Perusahaan: Tokopedia

  • Kemenkeu: Pajak Penjual Online Bukan Hal Baru, Omzet di Bawah Rp500 Juta Tetap Bebas

    Kemenkeu: Pajak Penjual Online Bukan Hal Baru, Omzet di Bawah Rp500 Juta Tetap Bebas

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Kementerian Keuangan RI Febrio Nathan Kacaribu, menegaskan pengenaan pajak terhadap penjual di marketplace seperti Shopee dan Tokopedia bukanlah praktik baru.

    Febrio mengatakan pelibatan platform digital penyelanggara perdagangan online atau e-commerce sebagai pemungut pajak dari penjual di platform tersebut merupakan bentuk penyesuaian administrasi perpajakan.

    Hal ini disampaikannya dalam agenda Double Check bertema Stimulus Ekonomi bisa Dongkrak Ekonomi Rakyat di Toeti Heraty Museum Cemara 6 Galeri, Jakarta Pusat, Sabtu (28/6/2025).

    “Yang jelas itu bukan pajak baru. Itu adalah sebenarnya lebih kepada administrasi perpajakan. Bahwa kita meminta kemitraan dari platform untuk membantu kita menjadi pemungut. Dan selama ini sudah banyak platform yang sudah menjadi pemungut bagi pajak berbagai jenis pajak seperti Google, Netflix dan sebagainya itu sudah menjadi pemungut selama ini,” ujar Febrio kepada wartawan.

    Menurut Febrio, Kementerian Keuangan berharap e-commerce juga ikut menjadi mitra strategis dalam pemungutan pajak agar sistem administrasi perpajakan makin rapi.

    Dia pun memastikan bahwa pengenaan pajak kepada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) tetap berpedoman pada Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Artinya, UMKM dengan omzet tahunan di bawah Rp500 juta tetap tidak dikenakan pajak.

    “[Di bawah] Rp500 juta kan tetap, seperti yang sudah ada di Undang-Undang HPP. Kami berikan semacam PTKP [Penghasilan Tidak Kena Pajak] bagi UMKM bahwa kalau omzetnya di bawah 500 juta ke bawah itu tidak ada pajak sama sekali,” paparnya.

    Ketika ditanya soal potensi kenaikan penerimaan negara dari kebijakan ini, Febrio menyebut bahwa langkah ini bagian dari reformasi administrasi perpajakan yang rutin dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan.

    “Ini bagian dari administrasi, jadi setiap tahun kami pasti akan melakukan perbaikan-perbaikan administrasi supaya meningkatkan kepatuhan pajak. Jadi ini adalah bagian dari administrasi dan tentunya reformasi ini akan menjadi bagian dari target penerimaan setiap tahunnya. Jadi kami lihat nanti evaluasi,” kata Febrio.

  • Sri Mulyani akan Pajaki pedagang di Shopee, Tokopedia, TikTok Shop, hingga Lazada: 0,5 Persen, Ini Kriterianya

    Sri Mulyani akan Pajaki pedagang di Shopee, Tokopedia, TikTok Shop, hingga Lazada: 0,5 Persen, Ini Kriterianya

    PIKIRAN RAKYAT – Rencana Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk memberlakukan pungutan pajak baru bagi pelapak di berbagai platform e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, TikTok Shop, Lazada, dan Bukalapak dipastikan semakin mendekati tahap final.

    Lewat mekanisme PPh Pasal 22, marketplace ditunjuk sebagai pemungut pajak langsung dari pedagang yang berjualan di platform mereka.

    Bukan Pajak Baru, Hanya Perubahan Mekanisme

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rosmauli, menegaskan bahwa rencana ini bukanlah skema pungutan pajak yang benar-benar baru.

    “Perlu dipahami bahwa pada prinsipnya, pajak penghasilan dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak, termasuk dari hasil penjualan barang dan jasa secara online,” tuturnya dalam keterangan tertulis, Kamis 26 Juni 2025.

    Rosmauli menjelaskan, yang berbeda hanyalah cara pungutnya: semula pedagang wajib setor pajak secara mandiri, kini mekanisme berubah menjadi pemungutan otomatis oleh pihak platform, seperti Shopee atau Tokopedia, yang resmi ditunjuk pemerintah.

    Berapa Besar Pajaknya?

    Berdasarkan presentasi resmi Ditjen Pajak kepada sejumlah e-commerce yang bocor ke publik, pungutan PPh Pasal 22 ditetapkan 0,5 persen dari omzet penjualan. Namun tidak semua pelapak terkena pungutan.

    Pedagang dengan omzet kurang dari Rp500 juta per tahun tetap tidak dikenakan pajak. Sementara itu, pajak 0,5 persen akan diberlakukan untuk pelapak dengan omzet tahunan Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar.

