Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Polda NTB Bongkar Kasus TPPO Berkedok Magang ke Jepang, 2 Ditangkap

Polda NTB Bongkar Kasus TPPO Berkedok Magang ke Jepang, 2 Ditangkap

Mataram, Beritasatu.com – Tim Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB berhasil mengungkap praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus magang ke Jepang yang melibatkan sebuah lembaga pelatihan kerja (LPK) di Kota Mataram. Pengungkapan kasus ini dilakukan setelah adanya laporan masyarakat terkait praktik perekrutan mencurigakan yang dilakukan LPK tersebut.

Kasus ini berawal dari laporan masyarakat mengenai adanya praktik perekrutan pekerja migran Indonesia (PMI) untuk magang ke Jepang yang dicurigai melibatkan unsur penipuan. Dirreskrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat menjelaskan, penyelidikan dimulai dengan pengumpulan informasi mengenai LPK yang berlokasi di Ampenan, Kota Mataram.

“Kami mendalami laporan tersebut dan mengumpulkan informasi terkait dugaan perekrutan yang tidak sesuai aturan,” ujar Syarif Hidayat. Sabtu (16/11/2024).

Setelah melakukan serangkaian penyelidikan mendalam, ditemukan indikasi kuat adanya unsur pidana dalam kegiatan perekrutan tersebut. Polisi kemudian memeriksa 17 korban yang melapor, terdiri dari enam orang asal Mataram, 5 dari Lombok Barat, 4 asal Lombok Tengah, dan 2 dari Lombok Utara.

“Selain itu, terdapat 11 korban lainnya yang belum melapor, sehingga total korban diperkirakan mencapai 28 orang,” ungkapnya.

Pelaku utama dalam kasus ini adalah WI alias I, seorang wanita pemilik LKP Wahyu Yuha yang beroperasi di Ampenan. Bersama dengan SE alias E, Direktur PT Radar Suhaemy Efendi Indonesia (PT RSEI), WI merekrut calon pekerja migran dengan iming-iming kerja magang di Jepang. Para korban diminta membayar biaya sebesar Rp 30 juta hingga Rp 40 juta per orang untuk proses pendaftaran dan keberangkatan.

“Para korban dijanjikan akan diberangkatkan, tetapi sejak Desember 2023 hingga sekarang tidak ada kejelasan. Ini yang membuat para korban merasa dirugikan dan melapor kepada pihak kepolisian,” ungkap Kombes Syarif.

Menurut hasil penyelidikan, SE bertindak sebagai direktur PT RSEI, yang meski berlokasi di Lombok Timur, tidak memiliki izin dari Kementerian Ketenagakerjaan untuk menyelenggarakan program magang atau menempatkan PMI ke Jepang. SE diketahui mengumpulkan dana sebesar Rp 630 juta dari para korban dan meraup keuntungan pribadi sebesar Rp 168 juta.

Sementara itu, WI berperan sebagai perekrut yang mengarahkan para korban ke PT RSEI. Total dana yang berhasil dihimpun WI dari para korban mencapai Rp 926 juta, dengan keuntungan pribadi sebesar Rp 296 juta. Keduanya kini ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

Polisi berhasil mengamankan sejumlah barang bukti penting, termasuk dua lembar daftar kegiatan belajar,  satu lembar kontrak kerja, 60 dokumen persyaratan seperti ijazah, surat akreditasi LPK, dan surat perjanjian kerja sama.

“Dari hasil penyelidikan, ternyata ada keterkaitan dengan LPK yang lebih besar yang berlokasi di Subang, Jawa Barat. Hal ini akan kami dalami lebih lanjut, bekerja sama dengan Bareskrim Polri dan pihak terkait,” jelas Kombes Syarif.

Salah satu korban asal Mataram, Fitri, mengungkapkan ia dijanjikan akan berangkat ke Jepang dengan gaji besar.

“Katanya Juni, lalu diundur pada September, dan sekarang malah diundur ke Januari tahun depan. Uang saya Rp 30 juta sudah disetor, tetapi alasannya selalu berubah-ubah, seperti belum lulus dan belum dapat sertifikat,” kata Fitri.

Para korban tergiur oleh janji gaji tinggi di Jepang, mulai dari Rp 17 juta hingga Rp 25 juta per bulan.

Atas perbuatannya, kedua tersangka dikenakan Pasal 11 juncto Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dan/atau Pasal 81 juncto Pasal 69 Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Mereka terancam hukuman pidana penjara paling sedikit 3 tahun dan maksimal 15 tahun.

Polda NTB mencatat bahwa sejak Januari hingga Oktober 2024 sudah ada 9 kasus TPPO yang diungkap. Dari jumlah tersebut, tujuh kasus ditangani oleh Polda NTB, sementara Polres Lombok Barat dan Polres Mataram masing-masing menangani satu kasus. Korban yang berhasil diselamatkan mencapai 46 orang, dengan 16 tersangka yang telah dilimpahkan perkaranya.