Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad memastikan pihaknya tidak akan merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) setelah menyepakati penerapan multitarif pajak pertambahan nilai (PPN) yang akan mulai berlaku pada Januari 2025. Pasalnya, angka multitarif PPN yang diusulkan masih berada dalam rentang yang diatur dalam Pasal 7 ayat (3) UU HPP, yaitu antara 5 persen hingga 15 persen.
“Revisi UU HPP tidak diperlukan, karena kenaikan tarif PPN masih dalam rentang yang ditetapkan, yakni antara 5 persen hingga 15 persen,” ujar Dasco di Gedung DPR, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (6/12/2024).
Menurut Dasco, penerapan multitarif PPN ini merupakan hasil kesepakatan antara DPR dan Presiden Prabowo Subianto, yang memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat. Kesepakatan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh DPR dengan kementerian terkait, khususnya Kementerian Keuangan, sebelum diumumkan secara resmi oleh pemerintah.
“Pada awalnya kami (DPR) mengusulkan multitarif PPN, dan Presiden pun memiliki pandangan yang sama, sehingga kami bisa segera melakukan koordinasi,” tambah Dasco.
Dasco menegaskan bahwa pemerintah akan mulai menerapkan multitarif PPN pada Januari 2025. Menurutnya, kebijakan ini merupakan jalan tengah antara kewajiban kenaikan tarif PPN 12 persen menurut UU HPP dan kondisi ekonomi masyarakat saat ini. DPR akan terus memantau implementasi kebijakan ini.
“Kami akan melakukan simulasi terlebih dahulu tahun ini, karena berdasarkan ketentuan undang-undang, tarif PPN memang harus naik. Namun, dengan situasi ekonomi yang ada, tidak mungkin semua tarif langsung dinaikkan ke 12 persen,” kata Dasco.
“Oleh karena itu, kami mencari solusi bersama dengan pemerintah, dan alhamdulillah kesepakatan hampir tercapai,” tambahnya.
Dalam skema multitarif PPN, terdapat tiga kategori barang yang dikenakan PPN. Pertama, barang yang tidak dikenakan PPN sama sekali, seperti bahan makanan, UMKM, transportasi, pendidikan, kesehatan, jasa keuangan dan asuransi, serta listrik dan air bersih untuk pelanggan dengan daya di bawah 6.600 VA.
Kedua, barang yang dikenakan tarif PPN 11 persen, yakni barang-barang yang tidak termasuk dalam kategori barang mewah. Ketiga, barang yang dikenakan tarif PPN 12 persen adalah barang-barang yang selama ini dikenakan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).
Merujuk pada laman resmi Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), barang yang dikenakan PPnBM adalah barang yang bukan kebutuhan pokok, barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu, barang yang umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi, dan barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status sosial.
Barang-barang mewah tersebut adalah:
1. Kendaraan bermotor, kecuali untuk kendaraan ambulans, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, kendaraan angkutan umum, kepentingan negara.
2. Kelompok hunian mewah, seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, totan house, dan sejenisnya
3. Kelompok pesawat udara, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga
4. Kelompok balon udara
5. Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara.
6. Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk kepentingan negara, angkutan umum atau usaha pariwisata.