    Sebagai contoh, bila omzet seorang penjual mencapai Rp1 miliar per tahun, maka PPh yang dipungut adalah Rp5 juta per tahun atau sekitar Rp416.000 per bulan.

    Kenapa Marketplace yang Dipungut?

    Menurut DJP, kebijakan ini memberikan kemudahan bagi para pelapak UMKM daring dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Dengan pungutan langsung di platform, pelapak tidak perlu repot setor pajak mandiri atau berurusan dengan administrasi rumit.

    “Mekanisme ini dirancang untuk memberikan kemudahan administrasi, meningkatkan kepatuhan, dan memastikan perlakuan pajak yang setara antar pelaku usaha,” ujar Rosmauli.

    Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan menutup celah shadow economy atau transaksi gelap yang luput dari radar pajak.

    Denda untuk Marketplace yang Lalai

    Pemerintah melalui beleid baru ini tidak hanya menetapkan pungutan, tetapi juga mengatur sanksi bagi marketplace yang gagal menjalankan kewajiban. Platform yang tidak memungut atau terlambat melaporkan pungutan pajak akan dikenakan denda administratif.

    Meski demikian, Rosmauli memastikan beleid ini masih dalam tahap finalisasi di internal pemerintah.

    “Kami memahami pentingnya kejelasan bagi para pelaku usaha dan masyarakat. Apabila aturan ini telah resmi ditetapkan, kami akan menyampaikannya secara terbuka,” ucapnya.

    Tujuan Utama: Kesetaraan Pajak

    Pengenaan PPh 0,5 persen untuk pedagang online ini bertujuan menyamakan perlakuan antara pedagang di toko daring dan toko fisik.

    “Tujuan utamanya adalah keadilan dan kemudahan. Tidak ada pajak baru, hanya penegakan kewajiban pajak yang seharusnya sudah berlaku,” kata Rosmauli.

    Pernah Dicoba, Pernah Gagal

    Menariknya, Indonesia pernah mengajukan skema serupa pada akhir 2018. Saat itu, seluruh operator marketplace diwajibkan membagikan data penjual dan menarik pajak dari omzet penjualan. Namun, kebijakan tersebut dicabut hanya tiga bulan kemudian karena penolakan keras industri.

    Kini, pemerintah optimistis skema pungutan terbaru bisa berjalan dengan lebih proporsional dan terintegrasi karena sudah didukung sistem teknologi dan basis data yang lebih rapi.

    Kapan Mulai Berlaku?

    Regulasi final diproyeksi terbit bulan depan, setelah melalui proses sinkronisasi di Kementerian Keuangan dan DJP. Jika sesuai rencana, pungutan PPh Pasal 22 oleh marketplace ini akan resmi berlaku mulai kuartal ketiga 2025.***

  • 3 Hal Penting soal Rencana Pajak Pedagang Online: Siapa Kena, Siapa Aman?

    3 Hal Penting soal Rencana Pajak Pedagang Online: Siapa Kena, Siapa Aman?

    Jakarta

    Pengamat Perpajakan yang juga merupakan Eks Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo ikut bicara tentang wacana penerapan kebijakan pungutan pajak penghasilan (PPh) 22 terhadap para pedagang online di e-commerce. Terkait kebijakan ini, setidaknya ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan.

    Prastowo menyebut kebijakan tersebut dengan istilah ‘pajak merchant’. Ia menjabarkan tiga poin penting untuk menggambarkan rencana pengenaan pajak terhadap para pedagang toko online di Tokopedia hingga Shopee itu.

    “Esensi pajak ya gotong royong. Pajak memang beban, tapi dengan cara itulah hidup bersama menjadi mungkin,” ujar Prastowo, dikutip dari unggahan pada akun media sosial X @prastow.

    Poin tersebut antara lain pertama, pedagang atau merchant dengan omzet sampai dengan Rp 500 juta setahun tetap tidak membayar pajak. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    Kedua, merchant dengan omzet di atas Rp 500 juta sampai dengan Rp 4,8 miliar setahun, selama ini dikenai pajak hanya 0,5% dari omzet. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

    Lalu yang ketiga, untuk merchant dengan omzet di atas Rp 4,8 miliar, maka Marketplace akan memungut PPh 0,5% dari transaksi. Jumlah ini boleh dikurangkan dari kewajiban pajak akhir tahun.

    “Ini yang akan diatur. Adil kan? Yang mikro dilindungi. Yang kecil dibantu dengan tarif rendah. Yang menengah difasilitasi dengan pemungutan yang lebih mudah dan tarif rendah,” kata pria yang kini menjadi Stafsus Gubernur DKI Jakarta itu.

    Sebagai informasi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan sudah melakukan sosialisasi terbatas menyangkut rencana mewajibkan e-commerce seperti Tokopedia hingga Shopee memungut pajak kepada pedagang di platform mereka.

