Perusahaan: Visa

  • Bendera Palestina Berkibar saat Wisuda Universitas Harvard, Begini Aksi Lulusan Harvard Saat Wisuda – Halaman all

    Bendera Palestina Berkibar saat Wisuda Universitas Harvard, Begini Aksi Lulusan Harvard Saat Wisuda – Halaman all

    Bendera Palestina Berkibar saat Wisuda Universitas Harvard, Begini Aksi Lulusan Harvard Saat Wisuda

    TRIBUNNEWS.COM-  Bendera Palestina dikibarkan oleh para wisudawan selama upacara wisuda di Universitas Harvard. 

    Mereka tidak tinggal diam menanggapi kondisi ketidakadilan di dunia yang sedang tidak baik-baik saja.

    Perayaan wisuda pun diwarnai dengan aksi bela Palestina. Banyak wisudawan yang memakai Keffieh Palestina, syal persegi yang menjadi simbol penting dalam budaya Palestina. 

    Hal ini terjadi setelah universitas tertua di Amerika itu menjadi yang pertama menolak usulan kebijakan dari Pemerintahan Donald Trump.

    Donald Trump menindak keras terhadap kegiatan solidaritas Palestina di antara staf dan mahasiswa. 

    Hal ini berisiko terhadap pendanaan federal universitas senilai $2 miliar.

    Sebuah video yang beredar daring menunjukkan para mahasiswa Harvard merayakan kelulusan mereka dengan bersorak untuk mendukug Palestina.

    Mereka mengibarkan bendera Palestina saat pidato yang tampaknya pro-Palestina disampaikan. 

    Pada tanggal 31 Maret, pemerintahan Trump mengatakan sedang meninjau sekitar $9 miliar dalam bentuk hibah dan kontrak dengan Universitas Harvard untuk memastikan universitas tersebut tunduk mematuhi peraturan federal, termasuk tanggung jawab hak-hak sipilnya. 

     

     

     

    Harvard Melawan Donald Trump

    Universitas Harvard Membalas ketika Donald Trump Menargetkan Universitas Terkait Aksi Pro-Palestina

    Universitan Harvard, salah satu universitas elit di AS telah memberi tahu pemerintahan Donald Trump bahwa mereka tidak akan tunduk pada tekanan politik, meskipun pendanaan federalnya terancam.

    Bentrokan tersebut meletus setelah pihak administrasi menuntut perubahan besar-besaran pada kebijakan internal Harvard—mulai dari peraturan seputar protes kampus pro-Palestina hingga program keberagaman dan inklusi—atau menghadapi risiko kehilangan pendanaan.

    “Tidak ada pemerintah – terlepas dari partai mana yang berkuasa – yang boleh mendikte apa yang dapat diajarkan oleh universitas swasta, siapa yang dapat mereka terima dan pekerjakan, dan bidang studi dan penyelidikan apa yang dapat mereka tekuni,” kata Presiden Alan Garber dalam sebuah pesan kepada para mahasiswa dan staf.

    Pengacara universitas tersebut kembali menegaskan dalam surat resminya kepada Washington, menuduh pemerintah federal menginjak-injak kebebasan akademis yang telah lama berlaku dan berupaya mengabaikan perlindungan yang tercantum dalam Amandemen Pertama.

    Langkah ini dilakukan beberapa hari setelah Universitas Columbia, yang berada di bawah tekanan serupa, setuju untuk melakukan perubahan yang diminta oleh pemerintahan Trump dalam upaya untuk memulihkan dana yang dibekukan sebesar $400 juta.  Perjudian itu menjadi bumerang. Bukan hanya uang yang ditahan, tetapi pemerintahan tersebut juga memangkas lebih banyak dana.

    Universitas Harvard, seperti beberapa lembaga pendidikan lainnya di AS, telah menjadi lokasi utama bagi pengunjuk rasa pro-Palestina sejak perang Israel di Gaza dimulai pada Oktober 2023.

     

    Barack Obama Dukung Harvard karena Berani Melawan Donald Trump

    Barack Obama telah menyatakan dukungannya terhadap Harvard setelah pemerintahan Donald Trump memutuskan untuk memangkas $2 miliar dana hibah federal setelah sekolah Ivy League di Massachusetts itu menolak apa yang disebutnya sebagai upaya “regulasi pemerintah” terhadap universitas tersebut.

    Harvard menghadapi pembekuan dana karena fakultas Yale meminta pimpinan ‘untuk menolak dan menantang secara hukum setiap tuntutan yang melanggar hukum’.

    Sementara itu, staf pengajar di Universitas Yale – institusi Ivy League terkemuka lainnya – telah meminta pimpinannya “untuk menolak dan menantang secara hukum setiap tuntutan yang melanggar hukum yang mengancam kebebasan akademik dan … pemerintahan sendiri”.

    Pernyataan dari Obama , presiden AS dari tahun 2009 hingga 2017, berbunyi: 

    “Harvard telah memberikan contoh bagi lembaga pendidikan tinggi lainnya – dengan menolak upaya yang tidak sah dan tidak adil untuk mengekang kebebasan akademis, sembari mengambil langkah konkret untuk memastikan semua mahasiswa di Harvard dapat memperoleh manfaat dari lingkungan yang penuh dengan penyelidikan intelektual, perdebatan yang ketat, dan rasa saling menghormati.

    “Mari berharap lembaga lain mengikuti langkah ini.”

    Kebuntuan antara beberapa universitas paling bergengsi di AS dan pemerintah federal semakin dalam pada hari Senin setelah Harvard menolak tuntutan tinggi dari pemerintahan Donald Trump , yang oleh presiden disebut sebagai upaya untuk mengekang antisemitisme di kampus. 

    Namun, banyak pendidik melihat tuntutan tersebut sebagai upaya terselubung untuk mengekang kebebasan akademis secara lebih luas.

    “Tidak ada pemerintah – terlepas dari partai mana yang berkuasa – yang boleh mendikte apa yang dapat diajarkan oleh universitas swasta, siapa yang dapat mereka terima dan pekerjakan, dan bidang studi dan penyelidikan apa yang dapat mereka tekuni,” kata presiden Harvard, Alan Garber.

    Mahasiswa berjalan menaiki tangga perpustakaan

    Pejabat Trump memangkas miliaran dana Harvard setelah universitas menentang tuntutan

    Pemerintahan Trump , melalui gugus tugas gabungan multi-lembaga federal untuk memerangi anti-semitisme, menanggapi dengan membekukan hibah multi-tahun senilai $2,2 miliar dan nilai kontrak multi-tahun senilai $60 juta untuk Harvard.

    Pada hari Selasa, Trump sendiri menerbitkan sebuah postingan di platform Truth Social miliknya yang mengatakan “mungkin Harvard harus kehilangan Status Bebas Pajaknya dan Dikenakan Pajak sebagai Entitas Politik”.

    Intervensi oleh Obama terjadi setelah 876 anggota fakultas di Yale menerbitkan surat kepada pimpinan mereka yang menyatakan dukungan untuk menentang pemerintahan Trump.

    “Kita berdiri bersama di persimpangan jalan,” demikian bunyi surat itu . 

