Perusahaan: Tinder

  • WhatsApp jadi Kanal Terfavorit Penjahat untuk Lakukan Penipuan di Indonesia

    WhatsApp jadi Kanal Terfavorit Penjahat untuk Lakukan Penipuan di Indonesia

    Bisnis.com, JAKARTA— Aplikasi pesan instan WhatsApp menjadi saluran paling sering digunakan pelaku penipuan (scammer) di Indonesia sepanjang tahun terakhir. 

    Berdasarkan laporan terbaru State of Scams in Indonesia 2025 yang dirilis Global Anti-Scam Alliance (GASA) dan Indosat Ooredoo Hutchison, sebanyak 89% responden yang mengalami percobaan penipuan mengaku dihubungi melalui WhatsApp.

    Temuan ini memperlihatkan mayoritas penipuan di Indonesia terjadi lewat platform dengan fitur Direct Message (DM), seperti aplikasi pesan instan dan SMS. Sebanyak 85% upaya scam dalam 12 bulan terakhir terjadi melalui platform yang memungkinkan komunikasi langsung antara korban dan pelaku.

    Selain WhatsApp, Telegram (40%), Facebook (37%), Gmail (32%), dan Instagram (28%) juga termasuk kanal populer bagi scammer. Sementara itu, TikTok (13%), X (9%), WeChat (3%), Tinder (2%), dan Outlook.com (2%) menempati urutan berikutnya.

    Laporan yang melibatkan 1.000 responden dewasa di Indonesia itu juga mengungkapkan Rp49 triliun (setara US$3,3 miliar) telah dicuri oleh para scammer sepanjang tahun terakhir. Sekitar 14% orang dewasa Indonesia mengaku kehilangan uang akibat penipuan, dengan nilai rata-rata kerugian mencapai Rp1,72 juta per korban.

    Millennial menjadi kelompok yang paling banyak kehilangan uang, rata-rata mencapai Rp1,95 juta, lebih tinggi dibandingkan generasi baby boomers yang kehilangan sekitar Rp1 juta. Bahkan, orang yang mengaku bisa mengenali penipuan pun masih kehilangan uang, dengan rata-rata kerugian sekitar Rp576 ribu per tahun.

    Dalam laporan tersebut disebutkan, dua pertiga orang Indonesia mengaku pernah mengalami percobaan penipuan dalam setahun terakhir, dengan rata-rata 2,2 kali kejadian per tahun. 

    Jenis penipuan yang paling sering ditemui adalah investasi bodong (63%), belanja online palsu (55%), dan penipuan donasi atau amal (55%).

    Lebih dari separuh korban (63%) menyatakan mereka sudah melaporkan kasus tersebut, tetapi banyak yang kecewa karena laporan dianggap tidak ditindaklanjuti atau terlalu rumit untuk diproses. Sebanyak 23% korban bahkan mengaku tidak tahu ke mana harus melapor. 

    GASA pun memberikan sepuluh rekomendasi utama untuk menekan kasus penipuan, antara lain:

    Memberdayakan Konsumen (Empowering Consumers)

        1.    Meluncurkan kampanye nasional terpadu dan permanen untuk meningkatkan kesadaran akan penipuan.

        2.    Mendirikan saluran bantuan nasional bagi korban penipuan, yang dapat diakses secara daring maupun melalui telepon.

        3.    Membuat sistem dukungan terpadu bagi korban yang menyediakan bantuan finansial, hukum, dan psikologis.

    Menciptakan Internet yang Lebih Aman (Creating a Safer Internet)

        4.    Membangun perlindungan infrastruktur bersama penyedia telekomunikasi dan teknologi untuk memblokir penipuan sebelum mencapai konsumen.

        5.    Meningkatkan kemampuan pelacakan penipuan lintas negara dengan mewajibkan transparansi dari penjual, platform, dan penyedia layanan pembayaran. 

    Memperkuat Kerja Sama (Strengthening Cooperation)

        6.    Membentuk jaringan internasional pusat-pusat nasional anti-penipuan, yang menggabungkan penegakan hukum, keamanan siber, dan keahlian sektor swasta.

        7.    Mengembangkan pusat data global untuk berbagi informasi penipuan guna mendeteksi penipuan lintas negara secara waktu nyata.

        8.    Menuntut penyedia layanan agar bertanggung jawab dan dapat dimintai pertanggungjawaban atas penipuan yang terjadi melalui platform mereka.

        9.    Memungkinkan tindakan pencegahan: memberi kewenangan bagi penyedia layanan untuk memperingatkan, memblokir, dan menutup aktivitas penipuan tanpa risiko tanggung jawab hukum yang berlebihan.

