Perusahaan: The New York Times

  • Jika Bukan karena Israel, Iran Mungkin Sudah Punya Senjata Nuklir 10 Tahun Lalu, Kata Netanyahu – Halaman all

    Jika Bukan karena Israel, Iran Mungkin Sudah Punya Senjata Nuklir 10 Tahun Lalu, Kata Netanyahu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengklaim Iran mungkin sudah memiliki senjata nuklir sepuluh tahun lalu jika tidak direcoki Israel.

    Pernyataan itu disampaikan Netanyahu beberapa hari setelah The New York Times melaporkan para ilmuwan Iran sedang mengupayakan metode yang lebih cepat untuk mengembangkan senjata nuklir.

    Menurut intelijen Amerika Serikat (AS), ilmuwan Negeri Mullah itu ditugasi mencari cara baru untuk membuat bom atom.

    Laporan The New York Times juga menyebutkan bahwa persoalan nuklir Iran turut menjadi bahasan saat Netanyahu berkunjung ke Gedung Putih minggu ini.

    Netanyahu menyebut ambisi nuklir Iran tetap menjadi ancaman bagi Israel.

    “Iran mungkin sudah punya senjata nuklir sepuluh tahun lalu jika kami tidak mengambil berbagai langkah untuk menahan mereka. Kami menahan mereka,” kata Netanyahu kepada Fox News hari Kamis, (6/2/2025).

    Perdana menteri sayap kanan itu mengklaim upaya Iran membuat senjata nuklir belum sepenuhnya dihentikan. Dia lalu mengutip pernyataan Presiden AS Donald Trump.

    “Presiden [Trump] mengatakan sesuatu yang sangat sederhana, yang saya katakan juga: Iran tak boleh punya senjata nuklir,” kata Netanyahu.

    WAWANCARA NETANYAHU – Tangkapan layar YouTube Fox News yang diambil pada Kamis (6/2/2025) memperlihatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berbicara dalam wawancara dengan wartawan Fox News. (Tangkapan layar YouTube Fox News)

    Russa Today melaporkan Israel dan Barat sudah lama menuding aktivitas penganiayaan uranium Iran sebagai upaya rahasia untuk mengembangkan senjata nuklir.

    Di sisi lain, Iran membantah tudingan itu dan mengklaim aktivitas nuklirnya hanya ditujukan untuk keperluan damai. Selama puluhan tahun Iran dijatuhi sanksi karena program nuklirnya.

    Pada tahun 2015 Iran mencapai kesepakatan nuklir bernama Rencana Komprehensif Aksi Gabungan (JCPA). Kesepakatan itu membatasi program nuklir Iran. Sebagai gantinya, sebagai sanksi terhadap Iran akan dicabut.

    Namun, tiga tahun kemudian AS menarik diri dari kesepakatan itu. Sejak itu Iran mulai meningkatkan kemampuan pengayaan uraniumnya.

    Iran disebut bisa buat satu bom nuklir dalam seminggu

    Iran diyakini sudah memiliki cukup uranium untuk membuat beberapa senjata nuklir.

    Pada bulan Januari 2024 Direktur Badan Tenaga Atom Internasional Rafael Grossi mengatakan Iran tidak punya masalah teknis dalam pembuatan bom nuklir.

    Grossi menyebut Iran bisa membuat bom senjata nuklir jika negara itu memang menginginkannya.

    Selama beberapa tahun terakhir, kelompok garis keras di Iran mendesak Iran untuk mencontoh Korea Utara.

    Kelompok itu percaya bahwa kekuatan nuklir yang dimiliki Iran akan mampu dipertahankan meski nantinya ada tekanan dari negara lain.

    Sementara itu, ekonom Richard W. Rahn dalam tulisannya di Washington Times pada bulan Februari 2024 mengatakan Iran barangkali sudah memiliki lima senjata nuklir.

    Kata Rahn, bisa jadi jumlah senjata nuklir Iran sudah meningkat menjadi selusin pada bulan Mei 2024.

    Pada bulan Oktober 2023 beberapa intelijen memperkirakan Iran sudah memiliki cukup uranium yang weapon-grade untuk membuat satu bom dalam sepekan.

    Uranium itu bahkan cukup untuk membuat lima bom nuklir dalam enam pekan.

    Adapun saat ini sudah bulan April 2024 atau sudah hampir enam bulan sejak data intelijen itu diungkapkan.

    Pakar nuklir bernama David Albert pada bulan Januari lalu menyebutkan bahwa Iran butuh waktu sekitar satu minggu untuk mengayakan uranium guna membuat senjata atom pertamanya.

    “Kenyataan yang mengecewakan ialah bahwa Iran sudah tahu cara membuat senjata nuklir, meski ada beberapa pekerjaan yang belum selesai yang terkait dengan pembuatan senjata nuklir,” kata Albright dikutip dari Iran International.

    “Iran bisa dengan cepat membuat uranium yang cukup weapon-grade (memenuhi standar untuk senjata) untuk membuat banyak senjata nuklir, sesuatu yang tidak bisa dilakukan Iran tahun 2003,” katanya menambahkan.

    Albert menyebut Iran bisa memiliki cukup uranium weapon-grade untuk membuat enam senjata nuklir dalam satu bulan.

    “Setelah lima bulan menghasilkan uranium weapon-grade, Iran bisa punya cukup uranium untuk membuat 12 senjata nuklir.” 

    Di sisi lain, Israel yang menjadi musuh besar Iran berusaha menggagalkan proyek nuklir Iran.

    Jika Iran memiliki banyak senjata nuklir, itu bisa berarti kiamat bagi negara Zionis.

    (*)

  • 5 Poin Penting Celetukan Donald Trump Ambil Alih Gaza, Presiden Baru AS Akan Dimakzulkan?

