Usai pembacaan mantra, dadung dan hama dari tanaman diarak menuju Bukit Situ Hyang, Kuningan. Dalam arak-arakan ini, gamelan pelog atau salendro juga terus dimainkan.
Sesampainya di tempat tujuan, hama akan ditarikan bersama ronggeng dan dibuang di kawasan perbukitan tersebut. Namun sebelum mulai ditarikan oleh sesepuh dan perangkat desa lainnya, dadung akan dibacakan kidung rajah pamunah dan dilanjutkan dengan pembacaan tulak Allah.
Selanjutnya, dadung ditarik oleh kepala desa disertai para aparat desa dan ronggeng dalam iringan lagu renggong buyut. Setelahnya, dadung disimpan kembali dan acara dilanjutkan dengan tayuban.
Para penari dalam tradisi ini merupakan para penggembala dan masyarakat setempat. Konon, mereka akan menari hingga pukul 04.00 waktu setempat.
Hingga kini, pesta dadung masih menjadi salah satu tradisi masyarakat Kuningan yang terus dilestarikan. Tahun ini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menetapkan pesta dadung sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).
Penulis: Resla
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4011016/original/009787700_1651216515-pexels-porapak-apichodilok-370473.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)