    DJP juga diketahui sedang mempersiapkan aturan yang menunjuk platform e-commerce sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi penjualan barang oleh merchant yang berjualan melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

    (shc/fdl)

  • Jutaan Seller Shopee, Tokopedia Cs Mau Dipajaki, Ini Respons Asosiasi e-Commerce

    Jutaan Seller Shopee, Tokopedia Cs Mau Dipajaki, Ini Respons Asosiasi e-Commerce

    Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menanggapi terkait rencana pemerintah yang akan mewajibkan perusahaan e-commerce seperti Shopee hingga Tokopedia untuk memungut pajak penjualan para pedagang (seller) di platform tersebut.

    Sekretaris Jenderal Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Budi Primawan mengatakan, kebijakan ini perlu diterapkan secara hati-hati dan bertahap, dengan mempertimbangkan kesiapan para pelaku UMKM, serta kesiapan infrastruktur, baik di sisi platform maupun pemerintah.

    “Jika nantinya platform memang ditunjuk sebagai pemotong pajak untuk penjual orang pribadi dengan omzet tertentu, tentu implementasinya akan berdampak langsung pada jutaan seller, khususnya pelaku UMKM digital,” ujar Budi kepada Bisnis, Jumat (27/6/2025).

    Adapun, platform e-commerce seperti Shopee dan Tokopedia akan ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dari pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang berjualan di platform mereka. 

    Ketentuan ini akan berlaku bagi penjual dengan omzet tahunan antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar, yang dikenakan tarif pajak sebesar 0,5% dari pendapatan penjualan. Tujuannya adalah menyederhanakan proses pemungutan pajak sekaligus meningkatkan penerimaan negara di tengah tekanan fiskal yang memburuk.

    “Sampai saat ini, aturan resminya memang belum diterbitkan, sehingga kami belum bisa memberikan tanggapan secara teknis. Namun, kami memahami bahwa wacana ini sudah mulai disosialisasikan secara terbatas oleh Direktorat Jenderal Pajak [DJP] kepada beberapa marketplace sebagai bagian dari proses persiapan implementasi,” katanya.

    Selain itu, Budi mengatakan pentingnya sosialisasi yang luas dan komprehensif kepada masyarakat. Dia menyebut bahwa keberhasilan implementasi kebijakan ini sangat bergantung pada pendekatan yang kolaboratif, terencana, dan inklusif agar tidak menimbulkan disrupsi pada pertumbuhan ekosistem digital nasional.

    Alhasil, Asosiasi e-Commerce sebagai ekosistem berkomitmen untuk memastikan kesiapan sistem, dukungan teknis, serta komunikasi yang memadai kepada para seller.

    “Apapun kebijakan dari pemerintah, kami tentu akan patuh dan siap menjalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kepatuhan terhadap regulasi merupakan bagian dari komitmen kami sebagai pelaku industri e-commerce dalam mendukung ekosistem yang sehat dan berkelanjutan,” pungkasnya.

    Diberitakan sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan berencana mewajibkan perusahaan e-commerce seperti Shopee hingga Tokopedia untuk memungut pajak penjualan para pedagang di platform tersebut.

    Direktur P2Humas Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rosmauli menyebut kebijakan ini didasari tugas pemerintah untuk menciptakan perlakuan yang adil antara pelaku UMKM yang berjualan secara daring dan UMKM yang berjualan secara luring.

    “Saat ini, rencana penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak masih dalam tahap pembahasan,” ujar Rosmauli kepada Bisnis, dikutip Kamis (26/6/2025).

    Hanya saja, Kementerian Keuangan yang dipimpin oleh Sri Mulyani belum memastikan kapan aturan baru tersebut akan berlaku. Rosmauli meminta setiap pihak bersabar karena pemerintah akan memberikan penjelasan lebih lanjut usai aturan resminya terbit.

  • Tokopedia Buka Suara Soal Pemerintah Pungut Pajak Penjual E-commerce

    Tokopedia Buka Suara Soal Pemerintah Pungut Pajak Penjual E-commerce

    Bisnis.com, JAKARTA — Tokopedia dan Tiktok Shop menanggapi rencana pemerintah yang akan mewajibkan perusahaan e-commerce untuk memungut pajak penjualan para pedagang di platform tersebut.

    Manajemen perusahaan Tokopedia dan Tiktok Shop mengaku sebagai bagian dari ekosistem digital, pihaknya akan mendukung upaya pemerintah atas upaya pengembangan perpajakan yang berkeadilan dan transparan bagi seluruh pihak (stakeholder). 

    “Jika regulasi ini disahkan, kami berharap implementasinya mempertimbangkan kebutuhan akan waktu persiapan yang memadai di berbagai aspek, ” kata Juru Bicara Tokopedia dan Tiktok Shop kepada Bisnis, Jumat (27/6/2025). 