    “Universitas-universitas Amerika menghadapi serangan-serangan luar biasa yang mengancam prinsip-prinsip dasar masyarakat demokratis, termasuk hak-hak kebebasan berekspresi, berasosiasi, dan kebebasan akademis. Kami menulis sebagai satu fakultas, untuk meminta Anda untuk berdiri bersama kami sekarang.”

    Meskipun surat itu tidak menyebutkan Harvard secara spesifik, surat itu juga meminta pimpinan Yale untuk “bekerja dengan penuh tujuan dan proaktif dengan perguruan tinggi dan universitas lain dalam pertahanan kolektif”.

    Universitas Columbia di New York, lokasi protes pro-Palestina pada tahun 2024, telah setuju untuk mematuhi sebagian serangkaian tuntutan dari pemerintahan Trump tentang bagaimana ia akan menangani demonstrasi, departemen akademik, dan antisemitisme tersebut setelah menerima peringatan bahwa ia akan kehilangan dana federal, tetapi juga membela kebebasan akademik.

    Princeton di New Jersey mengatakan belum menerima daftar tuntutan khusus dari pemerintah. Presiden universitas, Christopher Eisgruber, mengatakan dalam email kepada masyarakat pada awal April bahwa meskipun alasan di balik ancaman pemerintah untuk menahan dana belum jelas, universitas “akan mematuhi hukum”.

    “Kami berkomitmen untuk memerangi antisemitisme dan segala bentuk diskriminasi, dan kami akan bekerja sama dengan pemerintah dalam memerangi antisemitisme,” imbuh Eisgruber. “Princeton juga akan dengan gigih membela kebebasan akademis dan hak proses hukum universitas ini.”

    “Pemerintahan Trump menggunakan ancaman pemotongan dana sebagai taktik untuk memaksa universitas tunduk pada kendali pemerintah atas penelitian, pengajaran, dan pidato di kampus swasta. Hal itu jelas melanggar hukum,” kata pernyataan dari Rachel Goodman, penasihat hukum Protect Democracy yang mewakili American Association of University Professors dalam tantangannya terhadap penghentian pendanaan federal di Columbia.

    Universitas Columbia menyetujui pelarangan penggunaan masker untuk tujuan menyembunyikan identitas seseorang, melarang protes di dalam gedung akademik, dan meninjau ulang bagaimana program studi Timur Tengah dikelola. Universitas ini juga menyetujui perluasan “keragaman intelektual”, termasuk dengan mengangkat anggota fakultas baru ke departemen Institut Israel dan Studi Yahudi.

    Sasaran yang dinyatakan dari gugus tugas antisemitisme pemerintahan Trump adalah untuk “membasmi pelecehan antisemit di sekolah dan kampus”. 

    Namun banyak yang percaya bahwa itu adalah kedok untuk berbagai sasaran konservatif, termasuk menghilangkan kuota ras dalam penerimaan mahasiswa – dan mengatur ulang apa yang dilihat pemerintahan sebagai bias paling kiri dalam dunia akademis.

    “Kami akan menghentikan dana untuk sekolah-sekolah yang membantu serangan Marxis terhadap warisan Amerika dan peradaban Barat itu sendiri,” kata Trump pada tahun 2023. “Hari-hari mensubsidi indoktrinasi komunis di perguruan tinggi kita akan segera berakhir.”

    Pada hari Selasa, sekretaris pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengatakan Trump “ingin melihat Harvard meminta maaf” atas apa yang disebutnya “antisemitisme mengerikan yang terjadi di kampus mereka”.

    “Mengenai Harvard … presiden sudah cukup jelas: mereka harus mematuhi hukum federal,” kata Leavitt.

    Pada bulan Maret, pemimpin gugus tugas, Leo Terrell, mantan komentator Fox News, mengatakan: “Kami akan membuat universitas-universitas ini bangkrut” jika mereka tidak “bermain sesuai aturan”.

    Pemerintah, secara keseluruhan, telah membekukan atau membatalkan lebih dari $11 miliar dana dari sedikitnya tujuh universitas sebagai bagian dari upayanya untuk mengakhiri apa yang disebutnya “pengambilalihan ideologis”. Sedikitnya 300 mahasiswa, lulusan baru, dan mahasiswa pascadoktoral telah dicabut visa dan status imigrasi resminya sebagai bagian dari tindakan keras tersebut.

    Presiden Massachusetts Institute of Technology , Sally Kornbluth, mengatakan pada hari Senin bahwa sembilan mahasiswa MIT telah kehilangan visa mereka selama seminggu terakhir – pencabutan yang menurutnya akan berdampak buruk pada “bakat terbaik” di seluruh dunia dan akan “merusak daya saing Amerika dan kepemimpinan ilmiah selama bertahun-tahun mendatang”.

    Namun, menteri pendidikan Trump , Linda McMahon, mengatakan kepada Wall Street Journal bahwa pemerintah federal berwenang meminta universitas membuat perubahan pada kebijakan kampus.

    “Jika Anda menerima dana federal, maka kami ingin memastikan bahwa Anda mematuhi hukum federal,” kata McMahon, meskipun ia menolak bahwa pemerintah berupaya untuk mengekang kebebasan akademis dan hak untuk melakukan protes atau ketidaksetujuan secara damai.

    Juru bicara Gedung Putih, Kush Desai, mengatakan kepada media tersebut bahwa gugus tugas tersebut “dimotivasi oleh satu hal dan hanya satu hal: mengatasi antisemitisme”.

    Desai berkata: “Para pengunjuk rasa antisemit yang melakukan kekerasan dan mengambil alih seluruh gedung kampus bukan hanya merupakan bentuk kefanatikan yang kasar terhadap orang Amerika keturunan Yahudi, tetapi juga sepenuhnya mengganggu penyelidikan dan penelitian intelektual yang seharusnya didukung oleh pendanaan federal untuk perguruan tinggi.”

     

    SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR, MIDDLE EAST EYE, THE GUARDIAN

  • Harvard Tolak Tunduk Intervensi Trump, Dana Hibah Dibekukan – Halaman all

    Harvard Tolak Tunduk Intervensi Trump, Dana Hibah Dibekukan – Halaman all

    Pemerintah Amerika Serikat pada hari Senin (14/04) mengumumkan akan membekukan lebih dari $2,2 miliar dalam bentuk hibah dan $60 juta dalam bentuk kontrak dengan Harvard, setelah universitas tersebut menyatakan mereka tidak akan membatasi aktivisme di kampus, sebuah tuntutan utama dari pemerintahan AS di bawah Donald Trump.

    Pada hari Senin (14/04), Harvard menolaki berbagai tuntutan dari pemerintahan Trump dengan tegas, sebagai konsekuensinya pemerintahan Trump kemudian memutuskan untuk membekukan pendanaan tersebut.

    Bagaimana Harvard merespons tuntutan dari pemerintahan Trump?

    Tindakan tersebut diambil beberapa jam setelah Presiden Universitas Harvard, Alan Garber, dalam sebuah surat kepada komunitas Harvard menyatakan; “Universitas tidak akan menyerahkan kemerdekaannya atau melepaskan hak-hak konstitusionalnya.”

