Produk: Artificial Intelligence

  • Sakti! Apple Tak Terusik Kehadiran DeepSeek

    Sakti! Apple Tak Terusik Kehadiran DeepSeek

    Jakarta

    Banyak perusahaan teknologi Amerika yang berkecimpung dengan Artificial Intelligence (AI) limbung akibat kehadiran DeepSeek dari China. Cuma Apple yang tetap tegak perkasa.

    Salah satu korban DeepSeek adalah Nvidia yang membuat aneka chips canggih untuk AI yang dipakai OpenAI untuk ChatGPT, juga dipakai Meta, Google dan X. Sahamnya terjerembab USD 589 miliar dalam sehari akibat DeepSeek pada Senin kemarin.

    Dilansir News.com Australia, Jumat (31/1/2025) pada hari Selasa saham Nvidia merangkak naik 8,8 persen dan mengembalikan sekitar USD 260 miliar kapita pasarnya. Sementara itu, Apple malah tenang-tenang saja.

    Apple yang punya valuasi perusahaan USD 3,6 tiliun, nilai saham-nya stabil dan tidak terganggu kehadiran DeepSeek. Sahamnya malah naik 4% di awal minggu ini.

    Menurut para analis pasar dari Morgan Stanley kepada Forbes, Apple berbeda taktik soal AI dibandingkan dengan Amazon, Meta, Microsoft, Nvidia, Tesla dan Alphabet. Jika yang lain investasi miliaran dolar untuk membuat data center AI, Apple malah tidak jor-joran.

    Apple fokus mengembangkan AI mereka yang disebut Apple Intelligence. Dari situ terlihat Apple memposisikan diri dengan sangat baik di tengah perlombaan AI antar perusahaan teknologi. Apple mengembangkan large language models (LLMs) tanpa harus menghamburkan uang.

    “DeepSeek membuat pendekatan AI oleh Apple yang tampak ketinggalan, justru menjadi seperti sebuah langkah yang penuh perhitungan,” kata Joanna Sterm dari Wall Street Journal.

    Apple memang sempat diledek terlambat, ketika mereka meluncurkan Apple Intelligence untuk iPhone, iPad dan Mac. Meta, Microsoft dan Google sudah duluan meluncurkan AI. Namun AI biaya murah ala DeepSeek dinilai tidak berdampak signifikan terhadap Apple.

    Sebelumnya, DeepSeek dari Hangzhou, China menghebohkan dunia lewat DeepSeek-R1 yang kemampuannya setara AI dari Amerika Serikat, namun dengan biaya jauh lebih murah yaitu USD 5,576 juta. Sementara itu Meta melatih Llama 3.1 dengan ongkos USD 120 juta.

    Kehadiran DeepSeek akan mendorong pengembangan AI dengan pengurangan biaya dan efisiensi lebih besar. Apple dinilai sudah siap jika persaingan AI dibawa ke arah situ.

    Apple Silicon menggunakan memori terpadu, yang berarti CPU, GPU, dan NPU (neural processor unit) memiliki akses ke kumpulan memori bersama. Ini berarti perangkat keras kelas atas Apple sudah memiliki chip konsumen terbaik untuk inferensi

    Sebagai perbandingan, GPU gaming Nvidia maksimal pada VRAM 32 GB, sementara chip Apple menggunakan RAM hingga 192 GB. Demikian analisa Ben Thompson dari Stratechery.

    (fay/fyk)

  • Kemunculan AI Murah DeepSeek Bisa Jadi Peluang Emas bagi Investor

    Kemunculan AI Murah DeepSeek Bisa Jadi Peluang Emas bagi Investor

    Jakarta, Beritasatu.com – Investor global mengalami kepanikan pada awal pekan ini setelah terungkapnya kemampuan revolusioner chatbot artificial intelligence (AI) sal China, DeepSeek. Kemampuan kecerdasan buatan ini diklaim setara dengan ChatGPT dan Google Gemini, tetapi dengan biaya serta kebutuhan daya komputasi yang jauh lebih rendah.

    Akibatnya, saham raksasa teknologi, termasuk Nvidia, Microsoft, dan Oracle, mengalami aksi jual besar-besaran, menghapus miliaran dolar dari nilai pasar mereka dalam hitungan hari.

