TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Polres Metro Jakarta Timur akan menggelar rekonstruksi kasus penganiayaan asisten rumah tangga (ART) inisial SR yang dilakukan dokter berinisial AMS (41) dan istrinya SSJH (35).
Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Nicolas Ary Lilipaly mengatakan korban SR akan didatangkan dari Banyumas ke Jakarta
“Kita akan melakukan rekonstruksi kasus ini jadi kami akan mendatangkan ART tersebut ke Jakarta dan kita akan menginapkan dia di rumah aman,” ucapnya di Polres Metro Jakarta Timur, Selasa (15/4/2025).
Menurutnya, korban menderita luka berat akibat penganiayaan yang dilakukan dua pelaku.
Korban menjalani perawatan secara intensif di rumah sakit.
Pihak kepolisian juga bakal melakukan pemeriksaan psikis dua terhadap kedua pelaku.
Dari hasil keterangan korban, kedua pelaku juga pernah menganiaya ART sebelumnya akan tetapi berakhir secara kekeluargaan.
“Kita akan lakukan pemeriksaan psikiatri,” ujar dia.
Sebagai informasi, aksi dokter AMS dan istrinya terbongkar setelah peristiwa viral di media sosial.
Diketahui SR mulai bekerja di rumah milik AMS pada November 2024.
Kemudian, pada Maret 2025, SR pun meminta pulang ke kampung halamannya.
Pada Selasa (8/3/2025) keluarga korban menerima kabar bila pihaknya harus membayar uang Rp 5 juta untuk menembus kepulangan SR.
Lantas keluarga SR pun melaporkan hal tersebut kepada kepala desa dan diteruskan ke Mapolsek Somagede.
SR pun akhirnya tiba di rumahnya pada Jumat (21/4/2025) dini hari, dengan kondisi penuh luka pada sekujur tubuhnya.
Kepada keluarga, S mengaku dibelikan tiket bus Jakarta-Purwokerto oleh majikannya.
Namun S tidak diberi uang, sehingga sempat terkatung-katung di Terminal Purwokerto.
Beruntung, ada tukang ojek yang mengantarkannya ke rumah yang berjarak sekitar 18 km dari terminal.
Hingga akhirnya SR pun tiba di rumah.
pada saat itu lah keluarga mengetahui kondisi korban penuh luka dan lebam di tubuhnya.
Keluarga dan tetangga yang curiga korban mengalami penganiayaan selama bekerja sekitar 6 bulan di rumah dokter AMS.
Hingga akhirnya peristiwa tersebut pun diviralkan dan akhirnya polisi bergerak melakukan penyelidikan.
Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Nicolas Ary Lilipaly mengatakan pihaknya meningkat status penyelidikan ke tahap penyidikan setelah menemukan alat bukti terjadinya unsur pidana dalam perkara tersebut.
“Pelaku ditangkap pada 8 April 2025 dan langsung dilakukan penahanan,” kata Kombes Nicolas Ary Lilipaly di Mapolres Jakarta Timur, Jumat (11/4/2025).
Nicolas menuturkan, kasus penganiayaan ART itu sempat viral di media sosial setelah seorang Wakil Ketua Komisi III DPR RI sempat mengunggah video penganiayaan ART tersebut.
“Kasus penganiayaan ART sempat viral di media sosial. kemudian kita dalami,” ucapnya.
Potong Rambut Hingga Sunat Gaji Korban
Kombes Nicolas Ary Lilipaly mengungkap bentuk penganiayaan pelaku terhadap korban.
“Melakukan penganiayaan itu dengan cara dipukul, dijambak, ditendang, dibenturkan ke meja dan juga ke lantai,” katanya di Polres Metro Jakarta Timur, Jumat (11/4/2025).
“Bahkan rambutnya dipotong dengan acak-acakan oleh majikan perempuannya,” imbuh dia.
Adapun akibat penganiayaan itu, korban yang berasal dari Banyumas menderita luka berat dan sudah mendapat penanganan intensif di RSUD Banyumas.
“Kami dari Polres Jakarta Timur sudah bekerja sama dengan pihak-pihak terkait yang ada di Banyumas Polres Banyumas maupun Pihak UPT PPA yang ada di Banyumas,” ujar dia.
Tak hanya melakukan penganiayaan, kedua tersangka pun diketahui melakukan pemotongan gaji terhadap korban.
Hal tersebut berdasarkan keterangan dari korban.
Korban mengaku upahnya dibayar tidak sesuai dengan nominal yang disepakati, alasannya tak puas kinerja korban.
Motif Penganiayaan
Hasil pendalaman, motif pelaku menganiaya korban lantaran pekerjaannya tidak memuaskan yaitu pekerjaan korban tidak bersih, mulai dari menyapu, mengepel, mencuci hingga mengasuh tiga anak.
“Pengakuan tersangka merasa pekerjaan korban selalu tidak sesuai harapan dengan alasan pekerjaan korban tidak bersih, sehingga dianiaya,” kata Kapolres.
Pihak kepolisian menyebut SSJH selaku ibu dari anak-anak yang diasuh korban merupakan pelaku utama yang menginisiasi penganiayaan.
SSJH yang melihat kesalahan korban langsung melakukan penganiayaan kepada korban.
Alih-alih melerai, suami SSJH yang berprofesi dokter turut membantu penganiayaan tersebut.
“Sehingga Ibu majikan karena melihat hal itu dan melakukan penganiayaan dan juga dibantu kadang dibantu oleh suaminya,” ujar Nicolas.
Dalam kasus ini polisi sudah menyita sejumlah barang bukti dari lokasi kejadian, satu diantaranya rekaman CCTV.
Atas perbuatannya, kedua pelaku dijerat Pasal 44 ayat 2 UU RI Nomor 23 Tahun 2024 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan atau Pasal 351 ayat 2 KUHP.
Ancaman pidananya 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 30 juta.