Polisi Ungkap Akun LinkedIn Bodong, Pakai Data Pribadi dan Foto Orang untuk Menipu Megapolitan 25 Juli 2025

Polisi Ungkap Akun LinkedIn Bodong, Pakai Data Pribadi dan Foto Orang untuk Menipu
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        25 Juli 2025

Polisi Ungkap Akun LinkedIn Bodong, Pakai Data Pribadi dan Foto Orang untuk Menipu
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
— Direktorat Reserse Siber (Ditreskrimsus)
Polda Metro Jaya
mengungkap kasus
penyalahgunaan data pribadi
yang digunakan untuk membuat akun palsu di LinkedIn.
Kasus ini terbongkar setelah ada masyarakat yang melapor karena identitas dan fotonya digunakan tanpa izin oleh keempat pelaku berinisial IER, KK, F dan FRR.
“Kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang mengaku data pribadinya, termasuk foto, digunakan di akun LinkedIn. Setelah kami selidiki, ditemukan adanya nomor telepon yang tidak sesuai dengan identitas di akun tersebut,” kata Kasubdit III Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Rafles Langgak Putra Marpaung di Polda Merto Jaya, Jumat (25/7/2025).
Dari hasil penyelidikan, polisi menemukan bahwa data pribadi tiga orang, masing-masing dari Banyumas, Kendal, dan Bogor telah digunakan tanpa izin.
Ketiganya mengaku tidak pernah memberikan data pribadinya kepada siapa pun.
Polisi kemudian menangkap pria berinisial IER yang membeli kartu SIM yang sudah terdaftar menggunakan NIK milik tiga korban tersebut.
Kartu itu kemudian dipakai untuk melakukan penipuan secara online.
“Motif IER membeli SIM card yang sudah teregistrasi adalah untuk melakukan penipuan. Ia membeli dalam kondisi ‘terima beres’,” ujar Rafles.
Dari pengembangan kasus, polisi menangkap KK, seorang pemilik konter handphone di pusat perbelanjaan.
Dari tangan KK, ditemukan 130 kartu perdana XL dan 24 kartu perdana Axis yang semuanya sudah teregistrasi.
Namun, KK ternyata bukan pelaku yang melakukan registrasi.
Polisi lalu menangkap F, sales kartu SIM yang bekerja di PT M.
F mengaku mendapat kartu tersebut dari FRR, yang juga sales di perusahaan yang sama.
FRR lah yang meregistrasi kartu-kartu tersebut menggunakan data pribadi yang ia dapatkan dari Google.
Ia sengaja meregistrasi kartu agar mudah dijual ke masyarakat.
“Menurut FRR, kartu SIM yang sudah terdaftar lebih diminati karena pembeli tidak perlu repot mengisi NIK dan KK sendiri,” jelas Rafles.
Keempat pelaku kini dijerat Pasal 51 ayat 1 Undang-Undang ITE tentang manipulasi data, serta Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi Nomor 27 Tahun 2022 Pasal 65 dan 67. Ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara dan denda hingga Rp12 miliar.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.