TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – PT Pupuk Indonesia (Persero) menyatakan siap mengimplementasikan Peraturan Presiden (Perpres) yang membuat distribusi pupuk bersubsidi menjadi lebih sederhana, dengan tetap memperhatikan tata kelola yang baik.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi saat menerima kunjungan Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Republik Indonesia, Sudaryono di kantor Pupuk Indonesia, di Jakarta, Rabu (11/12/2024).
Terkait hal ini Pemerintah hari ini resmi menetapkan alokasi pupuk subsidi untuk petani sebanyak 9,5 juta ton di tahun 2025.
Ketetapan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Pertanian Ri No 644/kPTS/SR.310/M.11/2024 tentang Penetapan Alokasi dan Harga eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun 2025.
Dalam dokumen keputusan menteri yang ditandatangani Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman disebutkan, alokasi pupuk subsidi terbagi menjadi 3 jenis yakni Urea sebesar 4,6 juta, NPK sebanyak 4,2 juta ton dan NPK untuk Kakao sebesar 147 ribu ton dan organik sebesar 500 ribu ton.
Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2025.
“Pagi ini kita berdiskusi dengan Wakil Menteri Pertanian untuk memastikan implementasi (Perpres baru),” kata Rahmad.
“Kita tidak berbicara konsep, karena konsep sudah disepakati, sudah disederhanakan. Arahan-arahan dari Pak Wamentan akan kami sesuaikan dengan prosedur di Pupuk Indonesia seperti penerapan sistem Informasi Teknologi dan business process,” lanjut Rahmad.
PT Pupuk Indonesia (Persero) siap menyalurkan pupuk bersubsidi dengan tepat jumlah dan tepat waktu pada musim tanam perdana tahun 2025.
“Nanti akan masuk bulan Januari, Pupuk Indonesia sudah siapkan stoknya. Insya Allah mulai 1 Januari 2025 pupuk bersubsidi para petani sudah tersedia, dan bisa disalurkan,” beber Rahmad di hadapan Wamentan.
Wamentan menjelaskan, distribusi pupuk bersubsidi kepada petani tadinya melibatkan belasan Kementerian. Selain itu ada 145 aturan yang harus dijalankan. Mekanisme inilah yang disederhanakan untuk penyaluran pupuk bersubsidi tahun 2025.
“Aturannya sedang kita susun dengan rapi, kemudian kita ajukan kepada Presiden. Insya Allah Presiden secara prinsip sudah setuju, tinggal urusan teknis saja yang perlu kita harmonisasi karena aturan yang kita buat itu akan dilaksanakan oleh kawan-kawan Pupuk Indonesia,” ujarnya.
“Tahun depan kita realisasikan, dan memang tidak bisa langsung break. Secara bertahap bisa kita realisasikan,” kata Wamentan.
Ia menambahkan, meskipun regulasi disederhanakan, proses penyaluran pupuk bersubsidi tetap memperhatikan kaidah-kaidah atau tata kelola yang baik, karena anggaran pupuk bersubsidi berasal dari APBN yang pertanggungjawabannya harus benar dan rapi.
“Yang bagus kita pertahankan mekanismenya. Semua kita bikin simpel. Simpel tapi tidak ngawur. Simpel pertanggungjawabannya juga harus prima, karena ini menyangkut anggaran negara, uang rakyat. Subsidi harus diterima oleh petani yang memang membutuhkan subsidi itu,” tegas Wamentan kembali.
Dia berharap upaya ini didukung oleh seluruh stakeholder pertanian, baik Pupuk Indonesia maupun petani. Sehingga penyederhanaan ini berdampak besar bagi percepatan swasembada pangan nasional.
“Kami minta petani percaya, proses ini menjadi komitmen prioritas. Karena ini bagian dari keinginan Bapak Presiden Prabowo Subianto, bagaimana mekanisme penyaluran pupuk itu sederhana, ringkas, tepat sasaran, (pupuk bersubsidi) sampai pada saat dibutuhkan.”
“Dengan mekanisme yang benar ini Insya Allah produktivitas akan naik, swasembada pangan bisa kita raih secepat mungkin,” kata Wamentan.
Keputusan Menteri Pertanian tentang Penetapan Alokasi dan Harga eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun 2025 juga menetapkan harga eceran tertinggi (HET) baru pupuk bersubsidi di tahun 2025.
Yakni pupuk urea sebesar Rp 2.250/kg, pupuk NPK sebesar Rp 2.300/kg, pupuk NPK untuk Kakao sebesar Rp 3.300/kg, dan pupuk organik Rp 800/kg.
Pupuk subsidi ini ditujukan bagi petani yang melakukan usaha tani di subsektor tanaman pangan berupa padi, jagung dan kedelai serta tanaman hortikultura yang meliputi cabai, bawang merah dan bawang putih, dan atau perkebunan yag meliputi tebu rakyat, kakao, dan kopi.
Adapun luasan lahan sawah petani yang dapat alokasi pupuk subsidi maksimal 2 hektar (ha), termasuk di dalamnya petani yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) atau Perhutanan Sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sumber: Kontan