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyebut temuan ini sebagai “wake-up call” bagi industri teknologi AS, yang meskipun telah menginvestasikan puluhan miliar dolar, kini berisiko tertinggal dalam perlombaan AI.

    DeepSeek Mengancam Pasar Chip AI
    Dilansir dari This is Money, Jumat (31/1/2025), salah satu dampak terbesar dari DeepSeek adalah potensi menurunnya permintaan cip berkinerja tinggi yang selama ini menjadi tulang punggung pengembangan AI. Hal ini menyebabkan tekanan besar pada harga saham perusahaan semikonduktor, termasuk raksasa cip AS Nvidia.

    Meski terjadi aksi jual besar-besaran, sebagian investor justru melihat ini sebagai “golden buying opportunity”, terutama terhadap saham yang terkena dampak besar dari kepanikan pasar.

    CEO SAP Christian Klein menilai DeepSeek justru bisa menjadi katalis positif bagi ekosistem AI global.

    “(DeepSeek) menunjukkan bahwa infrastruktur AI akan terus berkembang dan menjadi komoditas. Tanpa infrastruktur ini, model AI generatif tidak bisa berjalan,” ujar Klein.

    Meskipun saham teknologi Eropa seperti ASML, Schneider Electric, dan Infineon masih mengalami tekanan, saham teknologi AS kini mulai bangkit.

    Di tengah kepanikan pasar, investor ritel justru memanfaatkan situasi untuk membeli saham Nvidia. Namun, kepala tematik Asia di Neuberger Berman Yan Taw Boon menyarankan agar investor tidak terburu-buru mengubah strategi portofolio mereka.

    “China selalu mampu meniru dan mengembangkan teknologi yang sudah ada dengan biaya lebih rendah. Namun, tanpa cip tercanggih, DeepSeek masih memiliki keterbatasan dalam menskalakan modelnya untuk basis pengguna besar,” katanya.

  • Menkomdigi Yakin Indonesia Siap Jadi Penguasa AI Asia Tenggara

    Menkomdigi Yakin Indonesia Siap Jadi Penguasa AI Asia Tenggara

    Jakarta

    Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan kesiapan Indonesia menjadi pemimpin sektor teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) di wilayah Asia Tenggara.

    Keyakinan tersebut karena pemerintah terus mempercepat transformasi digital untuk mendukung kemandirian ekonomi, penguasaan teknologi, dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) unggul.

    Ini juga bagian dari Asta Cita Presiden Prabowo Subianto menempatkan digitalisasi menjadi faktor kunci dalam memperkuat ketahanan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

    Dalam 100 hari pertama kabinet, Menkomdigi mengungkapkan komitmen pemerintah dalam mempercepat digitalisasi di berbagai sektor, termasuk kecerdasan buatan dan ekonomi digital.

    “AI kini menjadi arena kompetisi global. Indonesia tidak bisa hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi harus membangun ekosistem digital yang mandiri dan kompetitif,” ujar Menkomdigi Meutya Hafid dalam keterangan tertulisnya.

    Pada kesempatan ini, Meutya menyoroti bagaimana inovasi, strategi, dan kesiapan menghadapi perubahan lebih penting dari pada sekadar besarnya modal investasi.

    “Indonesia memiliki potensi besar dalam ekonomi digital, dengan GMV yang diperkirakan mencapai US D90 Miliar pada 2024. Dengan strategi yang tepat, kita bisa menjadi pemain utama di Asia Tenggara,” ungkap Menkomdigi.

    Pemerintah saat ini berfokus pada tiga pilar utama transformasi digital, yakni inklusif, memberdayakan, dan terpercaya.

    Inklusif dengan memastikan keterlibatan seluruh lapisan masyarakat dan industri dalam ekosistem digital; Memberdayakan, menekankan teknologi memberikan manfaat nyata dan mendukung pertumbuhan ekonomi, bukan disalahgunakan untuk aktivitas ilegal seperti judi online atau pinjaman ilegal; dan terpercaya, berfokus pada keamanan data dan kedaulatan digital Indonesia.

    Disampaikannya bahwa di tahun 2025 menjadi momentum penting dalam menyiapkan Indonesia menghadapi bonus demografi 2030, di mana 68% populasi berada dalam usia produktif.

    “Ini peluang besar. Kita harus memastikan generasi muda siap bersaing secara global dengan 9 juta talenta digital yang kompeten,” tambahnya.

