Jakarta, CNN Indonesia —
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) membuka peluang untuk mengusung kadernya sendiri dalam Pilpres setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).
“Pasti, pasti [Berpotensi memajukan kader PKB]. Semua menyambut cairnya demokrasi,” kata Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin ketika ditanyai kans mengusung kader usai putusan MK itu, Istana Bogor, Jumat (3/1).
Meski begitu, ia menyebut hal itu masih sangatlah panjang, di mana yang terdekat pemilihan presiden baru akan digelar sekitar lima tahun lagi pada 2029.
Ia pun menyinggung rekam jejaknya yang merupakan cawapres di Pilpres 2024 lalu. Kemarin, ia maju mendampingi Anies Baswedan.
“Kemarin juga bisa maju, kemarin juga maju. nanti maju ya belum tahu, masih panjang, trauma enggak itu? trauma kalah,” ujar dia.
Ia pun menyatakan seluruh pihak harus tunduk terhadap putusan MK. Cak Imin menegaskan putusan MK itu bersifat final dan mengikat.
“Problem-nya adalah ada 1 bab di situ dari putusan itu mengembalikan ke pembuat UU. Nanti ya tergantung fraksi-fraksi di DPR,” ucap Cawapres yang mendampingi Capres Anies Baswedan pada Pilpres 2024 lalu.
Sementara itu, merespons putusan MK, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKB, Indrajaya mengusulkan agar hanya partai di parlemen yang bisa mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
“Bisa juga dibuat aturan melalui revisi UU Pemilu yang mengatur adanya pembatasan parpol yang bisa mengusung pasangan calon presiden/wakil presiden adalah parpol yang lolos ambang batas minimal parliamentary threshold 4 persen atau parpol yang bertengger di Senayan,” kata Indra dalam keterangannya, Sabtu (4/1).
Menurut Indra, alternatif lain yang bisa digunakan agar syarat pencalonan tetap diperketat misalnya dengan syarat pendirian partai politik. Ke depan, dia ingin syarat pendirian partai lebih diperketat setelah presidential treshold dihapus.
“Bisa juga misalkan ada konvensi internal atau antarpartai, dan pembatasan pilpres satu putaran atau dua putaran seperti di Pilkada DKJ,” katanya.
Selain itu, pembatasan juga bisa dilakukan dengan menyaratkan agar capres atau cawapres harus merupakan kader partai dan pernah menjadi pejabat negara.
“Syarat yang memikat parliamentary threshold 4 persen terbukti efektif membatasi parpol di Senayan. Jadi parpol non parlemen harus bersabar. Pak Anies Baswedan pun misalnya, kalau mau nyapres ya harus gabung dengan partai yang ada di Senayan,” urainya.
Menurut Indra ada beberapa negara yang pilpresnya tanpa presidential treshold. Negara-negara itu umumnya menganut sistem presidensial seperti Amerika Serikat, Brasil, Peru, Meksiko, hingga Kolombia.
Dia pun meyakini, meski PT ditiadakan, tidak semua parpol akan mencalonkan presiden atau wakil presiden. Menurutnya, jika ada pembatasan pencalonan hanya untuk parpol yang bertengger di Senayan maka kemungkinan paling banyak hanya akan ada empat pasangan calon.
“Saya pesimistis ada parpol yang berani mengusung paket capres-cawapres sendiri,” urainya.
Presidential threshold yang diatur dalam UU Pemilu kini dinyatakan inkonstitusional oleh MK dalam putusannya.
MK berpendapat Pasal 222 UU Pemilu tak sejalan dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, hak memperjuangkan diri secara kolektif, serta kepastian hukum yang adil sebagaimana termaktub pada Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.
Menko bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyatakan putusan MK itu final dan mengikat.
Ia menyebut pemerintah menghormati dan terkiat atas putusan MK tersebut tanpa dapat melakukan upaya hukum apa pun.
“Sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat (final and binding),” kata Yusril melalui keterangan tertulis, Jumat (3/1).
Yusril yang juga pakar hukum tata negara itu melihat ada perubahan sikap MK atas norma Pasal 222 UU Pemilu dibanding putusan-putusan sebelumnya. Pasal ini memang salah satu pasal yang sering diajukan gugatan uji materi ke MK.
“Namun, apa pun juga pertimbangan hukum MK dalam mengambil putusan itu, pemerintah menghormatinya dan tentu tidak dalam posisi dapat mengomentari sebagaimana dapat dilakukan para akademisi atau aktivis,” ucap Yusril.
(thr, mnf/kid)
[Gambas:Video CNN]