    “Tak ada pemerintah—terlepas dari partai mana yang berkuasa—yang dapat mendikte universitas swasta, terkait apa yang bisa diajarkan, siapa yang bisa diterima dan dipekerjakan, serta bidang studi dan penyelidikan apa yang bisa mereka jalankan.”

    Dalam sebuah surat yang dirilis pada hari Jumat (11/04), Kementerian Pendidikan AS menyebutkan, Harvard “gagal memenuhi syarat intelektual dan hak-hak sipil yang mendasari investasi federal.”

    Departemen tersebut menyerukan agar Harvard mengurangi pengaruh fakultas, staf, dan mahasiswa yang “lebih berkomitmen pada aktivisme daripada kajian ilmiah.”

    Protes alumni Harvard terhadap ancaman Trump

    Tekanan dari pemerintahan Trump mendorong sekelompok alumni untuk menulis surat kepada para pemimpin universitas, mendesak mereka untuk “secara hukum menentang dan menolak untuk mematuhi tuntutan yang tidak sah, yang mengancam kebebasan akademik dan kemandirian mengelola universitas.”

    “Harvard hari ini berdiri untuk integritas, nilai, dan kebebasan yang menjadi dasar pendidikan tinggi,” ujar Anurima Bhargava, salah satu alumni yang mendukung surat tersebut. “Harvard mengingatkan dunia bahwa pembelajaran, inovasi, dan pertumbuhan transformatif tidak akan tunduk pada kekerasan dan keinginan otoriter.”

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Tindakan ini juga memicu protes di akhir pekan dari anggota komunitas Harvard dan Cambridge, serta gugatan dari Asosiasi Profesor Universitas Amerika pada hari Jumat (11/04).

    Dalam gugatan mereka, para penggugat berpendapat, pemerintahan Trump bertindak terburu-buru, gagal mengikuti prosedur yang dibutuhkan berdasarkan Title VI sebelum mulai memangkas hibah, dan memberikan pemberitahuan pengurangan tersebut kepada universitas serta Kongres AS.

    “Tuntutan-tuntutan yang luas namun tidak terukur ini bukanlah solusi yang menargetkan penyebab ketidakpatuhan terhadap hukum federal,” tulis para penggugat.

    “Sebaliknya, mereka secara terang-terangan berusaha untuk memaksakan pandangan politik dan preferensi kebijakan yang diajukan oleh pemerintahan Trump, dan menyeret universitas untuk menghukum pidato yang tidak disukai,” lanjut tulisan tersebut.

    Gedung Putih Trump menargetkan universitas-universitas

    Beberapa mahasiswa dan anggota fakultas di universitas-universitas di seluruh Amerika Serikat telah menjadi sasaran dan ditahan oleh agen federal dalam beberapa pekan terakhir, di tengah penindakan pemerintahan Trump terhadap aktivisme di kampus-kampus yang menargetkan aktivis mahasiswa pro-Palestina dan pengkritik rezim Israel.

    Pemerintahan Trump menyatakan, aktivisme Mahmoud Khalil, seorang mahasiswa Palestina di Universitas Columbia, dapat merusak kebijakan luar negeri AS meskipun itu “sah.”

    Seorang hakim imigrasi AS memutuskan pada hari Jumat (11/04) bahwa Khalil dapat dideportasi karena keyakinannya dianggap mengancam keamanan nasional.

    Khalil, seorang penduduk tetap AS dan aktivis pro-Palestina yang vokal, ditangkap pada 8 Maret, menjadi mahasiswa pertama yang ditahan di bawah penindakan Trump terhadap pengunjuk rasa perang Gaza.

    “Tindakan pemerintahan Trump terhadap universitas-universitas, peneliti-penelitinya, dan mahasiswanya tidak memiliki preseden yang jelas dalam sejarah AS,” tandas David Pozen, seorang profesor hukum di Universitas Columbia.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan, pemerintahan Trump telah mencabut visa “mungkin lebih dari 300” orang yang diduga terlibat dalam protes universitas pro-Palestina.

    Artikel ini pertama kali dirilis dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh : Ayu Purwaningsih

    Editor : Agus Setiawan

  • Anggota DPR minta pemerintah lindungi mahasiswa RI ditahan di AS

    Anggota DPR minta pemerintah lindungi mahasiswa RI ditahan di AS

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi I DPR Junico Siahaan meminta Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan seluruh jajaran perwakilan diplomatik Indonesia di Amerika Serikat untuk secara aktif memberikan perlindungan dan memastikan terpenuhinya hak-hak warga negara Indonesia (WNI) dalam menjalani proses peradilan di negara asing.

    “Kami mendesak Kemlu dan KJRI Chicago untuk terus memberikan pendampingan maksimal terhadap WNI kita yang ditangkap di Amerika Serikat. Ini bukan hanya soal kasus hukum perorangan, tetapi menyangkut muruah negara dalam melindungi warganya di luar negeri,” kata Junico dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, saat menanggapi soal penahanan seorang mahasiswa berkewarganegaraan Indonesia di Amerika Serikat (AS).

    .Seperti diketahui, seorang mahasiswa Indonesia bernama Aditya Harsono Wicaksono yang tinggal di Marshall, Minnesota, ditangkap oleh agen Badan Imigrasi dan Bea Cukai AS atau Immigration and Customs Enforcement (ICE) di tempat kerjanya pada 27 Maret lalu.

    Penahanan Aditya dilakukan beberapa hari setelah visa mahasiswanya dicabut secara tiba-tiba. Pria berusia 33 tahun itu diduga ditangkap karena mengikuti aksi protes terkait kematian George Floyd yang memicu gerakan Black Lives Matter pada tahun 2021.

    Aditya saat ini masih ditahan di Kandiyohi County Jail, Marshall, Minnesota. Pihak Kemlu dan Kementerian Hukum disebut telah melakukan pendampingan untuk Aditya.

    Nico Siahaan, sapaan akrab Junico Siahaan, menegaskan Aditya harus mendapat perlindungan maksimal berdasarkan prinsip keadilan universal dan asas non-diskriminasi.

    “Indonesia harus menunjukkan bahwa kita serius dalam memperjuangkan hak-hak hukum setiap warga negara, apalagi ketika menghadapi sistem hukum asing yang memiliki dinamika dan tantangan tersendiri. Pendampingan hukum harus dilakukan secara intens dan profesional,” ujar Nico.

    Aditya juga pernah tercatat mendapat gugatan hukum karena melakukan tindak perusakan properti yang masuk dalam fourth degree offense saat melakukan aksi protes. Dia ditangkap dalam demonstrasi setelah diberlakukan jam malam di Minnesota. Aditya juga telah menjalani persidangan dan diputuskan bebas dengan jaminan.

    Aditya diketahui memegang visa pelajar F-1 dan telah menyelesaikan gelar master di Southwest Minnesota State University pada 2023. Saat visanya dicabut, Aditya sebenarnya tengah menanti proses permanen tinggal di AS melalui pengajuan kartu hijau (green card) usai menikah dengan warga setempat.