        10.    Menciptakan jaringan global untuk investigasi dan penuntutan penipuan guna menargetkan kejahatan terorganisir lintas yurisdiksi.

  • Penipu WhatsApp Makan Banyak Korban, Warga RI Wajib Kenali Modusnya

    Penipu WhatsApp Makan Banyak Korban, Warga RI Wajib Kenali Modusnya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Aplikasi pesan instan ternyata menjadi ‘sarang’ penipuan. Adapun yang paling banyak digunakan untuk scam adalah WhatsApp dan Telegram. 

    Informasi ini ditemukan laporan Global Anti-scam Alliance (GASA) dan Indosat Ooredoo Hutchison terbaru, yakni State of Scams in Indonesia 2025.

    Penipuan di aplikasi pesan singkat dilaporkan sebanyak 67%. Laporan itu mencatat 89% berasal WhatsApp dan 40% dari Telegram. Selain itu ada juga dari WeChat sebanyak 3%.

    Berikutnya juga ada penipuan di beberapa aplikasi media sosial sebanyak 48%. Mulai dari Facebook 37%, Instagram 28%, TikTok 13%, dan X 9%.

    Aplikasi kencan Tinder tak luput pula dari penipuan, yakni sebanyak 2%. Selain itu, ada juga di Gmail sebanyak 32% dan Outlook.com 2%.

    Bukan cuma lewat pesan teks, penipuan juga ditemukan melalui panggilan suara 64% dan 59% dilakukan lewat pesan SMS. 

    Laporan yang sama juga mengungkapkan alasan orang terkena penipuan. Sebanyak 22% responden menyebutkan menjadi korban karena tergiur penawaran yang didapatkan.

    Berikutnya adalah 16% orang mengungkapkan penipuan itu dibuat sangat realistis dan dapat dipercaya. Sementara 15% responden mengungkapkan beraksi sangat cepat sebelum akhirnya menyadari sedang ditipu. 

    Sebanyak 11% mengaku terkena penipuan karena baru pertama kali menggunakan platform dan layanan tertentu. Jadi, mereka tidak berpengalaman untuk mengindetifikasi tipe penipuan.

    Sementara 11% orang lainnya beralasan terkena penipuan karena tidak familiar dengan praktik penipuan dengan meniru seseorang.

    Laporan itu juga menyertakan dampak penipuan pada para korban. Lebih dari setengah responden (51%) menyebutkan sangat stres setelah terkena scam.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Dua Senator AS Desak Induk Tinder Bertindak Lawan Penipuan di Aplikasi Kencan

    Dua Senator AS Desak Induk Tinder Bertindak Lawan Penipuan di Aplikasi Kencan

    JAKARTA – Dua senator Amerika Serikat mengirim surat kepada perusahaan induk Tinder, Match Group, pada Rabu 24 September. Kedua, mendesak agar perusahaan mengambil langkah tegas terhadap maraknya penipuan kencan di platformnya serta meminta informasi terkait upaya deteksi penipuan dan perlindungan pengguna.

    Dalam surat yang ditujukan kepada CEO Match, Spencer Rascoff, Senator Demokrat Maggie Hassan dan Senator Republik Marsha Blackburn meminta perusahaan untuk menyerahkan dokumen mengenai kebijakan dan prosedur yang digunakan dalam menangani aktivitas penipuan di aplikasi kencan miliknya.

    Kasus penipuan asmara (romance scam) terus meningkat. Modus yang kerap digunakan adalah penipu membuat profil menarik namun palsu di aplikasi kencan, lalu membangun hubungan dengan korban selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan sebelum akhirnya meminta hadiah maupun uang.

    “Kami juga khawatir bahwa Match Group, melalui desain algoritmenya, menciptakan rasa percaya yang justru dapat dimanfaatkan oleh penipu asmara,” tulis kedua senator tersebut.

    Biro Investigasi Federal (FBI) dalam laporan April 2025 menyebut kerugian akibat kejahatan siber di seluruh dunia pada tahun lalu mencapai lebih dari 16 miliar dolar AS (sekitar Rp261 triliun), dengan ratusan juta dolar di antaranya berasal dari penipuan asmara.

    Senator Hassan dan Blackburn memberikan tenggat waktu hingga 15 Oktober kepada Match untuk membuktikan bahwa perusahaan telah melakukan upaya mencegah penipuan asmara serta menjelaskan faktor-faktor yang memungkinkan penipuan tersebut terjadi di aplikasinya. Match juga merupakan pemilik aplikasi kencan lain seperti Hinge dan OkCupid.