    Dalam hal ini, pihaknya meminta agar penerapan aturan pelaksana dilakukan dengan persiapan yang matang dari berbagai aspek, termasuk kesiapan teknis platform dan kapasitas para penjual—terutama pelaku UMKM—untuk dapat mematuhi ketentuan tersebut.

    Di sisi lain, untuk menerapkan kebijakan tersebut, maka diperlukan edukasi ke berbagai pedagang di platform e-commerce untuk menjaga ekosistem. 

    “Kami juga mendorong upaya edukasi dan sosialisasi yang luas agar seluruh pihak memahami persyaratan yang berlaku,” tuturnya. 

    Edukasi dan sosialisasi juga menjadi penting untuk mendukung pertumbuhan UMKM, serta berkontribusi positif terhadap perkembangan ekonomi digital Indonesia.

    “Kami terus menjalin kerja sama erat dengan Direktorat Jenderal Pajak untuk memastikan kesiapan teknis, serta memfasilitasi edukasi dan komunikasi kepada jutaan penjual di platform kami,” jelasnya. 

    Sebagai informasi, Direktur P2Humas Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rosmauli menyebut kebijakan ini didasari tugas pemerintah untuk menciptakan perlakuan yang adil antara pelaku UMKM yang berjualan secara daring dan UMKM yang berjualan secara luring.

    “Saat ini, rencana penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak masih dalam tahap pembahasan,” ujar Rosmauli kepada Bisnis, beberapa waktu lalu. 

    Hanya saja, Kementerian Keuangan yang dipimpin oleh Sri Mulyani belum memastikan kapan aturan baru tersebut akan berlaku. Rosmauli meminta setiap pihak bersabar karena pemerintah akan memberikan penjelasan lebih lanjut usai aturan resminya terbit.

    “Kapan berlakunya nanti akan diatur oleh ketentuan tersebut,” ucapnya.

  • Gajian Cuma Numpang Lewat? Yuk Terapkan Metode Budgeting 50:30:20

    Gajian Cuma Numpang Lewat? Yuk Terapkan Metode Budgeting 50:30:20

    Jakarta

    Gajian menjadi momen yang banyak dinanti-nanti. Sayangnya, sering kali uang gajian cuma ‘numpang lewat’.

    Bahkan saat masih tanggal muda, saldo rekening sudah semakin menipis. Jika kamu mengalaminya, jangan khawatir karena hal ini sering dialami banyak orang. Biasanya, gajian cepat habis terjadi karena kurangnya perencanaan keuangan.

    Agar gajian nggak cuma numpang lewat, salah satu solusi paling sederhana dan efektif adalah dengan menerapkan metode budgeting 50:30:20. Melansir Indeed, metode ini mengalokasikan dana sebesar 50% untuk kebutuhan pokok, 30% untuk keinginan pribadi, dan 20% sebagai dana tabungan atau investasi. Berikut penjelasannya!

    1. 50% untuk kebutuhan pokok

    Secara umum, kebutuhan pokok mencakup hal-hal pokok mulai dari: biaya tempat tinggal, uang belanja makanan, biaya transportasi, tagihan seperti biaya air, listrik, dan internet. Biaya-biaya ini termasuk kebutuhan pokok yang tidak bisa ditinggalkan untuk bertahan hidup dan tagihan yang menjadi kewajiban untuk dibayar, alokasi 50% ini harus diprioritaskan dan dipenuhi terlebih dahulu dibanding dua alokasi dana yang lain.

    2. 30% untuk keinginan pribadi

    Keinginan pribadi adalah hal-hal yang kamu ingin miliki, tapi tidak menjadi kebutuhan pokok. Dengan kata lain, kamu bisa menyebut hal ini dengan kebutuhan sekunder atau tersier. Contoh dari kebutuhan ini adalah, seperti: hiburan (nonton film bioskop, nonton konser, dan lainnya), keperluan hobi, liburan, dan gadget.

    Bisa dikatakan kebutuhan ini sebagai self reward atau hal-hal yang gunanya untuk menyenangkan hati dan pikiran.

    3. 20% untuk tabungan atau investasi

    Alokasi terakhir adalah 20?ri penghasilan bulanan untuk ditabung dan diinvestasikan. Jadi, alokasi ini mencangkup hal-hal seperti tabungan dana darurat, tabungan pribadi, dan modal memulai atau memperluas portofolio investasi.

    Secara umum, menabung dana darurat harus diprioritaskan terlebih dahulu dibanding investasi. Jika dana darurat sudah terbentuk, kamu bisa lanjut untuk menyisihkan uang tabungan untuk modal investasi.

    Manfaatkan Promo saat Belanja

    Agar alokasi budget 50:30:20-mu nggak cepat habis, kamu juga bisa memanfaatkan promo dan diskon saat belanja kebutuhan harian atau keinginan pribadi. Adapun promo yang bisa dimanfaatkan yakni, promo Traktiran dari DANA yang berlangsung pada 25 Juni – 1 Juli 2025.