    Nico pun menilai, kasus ini merupakan pengingat bahwa dinamika sosial-politik di negara seperti AS sangat kompleks. Untuk itu ia mengimbau WNI yang bermigran untuk cermat melihat situasi di negeri orang.

    “Kami mengimbau WNI, khususnya pelajar dan diaspora di AS, untuk lebih berhati-hati dalam bersikap dan menyuarakan opini. Ini bukan soal membatasi kebebasan berekspresi, tetapi lebih kepada memahami konteks politik dan hukum yang berlaku di negara tempat tinggal masing-masing,” ungkap Nico.

    Menurut Nico, kebebasan berekspresi itu merupakan hak setiap orang, apalagi dalam menyangkut hal-hal kemanusiaan.

    “Saya hanya mengimbau untuk lebih berhati-hati. Bukan kita mengesampingkan sisi kemanusiaan dan juga solidaritas, tapi ketika kita menyampaikan isu hari ini di Amerika, saya harap bisa berpikirlah seribu kali untuk itu, apalagi dengan posisi sebagai pendatang,” sebutnya.

    Lebih lanjut, Nico kembali meminta pemerintah untuk hadir dan aktif melindungi warganya yang berada di luar negeri. Ia mendorong adanya bantuan hukum terbaik dari pemerintah bagi Aditya.

    “Negara harus hadir untuk memberikan perlindungan hukum dan bantuan diplomatik sebesar-besarnya. Itu adalah mandat konstitusi yang tidak boleh diabaikan,” tegas Nico.

    Secara khusus, anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan luar negeri itu menyoroti tantangan yang dihadapi WNI di negara seperti AS yang sistem hukumnya sering kali kompleks dan tidak selalu mudah dipahami.

    Menurut Nico, ketika seseorang sudah ditetapkan sebagai pelanggar oleh otoritas di sana, maka proses hukum bisa menjadi sangat sulit apalagi bagi warga negara asing.

    “Maka kehadiran negara sangat diperlukan. Kita tahu Amerika Serikat ini negara yang unik. Kalau mau dibilang aneh juga bisa. Terutama dengan pemimpinnya yang sekarang, peraturannya sering berubah-ubah,” ucap Legislator dari Dapil Jawa Barat I tersebut.

    Untuk itu, Nico mengingatkan betapa pentingnya agar Indonesia segara mengisi posisi Duta Besar RI untuk Amerika Serikat yang sudah kosong selama 2 tahun. Ia mengatakan kehadiran Dubes RI untuk AS sangat diperlukan, utamanya untuk menangani berbagai kasus terkait WNI yang berada di negeri Paman Sam itu.

    “Tanpa kehadiran duta besar, respons terhadap kasus-kasus seperti ini bisa menjadi lebih lambat dan tidak maksimal. Kita butuh wakil yang mampu membuka dialog langsung dengan pemerintah AS demi melindungi kepentingan warga kita,” ujar Nico.

    Ditambahkannya, kehadiran Duta Besar tak hanya berfungsi sebagai perwakilan Indonesia di negara lain tapi juga untuk penguatan diplomasi perlindungan WNI. Khususnya dalam konteks kasus-kasus hukum yang bersinggungan dengan isu politik, sosial, atau HAM di negara tempat WNI berada.

    Nico mengatakan ini harus menjadi momentum refleksi. Perwakilan Indonesia di luar negeri bukan hanya menjadi penjaga hubungan bilateral, tetapi juga garda depan perlindungan warga negara.

    “Seperti yang disampaikan Ketua DPR, Ibu Puan Maharani, kami berharap Pemerintah segera mengirimkan nama calon Dubes RI untuk AS untuk dipertimbangkan oleh DPR. Dengan begitu, posisi Dubes kita di AS yang kini kosong bisa segera terisi dan memaksimalkan fungsi diplomasi,” tutur Nico.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

  • INFO Angsuran Pinjaman BRI NON KUR dan KUR BRI 15 April 2025

    INFO Angsuran Pinjaman BRI NON KUR dan KUR BRI 15 April 2025

    TRIBUNJATENG.COM – Tahun 2025 bunga KUR BRI sebesar 6 persen per tahun, atau 0,5 persen per bulan. Sementara bunga pinjaman Non KUR BRI adalah 1 persen per bulan.

    Berikut tabel angsuran BRI NON KUR 2025 :

    1. tabel angsuran BRI Non KUR 2025 1-50 Juta

    tabel angsuran BRI Non KUR 2025 1-50 Juta

     

    2. tabel angsuran BRI Non KUR 50-500 Juta

     

    2. tabel angsuran BRI Non KUR 50-500 Juta

    Syarat pinjaman NON KUR BRI:

    -Warga Negara Indonesia (WNI) dengan usia minimal 21 tahun atau sudah menikah.

    -Memiliki usaha yang telah berjalan minimal 6 bulan (untuk pelaku usaha).

    -Tidak memiliki riwayat kredit macet di bank mana pun.

    – Dokumen yang Diperlukan

    *KTP (Kartu Tanda Penduduk) pemohon dan pasangan (jika sudah menikah).

    *Kartu Keluarga (KK).

    *Surat Keterangan Usaha (SKU) atau dokumen sejenis yang membuktikan keberadaan usaha (untuk pinjaman usaha).

    *NPWP (untuk pinjaman tertentu sesuai nominal).

    *Rekening tabungan BRI aktif untuk pencairan dana.

    -Agunan/Jaminan seperti BPKB kendaraan, sertifikat tanah, atau barang berharga lainnya.

    Berikut tabel cicilan KUR BRI:

    1. tabel pinjaman KUR BRI 2025 Rp 1 Juta – Rp 50 Juta

    tabel pinjaman KUR BRI 2025 Rp 1 Juta – Rp 50 Juta (Tribun Jateng)

       .

    2. tabel pinjaman KUR BRI 2025 Rp 50 Juta – Rp 150 Juta

    tabel pinjaman KUR BRI 2025 Rp 50 Juta – Rp 150 Juta (Tribun Jateng)

       .

    3. tabel pinjaman KUR BRI 2025 Rp 175 Juta – Rp 500 Juta

    tabel pinjaman KUR BRI 2025 Rp 175 Juta – Rp 500 Juta (Tribun Jateng)

     

    Syarat KUR BRI 2025

    -Warga Negara Indonesia (WNI), usia minimal 21 tahun atau sudah menikah.

    -Memiliki usaha yang telah berjalan minimal 6 bulan.

    -Tidak sedang menerima kredit dari perbankan lain, kecuali kredit konsumtif seperti KPR, KKB, atau kartu kredit.

    – Dokumen yang Diperlukan

    *KTP pemohon dan pasangan (jika sudah menikah).

    *Kartu Keluarga (KK).

    *Surat Keterangan Usaha (SKU) atau dokumen resmi lain seperti NIB (Nomor Induk Berusaha).

    *NPWP (untuk pengajuan lebih dari Rp 50 juta).

    *Paspor dan visa kerja (khusus KUR TKI).

     

    4. Proses Pengajuan

    1. Kunjungi kantor BRI terdekat atau ajukan melalui aplikasi BRI online.

    2. Isi formulir pengajuan dan serahkan dokumen pendukung.

    3. Petugas BRI akan melakukan survei ke tempat usaha.

    4. Setelah disetujui, dana akan dicairkan ke rekening BRI Anda.

     

    5. Keunggulan KUR BRI

    Suku bunga rendah (saat ini sekitar 6 persen efektif per tahun).