    Match Group sebelumnya pernah berhadapan dengan regulator. Pada 2019, Komisi Perdagangan Federal (FTC) menuduh perusahaan tersebut dengan sengaja mengirimkan iklan otomatis melalui Match.com yang berisi ketertarikan dari akun-akun yang diketahui palsu. Namun, Departemen Kehakiman menutup penyelidikan terkait gugatan FTC tersebut pada 2020.

    Belakangan, perusahaan aplikasi kencan seperti Match dan pesaingnya, Bumble, mulai berfokus pada peningkatan pengalaman pengguna dengan menghadirkan fitur berbasis kecerdasan buatan (AI). Match bahkan telah meluncurkan fitur interaktif berbasis AI untuk membantu pencocokan, terutama guna menarik perhatian generasi Z.

  • Facebook Hadirkan Asisten AI di Layanan Kencan

    Facebook Hadirkan Asisten AI di Layanan Kencan

    Bisnis.com, JAKARTA— Meta akan menghadirkan asisten kecerdasan buatan (AI) di fitur Facebook Dating. 

    Chatbot tersebut dirancang untuk membantu pengguna menemukan pasangan yang lebih sesuai dengan preferensi mereka. Misalnya, pengguna bisa memintanya mencari perempuan Brooklyn yang bekerja di bidang teknologi atau meminta saran untuk menyempurnakan profil kencan mereka.

    Melansir laman TechCrunch, Selasa (23/9/2025), Meta juga memperkenalkan fitur baru bernama Meet Cute. Fitur ini dirancang untuk mengurangi rasa jenuh akibat terlalu banyak melakukan swipe, dengan cara memberikan satu pasangan kejutan setiap minggu yang dipilih berdasarkan algoritma.

    Perusahaan mencatat jumlah pasangan yang terbentuk melalui Facebook Dating untuk kelompok usia 18–29 tahun meningkat 10% secara tahunan. Setiap bulan, ratusan ribu pengguna dalam kelompok usia tersebut membuat profil kencan di platform ini. 

    Meski begitu, jumlah tersebut masih relatif kecil dibandingkan dengan kompetitor. Tinder, misalnya, memiliki sekitar 50 juta pengguna aktif harian, sementara Hinge mencatat 10 juta pengguna aktif harian.

    Fitur berbasis AI kini sudah menjadi hal umum di aplikasi kencan arus utama. Bahkan, sejumlah aplikasi baru seperti Sitch mencoba tampil beda dengan menonjolkan fitur AI.

    Raksasa industri kencan online, Match Group pemilik Tinder, Hinge, OKCupid, dan lainnya pada tahun lalu menjalin kemitraan dengan OpenAI dalam investasi AI senilai lebih dari US$20 juta atau sekitar Rp310 miliar. 

    Padahal, perusahaan tersebut tengah menghadapi tantangan finansial setelah harga sahamnya turun sekitar 68% dalam 5 tahun terakhir.

    Sejauh ini, investasi itu melahirkan sejumlah inovasi, seperti alat pemilih foto berbasis AI di Tinder yang memindai galeri kamera untuk menyeleksi foto profil terbaik, hingga fitur pencocokan pasangan dengan AI. 

    Hinge juga meluncurkan fitur yang memungkinkan pengguna memperbaiki jawaban di kolom profil menggunakan AI.

    Bumble pun tak ketinggalan menambahkan fitur serupa. Pendiri sekaligus mantan CEO Bumble, Whitney Wolfe Herd, bahkan sempat menimbulkan kontroversi ketika menyebut kemungkinan di masa depan pengguna akan memiliki “AI concierge” pribadi. Nantinya, AI tersebut bisa berinteraksi dengan AI orang lain untuk menilai kecocokan sebelum pengguna benar-benar bertemu langsung.

  • Penipu Asal Israel Simon Leviev ‘Tinder Swindler’ Ditangkap di Georgia

    Penipu Asal Israel Simon Leviev ‘Tinder Swindler’ Ditangkap di Georgia

    Georgia

    Penipu asal Israel Simon Leviev (34) ditangkap di Georgia, Amerika Serikat (AS). Dia ditangkap terkait kasus penipuan cinta dan kejahatan finansial atas permintaan Interpol.

    “(Dia) ditangkap di Bandara Batumi atas permintaan Interpol,” kata juru bicara Kementerian Dalam Negeri AS Tato Kuchava kepada AFP, seperti dilansir AFP, Selasa (16/9/2025).

    Pria dengan nama asli Shimon Yehuda Hayut itu terkenal setelah film dokumenter Netflix ‘The Tinder Swindler’. Film itu mengungkap pola penipuan cinta dan kejahatan finansial yang dilakukan pelaku.