    Dapatkan promo hingga 40%, total hadiah Rp 1 juta, dan juga diskon jalan-jalan sampai dengan Rp 3 juta. Berikut detail promo-promonya:

    ● DANA Deals: Voucher DANA Deals diskon s/d 40%.

    ● Tagihan: Bayar tagihan (air, internet, cicilan dan BPJS) diskon Rp 5.000 di DANA.

    ● QRIS: Scan DANA QRIS dapet cashback Rp10Rb di Alfamart, Alfamidi, Superindo, Buana Bakery dan Watsons.

    ● DANA Games: Top up di DANA Games bisa dapet banyak hadiah mulai dari Voucher Rp 7.500, diskon 20% buat token di mgames & dapet 1 token spesial. Tak hanya itu, pengguna juga bisa mendapatkan Total Hadiah s/d Rp1 Juta di Goama di aplikasi DANA.

    ● e-Commerce: Belanja online di Alfagift, Lazada, Tokopedia, TikTok Shop bisa dapat diskon s/d Rp 115 ribu.

    ● tiket.com: Pakai promo-promo dari DANA di tiket.com bisa hemat s/d Rp 3 juta.

    ● Google: Klaim Voucher Rp 20 ribu di Google Play Zone & dapatkan Saldo DANA Rp 4.500 dengan sambungkan DANA ke Google Play.

    ● Investasi: Investasi Reksadana bisa dapat cashback Rp 10Rb Reksadana Fixed Income, dijamin cuan!

    Jangan lewatkan kesempatan emas ini! Manfaatkan promo Traktiran Gajian DANA untuk nikmati berbagai kemudahan dan hematnya bertransaksi digital di setiap kebutuhanmu.

    (anl/ega)

  • Eks Stafsus Sri Mulyani Bicara soal Pajak Pedagang di Toko Online

    Eks Stafsus Sri Mulyani Bicara soal Pajak Pedagang di Toko Online

    Jakarta

    Wacana pemerintah untuk menerapkan kebijakan pungutan pajak penghasilan (PPh) 22 terhadap para pedagang online di e-commerce tengah mendapat sorotan dari masyarakat. Pengamat Perpajakan yang juga merupakan Eks Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo ikut memberikan respons tentang hal ini.

    Prastowo memberikan sejumlah penjelasan untuk memahami kebijakan baru tersebut atau yang ia sebut dengan istilah ‘pajak merchant’. Setidaknya ada tiga poin penjelasan yang ia jabarkan untuk menggambarkan pajak tersebut.

    Pertama, pedagang atau merchant dengan omzet sampai dengan Rp 500 juta setahun tetap tidak membayar pajak. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    Kedua, merchant dengan omzet di atas Rp 500 juta s.d Rp 4,8 miliar setahun, selama ini dikenai pajak hanya 0,5% dari omzet. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

    Lalu yang ketiga, untuk merchant dengan omzet di atas Rp 4,8 miliar, maka Marketplace akan memungut PPh 0,5% dari transaksi. Jumlah ini boleh dikurangkan dari kewajiban pajak akhir tahun.

    “Ini yang akan diatur. Adil kan? Yang mikro dilindungi. Yang kecil dibantu dengan tarif rendah. Yang menengah difasilitasi dengan pemungutan yang lebih mudah dan tarif rendah,” ujar Prastowo, dikutip dari unggahan pada akun media sosial X @prastow, Jumat (27/6/2025).

    Pria yang kini menjadi Stafsus Gubernur DKI Jakarta ini juga menekankan, esensi pajak itu sendiri ialah nilai gotong royong. Ia juga mengakui bahwa pajak memang beban, namun dengan cara tersebutlah hidup bersama menjadi mungkin berjalan.

    Sebagai informasi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan sudah melakukan sosialisasi terbatas menyangkut rencana mewajibkan e-commerce seperti Tokopedia hingga Shopee memungut pajak kepada pedagang di platform mereka.

    DJP diketahui sedang mempersiapkan aturan yang menunjuk platform e-commerce sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi penjualan barang oleh merchant yang berjualan melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli mengatakan rencana ini bukanlah pengenaan pajak baru. Ketentuan ini mengatur pergeseran (shifting) dari mekanisme pembayaran PPh secara mandiri oleh pedagang online, menjadi sistem pemungutan PPh Pasal 22 yang dilakukan marketplace sebagai pihak yang ditunjuk.

    “Rencana ketentuan ini bukanlah pengenaan pajak baru. Ketentuan ini pada dasarnya mengatur pergeseran (shifting) dari mekanisme pembayaran PPh secara mandiri oleh pedagang online, menjadi sistem pemungutan PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh marketplace sebagai pihak yang ditunjuk,” jelas Rosmauli dalam keterangan tertulis.