    5 Poin Penting Celetukan Donald Trump Ambil Alih Gaza, Presiden Baru AS Akan Dimakzulkan?

    PIKIRAN RAKYAT – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump menimbulkan kegaduhan usai mengatakan bahwa negaranya akan mengambil alih kepemilikan jangka Panjang atas Gaza, sehingga warga Palestina yang tinggal di sana harus dipindahkan.

    Ia menyampaikan klaim tersebut selama kunjungan Perdana Menteri (PM) Israel Penjajah, Benjamin Netanyahu.

    Ia ingin menerapkan kerangka kebijakan AS di kawasan tersebut, yang selama ini didasarkan pada kemungkinan solusi dua negara, di mana Israel dan Palestina merdeka dapat hidup berdampingan.

    Dalam pidato serupa, Trump memicu kecemasan di berbagai kalangan politik dan dunia internasional, sebab ia menolak untuk menutup kemungkinan menggunakan militer AS dalam upaya ini. Artinya, pentagon bisa saja diturunkan.

    Saat ditanya mengenai hal tersebut, Trump menjawab, “Kami akan melakukan apa yang diperlukan.”

    Setelah pernyataan itu dirilis, guncangan lanjutan terdengar pada Rabu, 5 Februari 2025. Berikut ini lima poin utama dari pernyataan Presiden Trump mengenai Gaza dan Palestina, setelah 24 jam dikatakan:

    1. Kurangnya Detail Rencana

    Donald Trump mengusulkan pemindahan seluruh warga Palestina dari Gaza sebagai bagian dari rencana jangka panjang untuk mengambil “kepemilikan” atas wilayah tersebut.

    Namun, hingga Rabu, 5 Februari 2025, sangat sedikit informasi yang diberikan mengenai bagaimana rencana ini akan dijalankan.

    Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai mekanisme pemindahan dan siapa yang akan memimpin atau melaksanakan langkah itu.

    Pertanyaan besar muncul, mengenai bagaimana rakyat Palestina yang sangat terikat dengan identitas dan tanah air mereka bisa dipindahkan, serta apakah tentara AS akan dilibatkan untuk memaksa mereka jika mereka menolak.

    2. Gedung Putih yang Plinplan

    Pada awalnya, Trump menyarankan bahwa pemindahan warga Palestina dari Gaza akan bersifat permanen dan diikuti dengan “kepemilikan jangka panjang” oleh Amerika Serikat atas Gaza.

    Namun, beberapa jam setelahnya, Gedung Putih mulai mengubah pernyataannya. Sekretaris Negara, Marco Rubio, dan juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt menyebutkan bahwa pemindahan tersebut hanya bersifat sementara, dengan alasan untuk memberi ruang bagi pembangunan kembali Gaza.

    “Sementara itu, jelas bahwa orang-orang harus tinggal di suatu tempat sementara Anda membangunnya kembali,” kata Rubio, dalam konferensi pers di Kota Guatemala, dikutip dari Reuters, Kamis, 6 Februari 2025.

    3. Demokrat Ancam Pemakzulan atas Trump?

    Usulan Trump untuk memindahkan warga Palestina dan keterlibatan tentara AS dalam proses tersebut memicu kemarahan dari kalangan Demokrat.

    Beberapa politisi, seperti Perwakilan Rashida Tlaib, yang merupakan warga Palestina-Amerika, menyebutnya sebagai upaya pembersihan etnis.

    Senator Chris Murphy menilai bahwa rencana ini akan memicu ketegangan besar di Timur Tengah dan berdampak panjang.

    Bahkan, beberapa politisi berencana untuk mengajukan pemakzulan terhadap Trump karena usulannya yang dianggap berisiko dan melanggar hak-hak asasi manusia.

    4. Keraguan dari Partai Republik

    Meskipun Trump memiliki dukungan kuat dari Partai Republik, beberapa anggotanya mulai menunjukkan ketidaksetujuan terhadap rencana ini. Senator Rand Paul misalnya, menilai bahwa ini bertentangan dengan prinsip “America First”, yang seharusnya menghindari keterlibatan Amerika dalam konflik internasional yang merugikan.

    Senator Lindsey Graham juga menyatakan bahwa mayoritas warga di negaranya mungkin tidak mendukung pengiriman pasukan AS ke Gaza.

    Beberapa anggota Partai Republik merasa bahwa sumber daya negara tidak seharusnya dialokasikan untuk menangani Gaza, dan mereka meragukan manfaat rencana ini bagi kepentingan nasional AS.

    5. Adanya Motif Bisnis Keluarga Trump

    Rencana Trump ini juga menarik perhatian terkait hubungan bisnis keluarganya di Timur Tengah, terutama yang melibatkan menantunya, Jared Kushner.

    Kushner, yang pernah menyatakan bahwa “properti tepi pantai” Gaza dapat sangat bernilai, juga terlibat dalam kesepakatan bisnis besar di wilayah ini.

    Laporan dari The New York Times mengungkapkan bahwa keluarga Trump telah memperluas bisnis real estate mereka di Timur Tengah, termasuk dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki hubungan dekat dengan negara-negara kaya minyak seperti Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab.

    Hal ini menambah kontroversi terhadap rencana Trump karena munculnya dugaan adanya motif ekonomi pribadi yang melibatkan keluarga presiden. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • 5 Populer Internasional: Penguasa Gaza setelah Perang – Zelensky Minta Dikirimi Senjata Nuklir – Halaman all

    5 Populer Internasional: Penguasa Gaza setelah Perang – Zelensky Minta Dikirimi Senjata Nuklir – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Rangkuman berita populer Tribunnews di kanal Internasional dalam 24 jam terakhir.

    Presiden Ukraina meminta Barat untuk dikirimi senjata nuklir untuk menghentikan invasi Rusia.