    Akan tetapi, kata Meutya, implementasi transformasi digital tidak bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah. Ia pun mengajak industri, akademisi, media, dan masyarakat untuk bersama-sama membangun ekosistem digital yang kuat.

    “Kita harus bergerak bersama, dengan visi yang jelas dan keberanian untuk berinovasi. Masa depan digital Indonesia ada di tangan kita semua,” tutupnya.

    (agt/agt)

  • Ekonom Nilai Tingkatkan SDM sebagai Upaya Tarik Investasi ke Sektor Digital RI

    Ekonom Nilai Tingkatkan SDM sebagai Upaya Tarik Investasi ke Sektor Digital RI

    JAKARTA – Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai, perlu upaya peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) sebagai upaya untuk menarik investasi ke sektor ekonomi digital di tanah air.

    Adapun ekonomi digital Indonesia memiliki potensi untuk tumbuh mencapai 200 miliar dolar Amerika Serikat (AS) sebelum tahun 2030.

    Dia memaparkan bahwa investasi terhadap startup digital di Indonesia terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun, mulai dari tahun 2021 sampai 2024 lalu.

    “Tahun 2021 investasi itu bisa mencapai Rp144 triliun yang masuk ke startup digital. Nah, kemudian di tahun 2022 itu turun jadi hanya sekitar Rp63 triliun, terus turun lagi, turun lagi,” ujar Nailul dilansir ANTARA, Kamis, 30 Januari.

    Dia mengatakan, tren ekonomi digital sudah mencapai puncaknya pada tahun 2021 dan 2022 lalu.

    Kemudian, lanjutnya, pertumbuhan ekonomi digital pada tahun 2023 dan 2024 telah kembali ke kondisi normal seperti sebelum pandemi COVID-19.

    “Jadi, memang kalau tadi dibandingkan ekonomi digital (Indonesia) bisa mencapai 200 miliar dolar AS, kita cukup ragu dengan hal itu sebenarnya,” ujar Nailul.

    Di sisi lain, Ia memberikan apresiasinya terhadap Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) yang saat ini akan fokus terhadap pengembangan dan peningkatan kualitas SDM di sektor ekonomi digital.

    Sebelumnya, menurut Nailul, saat masih bernama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), lebih berfokus terhadap peningkatan infrastruktur digital.

    Dalam kesempatan ini, ia juga menyinggung terkait dengan kehadiran layanan Artificial Intelligence (AI) DeepSeek dari China yang saat ini sedang membuat volatilitas tinggi di pasar saham Amerika Serikat (AS), khususnya pada saham- saham sektor teknologi, termasuk NVIDIA.

  • Video: AI Buatan China Bikin AS “Kebakaran Jenggot”

    Video: AI Buatan China Bikin AS “Kebakaran Jenggot”

    Jakarta, CNBC Indonesia –Sistem Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence Deepseek buatan China mendadak jadi sorotan dunia. Hal ini terjadi setelah Deepseekmerontokkan harta 500 orang terkaya dunia di sektor teknologi.

    Selengkapnya dalam program Nation Hub CNBC Indonesia, Kamis (30/01/2025).

  • DeepSeek Bikin Heboh AS, Mark Zuckerberg Beri Komentar Tak Terduga

    DeepSeek Bikin Heboh AS, Mark Zuckerberg Beri Komentar Tak Terduga

    Jakarta, CNBC Indonesia – CEO Meta Mark Zuckerberg ikut mengomentari kehadiran DeepSeek yang jadi fenomena belakangan ini. Ia blak-blakan mengatakan Meta tak khawatir dengan kehadiran pemain baru di dunia Artificial Intelligence (AI).

    “Memperkuat keyakinan kami [di sektor AI] adalah hal tepat untuk difokuskan,” jelas Zuckerberg soal capaian DeepSeek dengan modal relatif kecil, dikutip dari The Verge, Kamis (30/1/2025).

    Meta juga terus memantau dengan apa yang dilakukan DeepSeek. Perusahaan itu, disebut Zuckerberg, melakukan ‘sejumlah hal baru’ yang masih dicerna Meta.

    Namun Zuckerberg mencoba menenangkan investor soal modal besar-besaran untuk membeli GPU. Pendiri Facebook mengatakan hal itu akan jadi keuntungan bagi perusahaannya.