    (shc/rrd)

  • Dapatkan Sekarang, HUAWEI nova 13 Pro Dual Selfie Camera & Flagship Level Rear Camera – Page 3

    Dapatkan Sekarang, HUAWEI nova 13 Pro Dual Selfie Camera & Flagship Level Rear Camera – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Smartphone masa kini bukan sekadar soal performa semata, tapi juga pendukung gaya hidup pengguna. Perangkat ini menjadi bagian dari identitas, memudahkan aktivitas harian, mengabadikan momen berharga hingga menjadi fashion statement yang mencerminkan kepribadian.

    HUAWEI nova 13 Pro menjawab kebutuhan tersebut dengan sempurna. Dibalut dalam desain stylish, fitur Dual Selfie Camera untuk hasil foto yang ekspresif, serta Rear Camera setara flagship, memastikan kualitas visual yang tajam dan jernih. Smartphone ini ini dirancang untuk kamu yang ingin tampil standout di setiap kesempatan. Kabar gembiranya, HUAWEI nova 13 Pro yang canggih dan stylish telah tersedia dengan harga Rp7.999.000,- dan dapat di beli HUAWEI Store.

    Perbesar

    Hasil foto HUAWEI nova 13 Pro. (Dok. Huawei)… Selengkapnya

    Dual Front Camera: Gaya On Point, Jepretan pun Ikonik

    Gaya stylish bukan cuma soal outfit, tetapi juga bagaimana momen tersebut diabadikan. HUAWEI nova 13 Pro yang punya Kamera Depan Ultra-Wide Autofocus 60MP dengan sudut pandang ultra-lebar 100°, mampu menangkap lebih banyak ekspresi dan gaya dalam satu frame, tanpa distorsi.

    Didukung Teknologi QPD Full-Pixel Precise Focus, setiap detail gaya tetap tajam sekalipun dalam pencahaan rendah. Lensa zoom portrait 5x dan zoom optik 2x memungkinkan kamu menyorot keindahan riasan flawless, aksesori, hingga ekspresi percaya diri. Setiap jepretan bukan sekadar gambar, tetapi ekspresi gaya yang ikonik dan timeless.

    AI Best Expression: #NoBadAngles, Ciptakan Angle Terbaikmu

    Perbesar

    Hasil foto HUAWEI nova 13 Pro. (Dok. Huawei)… Selengkapnya

    Tak perlu khawatir foto group ada yang berkedip, salah timing dan ekspresinya kurang siap. Fitur AI Best Expression di HUAWEI nova 13 Pro punya teknologi burst shot untuk menganalisis multiple frame dan secara cerdas memilih ekspresi terbaik dari setiap individu dalam frame.

    Tanpa perlu ambil foto ulang, ekspresi yang kurang sempurna akan digantikan dengan versi terbaik dari frame lain. Hasilnya? Satu foto grup yang utuh, dengan semua wajah tampil optimal. Lebih efisien, lebih sempurna, dan tentu saja: #NoBadAngels.

    Jadilah Photographer Professional dengan Kamera Utama Level Flagship

    Perbesar

    Hasil foto HUAWEI nova 13 Pro. (Dok. Huawei)… Selengkapnya

    Mau foto close-up atau bidikan jarak menengah? Mode potret pada kamera utama HUAWEI nova 13 Pro mendukung zoom dari 1x hingga 5x, memberikan fleksibilitas untuk berbagai gaya fotografi. Setiap tingkat zoom dirancang untuk menangkap keindahan dari sudut berbeda, dengan hasil tajam dan estetik.

    Zoom 1x: Menyajikan komposisi seimbang antara subjek dan latar, ideal untuk street photography di siang hari maupun suasana malam yang romantis—dengan detail tetap tajam bahkan dalam cahaya rendah.
    Zoom 2x: Dikenal sebagai golden focal length, cocok untuk potret wajah. Efek kompresi terlihat natural, mempertegas rona kulit, tekstur, dan helaian rambut secara halus.
    Zoom Optik 3x: Kamera otomatis beralih ke lensa telephoto portrait, menghasilkan foto close-up dramatis dengan bokeh lembut dan tampilan profesional.

    Seluruh lensa, terutama kamera utama dan lensa telephoto 3x dilengkapi teknologi RYYB Colour Filter Array yang mampu menyerap lebih banyak cahaya. Berkat teknologi ini, foto tetap tajam dengan warna yang lebih akurat, bahkan dalam kondisi minim cahaya.

    50MP Adjustable Aperture: Hasil Tajam, Apa Saja, di Mana Saja, Kapan Saja

    Perbesar

    Hasil foto HUAWEI nova 13 Pro. (Dok. Huawei)… Selengkapnya

    HUAWEI nova 13 Pro menghadirkan inovasi Smart Adjustable Physical Aperture yang dapat bervariasi dari F1.4 hingga F4.0, menyesuaikan bukaan lensa secara otomatis.