    Rentang tahun 2017 hingga 2019, Leviev diduga menggunakan aplikasi kencan Tinder untuk berpura-pura menjadi pewaris orang kaya. Dia menipu para perempuan agar memberinya sejumlah besar uang, yang tidak pernah ia kembalikan.

    Leviev menjerat korban dengan skema ‘catfishing’, menciptakan persona palsu untuk memikat korban. Pelaku menipu korban dengan gaya hidup mewah yang palsu, pura-pura memiliki pengawal hingga jet pribadi yang membuat korban terpikat.

    Film dokumenter Netflix, yang dirilis pada tahun 2022, menceritakan kisah beberapa korban Leviev.

    Dalam film Netflix disebutkan Hayut atau Leviev “pada akhirnya menipu korban di Norwegia, Finlandia, dan Swedia dengan kerugian sekitar $10 juta.”

    (lir/eva)

  • Cari Kerja Makin Susah, ‘Neraka’ Baru Menghantui Gen Z

    Cari Kerja Makin Susah, ‘Neraka’ Baru Menghantui Gen Z

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Bursa kerja mengalami krisis di berbagai negara. Banyak lulusan kuliah yang kesulitan mencari pekerjaan. Di saat bersamaan, gelombang PHK juga masih terus berlanjut.

    Faktor penyebabnya kompleks, mulai dari ketidakpastian ekonomi, konflik geopolitik, hingga perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang mulai menggantikan pekerjaan manusia.

    Banyak pencari kerja berupaya menyebar resume ke ratusan perusahaan, tapi tak ada satu pun kabar baik yang diterima. Misalnya Harris yang mengaku sudah berbulan-bulan mencari pekerjaan pertama, sebelum lulus kuliah dari UC Davis.

    Harris mengaku sudah menyiapkan resume terbaik, berisi pengalaman magang mentereng dan prestasi akademik yang membanggakan. Namun tetap saja upayanya sia-sia.

    Dari 200 pekerjaan yang dilamar, Harris ditolak 200 kali. Menurut data Biro Statistik Ketenagakerjaan AS, tingkat perekrutan di 2025 menyentuh titik terendah sejak era pemulihan pasca Great Recession.

    Mudah Melamar, Susah Diterima

    Dikutip dari The Atlantic, Rabu (10/9/2025, platform perekrutan online saat ini mempermudah pencari kerja untuk melamar ke lowongan kerja (loker), tetapi makin sulit untuk mendapat posisi yang diincar.

    “Para pelamar mengirimkan ribuan resume yang dirancang AI, dan bisnis menggunakan AI untuk menyaringnya. Apa yang dilakukan Bumble dan Hinge terhadap pasar kencan, praktik sumber daya manusia kontemporer juga telah dilakukan terhadap pasar kerja. Orang-orang menggesek data dengan liar dan tidak mendapatkan balasan apa pun,” tertulis dalam laporan The Atlantic berjudul ‘The Job Market Is Hell’ oleh Annie Lowrey, dikutip Rabu (10/9/2025).

    Bukan cuma Harris yang merasakan sulitnya mencari pekerjaan, meski sudah melamar ke mana-mana. Banyak orang yang memiliki nasib serupa. Tak cuma bagi kalangan fresh graduate, tetapi juga korban PHK yang ingin kembali memiliki mata pencarian.

    Misalnya Marine, paralegal yang di-PHK oleh kontraktor pemerintah pada April lalu. Ia melihat banyak perekrutan yang cocok dengan kemampuan dan pengalamannya. Puluhan lamaran sudah dikirim. Beberapa memanggilnya untuk menjalahi proses perekrutan tahap kedua.

    Namun, ujung-ujungnya tak ada yang sampai ke tahap final perekrutan. Marine memiliki pengalaman kerja selama 10 tahun. Namun, kini harus berjuang untuk diterima bekerja.

    Perekrutan Pakai AI

    Tak cuma dari sisi pelamar kerja, pemberi kerja juga merasakan perbedaan situasi di bursa kerja saat ini. Perusahaan menerima banyak sekali lamaran yang tidak sesuai untuk setiap lowongan.

    Alih-alih memeriksa lamaran secara manual, mereka menggunakan mesin AI. Dalam survei terbaru, sejumlah kepala HR mengatakan kepada Boston Consulting Group bahwa mereka menggunakan AI untuk menulis deskripsi pekerjaan, menilai kandidat, menjadwalkan pertemuan perkenalan, dan mengevaluasi lamaran.

    Dalam beberapa kasus, perusahaan juga menggunakan chatbot untuk mewawancarai kandidat. Calon karyawan masuk ke sistem seperti Zoom dan menjawab pertanyaan dari avatar. Kinerja mereka direkam, dan sebuah algoritma mencari kata kunci dan mengevaluasi nada bicara mereka.

