Potret Anak Jalanan Gorontalo, Dagangan di Tangan hingga Pertaruhkan Masa Depan

Potret Anak Jalanan Gorontalo, Dagangan di Tangan hingga Pertaruhkan Masa Depan

Liputan6.com, Gorontalo – Malam kian larut, Lampu jalan di Kota Gorontalo menyala temaram, dan arus kendaraan mulai lengang. Namun di bawah terang seadanya, terlihat beberapa anak kecil dengan langkah pelan menjajakan dagangan kepada siapa pun yang mereka temui.

Mulai dari pengunjung warung kopi, mahasiswa, atau pejalan kaki yang masih lalu lalang. Salah satunya Alia (11), siswi kelas 5 SD, yang mengaku telah berjualan sejak pukul tiga sore.

“Kalau pulang sekolah langsung bantu mama. Nanti malam baru pulang kalau dagangan habis,” tuturnya sambil menahan kantuk, Senin (16/6/2025).

Ibunya tak bekerja, sementara ayahnya hanya pengojek. Kondisi ekonomi yang sempit memaksa Alia turun ke jalan—bukan untuk bermain, bukan pula untuk belajar, melainkan demi membantu kebutuhan harian keluarga.

Alia bukan satu-satunya. Di sekitar kawasan Universitas Negeri Gorontalo, fenomena serupa kian sering terlihat.

Anak-anak usia 8 hingga 13 tahun tampak terbiasa menggelar dagangan dari siang hingga larut malam. Produk yang mereka bawa beragam: keripik, kacang, kue, bahkan air mineral. Ada yang berjalan sendiri, ada pula yang didampingi anak-anak lain yang lebih besar.

Analisis dan Tanggapan Aktivis

Bagi Mega Mokoginta, anggota Women Institute Research and Empowerment Gorontalo (WIRE-G), pemandangan ini bukan sekadar tentang kemiskinan. Ini adalah cermin dari rapuhnya sistem perlindungan anak.

“Anak-anak ini kehilangan masa kecilnya. Mereka tidak bermain, tidak istirahat cukup. Ini potensi eksploitasi ekonomi anak yang dibiarkan terjadi setiap hari,” ungkap Mega prihatin.

Ia menegaskan, bahwa kondisi ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Pemerintah, menurutnya, harus hadir lebih dari sekadar mengimbau.

Harus ada kebijakan konkret yang memastikan anak-anak kembali ke sekolah, bukan tersesat di dunia kerja sebelum waktunya.

“Banyak dari mereka pintar, tapi tak punya pilihan. Kita tidak bisa menyalahkan mereka atau keluarganya, yang harus kita lawan adalah sistem yang membuat anak-anak seperti Alia terpaksa bekerja,” tambahnya.

 

Motor Pelaku Klitih Ketinggalan karena Aksinya Kepergok Warga di Yogyakarta