting tadi kepada bukan manusia. Hal yang absurd karena bagaimanapun manusia tetaplah manusia—tak semua hal bisa diserahkan pada AI, algoritma, robot, dan komputer.
    Mari menempatkan kasus Tom sebagai peristiwa yang dilakukan oleh manusia, menguntungkan manusia, lalu dituntut dan diadili oleh manusia.
    Pokok kata, kasus Tom harus dipandang sebagai kasus tentang Homo sapiens–spesies yang berkat volume otaknya disebut sebagai manusia bijaksana.
    Korupsi adalah musuh terbesar dan terberat bangsa ini. Sudah lama diingatkan proklamator, Bung Hatta. Korupsi menyengsarakan rakyat, namun bikin kaya pelaku, pihak lain serta korporasi yang diuntungkan oleh perbuatan aktor utama.
    Untuk urusan ini kita satu sikap: Maling, pencuri, garong, penilep, tukang sogok, tukang gasak duit negara mesti digelandang ke meja hijau dan mendapat hukuman seberat-beratnya.
    Diksi-diksi di atas yang diniatkan untuk mengganti–atau sebagai padanan–kata koruptor itu pernah digunakan
    Kompas
    di masa-masa awal harian tadi menapakkan jejak dalam sejarah jurnalisme Indonesia.
    Diksi-diksi itu sangat pas–mengutip wejangan seorang guru–karena lebih tanpa tedeng aling-aling, apa adanya serta dapat memberi efek “muak” kepada masyarakat luas sehingga emoh meniru perbuatan koruptor.
    Koruptor tak ubahnya maling ayam, seharusnya diperlakukan sama dan justru lebih berat dari maling, karena mudharat yang ditimbulkan jauh lebih besar, masif dan luas.
    Sebaiknya sematan stempel itu diberikan setelah kasusnya telah berkekuatan hukum tetap, inkrah. Sebelum itu, tersangka dan terdakwa kasus dugaan korupsi mesti diperlakukan dengan hormat. Asas praduga tak bersalah berlaku karena itu terdakwa boleh dan wajib membela diri.
    Di sini, relevan kalimat Pramoedya Ananta Toer di tetralogi “Bumi Manusia”, “Anak Semua Bangsa”, “Jejak Langkah” dan “Rumah Kaca”.
    Lewat seorang tokohnya, terukir kalimat menyentak ini. “Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan.” Aspek “adil” dan “keadilan” ini mestinya menonjol dalam persidangan di pengadilan.
    Korupsi menghendaki adanya dua hal: Ada niat jahat (
    mens rea
    ) dan perbuatan jahat (
    actus reu
    s). Menurut Legal Information Institute, “mens rea” diterjemahkan dari bahasa Latin. Artinya pikiran bersalah.
    Mens rea
    adalah keadaan pikiran yang diwajibkan oleh UU untuk menghukum terdakwa tertentu atas kejahatan tertentu.
    Saat kali pertama diumumkan Kejaksaan Agung, akhir Oktober 2024, Thomas Lembong dijerat Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman hukuman maksimalnya seumur hidup. Dan ini konstruksi tuduhan perbuatan jahat kepada Tom.
    Pada 2015, ia diduga memberikan izin kepada perusahaan swasta, PT AP, untuk mengimpor gula kristal mentah/GKM (
    Kompas.com
    , 29 Oktober 2024). Besarnya 105.000 ton.
    PT AP lalu mengolah GKM menjadi gula kristal putih atas seizin Tom. Tindakan itu dinilai tak senapas dengan rapat koordinasi antarkementerian pada 12 Mei 2015, yang menyatakan Indonesia surplus gula dan tidak butuh impor.
    Menurut Kejaksaan, Thomas Lembong telah melanggar Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 Tahun 2004. Beleid ini menyatakan, pemerintah hanya boleh mengimpor gula kristal putih yang siap dijual ke masyarakat.
    Patgulipat berikutnya, masih menurut Kejaksaan, gula kristal putih yang telah diolah lalu dibeli PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
    Kemudian delapan perusahaan swasta menjualnya kepada masyarakat dengan harga Rp 16.000 per kilogram, lebih mahal dibandingkan harga eceran tertinggi (HET) gula saat itu, yang sebesar Rp 13.000 per kilogram. Akibatnya negara merugi sebesar Rp 400 miliar.