    Tidak ada biaya administrasi atau provisi.

    Tenor pinjaman fleksibel hingga 5 tahun (tergantung jenis KUR).

    (*)

  • Harvard Tolak Tunduk Intervensi Trump, Dana Hibah Dibekukan

    Harvard Tolak Tunduk Intervensi Trump, Dana Hibah Dibekukan

    Jakarta

    Pemerintah Amerika Serikat pada hari Senin (14/04) mengumumkan akan membekukan lebih dari $2,2 miliar dalam bentuk hibah dan $60 juta dalam bentuk kontrak dengan Harvard, setelah universitas tersebut menyatakan mereka tidak akan membatasi aktivisme di kampus, sebuah tuntutan utama dari pemerintahan AS di bawah Donald Trump.

    Pada hari Senin (14/04), Harvard menolak berbagai tuntutan dari pemerintahan Trump dengan tegas, sebagai konsekuensinya pemerintahan Trump kemudian memutuskan untuk membekukan pendanaan tersebut.

    Bagaimana Harvard merespons tuntutan dari pemerintahan Trump?

    Tindakan tersebut diambil beberapa jam setelah Presiden Universitas Harvard, Alan Garber, dalam sebuah surat kepada komunitas Harvard menyatakan; “Universitas tidak akan menyerahkan kemerdekaannya atau melepaskan hak-hak konstitusionalnya.”

    “Tak ada pemerintah—terlepas dari partai mana yang berkuasa—yang dapat mendikte universitas swasta, terkait apa yang bisa diajarkan, siapa yang bisa diterima dan dipekerjakan, serta bidang studi dan penyelidikan apa yang bisa mereka jalankan.”

    Dalam sebuah surat yang dirilis pada hari Jumat (11/04), Kementerian Pendidikan AS menyebutkan, Harvard “gagal memenuhi syarat intelektual dan hak-hak sipil yang mendasari investasi federal.”

    Departemen tersebut menyerukan agar Harvard mengurangi pengaruh fakultas, staf, dan mahasiswa yang “lebih berkomitmen pada aktivisme daripada kajian ilmiah.”

    Protes alumni Harvard terhadap ancaman Trump

    Tekanan dari pemerintahan Trump mendorong sekelompok alumni untuk menulis surat kepada para pemimpin universitas, mendesak mereka untuk “secara hukum menentang dan menolak untuk mematuhi tuntutan yang tidak sah, yang mengancam kebebasan akademik dan kemandirian mengelola universitas.”

    Tindakan ini juga memicu protes di akhir pekan dari anggota komunitas Harvard dan Cambridge, serta gugatan dari Asosiasi Profesor Universitas Amerika pada hari Jumat (11/04).

    Dalam gugatan mereka, para penggugat berpendapat, pemerintahan Trump bertindak terburu-buru, gagal mengikuti prosedur yang dibutuhkan berdasarkan Title VI sebelum mulai memangkas hibah, dan memberikan pemberitahuan pengurangan tersebut kepada universitas serta Kongres AS.

    “Tuntutan-tuntutan yang luas namun tidak terukur ini bukanlah solusi yang menargetkan penyebab ketidakpatuhan terhadap hukum federal,” tulis para penggugat.

    “Sebaliknya, mereka secara terang-terangan berusaha untuk memaksakan pandangan politik dan preferensi kebijakan yang diajukan oleh pemerintahan Trump, dan menyeret universitas untuk menghukum pidato yang tidak disukai,” lanjut tulisan tersebut.

    Gedung Putih Trump menargetkan universitas-universitas

    Beberapa mahasiswa dan anggota fakultas di universitas-universitas di seluruh Amerika Serikat telah menjadi sasaran dan ditahan oleh agen federal dalam beberapa pekan terakhir, di tengah penindakan pemerintahan Trump terhadap aktivisme di kampus-kampus yang menargetkan aktivis mahasiswa pro-Palestina dan pengkritik rezim Israel.

    Pemerintahan Trump menyatakan, aktivisme Mahmoud Khalil, seorang mahasiswa Palestina di Universitas Columbia, dapat merusak kebijakan luar negeri AS meskipun itu “sah.”

    Seorang hakim imigrasi AS memutuskan pada hari Jumat (11/04) bahwa Khalil dapat dideportasi karena keyakinannya dianggap mengancam keamanan nasional.

    Khalil, seorang penduduk tetap AS dan aktivis pro-Palestina yang vokal, ditangkap pada 8 Maret, menjadi mahasiswa pertama yang ditahan di bawah penindakan Trump terhadap pengunjuk rasa perang Gaza.

    “Tindakan pemerintahan Trump terhadap universitas-universitas, peneliti-penelitinya, dan mahasiswanya tidak memiliki preseden yang jelas dalam sejarah AS,” tandas David Pozen, seorang profesor hukum di Universitas Columbia.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan, pemerintahan Trump telah mencabut visa “mungkin lebih dari 300” orang yang diduga terlibat dalam protes universitas pro-Palestina.

    Artikel ini pertama kali dirilis dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh : Ayu Purwaningsih

    Editor : Agus Setiawan

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Arab Saudi Tutup Akses Umrah Jelang Haji! Catat Tanggal Terakhir Kamu Harus Pulang

    Arab Saudi Tutup Akses Umrah Jelang Haji! Catat Tanggal Terakhir Kamu Harus Pulang

    Jakarta: Bagi kamu yang punya rencana umrah dalam waktu dekat, wajib banget tahu informasi ini! 
     
    Pemerintah Arab Saudi resmi menutup akses masuk jemaah umrah mulai 13 April 2025. Artinya, setelah tanggal itu, tidak ada lagi jemaah umrah yang bisa masuk ke Tanah Suci.
     
    Langkah ini diambil sebagai bagian dari persiapan menyambut musim Haji 1446 Hijriah. Fokus utama pemerintah Saudi saat ini adalah memastikan kelancaran dan keamanan ibadah Haji yang melibatkan jutaan orang dari seluruh dunia.

    Jemaah umrah harus keluar paling lambat 29 April 2025
    Merangkum Antara, Selasa, 15 April 2025, buat jemaah yang sudah berada di Arab Saudi, wajib keluar paling lambat tanggal 29 April 2025. 

    Jadi kalau kamu sedang atau akan berangkat umrah sebelum 13 April, pastikan tiket pulangmu tidak lebih dari akhir April, ya!
     
    Kebijakan ini berlaku bagi seluruh pemegang visa umrah, termasuk dari Indonesia. Seluruh layanan visa umrah melalui aplikasi Nusuk juga akan ditangguhkan sementara hingga 10 Juni 2025.
     

    Makkah akan tertutup bagi non-jemaah haji
    Mulai 29 April 2025, Kota Makkah akan ditutup untuk siapa pun yang bukan pemegang visa Haji. Bahkan warga Arab Saudi sendiri tidak diperbolehkan masuk kecuali memiliki izin khusus dari otoritas.
     