    Sementara itu, 45.000 tentara Ukraina tewas sejak dimulainya perang pada 2022 lalu.

    Di tengah gencatan senjata Gaza, muncul pertanyaan siapa yang nantinya akan memimpin wilayah tersebut.

    Berikut berita selengkapnya.

    1. Zelensky Minta Barat Kirimi Ukraina Senjata Nuklir, Rusia: Dia Sudah Sinting

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengusulkan Barat untuk memberi Ukraina senjata nuklir agar bisa menghentikan invasi Rusia.

    Jika Ukraina tidak diberi nuklir, sebagai gantinya, kata Zelensky, Ukraina harus cepat dijadikan anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

    Pada hari Selasa, (4/2/2025), seorang jurnalis Inggris bernama Piers Morgan menerbitkan hasil wawancara dengan Zelensky.

    Dalam wawancara itu Zelensky ditanya alasan Ukraina bersikeras meminta jadi anggota NATO dan menolak alternatif lain.

    Dia berujar jika Ukraina dicegah bergabung dengan NATO, Ukraina punya hak untuk bertanya alasan Barat terus membela Ukraina selama invasi Rusia.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    2. 45.000 Tentara Ukraina Tewas Lawan Rusia, Zelensky Siap Negosiasi Damai dengan Putin

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan bahwa Ukraina telah kehilangan setidaknya 45.100 tentara Ukraina yang tewas.

    Dan total 390.000 tentara Ukraina terluka dalam perang.

    Zelensky menambahkan bahwa hampir setengah dari tentara Ukraina yang terluka kemudian kembali berperang di garis depan perang.

    Ukraina mengklaim Rusia telah menderita setidaknya 842.390 korban dalam perang, angka ini belum dikonfirmasi Moskow.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    3. Kemarahan Elon Musk yang Memicu Keputusan Donald Trump Menutup USAID

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan membubarkan Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) yang sudah 64 tahun berdiri.

    Pembubaran ini dilakukan Donald Trump setelah Elon Musk selaku Kepala Departemen Efisiensi Pemerintah di kabinet baru Trump tak diberi akses masuk ke sistem USAID.

    Elon Musk mencurigai lembaga amal itu menjalankan praktik penyalahgunaan anggaran, termasuk jaringan penipuan yang mengalihkan dana ke pihak yang tidak berhak.

    Hal ini membuat Elon Musk murka, hingga menyebutnya sebagai “organisasi kriminal”, tak sampai di situ buntut pembatasan akses 60 pejabat tinggi USAID diberi sanksi cuti administratif.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    4. Hamas Kecam Pernyataan Trump soal Gaza: Resep untuk Kekacauan di Timur Tengah

    Seorang pejabat senior Hamas mengecam pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Selasa (4/2/2025).

    Bermula dari Trump yang mengatakan bahwa warga Palestina tidak ingin meninggalkan Gaza karena tidak memiliki alternatif.

    Pernyataan Trump tersebut membuat seorang pejabat Hamas, Sami Abu Zuhri geram.

    Ia menyebut pernyataan Trump justru akan memicu ketegangan di Timur Tengah.

    “Kami menganggapnya sebagai resep untuk menciptakan kekacauan dan ketegangan di wilayah tersebut. Rakyat kami di Jalur Gaza tidak akan membiarkan rencana ini terlaksana,” kata Sami Abu Zuhri, dikutip dari Al-Arabiya.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    5. Siapa Penguasa Gaza Pascaperang? Hamas Butuh Bantuan, PA Cari Celah, Arab-Israel Menentukan

    Selama hampir 16 bulan perang di Gaza, banyak politisi dan analis memperdebatkan proposal yang muncul soal siapa yang akan memerintah Jalur Gaza pasca-Perang.

    Ulasan dari media Amerika Serikat (AS), The New York Times, Senin (3/2/2025) lantas menghadirkan empat analisis model pemerintahan Gaza pasca-perang tersebut.

    Meski begitu, ulasan tersebut menyatakan, kalau “Belum ada arah yang jelas siapa yang akan memerintah Gaza selama pertempuran terus berlanjut.”

    Pada fase saat ini, Gaza berada dalam situasi gencatan senjata yang rapuh antara Hamas dan Israel.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    (Tribunnews.com)

  • Siapa Penguasa Gaza Pascaperang? Hamas Butuh Bantuan, PA Cari Celah, Arab-Israel Menentukan – Halaman all

    Siapa Penguasa Gaza Pascaperang? Hamas Butuh Bantuan, PA Cari Celah, Arab-Israel Menentukan – Halaman all

    Siapa Penguasa Gaza Pascaperang? Hamas Tak Bisa Sendirian, PA Cari Celah, Israel Minta Beking AS

    TRIBUNNEWS.COM – Selama hampir 16 bulan perang di Gaza, banyak politisi dan analis memperdebatkan proposal yang muncul soal siapa yang akan memerintah Jalur Gaza pasca-Perang.

    Ulasan dari media Amerika Serikat (AS), The New York Times, Senin (3/2/2025) lantas menghadirkan empat analisis model pemerintahan Gaza pasca-perang tersebut.

    Meski begitu, ulasan tersebut menyatakan, kalau “Belum ada arah yang jelas siapa yang akan memerintah Gaza selama pertempuran terus berlanjut.”

    Pada fase saat ini, Gaza berada dalam situasi gencatan senjata yang rapuh antara Hamas dan Israel.

    Melalui tahap pertama gancatan senjata secara ringkih berhias berbagai insiden dalam putaran demi putaran pertukaran tahanan sandera dan tahanan,  Israel dan Hamas bersiap untuk negosiasi guna memperpanjang gencatan senjata.

    “Sementara itu terjadi, ada empat model mencuat untuk masa depan Gaza yang mulai terbentuk,” tulis ulasan tersebut dikutip, Rabu (5/2/2025).