    F1.4: Cocok untuk potret malam, kamera ini mampu menciptakan bokeh yang lebih dalam dan memukau, dengan sorotan cahaya yang tetap tegas untuk hasil potret personal yang dramatis dan profesional.
    F2.0: Cocok untuk makanan, hewan peliharaan, dan lanskap dalam cahaya terang—hasil foto lebih seimbang dan penuh warna, ideal untuk momen santai dan menyenangkan.
    F4.0: kamera menghasilkan depth of field yang lebih luas—ideal untuk foto grup agar setiap subjek, baik di depan maupun di belakang, tetap tajam. Di malam hari, aperture ini juga mampu menciptakan efek starburst yang dramatis dari sumber cahaya titik, menambahkan sentuhan artistik pada foto.

    Dalam berbagai kondisi, kamera HUAWEI nova 13 Pro memastikan hasil jepretan tetap tajam dan memukau.

    Daya tahan seharian, pengisian super cepat

    HUAWEI nova 13 Pro mengerti kebutuhan kamu yang aktif. Dengan baterai 5000mAh, kamu bisa menikmati berbagai aktivitas digital tanpa takut low-batt. Dan saat butuh isi ulang, 100W SuperCharge Turbo siap memberikan tenaga 50% hanya dalam 9 menit. Cepat, praktis, dan siap temani aktivitasmu kapan saja.

    Harga dan Ketersediaan

    Perbesar

    HUAWEI nova 13 Pro. (Dok. Huawei)… Selengkapnya

    PROMO SPESIAL! Dapatkan HUAWEI nova 13 Pro hanya Rp7.999.000 selama periode 25 Juni – 31 Juli 2025.

    Perbesar

    HUAWEI nova 13 Pro. (Dok. Huawei)… Selengkapnya

    Selain melalui HUAWEI Store, kamu juga dapat melakukan pembelian online via Shopee, Tokopedia, Lazada, TikTok Shop, Eraspace, dan Datascript.Mall.ID serta pembelian offline di jaringan HUAWEI Authorized Experience Store, Erafone, Urban Republic, Blibli Offline Store, Digiplus, dan berbagai mitra ritel lainnya. Khusus untuk pengguna Shopee, pembelian HUAWEI nova 13 Pro bisa melalui promo cicilan 0% menggunakan Shopee PayLater. 

    Setiap pembelian HUAWEI nova 13 Pro dalam periode promo berhak mendapatkan 1 unit HUAWEI WATCH FIT 3 (senilai Rp1.999.000) secara gratis. Jangan sampai ketinggalan! Rasakan langsung kecanggihan fotografi kelas atas, desain elegan, dan performa luar biasa yang mendukung gaya hidup digitalmu bersama HUAWEI nova 13 Pro. 

     

    (*)

  • Pengamat: Potensi Pajak dari Pedagang Online di E-Commerce sekitar Rp5,6 Triliun

    Pengamat: Potensi Pajak dari Pedagang Online di E-Commerce sekitar Rp5,6 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat pajak mengestimasikan adanya potensi tambahan penerimaan senilai Rp5,6 triliun dari penunjukan marketplace atau toko online untuk memungut pajak penghasilan dari pedagang yang berjualan di tokonya.

    Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia Raden Agus Suparman mengungkapkan meski belum diketahui secara pasti terkait tarif yang akan dikenakan bagi para pedagang, hanya disebutkan dipungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22, dirinya mengusulkan paling tidak tarif di rentang 0,5% hingga 2% saja. 

    Menurut perhitungannya, dengan nilai transaksi perdagangan melalui Shopee dan Tokopedia 2024 sekitar Rp563 triliun dan jika tarifnya 1% saja, maka potensi penerimaan pajaknya sekitar Rp5,6 triliun.

    “Dengan demikian, pengenaan PPh khusus untuk e-commerce melalui marketplace akan efektif menambah penerimaan negara,” ujarnya kepada Bisnis, dikutip pada Kamis (26/6/2025). 

    Jumlah Rp5,6 triliun tersebut setidaknya setara dengan belanja bantuan sosial (bansos) yang pemerintah lakukan pada Mei 2025 senilai Rp5,3 triliun, bahkan lebih tinggi dari realisasi penyaluran Makan Bergizi Gratis sepanjang tahun ini hingga 12 Juni 2025 senilai Rp4,4 triliun. 

    Raden melihat bukan hanya mendapat tambahan kas negara, tetapi dari bukti potong yang diterbitkan oleh marketplace, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dapat memantau pedagang mana yang memilik omzet di atas Rp4,8 miliar dan wajib menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

    “Pengenaan pungutan PPh ini akan menjadi Wajib Pajak baru dan potensi pajak baru,” lanjutnya. 