    Pengecualian hanya diberikan kepada:
    – Warga yang bekerja di Makkah (dengan izin resmi),
    – Pemegang identitas penduduk Makkah,
    – Jemaah Haji resmi.
     
    Izin masuk ke wilayah Makkah selama musim Haji juga akan dikeluarkan secara elektronik, demi mencegah kepadatan dan menjaga keamanan jemaah.
    Kenapa umrah ditutup menjelang haji?
    Setiap tahunnya, Arab Saudi harus mengatur arus jutaan orang yang datang untuk Haji. Untuk itu, akses umrah memang selalu dibatasi menjelang musim Haji.
     
    Tujuannya, untuk memberikan ruang bagi jemaah Haji untuk tiba dan mempersiapkan ibadahnya, menghindari penumpukan di Makkah dan Madinah, dan menjamin keselamatan seluruh jemaah selama musim Haji berlangsung.
     

    Apa yang harus dilakukan calon jemaah?

    Cek jadwal keberangkatan dan kepulangan – Pastikan kamu sudah keluar dari Arab Saudi sebelum 29 April 2025.
    Konfirmasi ulang dengan travel agent – Jangan ragu tanya soal visa, tiket pulang, dan jadwal kepulangan.
    Ikuti perkembangan informasi resmi – Gunakan sumber resmi seperti aplikasi Nusuk, Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi, dan Kementerian Agama RI.

    Kalau kamu punya rencana umrah dalam waktu dekat, buruan berangkat sebelum 13 April dan pulang paling lambat 29 April 2025. 
     
    Setelah itu, Arab Saudi akan fokus sepenuhnya pada penyelenggaraan ibadah Haji.
     
    Dengan mengikuti aturan ini, kita bukan cuma menjaga keselamatan jemaah Haji, tapi juga membantu kelancaran seluruh proses ibadah di Tanah Suci. Jadi, yuk saling menghargai dan taati kebijakan yang sudah ditetapkan!

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Jelang Penutupan, 205.690 Jemaah Reguler Telah Lunasi Biaya Haji

    Jelang Penutupan, 205.690 Jemaah Reguler Telah Lunasi Biaya Haji

    loading…

    Jelang ditutup pada 17 April 2025, tercatat 205.690 jemaah haji yang telah melunasi BPIH reguler. Foto/SindoNews

    JAKARTA – Direktur Layanan Haji Dalam Negeri Kementerian Agama (Kemenag), Muhammad Zain mengatakan pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) Reguler akan ditutup pada 17 April 2025 mendatang. Tiga hari jelang penutupan, total ada 205.690 jemaah haji yang telah melunasi BPIH reguler.

    Diketahui Indonesia tahun ini mendapat 221.000 kuota, terdiri atas 203.320 jemaah haji reguler dan 17.680 jemaah haji khusus. Untuk kuota haji reguler, terbagi atas 190.897 jemaah haji reguler yang berhak lunas sesuai urutan porsi; 10.166 jemaah haji reguler prioritas lanjut usia; 685 pembimbing ibadah pada Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU); dan 1.572 Petugas Haji Daerah (PHD).

    “Pada penutupan sore ini, sudah 205.690 jemaah haji reguler yang melunasi biaya haji,” kata Zain di Jakarta, Senin (14/4/2025).

    Mereka yang melunasi terdiri atas 179.493 jemaah berhak lunas tahun ini, baik pada pelunasan tahap I maupun tahap II. Selain itu, ada 24.196 jemaah yang awalnya masuk dalam cadangan, 1.512 petugas haji daerah atau (PHD), dan 489 pembimbing Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU).

    Zain menjelaskan meski secara nasional jemaah reguler yang melunasi biaya haji sudah melebihi kuota, namun dari sebaran, belum semua provinsi yang sudah terpenuhi kuotanya hingga 100%. Menurutnya, masih ada tujuh provinsi yang secara kuota masih ada sisa, yaitu Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera Selatan, Gorontalo, Banten, Sumatera Utara, dan Papua.

    “Kami harap waktu pelunasan yang masih tersisa tiga hari hingga 17 April ini bisa dioptimalkan oleh jemaah untuk melunasi biaya haji regulernya sehingga seluruh kuota di masing-masing provinsi bisa segera terserap,” ucapnya.

    Selain pelunasan, Zain mengatakan Direktorat Layanan Haji Dalam Negeri juga terus mengurus kesiapan dokumen jemaah. Proses ini diperlukan sebagai bagaian dari tahapan pengurusan visa jemaah melalui e-Hajj.

    Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag telah menerbitkan Rencana Perjalanan Haji (RPH) 1446 H. Jemaah haji Indonesia dijadwalkan akan mulai masuk asrama haji pada 1 Mei 2025. Keesokan harinya pada 2 Mei 2025, jemaah haji reguler asal Indonesia secara bertahap akan mulai diberangkatkan ke Tanah Suci dari embarkasi masing-masing.

    (cip)

  • Duduk Perkara Bule AS Bikin Onar dalam Klinik di Kuta Selatan Bali, Dideportasi Malam Ini – Halaman all

    Duduk Perkara Bule AS Bikin Onar dalam Klinik di Kuta Selatan Bali, Dideportasi Malam Ini – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR –  Seorang WNA asal Amerika Serikat berinisial MM (27) dilaporkan mengamuk dan melakukan tindakan perusakan di Nusa Medika Klinik Pratama, Jalan Labuan Sait, Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Sabtu (12/4/2025) dini hari.

    Berdasarkan keterangan saksi, kejadian bermula saat pelaku tiba di klinik dalam keadaan tidak sadar. 

    Setelah sadar dan ditemani oleh rekannya, pelaku justru marah mengamuk dan melakukan perkelahian di ruang pemeriksaan. 

    Tindakan agresif pelaku berlanjut dengan merusak sejumlah fasilitas klinik dan membahayakan pasien lain.

    Aparat keamanan klinik yang dibantu oleh Linmas Desa Pecatu dan Kepolisian berhasil menenangkan pelaku. 

    Setelah dimintai keterangan di Polsek Kuta Selatan, pelaku mengakui kesalahannya dan menyampaikan permohonan maaf serta bersedia mengganti seluruh kerugian. 

    Permasalahan ini telah diselesaikan secara damai antara pelaku dan pihak klinik di mana MM membayar ganti rugi mencapai Rp 35 juta.

    Polresta Denpasar membenarkan, pelaku WNA Amerika Serikat yang mengamuk dan merusak fasilitas klinik di wilayah Pecatu, positif narkoba dan telah mengganti kerugian yang ditimbulkannya.

    “Terkait masalah indikasi narkoba, kami pastikan benar karena pada saat tiba di klinik dalam keadaan tidak sadar dan dari hasil interogasi awal yang bersangkutan berontak karena merasa di satu alam yang lain sehingga kaget berontak,” jelas Kasat Reskrim Polresta Denpasar, Kompol Laorens Rajamangapul Heselo mewakili Kapolresta Denpasar, Senin (14/4/2025).

    Ia menambahkan, pada saat itulah kami menyimpulkan bahwa ada indikasi pengaruh narkoba dan kami melakukan tes urin. 