    Secara garis besar, ulasan tersebut menggambarkan empat model yang dimaksud adalah:

    Pemerintahan Gaza yang dikendalikan Hamas
    Pemerintahan Gaza yang diduduki Israel
    Pemerintahan Gaza yang dikelola pihak Internasional
    Pemerintahan Gaza diserahkan ke Otoritas Palestina (PA)

    Membahas model pertama, ulasan tersebut Hamas, yang melemah tetapi tidak menyerah dan secara de facto tetap ada, masih menguasai sebagian besar wilayah dan berusaha untuk mempertahankan otoritas tersebut. 

    Adapun soal model kedua, berdasarkan ketentuan gencatan senjata, Israel memang diharuskan menarik diri secara bertahap dari Gaza, tetapi pasukannya masih menduduki bagian-bagian penting wilayah tersebut. 

    Terlebih, para pemimpin sayap kanan Israel ingin pasukan mereka memperluas kendali tersebut, bahkan jika itu berarti memulai kembali perang.

    Untuk model ketiga analisis pemerintahan Gaza pasca-perang, ulasan tersebut menyatakan kendali oleh kontraktor keamanan asing bisa jadi opsi model lain pemerintahan di Gaza nantinya.

    “Atas undangan Israel, mereka menjalankan pos pemeriksaan di jalan raya penting di Gaza utara, memeriksa kendaraan untuk mencari senjata. Beberapa pejabat Israel mengatakan bahwa aktivitas tersebut dapat berkembang menjadi pengelolaan internasional di wilayah yang jauh lebih luas, yang melibatkan negara-negara Arab, bukan kontraktor swasta,” kata ulasan tersebut.

    Ulasan juga menyertakan model pemerintahan Gaza yang dikelola oleh PA.

    “Di wilayah selatan, perwakilan Otoritas Palestina mulai bekerja di perbatasan dengan Mesir selama akhir pekan, bekerja sama dengan pejabat keamanan Eropa.  Otoritas tersebut, yang kehilangan kendali atas Gaza ke tangan Hamas pada tahun 2007, berharap bahwa pada waktunya nanti, mereka dapat meniru upaya tersebut di seluruh wilayah,” kata ulasan tersebut.

    Ulasan itu menjelaskan, ntuk saat ini, memang belum jelas pola mana yang akan muncul sebagai model yang dominan.

    Namun, seperti apa Gaza di masa depan kemungkinan besar akan sangat bergantung pada Presiden Trump, yang akan membahas masa depan Gaza di Washington dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dari Israel, Selasa kemarin. 

    Hal penting lainnya, kata tulisan itu, “Faktor Arab Saudi dapat mengubah keadaan jika untuk pertama kalinya setuju menjalin hubungan formal dengan Israel — sebagai imbalan atas struktur pemerintahan tertentu di Gaza.”

    Berikut ini adalah apa saja yang termasuk dalam model tersebut dan seberapa besar kemungkinan model tersebut akan berhasil.

    PANGLIMA HAMAS GUGUR – Foto yang diambil dari Press TV tanggal 1 Februari 2025 memperlihatkan anggota Brigade Al Qassam berdiri di atas panggung sambil membawa foto para panglima Hamas yang gugur. Wakil Kepala Politbiro Hamas Khalil Al Hayya mengklaim pembebasan seluruh tanah Palestina dari Israel kini sudah dekat. (Press TV)

    Hamas Berkuasa, Tak Bisa Sendirian

    Saat membebaskan sandera dalam beberapa minggu terakhir, Hamas berusaha menunjukkan kalau mereka tetap menjadi kekuatan Palestina yang dominan di lapangan.

    Ratusan militan Hamas bertopeng berkumpul di setiap titik pembebasan, menunjukkan kalau kelompok tersebut, meskipun babak belur karena perang selama 16 bulan, masih berkuasa.

    Pejabat keamanan Hamas juga muncul kembali untuk menegakkan ketertiban di seluruh wilayah, menghentikan dan memeriksa kendaraan, serta mencoba menjinakkan persenjataan yang belum meledak.

    Pejabat kota juga mulai memindahkan puing-puing.

    Bagi sebagian besar orang Israel, kehadiran Hamas dalam jangka panjang tidak mengenakkan dan mimpi buruk menakutkan atas status pendudukan mereka. 

    Sebagian entitas Israel mungkin menerimanya jika Hamas setuju untuk membebaskan semua sandera yang tersisa di Gaza.

    Namun bagi yang lain, khususnya di sayap kanan Israel, ingin melanjutkan perang, bahkan jika harus mengorbankan nyawa beberapa tawanan, untuk memaksa Hamas keluar.

    Atas variabel-variabel itu, Hamas diasumsikan tidak bisa sendirian berkuasa di Gaza.

    “Jika Hamas tetap berkuasa, akan sulit bagi kelompok tersebut untuk membangun kembali Gaza tanpa dukungan asing,” tulis ulasan itu. 

    Karena banyak donor asing kemungkinan besar akan berhati-hati dalam membantu kecuali Hamas mengundurkan diri, ada kemungkinan kelompok itu akan dengan sukarela menyerahkan kekuasaan kepada pemimpin Palestina alternatif, alih-alih terus memimpin tanah terlantar yang tidak dapat diatur. 

    “Dalam pembicaraan yang dimediasi oleh Mesir, utusan Hamas mengatakan mereka dapat menyerahkan tanggung jawab administratif kepada komite teknokrat Palestina, tetapi tidak mungkin kelompok itu akan dengan sukarela membubarkan sayap bersenjatanya bahkan jika mereka berhenti menjalankan urusan sipil Gaza,” kata analisis tersebut.