    Pakar karier di Indeed, Priya Rathod, mengatakan pihaknya memahami kenapa para pencari kerja merasa upaya mereka sia-sia. Namun, ia menekankan bahwa platform online memudahkan pencari kerja mencari loker.

    “AI bisa membantu mereka maju ke tahap wawancara lanjutan dengan lebih cepat jika aplikasi mereka sesuai dengan kriteria pemberi kerja,” kata Rathod kepada The Atlantic.

    Siklus ‘Neraka’

    Namun, banyak pelamar kerja tidak pernah sampai pada proses wawancara langsung. Ketidakmungkinan mencapai tahap wawancara mendorong para pengangguran untuk mengirimkan lebih banyak lamaran, yang mendorong mereka untuk mengandalkan ChatGPT dalam penyusunan resume dan merespons panggilan penyaringan.

    Harris mengatakan kepada penulis The Atlantic, Lowrey, bahwa ia juga menyusun resume dengan ChatGPT. Bahkan, Harris memanfaatkan ChatGPT hampir setiap hari saat masih kuliah. Harris menilai tulisan ChatGPT lebih ‘profesional’ ketimbang tulisannya sendiri.

    Siklus ‘neraka’ ini terus berlanjut. Lonjakan aplikasi yang dibuat AI mendorong perusahaan untuk menggunakan filter berbasis AI untuk mengelola alur kerja. Semua orang berakhir di neraka pencarian kerja yang mirip bursa kencan seperti Tinder.

    Lantas, apa yang seharusnya dilakukan seorang pekerja? Martine, Harris, dan jutaan orang lainnya masih mencoba memahami hal itu. Mereka terus melamar, karena hanya itu yang bisa dilakukan.

    Rathod mengatakan bahwa ia merekomendasikan jejaring tradisional: mengajak perekrut minum kopi, menghadiri acara kerja tatap muka, dan mensurvei teman dan mantan atasan untuk mencari prospek.

    Strategi semacam itu mungkin berhasil jika perusahaan mulai merekrut lagi. Namun jika tidak, jutaan orang lainnya mungkin akan membuang CV mereka begitu saja.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Yuk, Kenali Lebih Jauh Teknologi di Balik World App!

    Yuk, Kenali Lebih Jauh Teknologi di Balik World App!

    Jakarta

    Belakangan ini, World App ramai jadi perbincangan di media sosial. Seiring dengan tingginya antusiasme, muncul pula berbagai informasi yang simpang siur.

    Melihat hal ini, perusahaan teknologi di balik pengembangan aplikasi World Tools for Humanity (TFH) memberikan klarifikasi untuk meluruskan sejumlah informasi yang dinilai tidak tepat. Mulai dari klaim soal insentif Rp 800.000 setelah verifikasi, hingga kekhawatiran soal penyimpanan data biometrik.

    Foto: Dok. TFH

    Berikut sederet faktanya:

    1. Tidak Ada Pembayaran Setelah Verifikasi

    Salah satu info yang paling banyak menyebar adalah kabar pengguna akan menerima uang tunai setelah melakukan verifikasi World App. Faktanya, World App tidak memberikan imbalan uang setelah proses verifikasi.

    Token Worldcoin (WLD) yang diberikan adalah manfaat opsional untuk semua orang yang sudah terverifikasi di jaringan World dan cara untuk memulai penggunaan layanan dalam aplikasi, bukan bentuk pembayaran. Pengguna bebas menentukan bagaimana akan menggunakannya seperti memanfaatkan berbagai layanan yang tersedia di berbagai Mini Apps, di mana pengguna bisa melakukan berbagai hal seperti bermain games, membuat polling, bergabung ke komunitas, hingga mengakses konten pendidikan.

    Teknologi ini bukanlah alat untuk menghasilkan uang, melainkan sebuah solusi otentikasi manusia yang dirancang untuk melindungi individu dari berbagai ancaman digital seperti deepfake, penipuan online, dan manipulasi AI.

    2. Tidak Simpan Data Pribadi

    Setiap teknologi baru pasti mengundang pertanyaan, apalagi jika menyangkut data pribadi. Publik pun wajar mempertanyakan bagaimana World App bekerja, khususnya dalam hal penggunaan data biometrik.

    Menjawab hal itu, TFH menegaskan mereka tidak pernah menyimpan atau menjual data pribadi apa pun-termasuk data iris. Pemegang World ID yang telah diverifikasi juga tetap anonim.

    World ID diverifikasi dengan menggunakan perangkat Orb. Orb adalah perangkat berbentuk bola yang digunakan untuk memverifikasi bahwa seseorang benar-benar manusia, bukan bot atau program otomatis.

