Surabaya (beritajatim.com) – Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) baru saja menetapkan Bashar al-Assad sebagai “Person of the Year” 2024.
Penghargaan ini diberikan kepada individu yang dinilai paling berkontribusi dalam memperparah kejahatan dan korupsi di dunia, sehingga merusak demokrasi dan hak asasi manusia (HAM).
Proses penentuan pemenang penghargaan ini melibatkan panel ahli dari kalangan masyarakat sipil, akademisi, dan jurnalis yang berpengalaman dalam investigasi korupsi dan kejahatan.
Dalam 13 tahun terakhir, OCCRP membuka nominasi secara umum dan tahun ini menerima lebih dari 55.000 nominasi. Kandidat yang diusulkan mencakup tokoh politik terkenal hingga individu yang kurang dikenal.
Salah satu nama yang masuk dalam daftar nominasi adalah mantan Presiden Indonesia, Joko Widodo atau Jokowi.
OCCRP menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki kendali atas siapa saja yang dinominasikan, karena usulan datang dari masyarakat global melalui polling .
Meskipun Jokowi masuk dalam daftar finalis, OCCRP menyatakan tidak menemukan bukti bahwa Jokowi terlibat dalam korupsi untuk kepentingan pribadi selama masa kepresidenannya.
Namun, beberapa kelompok masyarakat sipil dan pakar mengkritik pemerintahan Jokowi yang dianggap melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara signifikan.
As noted in our clarification today, uJokowi hasn’t been directly implicated in financial corruption. But his 10-year administration saw the weakening of the KPK, and the undermining of judicial independence. Activists have also increasingly been harassed https://t.co/xAubm86K5b pic.twitter.com/QWIhdLGPFq
— Aubrey Belford (@AubreyBelford) January 3, 2025
Jokowi juga disebut-sebut melemahkan institusi elektoral dan yudisial demi mendukung ambisi politik putranya, yang kini menjabat sebagai wakil presiden di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Menurut Publisher OCCRP, Drew Sullivan, meski tidak selalu ada bukti langsung, persepsi masyarakat terhadap korupsi menjadi peringatan penting bagi para tokoh yang dinominasikan.
“Warga menunjukkan bahwa mereka peduli dan mengawasi. Kami juga akan terus mengawasi,” ujarnya.
Bashar al-Assad, Pilihan Akhir Juri
Bashar al-Assad akhirnya terpilih sebagai “Person of the Year” meskipun bukan yang paling banyak dinominasikan.
Pemimpin Suriah ini dipilih karena perannya dalam mendestabilisasi Suriah dan kawasan sekitarnya melalui jaringan kriminal, pelanggaran hak asasi manusia yang masif, termasuk pembunuhan besar-besaran, serta korupsi.
Proses seleksi akhir OCCRP didasarkan pada riset investigasi dan keahlian kolektif jaringan mereka. Tujuan penghargaan ini adalah untuk menyoroti sistem dan aktor yang mendukung kejahatan terorganisir dan korupsi, sekaligus mengingatkan pentingnya keadilan dan transparansi.
Refleksi Publik dan Komitmen OCCRP
Penghargaan tahun ini menarik perhatian global yang belum pernah terjadi sebelumnya, mencerminkan meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap dampak luas korupsi. OCCRP berkomitmen untuk terus menyempurnakan proses nominasi dan seleksi, serta memastikan transparansi dan inklusivitas.
“Penghargaan ini sering disalahgunakan oleh pihak tertentu untuk agenda politik. Namun, tujuan kami hanya satu: menyoroti kejahatan dan korupsi tanpa pandang bulu,” tegas OCCRP dalam pernyataan resminya.
Sebagai organisasi yang fokus pada kebebasan pers, transparansi, dan demokrasi, OCCRP akan terus menghadirkan laporan investigasi yang memberikan wawasan kritis tentang kekuatan yang membentuk berbagai negara di dunia.
Ada Mobilisasi Polling
Wakil Ketua Umum DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Andy Budiman melihat nominasi Jokowi sebagai orang terkorup di dunia sebagai tudingan yang sangat tendensius.
“Itu suara barisan sakit hati, mereka yang belum bisa move on dari kekalahan di Pilpres,” kata Wakil Andy Budiman dalam keterangan yang dilansir Rabu, 1 Januari 2025.
Menurut dia, ada jejak digital terkait OCCRP yang membuat nominasi terkait tokoh dunia. Nominasi itu dipublikasi untuk polling, hingga 5 Desember 2024.
“Jadi ada polling. Nah, barisan sakit hati itu yang memobilisasi suara,” kata Andy.
Atas dasar itu, dia melihat publikasi OCCRP tak bisa dipertanggungjawabkan. Karena, metodologi yang digunakan hanya berdasarkan polling, yang bisa diisi siapa saja.
“Ini jelas berbeda dengan survei ilmiah dengan pengambilan sampelnya yang sangat cermat untuk menghindari bias,” lanjut dia.
Menurut Andy, Jokowi tidak pernah memperkaya diri sendiri atau orang lain secara tidak sah. Karena itu, publikasi OCCRP tidak berdasar sama sekali.
Terakhir, PSI meminta OCCRP mencermati tingkat kepercayaan rakyat yang sangat tinggi ke Jokowi. Bahkan, sampai akhir masa jabatan.
“Kalau Pak Jokowi korupsi, rakyat pasti tahu dan tingkat kepercayaan anjlok. Rakyat melihat dari dekat kerja Pak Jokowi, tidak ada korupsi,” pungkas Andy.(ted)