    AGRESI MILITER – Tentara Israel melalukan agresi militer di Jalur Gaza. Selama 15 bulan agresi Israel belum bisa memberangus Hamas. (Tangkap Layar/IDF)

    Pendudukan Israel

    Ketika gencatan senjata dimulai bulan lalu, Israel mempertahankan kendali atas zona penyangga di sepanjang perbatasan Gaza yang lebarnya beberapa ratus meter.

    Untuk mengakhiri perang dan mengamankan pembebasan semua sandera di Gaza, Israel pada akhirnya perlu mengevakuasi wilayah ini.

    Tetapi itu tidak terpikirkan oleh anggota penting koalisi Netanyahu, yang berarti bahwa ia dapat memperpanjang pendudukan Israel, atau bahkan memperluasnya, untuk menghindari keruntuhan pemerintahannya.

    “Namun, untuk melakukan itu, Netanyahu mungkin memerlukan dukungan dari pemerintahan Trump, yang telah mengisyaratkan bahwa mereka ingin memperpanjang gencatan senjata untuk memungkinkan pembebasan setiap sandera,” tulis laporan itu. 

    Kembali berperang juga akan menggagalkan peluang jangka pendek untuk mencapai kesepakatan antara Israel dan Arab Saudi — sebuah pencapaian internasional besar yang telah lama didambakan oleh Netanyahu.

    Pasukan Internasional

    Ketika pasukan Israel mundur minggu lalu dari sebagian besar Koridor Netzarim, wilayah strategis yang menghubungkan Gaza utara dan selatan, mereka mengizinkan sekelompok kontraktor keamanan asing untuk mengisi kekosongan tersebut.

    Dipimpin oleh penjaga keamanan Mesir, para kontraktor tersebut memeriksa lalu lintas ke utara untuk mencari senjata, dengan harapan dapat memperlambat upaya Hamas untuk mempersenjatai kembali militannya di Gaza utara.

    Dua perusahaan AS terlibat dalam proses tersebut, tetapi tidak jelas peran apa yang mereka mainkan di lapangan.

    Untuk saat ini, proses tersebut merupakan uji coba skala kecil yang tidak melibatkan keterlibatan resmi negara-negara Arab selain Mesir dan Qatar, dua negara yang menjadi penengah antara Israel dan Hamas.

    Namun, beberapa pejabat Israel mengatakan bahwa hal itu dapat diperluas — baik dari segi geografi maupun tanggung jawab — untuk mencakup peran administratif di wilayah yang lebih luas, yang didukung secara publik dan finansial oleh negara-negara Arab terkemuka seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.

    Keduanya kemungkinan tidak akan mencari peran formal tanpa restu dari Otoritas Palestina (PA).

    Otoritas tersebut, yang dipaksa Hamas dari Gaza pada tahun 2007, masih menjalankan sebagian wilayah Tepi Barat dan dianggap sebagai satu-satunya alternatif serius Palestina bagi Hamas.

    “Namun, para pemimpin Israel melihat otoritas tersebut korup dan tidak kompeten dan telah menolak gagasan untuk memberinya peran utama di Gaza, setidaknya untuk saat ini. Kaum kanan Israel juga menentang pemberdayaan otoritas tersebut, agar tidak muncul sebagai negara yang kredibel,” kata laporan tersebut.

    Personel keamanan Otoritas Palestina di Jenin, Samaria utara, Tepi Barat yang diduduki Israel pada 16 Desember 2024. (Foto oleh Nasser Ishtayeh/Flash90.)

    Otoritas Palestina Cari Celah

    Meskipun begitu, perwakilan otoritas Palestina  diam-diam mulai bekerja di bagian lain Gaza selama akhir pekan, yang menunjukkan bahwa sebagian dari pimpinan Israel mungkin dalam praktiknya lebih fleksibel tentang keterlibatan otoritas tersebut.

    Israel mengizinkan pejabat dari Uni Eropa dan Otoritas Palestina untuk memulai kembali operasi di perlintasan Rafah — sebuah pos pemeriksaan di perbatasan antara Gaza dan Mesir. Perlintasan tersebut telah ditutup sejak Israel menginvasi wilayah Rafah Mei lalu.

    Secara terbuka, pemerintah Israel mengecilkan keterlibatan otoritas tersebut di pos pemeriksaan, sebagian untuk menghindari kemarahan anggota koalisi Netanyahu.

    “Namun, operasi di Rafah telah memicu spekulasi bahwa Netanyahu, di bawah tekanan dari Trump dan para pemimpin Arab di Teluk, mungkin dengan berat hati menoleransi peran yang lebih luas bagi otoritas tersebut, mungkin dalam kemitraan dengan pasukan penjaga perdamaian atau kontraktor asing,” kata ulasan tersebut.

     

    (oln/TNYP/*)

  • Turki Berencana Bangun 2 Pangkalan Militer di Suriah, Bagaimana Nasib Rusia? – Halaman all

    Turki Berencana Bangun 2 Pangkalan Militer di Suriah, Bagaimana Nasib Rusia? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Militer Turki berencana membangun dua pangkalan militer baru di Suriah yang akan digunakan untuk melatih angkatan bersenjata baru negara tersebut.

    Laporan ini bersumber dari informasi yang dikutip oleh surat kabar Türkiye Newspaper pada 3 Februari 2025 dari beberapa sumber Arab yang tidak disebutkan namanya.

    “Turki akan melatih anggota militer di dua pangkalan yang akan dibangun di Suriah,” menurut laporan tersebut.

    “Turki dan Suriah akan menandatangani perjanjian pertahanan bersama.”

    Laporan itu juga menambahkan, “Berdasarkan perjanjian yang diharapkan segera ditandatangani, Turki akan membantu Suriah jika negara tersebut menghadapi ancaman mendadak.”