    Belakangan kerugian negara itu membengkak menjadi Rp 578 miliar menurut hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Setidaknya begitu yang dipaparkan Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan (
    Kompas.com
    , 6 Maret 2025).
    Selanjutnya, dalam sidang 4 Juli, jaksa menuntut Thomas Lembong hukuman tujuh tahun penjara. Namun Tom tak dibebani untuk membayar uang pengganti. Jaksa juga tidak menyebut Tom memperoleh keuntungan dari perkara tersebut (
    Kumparan.com
    , 4 Juli 2025).
    Pidana uang pengganti hanya dibebankan kepada para terdakwa dari pihak swasta.
    Selama ini ada dua pasal yang sering digunakan untuk menggaruk tersangka atau terdakwa kasus korupsi, yakni Pasal 2 ayat 1 serta Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
    Pasal 2 ayat (1) menyebutkan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak satu miliar rupiah.
    Selanjutnya, Pasal 3 menyatakan setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit 50 juta rupiah dan maksimal satu miliar.
    Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor ini menegaskan bahwa perbuatan korupsi itu harus ada niat dan perbuatan “memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan negara”. Ketika ada kerugian negara akibat niat dan perbuatan jahat dari pejabat publik, maka itu korupsi.
    Kebijakan atau
    policy
    oleh pejabat publik terikat pada ruang lingkup masalah, ruang dan waktu. Ia tak terjadi di ruang hampa.
    Sang pejabat harus mengambil
    policy
    berdasarkan konteks masalahnya. Kebijakan itu bisa benar dan salah. Imbas terbitnya
    policy
    itu bisa menguntungkan, dan dapat juga merugikan negara.
    Selama si pejabat tak punya niat jahat dan perbuatan jahat, sebuah kebijakan dari pejabat publik yang merugikan negara, mestinya tidak dikategorikan sebagai korupsi dan pelakunya tak dapat dijerat pidana.
    Itulah mengapa belakangan menyembul usulan untuk mempertegas hal-ihwal yang dikategorikan sebagai korupsi.
    Kebijakan oleh pejabat publik yang merugikan negara, secara langsung atau tidak langsung, “tidak disebut korupsi” selama sang pejabat tidak menerima uang sogok atau suap atau gratifikasi dari orang lain atau korporasi yang mendapat manfaat alias diperkaya oleh kebijakan yang diterbitkan oleh si pejabat publik.
    Ide ini untuk membedakan mana yang administrasi dan mana yang kriminal. Kesalahan administrasi beda dengan kriminalitas.
    Kriminalitas atau kasus kriminal wajib dijerat hukum, sedang kesalahan administrasi harusnya tidak berujung kriminalisasi.
    Thomas Lembong memberi judul pleidoinya dengan dua kata: “Di persimpangan”. Dia memang ada di persimpangan jalan, divonis hukuman penjara seturut tuntutan jaksa, lebih berat, lebih ringan atau justru bebas.
    Dalam pemberantasan dan penegakan hukum atas kasus-kasus korupsi, saya kira negeri kita senasib dengan Thomas: Berada di persimpangan jalan.
    Bukan saja karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah dibuat lemah di masa pemerintahan Joko Widodo, tapi lantaran pemberantasan korupsi kerap bertumpu pada unsur kerugian negara.
    Saatnya dua pasal UU Tipikor, yakni Pasal 2 ayat 1 serta Pasal 3, ditinjau ulang. Sudah sejak 1999 atau 26 tahunan, dua pasal itu disebut-sebut telah menjadi “pasal primadona” dalam tumpas kelor terhadap koruptor.
    Jangan sampai dua pasal itu menjadi “pedang” yang pada sebagian kasus atau perkara justru menghantam alamat yang salah.
    Hukum bukan untuk menghukum, tapi hukum mengabdi pada kebenaran dan keadilan. Adili koruptor yang memang menggasak duit negara—bukan mereka yang tak terbukti menerima uang sogok atau suap.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kemkomdigi Ingatkan AI di Bidang Kesehatan Berisiko Tinggi