    Cara kerjanya adalah dengan mengambil gambar iris untuk membuat kode unik, tanpa menyimpan data pribadi pengguna. Data yang diproses akan dikirim ke ponsel pengguna, dihapus secara permanen dari Orb, dan tidak disimpan oleh World maupun TFH.

    Proses ini dikenal dengan istilah Personal Custody, yaitu cara World memastikan setiap individu memiliki kendali penuh atas informasi dan identitas mereka sendiri. Proses verifikasi ini tidak menyimpan data pribadi di server eksternal apapun.

    World tidak menyimpan data biometrik, serta tidak menyimpan informasi pribadi seperti alamat, nomor identitas nasional, nomor telepon, atau data pribadi lainnya. Semua proses dilakukan dengan persetujuan eksplisit pengguna di aplikasi World App, lengkap dengan penjelasan soal apa itu World ID dan bagaimana data mereka diproses.

    Seluruh syarat dan ketentuan juga tersedia dalam Bahasa Indonesia, baik di aplikasi maupun situs resminya. Pengambilan gambar melalui Orb juga hanya dilakukan setelah pengguna menyetujui tiga hal utama: pengambilan foto wajah dan mata untuk membuat kode iris, persetujuan agar data diproses secara anonim, dan persetujuan untuk mengenkripsi serta mengirimkan data ke perangkat pribadi.

    Teknologi ini didukung oleh Zero-Knowledge Proof (ZKP) dan Advanced Multi-Party Computation (AMPC)-dua sistem keamanan tingkat tinggi yang memastikan data tidak bisa ditelusuri kembali ke identitas pribadi siapa pun.

    3. Transparan, Open-Source, dan Siap Diaudit

    World mengembangkan sistem yang sepenuhnya open-source dan dapat diaudit. Artinya, siapa pun, termasuk lembaga pengawas seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dapat meninjau kode serta proses teknis yang digunakan.

    World secara rutin melakukan audit dan pemeriksaan kepatuhan, baik secara internal maupun oleh pihak independen eksternal, terhadap seluruh teknologinya, termasuk perangkat Orb. Audit terbaru dilakukan oleh firma keamanan siber Trail of Bits, yang menyatakan tidak ditemukan celah keamanan.

    Hasil audit juga menegaskan Orb tidak mengambil data tambahan apa pun, dan proses pengelolaan kode iris telah diamankan menggunakan teknologi AMPC dan ZKP, yang bahkan melampaui standar industri saat ini.

    “Teknologi World App bisa diuji, diperiksa, dan diaudit publik secara terbuka. Kami percaya bahwa kepercayaan dibangun melalui transparansi dan akuntabilitas,” kata juru bicara dari TFH, dalam keterangan tertulis, Jumat (13/6/2025).

    4. Teknologi yang Memberdayakan

    Foto: Dok. TFH

    World ingin mengubah anggapan teknologi otentikasi manusia itu bersifat invasif atau mengganggu privasi. Sebaliknya, teknologi ini justru hadir sebagai salah satu cara paling aman dan menjaga kenyamanan pengguna untuk tetap jadi diri sendiri di dunia digital.

    Di level global, World sudah bekerja sama dengan berbagai mitra seperti Visa, Matchgroup (perusahaan yang menaungi Tinder), dan platform digital lainnya. Potensinya pun luas, mulai dari akses ke layanan edukasi, sistem login yang lebih aman, hingga fitur sosial yang lebih terpercaya dan bebas bot.

    “Di Tools for Humanity, kami menetapkan standar baru dalam teknologi proof-of-human dengan menggabungkan inovasi terdepan dan standar etika yang tinggi, sekaligus menciptakan model baru verifikasi identitas digital yang meningkatkan keamanan, melindungi privasi, dan mendukung langkah Indonesia dalam menghadapi masa depan berbasis AI,” pungkasnya.

    (akn/ega)

  • Mama Muda Berkenalan dengan Cowok Brondong di Aplikasi Tinder Lalu Uangnya Dikuras Hingga Rp 47 Juta – Halaman all

    Mama Muda Berkenalan dengan Cowok Brondong di Aplikasi Tinder Lalu Uangnya Dikuras Hingga Rp 47 Juta – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA – Mama muda asal Desa Kedungmalang, Kecamatan Papar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur berhasil menguras uang seorang brondong atau laki-laki yang usianya lebih muda dibandingkan pasangannya. Tidak tanggung-tanggung, jumlah uang yang dikuras tersebut mencapai Rp 47 juta.