    “Saya berpikir investasi sangat besar dalam CapEx dan infrastruktur menjadi keuntungan strategi seiring berjalannya waktu,” ujarnya.

    Dalam kesempatan itu, dia juga menyindir beberapa perusahaan terkait AI lainnya termasuk OpenAI dan Anthropic. Klaimnya, Meta punya bisnis yang kuat untuk modal US$60 miliar pada AI dibandingkan perusahaan lain.

    DeepSeek didirikan pada 2023. Perusahaan dikenal dengan modal yang cukup sedikit senilai US$5,6 juta (Rp 90,8 miliar) untuk mengembangkan AI.

    Belum lama ini, aplikasinya juga baru saja dirilis bernama DeepSeek R1. Dengan cepat aplikasi itu menyalip ChatGPT, chatbot terkenal buatan OpenAI, sebagai perangkat teratas di AppStore Amerika Serikat (AS).

    Aplikasi dilaporkan mengalami gangguan karena banyaknya pengguna baru. DeepSeek sampai membatasi pendaftaran baru untuk pengguna dengan nomor telepon China.

    (fab/fab)

  • Video: Heboh DeepSeek, AI China Bisa Musnahkan Teknologi Canggih AS?

    Video: Heboh DeepSeek, AI China Bisa Musnahkan Teknologi Canggih AS?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Saham teknologi asal Amerika Serikat (AS) meluncur bebas karena melonjaknya minat terhadap model kecerdasan buatan (artificial intelligence) dari China, DeepSeek. Lantas seberapa menakutkan teknologi AI China DeepSeek tersebut?

    Selengkapnya saksikan dialog Anneke Wijaya bersama Editor CNBC Indonesia Ferry Sandria dan Kartini Bohang dalam segmen Editor’s View di Program Closing Bell CNBC Indonesia, Kamis (30/01/2025).

  • Berkaca dari AI China DeepSeek, Efisiensi Jadi Kunci Utama Persaingan Teknologi Global

    Berkaca dari AI China DeepSeek, Efisiensi Jadi Kunci Utama Persaingan Teknologi Global

    Jakarta, Beritasatu.com – Teknologi artificial intelligence (AI) asal China, DeepSeek, menjadi fenomena baru dalam dunia digital global. Hal ini karena perusahaan pengembangan AI tersebut mampu melakukan efisiensi dengan cost yang murah.

    Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, AI asal China tersebut menjadi salah satu game changer dalam dunia teknologi AI global.

    “DeepSeek mampu menawarkan efisiensi biaya lebih murah dibandingkan ChatGPT dari OpenAI. Hal ini juga menjadikan DeepSeek aplikasi nomor satu yang diunduh di Amerika Serikat (AS),” ucap Nailul Huda dalam Beritasatu Economic Outlook 2025 di Westin Hotel, Jakarta, Kamis (30/1/2025).

    Nailul menyebut, apabila berkaca dari DeepSeek, modal bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan.

    “Modal besar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan, melainkan bagaimana teknologi dapat diterapkan secara efisien dan kompetitif dalam memenangkan pasar,” tambahnya.

    Ia menambahkan, teknologi yang berhasil, adalah teknologi yang bisa mencapai efisiensi tinggi.

    “Seperti yang terjadi di sektor hiburan digital, pengguna Netflix mulai beralih ke platform lain yang lebih murah. Begitu pula dengan pengembangan teknologi di Indonesia. Apabila tidak mengutamakan efisiensi, maka digitalisasi tidak akan berjalan optimal,” tambahnya.

    Startup  AI asal China, DeepSeek, berhasil menempati posisi teratas sebagai aplikasi gratis yang paling banyak diunduh di Amerika Serikat (AS) melalui Apple App Store pada Senin (27/1/2025), menggeser ChatGPT ke peringkat kedua.

    Aplikasi asisten AI dari DeepSeek tidak hanya menggantikan dominasi ChatGPT, tetapi juga memicu tekanan terhadap saham-saham teknologi global. Dampak ini berpotensi mengurangi nilai kapitalisasi pasar hingga miliaran dolar.

    Selain itu, biaya pelatihan model R1 dari DeepSeek terbilang efisien. Berdasarkan analisis dari Jefferies, diperkirakan biaya pelatihannya hanya sekitar US$ 5,6 juta, dengan asumsi harga sewa GPU sebesar US$ 2 per jam untuk setiap unit H800. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan biaya pelatihan model Llama milik Meta.