    Militer Turki akan melatih tentara Suriah, termasuk pilot, dengan tujuan membangun angkatan udara untuk Suriah.

    Dalam perjanjian tersebut, disebutkan bahwa Turki akan menempatkan 50 pesawat tempur F-16 di dua pangkalan baru tersebut hingga Angkatan Udara Suriah terbentuk sepenuhnya.

    “Langkah ini bertujuan untuk mencegah serangan apapun terhadap kedaulatan Suriah.”

    Selain itu, pihak berwenang Suriah juga dilaporkan meminta agar Turki mengerahkan pesawat nirawak, radar, dan sistem perang elektronik di sepanjang perbatasan Suriah dengan Israel.

    Mengutip The Cradle, setelah Ahmad al-Sharaa dilantik sebagai Presiden Suriah, diumumkan bahwa semua faksi bersenjata, termasuk kelompok ekstremis Hayat Tahrir al-Sham (HTS), akan dibubarkan dan digabungkan ke dalam institusi negara, termasuk militer.

    Banyak pejuang asing datang ke Suriah pasca-2011 untuk melawan pemerintahan mantan Presiden Bashar al-Assad.

    Mereka berasal dari Uighur Tiongkok, Albania, Turki, dan Yordania.

    Setelah Assad digulingkan, banyak dari mereka yang diberi posisi tinggi di militer baru Suriah, meskipun sebelumnya mereka adalah anggota ISIS atau faksi yang berhubungan dengan Al-Qaeda.

    Laporan ini muncul sehari sebelum Al-Sharaa (yang sebelumnya dikenal sebagai Abu Mohammad al-Julani), mantan pemimpin Al-Qaeda dan ISIS, dijadwalkan melakukan kunjungan resmi pertamanya ke Turki setelah perjalanannya ke Arab Saudi, di mana ia bertemu dengan Putra Mahkota Saudi, Mohamed bin Salman (MBS).

    Sharaa diperkirakan akan bertemu dengan pejabat dan pemimpin Turki untuk membahas sejumlah isu, termasuk pemulihan ekonomi dan keamanan.

    “Kami yakin hubungan antara Turki dan Suriah, yang telah kembali terbangun setelah pembebasan Suriah, akan semakin kuat dan berkembang dengan kunjungan Ahmad al-Sharaa dan delegasinya,” ujar Fahrettin Altun, Kepala Direktorat Komunikasi Kepresidenan Turki.

    Turki telah lama mendukung HTS dan berperan dalam operasi militer yang menyebabkan runtuhnya pemerintahan Assad pada 8 Desember 2024.

    Militer Turki telah berada di Suriah sejak 2016, terutama untuk memerangi pasukan Kurdi yang didukung AS.

    Bagaimana dengan Rusia?

    Selama pemerintahan Bashar al-Assad, Rusia memiliki dua pangkalan militer di Suriah, yakni Pangkalan Udara Khmeimim dan pangkalan angkatan laut di Tartus.

    PANGKALAN MILITER RUSIA – Kapal angkatan laut Rusia terlihat di Tartus pada tanggal 5 Desember (atas). Kapal-kapal tersebut hilang dalam gambar tanggal 10 Desember. (Maxar Technologies)

    Namun, situasi berubah setelah Assad digulingkan oleh kelompok yang dipimpin oleh Sharaa.

    Assad melarikan diri ke sekutunya, Rusia.

    Setelah itu, Rusia dilaporkan telah memindahkan peralatan militernya dari kedua pangkalan tersebut, meski tidak jelas apakah pemindahan itu hanya sementara atau permanen.

    Pada akhir Januari lalu, Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan ada “pembicaraan terbuka” terkait isu pangkalan militer ini, menurut Reuters.

    Kedua pihak masih melakukan kontak untuk mencapai kesepakatan lebih lanjut.

    Diplomat Rusia kemudian dikirim ke Damaskus untuk merundingkan masalah tersebut.

    Menurut laporan The New York Times pada 2 Februari 2025, delegasi diplomat Rusia tiba pada Selasa (28/1/2025) untuk menghadiri pertemuan di Damaskus.

    Namun pembicaraan berakhir tanpa kesepakatan.

    Pertemuan ini mencerminkan tawar-menawar geopolitik yang telah berlangsung pasca-perang saudara Suriah — dengan potensi membentuk kembali Timur Tengah, tulis The New York Times.

    Kekuatan-kekuatan dunia bersaing memperebutkan pengaruh, sementara pemimpin muda Suriah berupaya memperoleh legitimasi, keamanan, dan bantuan melalui pendekatan realpolitik yang pragmatis.

    “Saya rasa suasana umum di Damaskus saat ini adalah, ‘Kami orang Suriah tidak perlu bertengkar dengan siapa pun, termasuk mantan musuh kami,’” kata Charles Lister, peneliti senior di Middle East Institute di Washington.

    “Jadi, de-eskalasi dan pragmatisme adalah kuncinya.”

    Namun, Rusia diminta untuk membuat konsesi.

    Al-Sharaa menekankan bahwa setiap hubungan baru dengan Rusia harus menyelesaikan kesalahan masa lalu terlebih dahulu.

    Dia meminta kompensasi atas kerusakan yang disebabkan oleh Rusia dan menuntut agar Assad serta rekan-rekannya diserahkan untuk diadili, menurut dua pejabat yang mengetahui pertemuan tersebut.

    Presiden Rusia, Vladimir Putin, kemungkinan besar tidak akan setuju.

    Ketika ditanya mengenai ekstradisi Assad sehari setelah pertemuan para diplomat tersebut, juru bicara Putin menolak berkomentar.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Petaka Elon Musk Menggila, Keamanan Nasional Terancam

    Petaka Elon Musk Menggila, Keamanan Nasional Terancam

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pengusaha yang kini juga bekerja untuk Gedung Putih, Elon Musk, punya akses penuh ke data masyarakat Amerika Serikat (AS). Hal ini disebut bisa menimbulkan risiko keamanan nasional.