    Pasalnya, berdasarkan pengalaman mantan pegawai pajak tersebut, banyak pedagang menengah ke bawah yang memiliki omzet penjualan besar, bahkan di atas batasan omzet UMKM, tetapi tidak lapor pajak.

    Di mana para pelaku usaha melaporkan omzetnya di bawah Rp4,8 miliar setahun, karena kalau diatas itu otomatis menjadi wajib setor PPN sebesar 11%. Jika menambah kewajiban setor PPN 11%, maka harga jual akan terkerak naik dan menjadi mahal. 

    “Mereka kemudian menghindari kewajiban bayar PPN dengan cara lapor di bawah Rp4,8 miliar. Bahkan masih banyak yang belum lapor sebenarnya,” ujarnya. 

    Raden secara umum mendukung rencana pemerintah tersebut karena dari proses pemotongan tersebut, sebenarnya Ditjen Pajak dapat memberikan kewajiban kepada Shopee, Tokopedia, dan marketplace lainnya untuk memungut PPh atas penjualan yang dilakukan di aplikasi. 

    Nantinya, PPh ini dapat dikreditkan oleh pedagang dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Kemudian pedagang tinggal memberikan NPWP yang terdaftar atau NIK ke marketplace. NPWP dan NIK akan menjadi dasar identitas Wajib Pajak yang dipungut PPh oleh marketplace.

    Untuk diketahui, pemerintah berencan menunjuk marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi penjualan barang oleh merchant yang berjualan melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). 

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rosmauli menyampaikan bahwa tujuan utama ketentuan ini adalah untuk menciptakan keadilan dan kemudahan. 

    Mekanisme ini dirancang untuk memberikan kemudahan administrasi, meningkatkan kepatuhan, dan memastikan perlakuan pajak yang setara antarpelaku usaha, tanpa menambah beban atau menciptakan jenis pajak baru. 

    “Saat ini, peraturan mengenai penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 masih dalam proses finalisasi di internal pemerintah,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (26/6/2025). 

  • UMKM Terancam ‘Kabur’ dari Shopee Cs Imbas Rencana Pemungutan Pajak

    UMKM Terancam ‘Kabur’ dari Shopee Cs Imbas Rencana Pemungutan Pajak

    Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Wisnu Setiadi Nugroho melihat adanya potensi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) beralih ke platform lain, menyusul adanya rencana pemerintah melibatkan marketplace seperti Shopee dan Tokopedia sebagai pemungut pajak dari penjual di platform tersebut.

    Wisnu menyampaikan, rencana ini kemungkinan akan mendorong pelaku UMKM kembali ke jalur penjualan informal seperti media sosial. Mengingat hingga saat ini platform media sosial relatif bebas dari regulasi dan pemungutan pajak.

    “Iya, ada potensi UMKM memilih kembali ke jalur penjualan informal seperti media sosial,” kata Wisnu kepada Bisnis, Kamis (26/6/2025).

    Selain itu, Wisnu melihat kebijakan ini dapat menjadi hambatan awal bagi UMKM yang baru merintis usaha, utamanya yang belum memiliki sistem pencatatan atau model bisnis yang stabil.

    “Apalagi, konsumen kita sangat sensitif terhadap harga. Beban kepatuhan tambahan di tahap awal bisa memengaruhi insentif untuk bertahan di ekosistem digital formal,” tuturnya.

    Menurut Wisnu, kondisi ini dapat menciptakan insentif negatif terhadap formalitas dan transparansi. Untuk itu, penting bagi pemerintah untuk merancang kebijakan yang tidak hanya adil dari sisi fiskal, tapi juga memberikan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk tetap berada di ekosistem formal.

    Misalnya, kata dia, dalam bentuk akses pembiayaan, pelatihan, atau visibilitas pasar yang lebih luas. Dia mencontohkan, banyak UMKM di Amerika Serikat (AS) yang tertib lapor pajak dan melakukan pelaporan administrasi secara formal lantaran ada insentif yang diberikan oleh pemerintah seperti insentif upah dan insentif Covid selama pandemi.

    Di sisi lain, dia memandang sebagian besar UMKM masih menghadapi tantangan dalam hal literasi pajak dan sistem pencatatan keuangan yang memadai.

    Merujuk riset yang ada, Wisnu menyebut bahwa, masih banyak UMKM belum memiliki pembukuan rapi atau memahami klasifikasi pajak yang berlaku.

    Jika kebijakan ini diharapkan dapat efektif dan inklusif, pemerintah perlu mendampingi dengan program edukasi dan digitalisasi pembukuan yang terjangkau, bukan hanya sekadar regulasi semata. 

    “Account representative DJP juga harus berperan aktif menjemput bola dan tidak bisa melakukan business as usual,” pungkasnya.