TRIBUNJATENG.COM, GROBOGAN – Petani di Dusun Mintreng, Desa Baturagung, Kecamatan Gubug, Kabupaten Grobogan, terancam menganggur lantaran sawah mereka terendam material banjir jebolan Sungai Tuntang, Jumat (21/3/2025).
Banjir yang merupakan keenam kalinya sejak Januari 2025, telah merusak ratusan hektare sawah yang sebelumnya menjadi andalan kehidupan petani.
Sekitar 25 hektare sawah yang subur kini tertimbun material banjir seperti pasir dan lumpur.
Akibatnya, lahan yang seharusnya bisa ditanami untuk musim tanam kali ini kini berubah menjadi padang pasir dan lumpur yang tak bisa digarap.
Petani yang bergantung pada hasil pertanian kini kehilangan sumber penghasilan utama.
Kerugian Petani Mencapai Miliaran Rupiah
Menurut Sudharmanto, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Baturagung, kerugian yang dialami para petani mencapai miliaran rupiah.
“Ada puluhan hektare, sekitar 25 hektare yang tertimbun, kerugiannya besar itu bisa mencapai milyaran rupiah kalau diakumulasi nilai panen,” kata Sudharmanto saat ditemui Tribun Jateng, Jumat (21/3/2025).
Sudharmanto menambahkan, sawah-sawah tersebut harus dipulihkan agar bisa kembali digunakan untuk pertanian.
Oleh sebab itu, Ia berharap pemerintah segera mengambil tindakan untuk membantu memulihkan sawah petani di desanya.
“Kondisi saat ini dengan dampak yang begitu besar dan timbunan tanah yang begitu tebal, butuh uluran tangan dari pemerintah untuk mengembalikan fungsi tanah tersebut menjadi sawah kembali,” ujarnya.
Warga Menganggur karena Sawah Tak Bisa Ditanami
Sudharmanto menyebut saat ini petani kebingungan karena tak bisa menanami sawahnya.
“Saat ini tidak bisa menanam untuk musim tanam kali ini sampai sawahnya dipulihkan,” kata Sudharmanto.
Ia juga khawatir warga kehilangan sumber penghasilan lantaran mayoritas warganya menggantungkan hidup dari hasil pertanian.
“Pengangguran karena rata-rata masyarakat Dusun Mintreng 90 persen adalah bertani dan menjadi mata pencaharian utama warga kami,” imbuhnya.
Sudharmanto mengatakan warga saat ini hanya bisa pasrah sembari mengadu kepada pemerintah desa agar segera mendapat perhatian.
“Belum ada upaya dari warga, hanya menanyakan ke Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemdes, mengadukan nasib sawah mereka,” tutur Sudharmanto.
“Dari Pemdes sendiri akan berkoordinasi dengan pihak terkait, karena sawahnya tidak akan bisa pulih dengan baik ketika tidak ada campur tangan langsung dari pemerintah pusat daerah dan provinsi,” pungkasnya.
Berharap Pemerintah Segera Turun Tangan
Sementara itu, Hamidun, Kepala Dusun Mintreng, merasa prihatin atas bencana yang berkali-kali menimpa warganya.
Pihaknya kini tengah melakukan melakukan upaya-upaya untuk menangani masalah warga yang terdampak banjir, termasuk sawah yang tertimbun pasir dan lumpur.
“Atas bencana banjir ini kami dari pemerintah esa tentu sangat prihatin. Dari Pemdes Baturagung akan berkoordinasi dengan dinas terkait, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas Pertanian ataupun dinas-dinas lainnya,” kata Hamidun kepada Tribun Jateng.
“Semoga dinas terkait terketuk pintu hatinya untuk memulihkan perekonomian di Dusun Mintreng, Baturagung,” imbuhnya.
Hamidun menyadari mayoritas perekonomian warganya bergantung pada pertanian.
Bahkan warga semakin semangat bertani setelah Presiden Prabowo Subianto mencanangkan program ketahanan pangan.
Oleh sebab itu, Hamidun ingin keluhan warga Dusun Mintreng bisa didengar hingga pemerintah pusat.
“Perekonomian di Dusun Mintreng mayoritas atau hampir 90 persen dari pertanian. Bahkan warga kami antusias di bidang pertanian sebagai salah satu penyangga ketahanan pangan yang dicanangkan Pak Prabowo Subianto, semoga sampai ke pusat untuk mengatasi bencana ini,” harap Hamidun.
Pada saat lelang sawah desa, warga juga berbondong-bondong datang untuk menyewa sawah.
Namun ironis, kini sawah mereka terancam tak bisa ditanami karena tertimbun material banjir.
“Antusias untuk bertani sangat tinggi, terbukti dari lelang ‘bondo deso’ kemarin dua minggu yang lalu (sebelum banjir),” kata Hamidun.
Menurut hitungan Hamidun, setiap satu hektare sawah yang tertimbun pasir dan lumpur mengalami kerugian sekitar Rp 50 juta.
Artinya, jika ada kisaran 25 hektare yang tertimbun, kerugian total ditaksir mencapai Rp 1,25 miliar.
“Untuk yang terdampak menjadi seperti padang pasir itu sekitar 25 hektare, untuk kerugiannya satu hektare itu paling tidak Rp 50 juta, dikalikan Rp 50 juta kali 25 hektare,” kata Hamidun.
“Belum lagi yang terkena bekas banjir berupa lumpur sampai ke lutut, itu juga tidak bisa ditanami untuk musim tanam berikutnya,” imbuhnya.
Hamidun juga sepakat agar sawah petani segera dipulihkan agar perekonomian warga segera bangkit.
“Itu harus dipulihkan, menunggu musim kemarau untuk dikeruk menggunakan alat berat,” pungkas Hamidun.
(*)