    Menteri Keuangan Scott Bessent disebut memberikan tim Musk, Departemen Efisiensi Pemerintah atau DOGE, akses sistem terkait penyaluran triliunan dolar pada masyarakat AS tiap tahunnya. Informasi ini berasal dari Senator Demokrat dan anggota Komite Keuangan Senat, Ron Wyden.

    Kabarnya seorang pejabat di Departemen Keuangan meninggalkan posisinya setelah tim Musk meminta mengakses sistem tersebut.

    “Tunjangan Jaminan Sosial dan Medicare, hibah, pembayaran kepada kontraktor, termasuk yang bersaing dengan perusahaan milik Musk. Semuanya,” kata Wyden soal apa saja yang diakses DOGE, dikutip dari Tech Crunch, Senin (3/1/2025).

    Dalam suratnya ke Bessent, Wyden mengatakan sistem yang dijalankan Biro Layanan Fiskal Departemen Keuangan mengendalikan US$6 triliun. Dana tersebut termasuk tunjangan jaminan sosial dan medicare, pengembalian pajak dan pembayaran untuk karyawan dan kontraktor pemerintahan.

    Sementara itu berdasarkan laporan The New York Times, Bessent telah memberikan akses pada DOGE di hari Jumat lalu. Salah satu yang diberikan akses dilaporkan Tom Krause, yang juga kepala eksekutif Cloud Software Group.

    Tech Crunch melaporkan Krause tidak menanggapi permintaan berkomentar, begitu juga Departemen Keuangan.

    Wyden yang menyebut operasi bisnis Musk yang ekstensif di China dapat membahayakan AS. Yakni terkait keamanan siber dan konflik kepentingan.

    “Tidak bisa memberikan akses ke sistem sensitif pada individu dengan kepentingan bisnis yang begitu signifikan di China,” jelas dia.

    (fab/fab)

  • Sosok Erbil Yehud, Tawanan Israel yang Digenggam Erat oleh Pasukan Hamas saat Akan Dibebaskan – Halaman all

    Sosok Erbil Yehud, Tawanan Israel yang Digenggam Erat oleh Pasukan Hamas saat Akan Dibebaskan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Inilah sosok Erbil Yehud, tawanan Israel yang dibebaskan oleh pasukan Hamas, dalam pertukaran tahanan sebagai bagian dari gencatan senjata Israel-Palestina.

    Diketahui Arbel Yehud ditangkap oleh Hamas selama serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023.

    Dirinya ditangkap dari rumahnya di Nir Oz, sebuah desa di Israel selatan dekat perbatasan daerah kantong Palestina.

    Yehud, yang saat itu berusia 28 tahun saat diculik.

    Tak hanya Yehud, pasangannya, Ariel Cunio, juga diculik oleh Hamas.

    Mengutip The New York Times, Yehud memiliki akar yang dalam di komunitas Nir Oz sebagai anggota generasi ketiga yang mendiami wilayah tersebut.

    Hal itu menurut Hostages and Missing Families Forum, sebuah organisasi akar rumput yang mengadvokasi pembebasan para sandera.

    Dia pernah bekerja di sistem pendidikan masyarakat.

    Lantas dirinya pernah menjadi pemandu di GrooveTech, pusat pembelajaran inovatif di Israel selatan yang berfokus pada eksplorasi ruang angkasa dan teknologi.

    Diketahui saat diculik oleh Hamas 2023 lalu, Yehud dan pasangannya Cunio baru saja kembali dari tur di Amerika Selatan.

    Minta Digenggam Oleh Pasukan Hamas

    Erbil Yehud menyita perhatian saat momen akan dibebaskan oleh pasukan Palestina, di Gaza.

    Hal itu terlihat dalam unggahan story Instagram Hatem H Rawagh seorang jurnalis asal Palestina, @hatem.h.rawagh, Kamis (30/1/2025).

    Dalam unggahannya, tampak tentara wanita Israel bernama Erbil Yehud dalam proses dibebaskan dan pertukaran tawanan.

    Awalnya, Erbil Yehud berada di dalam mobil, bersiap keluar dari kendaraan tersebut.

    Beberapa pejuang Palestina, termasuk Pasukan Al-Qassam tampak mengerumuni mobil, memberikan pengamanan ketat.

    Lantas, saat akan keluar, wanita Israel itu menyodorkan tangannya kepada pasukan Al-Qassam, bak meminta untuk digandeng.

    Beberapa saat kemudian, pasukan Al-Qassam menggenggam tangan Erbil Yehud, dan menuntun wanita itu keluar dari mobil.

    Selama proses itu, pasukan pembebasan Palestina berjaga-jaga di sekitaran memberikan pengamanan.

    “The palestinian resistance releases the Israeli prisoner Erbil Yehud, south of the Gaza strip (Perlawanan Palestina membebaskan tahanan Israel Erbil Yehud, di selatan Jalur Gaza),” tulis Hatem H Rawagh dalam unggahannya.

    Erbil Yehud Bertemu Gadi Mozes

    Diberitakan sebelumnya, Brigade Al-Quds sayap militer Gerakan Jihad Islam menerbitkan gambar yang menunjukkan tahanan Israel Erbil Yehud dan tahanan Gadi Mozes sebelum mereka diserahkan ke pihak Israel.

    Video tersebut memperlihatkan momen Yehud dan Moses saling bertemu dan berpelukan hangat sambil dikawal para pejuang brigade.

    Kedua tahanan tersebut dijadwalkan akan dibebaskan saat pertukaran tahanan gelombang ketiga antara kelompok perlawanan dan Israel.