    Yang bersangkutan memang positif menggunakan narkoba, dan kami sudah melakukan pendalaman di mana yang bersangkutan menggunakan narkoba jenis THC dan kokain. 

    “Tetapi saat itu hasil test kitnya tipis kemungkinan menggunakan narkoba di 5 atau 7 hari sebelum kejadian. Jadi kalau pada saat kejadian tidak menggunakan tapi mungkin 5 atau 7 hari sebelumnya. Dia dipastikan memakainya di Bali, tapi pelaku sendiri menyampaikan lupa dapat beli dari mana,” kata Kompol Laorens.

    Laorens menduga pelaku mungkin ada yang memasukkan bahan atau sesuatu ke dalam minumannya dia sehingga usai minum-minum party terus skip atau tidak sadarkan diri lalu dibawa ke klinik itu sama temannya. 

    Sampai di sana dia merasa berada di alam lain, yang mengerikan takut dan berontak jadi mengacaukan tempat itu. 

    Kompol Laorens mengatakan, karena tidak ada barang buktinya sebagai pemakai jadi kita hanya lakukan tes urin dan hasilnya positif. 

    “Dan karena tidak ada barang buktinya kita tidak bisa proses secara pidana. Dan kita tindak lanjuti prosesnya ke Imigrasi sehingga kita limpahkan ke Imigrasi, dan di proses sehingga dilakukan tindakan deportasi. Yang terbaca dalam test kit nya positif narkoba barang buktinya tidak ada setelah kita tes lalu geledah ke tempat penginapannya di Pecatu,” paparnya.

    Dideportasi 

    Terhadap MM pun akhirnya hanya mendapatkan tindakan pendeportasian, dari Imigrasi dan akan dipulangkan ke negaranya dengan penerbangan malam ini melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai.

    Pemerintah Provinsi Bali, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi Bali, dan Kepolisian Daerah Bali menunjukkan komitmen kuat dalam menegakkan pelaksanaan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 07 Tahun 2025 tentang Tatanan Baru bagi Wisatawan Asing Selama Berada di Bali. 

    Penegasan ini menyusul insiden viral yang melibatkan seorang Warga Negara Asing (WNA) di sebuah klinik di Kuta Selatan.

    Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi Bali memberikan keterangan terkait insiden yang terjadi pada Sabtu dini hari, 12 April 2025, di Nusa Medika Klinik Pratama, Jalan Labuan Sait, Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. 

    Polresta Denpasar kemudian berkoordinasi dengan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai. 

    Data keimigrasian menunjukkan bahwa pelaku masuk ke Indonesia melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai pada 2 April 2025 menggunakan Visa on Arrival dengan Izin Tinggal Kunjungan yang berlaku hingga 1 Mei 2025.

    Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal (Kakanwil Ditjen) Imigrasi Bali, Parlindungan, menyatakan bahwa tindakan WNA berinisial MM tersebut telah melanggar pasal 406 KUHP tentang tindak pidana pengrusakan dan pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

    “Berdasarkan pelanggaran tersebut, yang bersangkutan akan dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian berupa deportasi penangkalan,” tegas Parlindungan saat Konferensi Pers di Aula Kantor Imigrasi Denpasar, Senin 14 April 2025.

    MM akan dideportasi hari ini juga melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai dengan penerbangan nanti malam sekira pukul 19.30 WITA langsung ke negaranya ke Amerika Serikat.

    Lebih lanjut, pelaku juga melanggar Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 7 Tahun 2025 tentang Tatanan Baru Bagi Wisatawan Asing Selama Berada di Bali.

    Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi Bali senantiasa berkomitmen untuk mendukung pelaksanaan Surat Edaran Gubernur Bali No 07 Tahun 2025 tentang Tatanan Baru Bagi Wisatawan Asing Selama Berada di Bali, serta memastikan seluruh WNA yang berada di wilayah Bali senantiasa menaati aturan yang berlaku dan menjaga ketertiban umum.

    Wayan Koster Buka Suara

    Menanggapi insiden ini, Gubernur Bali, Wayan Koster, menyampaikan keprihatinan mendalam dan menyesalkan tindakan pelaku. 

    “Kami menyampaikan keprihatinan mendalam dan menyesalkan tindakan pelaku yang telah merusak fasilitas umum dan menciptakan rasa tidak aman di lingkungan pelayanan kesehatan. Klinik adalah ruang perlindungan, dan tindakan semacam ini tidak bisa ditoleransi,” ujar Gubernur Koster.

    Ia pun menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Bali tidak akan mentolerir WNA yang berperilaku meresahkan dan merusak ketertiban di Bali.

    “Bali adalah rumah yang terbuka bagi wisatawan mancanegara. Namun, setiap orang yang datang ke Bali wajib menghormati hukum, adat, dan budaya lokal. Tidak ada ruang bagi tindakan yang mengganggu ketertiban umum, apalagi membahayakan masyarakat,” tambahnya.

    Pemerintah Provinsi Bali mendukung penuh langkah hukum yang diambil oleh aparat keamanan dan jajaran Imigrasi, serta terus berkomitmen menjaga citra Bali sebagai destinasi pariwisata yang aman dan nyaman.

    Ia berharap langkah deportasi terhadap MM yang dilakukan ini dapat menjadi pelajaran sekaligus memberi peringatan kepada semua wisawatan asing yang berkunjung ke Bali agar patuh terhadap hukum, menghormati budaya dan kearifan lokal.

    Kita tidak ingin citra pariwisata Bali dirusak oleh perilaku-perilaku tidak sepantasnya dilakukan wisatawan dimana kalau kita ikuti di negaranya saja dia tertib kenapa saat ke Bali dia nakal.

    “Maka tidak ada ampun dan yang begini harus di tindak tegas. Tindakan ini cara kita untuk menegakkan kehormatan bangsa dan negara kita di mata dunia,” tegas Gubernur Koster.

    Selama periode Januari-Maret 2025 Kanwil Ditjen Imigrasi Bali telah mendeportasi sebanyak 128 WNA terbanyak dari Rusia 32 orang, Amerika Serikat 10 orang, Australia 6 orang, India 6 orang, Timor Leste 6 orang, Ukraina 6 orang. (Tribun Bali/Zaenal Nur Arifin)

  • Gara-gara Stempel Keimigrasian, Mahasiswa Asal Mamuju Ditangkap di Mesir
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        14 April 2025

    Gara-gara Stempel Keimigrasian, Mahasiswa Asal Mamuju Ditangkap di Mesir Regional 14 April 2025