    Kemkomdigi Ingatkan AI di Bidang Kesehatan Berisiko Tinggi

    Staf Ahli Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) Bidang Sosial, Ekonomi dan Budaya Wijaya Kusumawardhana mengungkapkan penggunaan Artificial Intelligence (AI) di bidang kesehatan masuk kategori risiko tinggi.

    Ia menjelaskan, layanan medis tetap harus dikembalikan kepada tenaga kesehatan manusia. Terlebih lagi untuk membuat resep agar tidak keliru.

    Tonton video-video menarik lainnya di sini!

  • Kemkomdigi Harap Regulasi AI di RI Bisa Naik Tingkat ke Perpres

    Kemkomdigi Harap Regulasi AI di RI Bisa Naik Tingkat ke Perpres

    Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) harap regulasi Artificial Intelligence (AI) di Indonesia dapat segera diterbitkan. Tak hanya itu, Kemkomdigi juga menyebutkan minimal regulasi AI ini bisa naik tingkat ke Peraturan Presiden (Perpres).

    Bahkan jika memungkinkan, Wakil Menteri Komdigi Nezar Patria juga disenut ingin regulasi tersebut bisa masuk ke Peraturan Pemerintah (PP). Namun demikian, regulasi dalam bentuk Undang-Undang akan memerlukan waktu lebih panjang, sehingga upaya percepatan tetap diutamakan.

    Tonton video-video menarik lainnya di 20detik!

  • AI Center of Excellence Akan Akselerasi Teknologi AI di Indonesia

    AI Center of Excellence Akan Akselerasi Teknologi AI di Indonesia

    Jakarta, Beritasatu.com – Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) bersama Indosat Ooredoo Hutchison, Nvidia, dan Cisco meresmikan AI Center of Excellence dalam sebuah acara yang digelar di The St. Regis Jakarta, Jumat (11/7/2025).

    Peresmian ini menjadi langkah konkret pemerintah dalam mempercepat pengembangan teknologi artificial intelligence (AI) di Indonesia.

    Acara peluncuran dihadiri oleh Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria, President Director & CEO Indosat Ooredoo Hutchison Vikram Sinha, Chair and CEO Cisco Chuck Robbins, serta SVP Telecom Nvidia Ronnie Vasishta.

    AI Center of Excellence merupakan bentuk kolaborasi strategis antara pemerintah dan para pemangku kepentingan, termasuk sektor industri, universitas, dan komunitas yang aktif dalam pengembangan teknologi AI.

    “Jadi pemerintah bersama dengan sejumlah korporasi, di sini ada Indosat, ada Cisco, ada juga Nvidia. Kita coba melakukan kolaborasi untuk mengembangkan ini dalam rangka mewujudkan visi kita ke depannya, visi Indonesia Digital pada 2045,” ujar Nezar Patria pada acara peluncuran.

    Vikram Sinha menyampaikan, salah satu tujuan utama dari AI Center of Excellence adalah pengembangan talenta digital secara masif. Program ini menargetkan pembekalan digital bagi satu juta masyarakat Indonesia di bidang jaringan, keamanan siber, dan kecerdasan buatan hingga 2027.

    “Jadi, Indonesia AI Center of Excellence ini, fokus pertama adalah untuk berinvestasi dalam talenta manusia. Bagaimana bisa membantu orang Indonesia, tanpa talenta manusia, AI tidaklah sempurna,” terang Vikram Sinha.

    “Kedua, di Indosat, kita telah menciptakan sebuah AI factory. Sekarang, tim expert Nvidia, Cisco, bersama universitas dan komunitas lain, kita akan bekerja pada penelitian untuk menciptakan aplikasi yang dapat membantu di kehidupan nyata,” tambahnya.

    Vikram juga menegaskan bahwa AI Center of Excellence bukan sekadar proyek teknologi, melainkan inisiatif untuk menjamin pemerataan akses terhadap AI. Indosat ingin memastikan bahwa masyarakat Indonesia bukan hanya menjadi pengguna, tetapi juga kreator dan inovator teknologi.

    “Kami percaya bahwa AI harus inklusif. Bukan hanya soal akses, tetapi juga soal membuka peluang,” tegas Vikram.

    Selain AI Center of Excellence, pada kesempatan yang sama juga diluncurkan AI Security.

    Director & Chief Business Officer Indosat Ooredoo Hutchison, M Danny Buldansyah, berharap AI Center of Excellence dapat menjadi gerakan nasional, bukan sekadar inisiatif korporasi.

    “Kita ingin menjadikan ini suatu gerakan, bukan inisiatif, event-nya Indosat, tetapi ini menjadi suatu gerakan secara nasional. Bagaimana Indonesia menjadi salah satu inisiatif AI terdepan, bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di regional, maupun di dunia,” kata Danny Buldansyah.

  • Samsung Siapkan Foldables untuk XR dan AR!

    Samsung Siapkan Foldables untuk XR dan AR!

    New York

    Samsung semakin serius memadukan kecanggihan artificial intelligence (AI) dengan inovasi perangkat lipatnya. Setelah memperkenalkan Galaxy AI di lini Galaxy S24 dan melanjutkannya di Galaxy S25, kini Samsung membawa kecerdasan generatif ke Galaxy Z Fold7 dan Flip7.