    Awal mula mama muda yang diketahui bernama Widya tersebut memperdaya seorang brondong dimulai saat ia menggunakan media sosial bernama Tinder. Di aplikasi tersebut ia berkenalan dengan seorang pria brondong bernama Chandika. Candhika(20) merupakan warga Cerme, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

    Sekitar awal bulan Oktober 2024, mereka berkenalan melalui aplikasi kencan Tinder. Kemudian Widya yang sudah menikah dan punya anak, mengaku masih lajang atau jomblo.

    Widya kemudian mengaku bekerja sebagai Perawat Puskesmas di Desa Tanon Kecamatan Papar, Kediri, Jawa Timur. Keduanya pun terus intens melakukan komunikasi.

    Pada suatu saat, Widya sang pelaku curhat kepada sang brondong. Dalam curhatnya sang ayah bernama Suryanto sedang sakit parah dan dirawat di RS Dr Sutomo, Surabaya, Jawa Timur. Widya saat itu mengaku sangat butuh uang.

    Karena terlanjur kepincut, Candhika menuruti saja kemauan Widya. Tanpa basa-basi, dia langsung memenuhi permintaan pelaku.

    Memberikan uang melalui transfer, yang pertama Rp 500.000. Pelaku minta uang lagi hingga ditransfer ke-12-kalinya, Rp 2.000.000.

    Kemudian pakai aplikasi e-wallet lain, dengan jumlah yang variatif.
    “Korban sudah transfer mencapai Rp 47.000.000. Selanjutnya korban mengecek ke RSUD Dr Soetomo surabaya dan tidak ada pasien bernama Suryanto tersebut. Setelah itu korban menyadari telah menjadi korban penipuan dan melaporkan kejadian tersebut Ke polsek Cerme,” ujar Kapolsek Cerme Iptu Andik Asworo, Minggu(4/5/2025).

    Setelah menerima laporan tersebut anggota reskrim Polsek Cerme langsung melakukan pengumpulan bahan dan keterangan atau Pulbaket dan penyelidikan.

    Kemudian mendapat informasi bahwa pelaku berada di rumahnya Desa Kedungmalang, Kecamatan Papar, Kabupaten Kediri.

    Selanjutnya pada hari Rabu tanggal 30 April 2025 sekitar jam 13.00 wib anggota Reskrim Polsek Cerme dipimpin Kanit Reskrim langsung cek informasi tersebut dan berangkat menuju Kediri.

    Sesampai di lokasi Kediri pukul 17.30 wib, pelaku Widya berada di dalam rumah bersama suaminya Fiki.

    Dari interogasi awal bahwa Widya beserta suaminya Fiki mengakui semua perbuatannya tersebut salah atau melanggar hukum yang dilakukan bersama-sama.

    “Uang (korban) tersebut telah habis digunakan bersama-sama suaminya untuk kebutuhan sehari – hari,” imbuhnya.

    Atas pengakuan tersebut selanjutnya kedua pelaku berikut barang bukti diamankan ke Polsek Cerme untuk dilakukan proses  lebih lanjut.

    Barang bukti yang diamankan, satu buah Handphone Iphone 13, warna hitam, satu bendel Rekening koran bank BCA atas nama Widya.

    Modus operandi yang dilakukan Widya dan suaminya Fiki, menyiasati korban dengan mengaku seorang single, bekerja sebagai perawat, dan mengaku orang tuanya sakit.

    Padahal, sebenarnya pelaku sudah punya suami dan anak, tidak bekerja sebagai perawat, dan orang tuanya atau ayahnya tidak sakit.

    “Selanjutnya berkenalan dengan korban melalui sosial media aplikasi Tinder namun hal tersebut hanya sebagai modus tersangka untuk menarik perhatian kepada korban supaya mentransfer uang kepada tersangka. Korban dan tersangka tidak pernah bertemu sama sekali,” ucapnya.

    Pasangan suami istri ini dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang tindak pidana penipuan.

     

  • Polisi Bongkar Kasus Penipuan Berkedok Love Scamming, 20 Orang Ditetapkan jadi Tersangka – Page 3

    Polisi Bongkar Kasus Penipuan Berkedok Love Scamming, 20 Orang Ditetapkan jadi Tersangka – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Penyidik Polsek Gambir membongkar kasus penipuan berkedok asmara atau dikenal dengan love scamming. Kasus ini diungkap setelah kepolisian melakukan patroli siber di media sosial.

    Hasilnya, penyidik berhasil mendeteksi keberadaan para pelaku penipuan online di Apartemen Batavia, kawasan, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Total ada 20 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.

    “Kita melakukan patroli siber kita telusuri kemudian anggota kita melakukan penyelidikan ternyata pelaku dapat kita deteksi di Apartemen Batavia, Tanah Abang,” kata Kapolsek Gambir, Polres Metro Jakarta Pusat Kompol Rezeki R Respati kepada wartawan, Selasa (28/1/2025).