    Gara-gara Stempel Keimigrasian, Mahasiswa Asal Mamuju Ditangkap di Mesir
    Tim Redaksi
    MAMUJU, KOMPAS.com –
    Seorang mahasiswa asal Kecamatan Tapalang, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, bernama Arjung ditahan oleh kepolisian Kairo, Mesir, setelah kedapatan membawa tiga buah
    stempel keimigrasian
    .
    Penahanan Arjung terjadi pada 12 Maret 2025. Selain itu, Alwi Dahlan, mahasiswa asal Bandung, Jawa Barat, yang merupakan rekan Arjung ditahan empat hari setelahnya.
    Ketua Keluarga Kerukunan Sulawesi (KKS) di Mesir, Muhammad Fadli Syah, menjelaskan bahwa kedua mahasiswa tersebut sedang menempuh pendidikan di
    Universitas Al-Azhar
    .
    “Jadi penangkapannya itu di waktu yang berbeda. Kalau yang pertama itu dari Mamuju Sulbar tanggal 12 Maret, kalau yang dari Bandung tanggal 16 Maret,” ungkap Fadli saat dihubungi
    Kompas.com,
    Senin (14/4/2025).  
    Fadli menjelaskan kronologi penangkapan Arjung dan Alwi bermula ketika Arjung tiba di Bandara Kairo.
    Petugas Bea Cukai menemukan paket berisi tiga buah stempel yang dibawa Arjung dari Jakarta.
    Paket tersebut dititipkan oleh Alwi, yang mengaku menerima paket itu dari rekannya berinisial DPW yang sudah berada di Kairo.
    Alwi menitipkan paket tersebut kepada Arjung sehari sebelum keberangkatannya ke Mesir, karena kuota bagasinya sudah penuh.
    “Karena Alwi, kuota bagasinya sudah penuh dan takutnya over bagasi, jadi dia pindahkan atau serahkan (paket) ke Arjung. Jadi Arjung yang berangkat ini tiba ke Kairo pukul 11 pagi waktu Kairo,” jelas Fadli.
    Setelah tiba di Bandara Kairo, petugas Bea Cukai memeriksa seluruh barang bawaan Arjung, termasuk paket yang dititipkan Alwi.
    Petugas kemudian membongkar paket tersebut dan menemukan tiga buah stempel yang mencurigakan.
    Mereka sempat menanyakan kegunaan stempel tersebut kepada Arjung, namun karena dia tidak mengetahui isi paket itu, Arjung menghubungi Alwi.
    Alwi kemudian menghubungi DPW untuk menanyakan kegunaan stempel tersebut.
    “DPW membalasnya melalui pesan suara dengan berkata kalau stempel tersebut hanya untuk digunakan keperluan kitab. Alwi teruskan pesan suara itu untuk diperdengarkan ke petugas Bea Cukai. Tapi petugas Bea Cukai langsung coba cap stempel itu, ternyata stempel itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan kitab. Stempel itu biasa digunakan untuk kepentingan imigrasi Mesir,” kata Fadli.
    Menurut Fadli, ketiga stempel yang ditemukan oleh petugas Bea Cukai dan kepolisian Mesir adalah untuk visa kedatangan serta dua stempel lain yang biasa digunakan oleh pihak imigrasi Mesir.
    Petugas merasa stempel itu akan digunakan untuk keperluan yang tidak baik, sehingga Arjung ditahan setelah empat jam pemeriksaan, meskipun dia mengelak bahwa stempel itu adalah miliknya.
    “Di sini Arjung ketika stempel itu sudah dicap, menurut ceritanya, Arjung ini ya itu langsung dipukul. Arjung sempat mendapat serangan fisik, bahkan dipaksa mengaku ini punyamu atau tidak,” ujar Fadli.
    Saat ini, KKS Sulawesi rutin menemui Arjung.
    Pihak KBRI di Mesir telah menyiapkan pengacara untuk mendampingi Arjung dan Alwi.
    Namun, Fadli menyatakan bahwa kinerja pengacara yang dikontrak KBRI masih belum memuaskan.
    Salinan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Arjung dan Alwi baru bisa didapatkan setelah tanggal 5 April 2025.
    Selain itu, selama pemeriksaan yang dilakukan setiap dua minggu, mereka tidak pernah didampingi pengacara dari KBRI.
    “Padahal petugas kejaksaan yang bertanya atau memeriksa Arjung, pasti bertanya dulu apakah ada pengacara yang disampingi. Arjung tidak tahu juga kenapa tidak didampingi,” ujar Fadli.
    Fadli berharap kasus yang menimpa Alwi dan Arjung ini dapat diselesaikan secepat mungkin agar keduanya bisa keluar dari penjara.
    KKS juga mengawal kasus ini dengan meminta bantuan dari seluruh pihak agar Arjung dan Alwi segera dibebaskan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Viral Visa Pelajar di AS Diduga Dicabut Trump, Utut Adianto: Dasarnya Apa?

    Viral Visa Pelajar di AS Diduga Dicabut Trump, Utut Adianto: Dasarnya Apa?

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto ikut angkat bicara menanggapi soal peningkatan pengawasan dan penegakan aturan terhadap visa pelajar internasional oleh otoritas imigrasi di Amerika Serikat (AS).

    Bahkan, diduga adanya pencabutan visa pelajar terhadap ratusan mahasiswa asing yang sedang bersekolah di AS. Hal ini tengah menjadi sorotan publik di media sosial karena pencabutan diduga tanpa adanya dukungan alasan yang jelas.

    Utut mengaku dirinya belum mengikuti perkembangan terkini mengenai hal tersebut. Menurutnya, tindakan itu tidaklah benar, kecuali ditujukan kepada seseorang yang memang melakukan hal yang keliru.

    “Pertama, saya belum baca berita, tapi ya kalau itu kan dasarnya apa Trump mencabut itu? Kecuali mereka melakukan tindakan yang keliru, nanti kita pertanyakan,” katanya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (14/4/2025).

    Legislator PDI Perjuangan (PDIP) ini melanjutkan, pihak yang akan bertanya soal kejelasan kebijakan ini tentunya adalah Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Sugiono atau orang Kementerian Luar Negeri lainnya.

    “Yang akan bertanya kan tentunya Menlu, atau Kemlu, atau orang yang ada Indonesian Ambassador di Washington DC. Nanti kita tanyakan,” lanjutnya.

    Lebih jauh, dia menyoroti seharusnya kebijakan itu tidak diterapkan kepada mahasiswa yang sedang belajar di AS, terkhusus mahasiswa Indonesia yang tengah menjalankan studinya di sana.

    “Ya kalau terhadap mahasiswa, orang yang belajar, ya mestinya perlakuannya nggak boleh seperti itu. Mereka kan tentu bukan berpolitik, tentu tidak juga mau mencari kerja. Mereka kan belajar menimba ilmu,” tukasnya.

    Mengutip laporan CNN International pada Senin (14/4/2025), diketahui sudah lebih dari 525 visa pelajar, dosen, dan peneliti asing yang dicabut sepanjang tahun ini. 

    Awalnya, pencabutan visa difokuskan ke mereka yang diduga mendukung organisasi teroris. Namun, kini alasannya banyak melibatkan kesalahan administratif ringan, bahkan tanpa alasan jelas sama sekali.

    Adapun, Kedutaan Besar Republik Indonesia (Kedubes RI) mengimbau pada mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat (AS) agar tetap menjaga status visa F-1 atau J-1 dengan baik.

    “Seluruh mahasiswa Indonesia pemegang visa F-1 dan/atau J-1 diimbau untuk lebih berhati-hati dan memastikan kepatuhan terhadap seluruh ketentuan imigrasi yang berlaku,” tulis @indonesiaindc sebagaimana dikutip pada Senin (14/4/2025).