Denpasar, CNN Indonesia —
Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya memperkirakan pemberlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen akan memicu kenaikan tarif hotel di Pulau Dewata sebesar 10 persen.
Suryawijaya mengungkapkan besaran kenaikan tarif hotel di Bali akan bervariasi. Namun, ia berkaca dari kenaikan sebelumnya di mana saat PPN 11 persen berlaku tarif hotel di Bali menanjak dua digit.
“Kalau itu bisa sampai 10 persen. Karena kalau satu persen dibagi itu satu persen hitungan yang ada saat ini. Biasanya barang-barang juga bisa akan naik, prediksi saya bisa 10 persenan (kenaikan tarif hotel),” ujarnya saat dihubungi Jumat (27/12).
Ia mengingatkan kenaikan PPN bisa menjadi bumerang bagi pemerintah. Pasalnya, daya beli masyarakat tengah melemah.
“Ketika pajak dinaikkan, belum tentu bisa menambah pendapatan. Ternyata nanti banyak pengusaha yang mengurangi tenaga kerja. Bahkan, pengangguran akan bertambah jadi melakukan efisiensi pengusaha-pengusaha,” ujarnya.
Menurutnya, PPN 12 persen memiliki efek berganda bagi pengusaha. Padahal, bisnis masih dalam tahap pemulihan usai pandemi covid-19.
“Pesan saya kepada pemerintah agar lebih bijak dan lebih baik menekan korupsi. Jadi kalau korupsi bisa ditekan diberantas, saya rasa tanpa menaikkan pajak pun program pemerintah akan bisa terealisasi,” terangnya.
Alih-alih menaikkan PPN, ia mengimbau pemerintah sebaiknya serius memberantas korupsi. Selain itu, pemerintah juga bisa mendorong peningkatan penerimaan dari sumber-sumber lain.
“Saran saya selaku tokoh pariwisata di Bali, jadi pemerintah harus melakukan efisiensi dalam penggunaan anggaran APBN. Kedua menekan korupsi karena dari ribu triliun itu dan ratusan triliun sampai ada yang korupsi, kan kebocoran artinya. Yang ketiga menambah sumber-sumber pendapatan yang lain selain di luar pajak. Sehingga terciptanya kondusivitas daripada iklim usaha yang ada,” jelasnya.
Di sisi lain, ia optimistis meski tarif hotel naik, tren kunjungan wisatawan ke Bali tetap terjaga.
“Kalau penurunan wisatawan mungkin tidak signifikan. Cuma yang saya khawatirkan adalah jadi pengusahanya yang tidak kuat. Nanti melakukan efesiensi banyak kemudian prodaknya menurun servisnya, karena mengurangi karyawannya, bisa berkurang, itu yang akan ditakutkan,” katanya.
Selain itu, bisa juga terjadi PHK pada karyawan hotel di Bali untuk efisiensi.
“Makanya, hati-hati tidak mungkin satu sektor saja mempengaruhi, multiplier efeknya yang banyak,” jelasnya.
Ia juga mengimbau pemerintah untuk lebih banyak mendukung lahirnya pengusaha baru. Apabila wirausaha semakin banyak maka akan menambah potensi pemasukan pajak ke depan.
“Dari 280 juta penduduk ini kan baru berapa persennya jadi pengusaha. Jadi untuk dia berusaha itu kalau dibebani aturan banyak, pajak dan segala macam kan orang takut juga, mendingan mereka diam (tidak membuat usaha),” katanya.
(kdf/sfr)