    Keberhasilan efisiensi AI China DeepSeek menimbulkan berbagai pertanyaan dalam industri tersebut, termasuk relevansi pendanaan besar-besaran serta valuasi yang mencapai miliaran dolar. Banyak pihak mulai mempertanyakan apakah tren AI saat ini merupakan inovasi berkelanjutan atau justru tanda-tanda gelembung yang akan segera pecah.

  • Harga Emas Loyo di Tengah Penguatan Dolar AS, Saatnya Beli? – Page 3

    Harga Emas Loyo di Tengah Penguatan Dolar AS, Saatnya Beli? – Page 3

    Pasar emas kini memasuki periode yang penuh ketegangan dan potensi besar, terutama dengan kebijakan ekonomi yang dicanangkan oleh Presiden Donald Trump. Kebijakan perdagangan yang agresif, termasuk tarif impor yang direncanakan, telah menciptakan dampak signifikan, memicu lonjakan minat investor terhadap harga emas.

    Dikutip dari Kitco.com, Senin (27/1/2025), logam mulia ini kembali menjadi sorotan sebagai alat lindung nilai yang sangat efektif untuk mengimbangi inflasi yang terus meningkat.

    Sejak dimulainya pemerintahan Trump, serangkaian kebijakan yang berani telah diperkenalkan, termasuk reformasi perdagangan dan keputusan untuk menarik diri dari beberapa perjanjian internasional.

    Kebijakan ini, yang tidak hanya mengubah hubungan dagang dengan negara-negara besar, tetapi juga memengaruhi pola pikir investor dalam melihat potensi risiko di pasar global.

    Sebagai contoh, Trump telah mengusulkan tarif 25% pada barang-barang yang diimpor dari Kanada dan Meksiko, serta tarif 10% pada barang-barang dari Tiongkok, yang dijadwalkan berlaku mulai 1 Februari.

    Tindakan-tindakan ini memiliki dampak signifikan terhadap inflasi, yang diprediksi akan melonjak sebagai akibat dari kenaikan biaya impor.

    Permintaan Emas Naik

    Deutsche Bank memperkirakan bahwa tarif yang diusulkan dapat meningkatkan inflasi dari 2,9% pada Desember menjadi 3,7% pada akhir tahun 2025.

    Sebagai respons terhadap hal ini, permintaan akan emas sebagai instrumen untuk melindungi nilai aset semakin meningkat.

    Analis Goldman Sachs menyarankan bahwa, dengan inflasi yang lebih tinggi, investor akan semakin cenderung untuk mengalihkan dananya ke emas sebagai lindung nilai.

    Kenaikan harga emas juga dipicu oleh lemahnya nilai tukar dolar AS. Pemotongan pajak yang diusulkan Trump dan langkah deregulasi bisa merangsang perekonomian, namun juga akan meningkatkan utang nasional dan defisit federal.

    Ketika dolar AS melemah, emas, yang biasanya diperdagangkan dalam dolar, menjadi lebih menarik bagi investor internasional. Ini menambah faktor pendorong kenaikan harga emas.

    Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

  • Bayang-bayang Pencurian Data Pengguna di Balik Viral Deepseek

    Bayang-bayang Pencurian Data Pengguna di Balik Viral Deepseek

    Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah negara di Eropa menaruh perhatian mengenai risiko pencurian data yang dilakukan oleh platform kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) Deepseek. 

    Irlandia dan Italia menduga adanya upaya pemerintah China untuk menghimpun data dunia melalui platform Deepseek. 

    Komisi Perlindungan Data Irlandia mengirim catatan kepada DeepSeek untuk meminta perincian mengenai bagaimana data warga negara di Irlandia diproses oleh perusahaan tersebut. 

    “Komisi Perlindungan Data (DPC) telah menulis surat kepada DeepSeek untuk meminta informasi mengenai pemrosesan data yang dilakukan terkait dengan subjek data di Irlandia,” kata seorang juru bicara, dilansir dari Techcrunch, Kamis (30/1/2025). 