    Bahkan, mereka bersiap masuk ke fase baru yang lebih futuristik-menggabungkan AI dengan teknologi XR (extended reality) dan AR (augmented reality).

    Menurut Carl Nordenberg, VP Mobile eXperience Business Samsung Southeast Asia and Oceania, generasi terbaru Galaxy AI yang hadir di perangkat foldable mereka siap menghadirkan pengalaman mobile yang benar-benar berbeda. Lewat integrasi AI dan form factor fleksibel, Samsung membuka jalan menuju cara baru dalam berinteraksi-lebih intuitif, multimodal, dan personal.

    “Sebagai evolusi Galaxy AI berikutnya, Vision AI membawa kecerdasan multimodal ke XR, AR, dan faktor bentuk lain yang muncul, memberikan interaksi alami tanpa batas,” ujar Nordenberg saat berbincang di sela-sela Galaxy Unpacked di New York.

    Carl Nordenberg, VP Mobile eXperience Business Samsung Southeast Asia and Oceania (SEAO) Foto: Adi Fida Rahman/detikINET

    Samsung melihat Foldables bukan hanya sebagai perangkat gaya hidup atau produktivitas, tapi juga sebagai jembatan menuju pengalaman XR dan AR yang lebih imersif. Bentuk yang fleksibel, layar besar, dan kolaborasi dengan platform seperti Gemini, menjadi pondasi kuat untuk era interaksi berbasis AI agent.

    Selain itu, Samsung berambisi mengembangkan Galaxy AI menjadi platform terbuka, yang dapat mengidentifikasi dan mengaktifkan AI agent secara cerdas, sesuai konteks kebutuhan pengguna. Hal ini akan menghadirkan pengalaman yang lebih adaptif dan disesuaikan secara personal.

    Dengan langkah strategis ini, Samsung mempertegas posisinya sebagai pemimpin inovasi mobile, tidak hanya dalam aspek hardware, tapi juga AI dan pengalaman masa depan. Kombinasi Foldables, Galaxy AI, dan dukungan terhadap XR serta AR bisa jadi arah baru evolusi perangkat mobile dalam beberapa tahun ke depan.

    (afr/afr)

  • Komdigi Target Regulasi AI Masuk Legislasi Awal Agustus 2025

    Komdigi Target Regulasi AI Masuk Legislasi Awal Agustus 2025

    Bisnis.com, JAKARTA— Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengungkap regulasi terkait dengan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) diharapkan sudah masuk legislasi pada awal Agustus 2025. 

    “Kami berharap dalam akhir bulan ini sudah bisa, atau awal bulan depan, sudah masuk legislasi. Jadi sudah dibahas lintas kementerian,” kata Staf Ahli Bidang Sosial Ekonomi dan Budaya Wijaya Kusumawardhana dalam acara Ngopi Bareng di Kantor Komdigi pada Jumat (11/7/2025).

    Wijaya menegaskan bahwa regulasi terkait AI tersebut sebenarnya sudah diproses di internal Komdigi. Mereka tengah mencoba mencari kesepakatan dengan berbagai kementerian dan lembaga. 

    Nantinya setelah mendapatkan hasil, lanjut Wijaya, baru akan dibawa ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Pihaknya berharap aturan tersebut bisa berbentuk minimal Peraturan Presiden (Perpres). 

    “Kami harapkan minimal Perpres, syukur-syukur bisa setingkat di atasnya,” katanya. 

    Wijaya menambahkan seperti halnya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak (PP Tunas), yang awalnya hanya setingkat Perpres. Namun, ternyata setelah melalui pembahasan lebih lanjut, aturan tersebut dinaikan menjadi PP. 

    “Jadi tidak hanya Perpres, dinaikan ke tingkat peraturan pemerintah, supaya lebih kuat dan menjangkau segala macam,” katanya. 

    Pada Januari 2025, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menyampaikan pihaknya masih menggodok aturan mengenai penggunaan dan etika AI. 

    Kala itu, Meutya menyebut, regulasi tersebut diharapkan dapat selesai 3 bulan lagi atau pada April 2025. Dia menambahkan, Indonesia sebetulnya sudah memiliki aturan terkait etika kecerdasan artifisial atau AI yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). 

    Namun, Meutya menuturkan, pihaknya memang berencana mengubah surat edaran tersebut menjadi peraturan yang lebih mengikat.

    “Ini digodok oleh Pak Wamen Nezar dan kami sudah tugaskan beliau. Dalam waktu 3 bulan kita akan buatkan juga peraturannya,” kata Meutya di Komdigi, Senin (13/1/2025).