    Rezeki menyampaikan, 20 orang pelaku terdiri dari 16 pria dan 4 wanita, saling berbagi tugas. Adapun, tiga orang IMB, AKP, dan RW, sebagai penanggung jawab dan mengawasi serta berkomunikasi dengan operator. Sementara itu, sisanya, 17 orang sebagai operator yang mengoperasikan laptop untuk mencari korban melalui aplikasi kencan.

    “Jadi dibagi dua peran dari 20 orang ini ada sebagian leader ada sebagai operator,” ujar dia.

    Dia mengatakan, pelaku memanfaatkan aplikasi kencan seperti OKC, Bumble, dan Tinder. Dalam aksinya, para pelaku menggunakan foto profil palsu yang menarik perhatian wanita, khususnya yang berprofesi sebagai pengacara dan dokter.

    Setelah korban tertarik, komunikasi akan berlanjut via aplikasi WhatsApp, di mana pelaku mengarahkan korban untuk berinvestasi di situs Wish online dan Wish Global Help. Situs itu seolah-olah resmi dan menjanjikan keuntungan 10 hingga 25 persen dari uang yang investasi.

    “Jadi dirayu dulu, itu bisa waktu 5-10 hari.Jadi pada saat korbannya yang perempuan ini sudah mulai tertarik, baru diajak untuk komunikasi lewat WA,” ucap dia.

    “Dari WA itu, ada chemistry lagi yang dibangun, semakin dalam, baru dimasukkan ke aplikasi WISH palsu itu. Diajak seolah-olah ada investasi, menghasilkan 10-25% profit,” sambung dia.

     

  • Tangkap 20 Pelaku Inventasi Bodong di Jakpus, Polisi: 8 Orang Positif Sabu

    Tangkap 20 Pelaku Inventasi Bodong di Jakpus, Polisi: 8 Orang Positif Sabu

    loading…

    Polsek Metro Gambir menangkap 20 orang yang merupakan komplotan pelaku inventasi bodong. Foto/SindoNews

    JAKARTA – Polsek Metro Gambir menangkap 20 orang yang merupakan komplotan pelaku inventasi bodong . Dari hasil penyelidikan 8 orang positif narkotika jenis sabu.

    Kapolsek Metro Gambir Kompol Rezeki Respati mengatakan kasus ini terungkap ketika pihaknya melakukan patroli cyber. Setelah ditelusuri lebih lanjut, komplotan ini terdeteksi berada di apartemen Batavia, Jakarta Pusat, dan langsung dilakukan penggeledahan pada Rabu, 22 Januari 2025 sekitar pukul 04.30 WIB.

    “Setelah kita telusuri terdapat 8 orang dari 20 orang tersangka ini yang kita sudah amankan terdiri dari 16 laki-laki dan 4 orang perempuan. Delapan orang kita cek urine terdeteksi positif narkoba dan telah mengakui keselahannya menggunakan barang narkotika jenis sabu,” ujar Respati, selasa (28/1/2025).

    Respati menyampaikan, saat penggeledahan itu pihaknya menemukan sabu seberat 0,62 gram beserta alat hisapnya. “Pada saat kita melakukan penggeledahan terdapat kita temukan narkotika jenis sabu dengan berat bruto 0,62 gram. Kemudian, terdapat dua alat hisap cangklong dan bong dan satu korek setting,” tuturnya.

    Sementara itu, untuk menjalankan modus investasi bodong ini, para tersangka memiliki dua peran yakni leader dan operator. “Jadi yang merangkap sebagai leader itu tiga orang yaitu IMB kemudian AKP dan RW. Peran leader ini langsung berkomunikasi dan mengawasi kerja dari operator. Sisanya 17 orang sebagai operator yang mengoperasikan laptop untuk mencari korban,” kata Respati.

    Untuk mencari korban, para operator ini menggunakan aplikasi dating app, dengan memalsukan wajahnya. Korban yang diincar oleh para operator ini ialah wanita dengan penghasilan menengah ke atas.

    “Awalnya, mereka membuka aplikasi di OKC, Bumble, Tinder dan lain-lain dan memasang foto mereka seolah sebagai laki-laki tapi pakai foto profil orang lain yang menarik, jadi korbannya adalah wanita,” ucapnya.

    Setelah mendapatkan korban dari aplikasi dating app, sang operator melanjutkan percakapan secara intens dengan korban melalui WhatsApp (WA). Nantinya jika korban telah benar-benar suka dan percaya kepada pelaku, maka sang operator mengajak untuk berinvestasi melalui aplikasi palsu.