Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah Indonesia akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya yang diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) untuk memperkuat basis penerimaan negara.
Kenaikan tarif PPN ini telah menimbulkan beragam reaksi di masyarakat, mulai dari kekhawatiran akan dampaknya terhadap daya beli hingga pandangan positif mengenai kontribusinya terhadap pembangunan nasional.
Namun, di balik angka kenaikan tersebut, muncul berbagai pertanyaan penting: Apa saja yang berubah dalam penerapan PPN 12 persen ini? Apakah ada hal-hal yang tetap sama, terutama terkait pengecualian pajak bagi barang dan jasa tertentu? Berikut ulasannya.
Apa yang Berubah?
Tarif PPN naik: Tarif PPN akan meningkat dari 11 persen menjadi 12 persen. Kenaikan ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara guna membiayai berbagai program pembangunan dan layanan publik.
Dampak pada harga barang dan jasa: Dengan kenaikan tarif ini, harga barang dan jasa yang dikenakan PPN kemungkinan akan mengalami peningkatan, yang dapat mempengaruhi daya beli masyarakat.
Apa yang Tetap Sama?
Barang dan jasa yang dikecualikan: Barang-barang kebutuhan pokok, layanan kesehatan, pendidikan, dan beberapa layanan sosial tetap tidak dikenakan PPN. Hal ini untuk memastikan bahwa kebutuhan dasar masyarakat tidak terdampak oleh kenaikan tarif.
Mekanisme pemungutan PPN: Proses pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) tidak mengalami perubahan. PKP tetap bertanggung jawab untuk memungut PPN dari konsumen dan menyerahkannya kepada negara.
Kenaikan tarif PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025 merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara. Meskipun demikian, pemerintah tetap mempertahankan pengecualian PPN untuk barang dan jasa tertentu guna melindungi kebutuhan dasar masyarakat.