    Surat dari DPA Irlandia dikirim kurang dari 24 jam setelah pengawas perlindungan data di Italia mengirim catatan serupa kepada perusahaan tersebut. DeepSeek belum menanggapi kedua permintaan tersebut secara publik. Namun, aplikasi selulernya tidak lagi muncul di toko aplikasi Google dan Apple di Italia.

    Langkah Italia tersebut tampaknya merupakan langkah besar pertama dari salah satu lembaga pengawas tersebut sejak DeepSeek menjadi sangat viral dalam beberapa hari terakhir; Euroconsumers, sebuah koalisi kelompok konsumen di Eropa, telah mengajukan keluhan kepada Otoritas Perlindungan Data Italia terkait dengan cara DeepSeek menangani data pribadi terkait dengan GDPR , kerangka kerja regulasi perlindungan data di Eropa. 

    DPA Italia mengonfirmasi hari ini bahwa mereka kemudian menulis surat kepada DeepSeek dengan permintaan informasi. “Data jutaan orang Italia terancam.” DeepSeek memiliki waktu 20 hari untuk menanggapi.

    Dua detail utama tentang DeepSeek yang banyak diperhatikan adalah bahwa layanan ini dibuat dan beroperasi di China. Berdasarkan kebijakan privasinya , ini mencakup informasi dan data yang dikumpulkan dan disimpan DeepSeek, yang juga disimpan di negara asalnya.

    Kebijakan Privacy data DeepseekPerbesar

    DeepSeek juga secara singkat mencatat dalam kebijakannya bahwa ketika mentransfer data ke China dari negara tempat DeepSeek digunakan, hal itu dilakukan “sesuai dengan persyaratan hukum perlindungan data yang berlaku.”

    Penyelidikan Microsoft dan OpenAI

    Sementara itu, perusahaan teknologi, Microsoft (MSFT.O), dan OpenAI menyelidiki dugaan pengambilan data secara ilegal yang dilakukan oleh Deepseek. 

    Bloomberg News melaporkan para Peneliti Keamanan Microsoft mengamati bahwa, pada musim gugur, individu yang mereka yakini terhubung dengan DeepSeek mencuri sejumlah besar data menggunakan antarmuka pemrograman aplikasi (API) OpenAI. 

    Diketahui, API OpenAI merupakan kanal bagi para pengembang perangkat lunak dan pelanggan bisnis untuk membeli layanan OpenAI. Microsoft, investor terbesar OpenAI, memberi tahu perusahaan tersebut tentang aktivitas yang mencurigakan, menurut laporan Bloomberg.

    Perusahaan rintisan AI murah asal China DeepSeek, alternatif bagi para pesaing AS, memicu aksi jual saham teknologi pada hari Senin karena asisten AI gratisnya menyalip ChatGPT milik OpenAI di App Store milik Apple. 

    Sebelumnya, Founder dan CEO Momentum Work Jianggan Li mengatakan pada Senin (27/1/2025) indeks Nasdaq anjlok lebih dari 3%, dengan salah satu penyebab diduga karena investor khawatir bahwa DeepSeek mampu mengalahkan dominasi Nvidia.

    Momentum Work pun mengungkapkan sejumlah data berdasarkan wawancara singkat dengan beberapa peneliti dan CTO perusahaan AI di China guna mencari tahu perihal DeepSeek.

    Jianggan mengatakan DeepSeek adalah chatbot LLM pertama yang dapat digunakan dengan cepat, dan menunjukkan proses penalaran yang lengkap. 

    Sebagai perbandingan, ChatGPT lambat, berhalusinasi, buruk dalam pencarian daring realtime, dan sering kali terlalu konservatif dalam memberi respons. Pengguna China juga kesulitan mengakses ChatGPT dan banyak bergantung pada stabilitas VPN. 

    “Meski demikian, pengalaman menunjukkan bahwa GPT o1 secara keseluruhan masih memiliki logika yang lebih baik. Untuk penggunaan bisnis, ChatGPT API masih yang terbaik di pasaran lebih stabil, meskipun sangat mahal dibandingkan dengan Deepsek,” kata Jianggan dalam keterangannya, Selasa (28/1/2025),

    Jianggan mengatakan bahwa kehadiran Deepseek sudah diprediksi sejak tahun lalu. Kegigihan China melatih model AI berbiaya murah dan upaya kompetitif mereka untuk bersaing dengan perusahaan-perusahaan AI di global mendorong China meramu teknologi AI pesaing ChatGPT.