Lombok Barat, Beritasatu.com – Kasus pencabulan yang melibatkan sejumlah santriwati di salah satu yayasan pendidikan di Kabupaten Lombok Barat kini memasuki tahap penyelidikan.
Polres Lombok Barat telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini, yaitu S (ketua yayasan), M (pengajar), dan WM (anak dari ketua yayasan). Ketiganya diduga melakukan tindakan pencabulan terhadap korban yang sebagian besar adalah santriwati di bawah umur.
Kasus ini terungkap setelah korban berinisial F (16) melaporkan kejadian yang dialaminya kepada ibunya pada akhir September 2024. Tidak tahan dengan perlakuan yang diterima, korban akhirnya menceritakan pengalaman pahitnya.
Orang tua korban kemudian melaporkan kasus ini ke Polsek Lembar, yang selanjutnya diarahkan ke Polres Lombok Barat untuk penanganan lebih lanjut.
Kasat Reskrim Polres Lombok Barat AKP Abisatya Darma Wiryatmaja mengatakan, korban mengaku telah menjadi korban pencabulan oleh dua tersangka, yakni S dan M. Perbuatan tersebut dilakukan beberapa kali dengan lokasi utama di kamar ibu tersangka S, yang dalam kondisi sakit.
“Korban sering disuruh menjaga ibu tersangka S. Saat berada di kamar itulah perbuatan cabul dilakukan,” ujar AKP Abisatya, Sabtu (28/12/2024).
Dari penuturan santriwati korban pencabulan di Lombok Barat, pelaku S melakukan pencabulan sebanyak dua kali, yakni pada Minggu (16/6/2024) pukul 02.00 Wita dan pada Rabu (7/8/2024) pukul 02.00 Wita. Sedangkan pelaku M melakukan pencabulan pada akhir September 2024 sekitar pukul 13.00 Wita di lokasi yang sama.
Selain itu, hasil pengembangan penyelidikan mengungkapkan bahwa anak dari ketua yayasan, WM, juga melakukan perbuatan asusila terhadap korban F. Visum menunjukkan adanya luka lama pada alat vital korban yang menguatkan dugaan tindak pidana tersebut.
Tidak hanya F, penyelidikan lebih lanjut mengungkap adanya tiga korban lainnya yang juga mengalami perlakuan serupa oleh tersangka S dan M.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram Joko Jumadi menyatakan, total ada empat korban yang berhasil diidentifikasi.
“Kami menerima laporan dan permintaan perlindungan dari orang tua korban. Dari pendampingan yang dilakukan bersama unit PPPA dan pekerja sosial di Lombok Barat, kami menemukan adanya tindakan pencabulan hingga persetubuhan,” ungkap Joko.
Korban saat ini tengah mendapatkan pendampingan psikologis di Balai Sentra Paramita, Kementerian Sosial, untuk mengatasi trauma yang dialami.
Pihak LPA juga berkomitmen mengawal kasus ini hingga tuntas agar tidak ada upaya penyelesaian damai di luar jalur hukum, sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak yang melarang mediasi dalam kasus pencabulan.
Polres Lombok Barat telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini dengan ancaman hukuman berat.
WM dikenakan Pasal 76D juncto Pasal 81 Ayat (1) dan (2) serta Pasal 76E juncto Pasal 82 Ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
S dikenakan Pasal 76E juncto Pasal 82 Ayat (1) dan (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Sementara, M dikenakan Pasal 76E juncto Pasal 82 Ayat (1) dan (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2014, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Pihak kepolisian menegaskan akan terus mendalami kasus ini untuk memastikan tidak ada pelaku lain yang terlibat. Delapan saksi telah diperiksa, termasuk teman-teman korban yang juga sebagian di bawah umur. Polisi juga mengantisipasi adanya pihak-pihak yang mencoba mendamaikan kasus ini secara informal.
Kasus pencabulan santriwati di Lombok Bara ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan terhadap institusi pendidikan, terutama yang berbasis asrama. Penegakan hukum yang tegas diharapkan dapat memberikan keadilan bagi korban dan mencegah terulangnya kejadian serupa.