Di Bali, petak umpet dikenal dengan sebutan mecalingan dan memiliki kekhasan tersendiri. Permainan ini sering dimainkan oleh anak-anak saat bulan purnama.
Sebelum bermain, biasanya dilakukan persembahyangan kecil atau mengucapkan mantra tertentu sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur. Aturan mainnya pun disesuaikan dengan nilai-nilai budaya Bali yang kental dengan unsur spiritual.
Sementara di Sumatera, permainan ini lebih dikenal dengan sebutan sembunyi-sembunyian dengan aturan hitungan tersendiri. Berbeda dengan daerah lain yang menggunakan hitungan biasa, anak-anak Sumatera kerap menggunakan hitungan dalam bahasa daerah atau dengan ritme tertentu.
Pada komunitas Melayu, permainan ini menjadi lebih istimewa dengan memasukkan unsur pantun dalam proses bermain. Pemain yang bertugas mencari biasanya harus melantunkan pantun terlebih dahulu sebelum mulai berhitung.
Meski aturannya berbeda, inti permainan tetap sama yaitu satu pemain mencari yang lain yang bersembunyi. Petak umpet tidak hanya menjadi permainan anak-anak di pedesaan, tetapi juga di perkotaan sebelum era gawai mendominasi.
Di tengah gempuran permainan digital, petak umpet masih sesekali dimainkan dalam acara tradisional atau kegiatan outdoor anak-anak. Permainan sederhana ini telah melewati zaman, menyebar dari peradaban kuno hingga menjadi bagian dari kearifan lokal Indonesia.
Penulis: Ade Yofi Faidzun
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4301903/original/039828500_1674616997-Screenshot_20230125_100533_TikTok.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)