PPATK Blokir Rekening untuk Berantas Judol, Nasabah yang Kena Sialnya Megapolitan 1 Agustus 2025

PPATK Blokir Rekening untuk Berantas Judol, Nasabah yang Kena Sialnya
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        1 Agustus 2025

PPATK Blokir Rekening untuk Berantas Judol, Nasabah yang Kena Sialnya
Penulis

KOMPAS.com –
Kebijakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (
PPATK
) untuk memblokir
rekening
bank tidak aktif selama tiga bulan menjadi bumerang.
Alih-alih menyasar pelaku kejahatan keuangan seperti judi online (
judol
) dan pencucian uang, pemblokiran itu justru menyasar warga biasa yang tak tahu-menahu, bahkan menjadikan sebagian dari mereka korban salah sasaran.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan bahwa kebijakan ini diterapkan untuk melindungi nasabah dari penyalahgunaan rekening dorman oleh pelaku kejahatan.
Rekening
tidak aktif, kata Ivan, rawan digunakan untuk jual beli akun ilegal, kejahatan siber, dan tindak pidana pencucian uang.
“Pemblokiran dilakukan untuk melindungi hak dan kepentingan nasabah atas rekeningnya karena sekarang marak sekali rekening-rekening tidak aktif diperjualbelikan dan dipakai untuk transaksi ilegal tanpa sepengetahuan nasabah,” kata Ivan, Senin (28/7/2025).
Ivan juga menegaskan bahwa saldo nasabah tetap aman dan pemblokiran bersifat sementara. Kebijakan ini merujuk pada UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Namun, dampak di lapangan jauh dari ideal. Banyak warga, terutama lansia dan pemilik rekening tabungan jangka panjang, dibuat panik, merasa diperlakukan tidak adil, dan bahkan mengaku dirugikan secara finansial maupun emosional.
Sejumlah warga bercerita rekening mereka diblokir meski tidak digunakan untuk aktivitas ilegal.
Ahmad Lubis (37), warga Padang, mengatakan rekening anaknya yang digunakan untuk menyimpan hadiah lomba diblokir meskipun masih ada aktivitas transfer hingga April 2025.
“Itu rekening khusus tabungan anak. Namanya tabungan anak, tapi saya tetap transfer ke sana. Terakhir April akhir masih saya transfer,” ucap Ahmad, Rabu (30/7/2025).
Ahmad kecewa karena tak ada peringatan sebelum pemblokiran, dan ia menganggap kebijakan ini menyasar secara sembarangan.
“Seharusnya mereka pintar untuk memblokir yang tepat, bukan sembarangan blokir,” tegasnya.
Kisah serupa dialami Alief (28) yang menyimpan dana pernikahannya bersama pasangan dalam satu rekening.
“Jawabannya katanya rekening terindikasi judol. Padahal, ini rekening buat nabung nikah,” keluh Alief.
Ia sempat menghubungi bank dan PPATK, namun tidak mendapat tanggapan cepat, hingga akhirnya rekening kembali aktif lima hari kemudian.
Kasus Mardiyah (48) dari Citayam menyoroti persoalan nasabah berpenghasilan tak menentu.
Sebagai pedagang kecil, ia mengaku rekeningnya diblokir padahal masih dianggap aktif olehnya.
“Lah saya ini pedagang kecil, naruh uang di sana kalau ada lebih. Kalau lagi sepi, ya kosong. Tapi bukan berarti itu rekening bodong, kan?” katanya.
Nasabah lain, Jefferson (24), seorang WNI yang bekerja di Jepang, bahkan dua kali mengalami pemblokiran. Ia mengaku trauma dan mulai mempertimbangkan menyimpan uangnya di luar negeri.
“Mau pindah tempat saving saja, buka rekening di Singapura, karena di sana enggak ribet,” ucap Jefferson.
Efek dari kebijakan ini menyebar luas. Seorang teller bank di Depok, E (22), menceritakan adanya gelombang nasabah lansia yang datang hanya untuk melakukan transaksi ringan agar rekening mereka tidak diblokir.
“Bukan karena butuh uang, tapi karena dengar-dengar katanya bisa ditutup kalau enggak dipakai,” kata E, Kamis (31/7/2025).
Banyak dari mereka hanya ingin menarik uang atau menyetor jumlah kecil, semata karena takut rekeningnya dianggap tidak aktif.
Seorang teller lain berinisial L (25) di Jakarta Barat juga menyatakan bahwa kebijakan ini membingungkan nasabah, terutama lansia yang mengandalkan rekening untuk menerima uang dari anak atau sebagai tempat menabung jangka panjang.
“Mereka tanya, ini rekening saya sendiri, kenapa saya enggak bebas mau transaksi atau enggak,” ucapnya.
Meningkatnya keluhan publik membuat Presiden Prabowo Subianto turun tangan. Pada Rabu (30/7/2025), Presiden memanggil Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dan Gubernur BI Perry Warjiyo ke Istana.
“Saya dipanggil presiden, belum tahu agendanya,” ujar Ivan saat tiba di Istana sekitar pukul 17.06 WIB.
Pertemuan itu dinilai sebagai sinyal kuat adanya kemungkinan evaluasi atau penyesuaian kebijakan, terutama karena implementasi dinilai terlalu luas dan tidak selektif.
Kepala Biro Humas PPATK Natsir Kongah mengatakan bahwa puluhan juta rekening yang sempat diblokir kini sudah dibuka kembali.
“Negara hadir untuk melindungi nasabah,” ujarnya, Kamis (31/7/2025).
Nasabah bisa membuka blokir dengan mengisi formulir keberatan dan membawa dokumen identitas ke bank. Proses reaktivasi dilakukan setelah verifikasi data selesai.
Masyarakat juga bisa menghubungi WhatsApp PPATK di 0821-1212-0195 atau email call195@
ppatk
.go.id untuk bantuan lebih lanjut.
PPATK menegaskan, langkah ini merupakan bagian dari upaya memutus jaringan keuangan judol, rekening bodong, dan pencucian uang, yang marak sepanjang 2024.
Tercatat lebih dari 28.000 rekening digunakan untuk aktivitas mencurigakan. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa tanpa edukasi dan seleksi yang tepat, kebijakan ini berisiko merugikan masyarakat biasa yang justru menjadi korban salah sasaran.
(Reporter: Lidia Pratama Febrian, Baharudin Al Farisi, Dinda Aulia Ramadhanty, | Editor: Tim Redaksi)
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.