    Sejumlah besar pejuang perlawanan telah dikerahkan di wilayah Jalur Gaza untuk menyaksikan penyerahan tahanan baru, sementara ribuan pengungsi yang kembali berkumpul di Razan Square di pusat kamp Jabalia untuk menghadiri penyerahan beberapa tahanan.

    (Tribunnews.com/Garudea Prabawati)

  • Tabrakan Pesawat American Airlines dan Helikopter Black Hawk, Penumpang Tak Ada yang Selamat

    Tabrakan Pesawat American Airlines dan Helikopter Black Hawk, Penumpang Tak Ada yang Selamat

    GELORA.CO  – Sebuah tabrakan udara yang melibatkan pesawat jet milik maskapai American Airlines dengan helikopter milik Angkatan Darat Amerika Serikat (AS) terjadi di Washington, DC, Rabu (29/1/2025).

    Akibatnya, sebanyak 67 orang dilaporkan tewas, yang artinya semua penumpang dari kedua pesawat dinyatakan meninggal dunia.

    Kecelakaan pesawat antara American Airlines dengan helikopter militer ini menjadikannya bencana penerbangan paling mematikan di AS selama hampir seperempat abad.

    Dikutip dari AP News, setidaknya 28 jenazah berhasil dievakuasi dari Sungai Potomac, lokasi jatuhnya kedua pesawat tersebut.

    Tragedi ini terjadi ketika pesawat jet American Airlines akan mendarat di Bandara Nasional Ronald Reagan, tepat di seberang Sungai Potomac.

    Saat akan mendarat, tiba-tiba muncul helikopter Black Hawk milik Angkatan Darat AS yang terbang ke jalur jet regional American Airlines.

    Tabrakan pun tak terelakkan dan kedua pesawat itu jatuh di Sungai Potomac.

    Seorang pengendali lalu lintas udara bertanggung jawab untuk mengoordinasikan lalu lintas helikopter dan kedatangan serta keberangkatan pesawat saat tabrakan terjadi.

    Tugas-tugas tersebut sering kali dibagi oleh dua orang, tetapi bandara biasanya menggabungkan peran-peran terpisah tersebut pada pukul 21.30 malam, saat lalu lintas mulai melambat.

    Pengawas di menara memerintahkan agar mereka digabungkan lebih awal.

    “Konfigurasi posisi tidak normal untuk waktu dan volume lalu lintas,” tulis sebuah laporan dari Badan Penerbangan Federal.

    Namun, seseorang yang mengetahui masalah tersebut mengatakan, staf menara pada Rabu malam berada pada tingkat normal.

    Posisi tersebut secara rutin digabungkan saat pengontrol perlu meninggalkan konsol untuk istirahat, selama pergantian shift, atau saat lalu lintas udara sedang lambat, kata orang tersebut, yang berbicara dengan syarat anonim untuk membahas prosedur internal.

    Presiden AS, Donald Trump mengatakan pada konferensi pers Gedung Putih, tidak ada seorang pun yang selamat.

    “Kami sekarang berada pada titik di mana kami beralih dari operasi penyelamatan ke operasi pemulihan,” kata Kepala Pemadam Kebakaran Washington, John Donnelly.

    Investigasi kecelakaan pesawat dapat memakan waktu berbulan-bulan, dan penyelidik federal mengatakan kepada wartawan, mereka tidak akan berspekulasi tentang apa yang menyebabkan tabrakan tersebut.

    Pesawat itu ditemukan terbalik dalam tiga bagian di air setinggi pinggang, dan petugas tanggap darurat sedang mencari di area Potomac sejauh selatan Jembatan Woodrow Wilson, sekitar 4,8 kilometer selatan bandara.

    Bangkai helikopter juga ditemukan. Gambar dari sungai menunjukkan perahu-perahu di sekitar sayap yang sebagian terendam dan reruntuhan badan pesawat yang hancur.

    Para pejabat mengatakan kondisi penerbangan aman saat jet tiba dari Wichita, Kansas.

    Masih jadi Misteri

    Pihak berwenang AS mengatakan masih menjadi misteri mengapa kecelakaan pesawat antara jet American Airlines dengan helikopter Black Hawk itu terjadi.

    Presiden Donald Trump, tanpa memberikan bukti, mengatakan, upaya keberagaman federal bisa jadi merupakan faktor, yang menegaskan kembali tema yang telah menjadi fokus kepresidenannya.

    Kelompok hak asasi manusia dan Partai Demokrat menuduhnya mempolitisasi bencana tersebut.

    Kini, investigasi atas kecelakaan tersebut baru saja dimulai.

    Jet Bombardier milik American Airlines yang membawa 60 penumpang dan empat awak bertabrakan dengan helikopter Black Hawk milik Angkatan Darat dan jatuh ke Sungai Potomac saat bersiap mendarat di Bandara Nasional Ronald Reagan Washington pada Rabu malam.

    Nama-nama seluruh korban belum dirilis, tetapi mereka termasuk sejumlah atlet seluncur indah dan orang-orang dari Kansas, tempat penerbangan itu berasal.

    Menteri Perhubungan AS, Sean Duffy, mengatakan kedua pesawat itu menerbangkan pola penerbangan standar dan tidak ada gangguan dalam komunikasi.

    “Semuanya berjalan seperti biasa hingga terjadi kecelakaan,” kata Gubernur Virginia, Glenn Youngkin kepada Reuters.

    Bandara tersebut terletak di seberang sungai dari Washington, di Virginia.

    Para investigator Badan Keselamatan Transportasi Nasional mengatakan mereka akan mendapatkan laporan awal dalam waktu 30 hari.

    Mereka mengatakan mereka belum menemukan “kotak hitam” di pesawat yang merekam data penerbangan.

    “Ini merupakan acara yang melibatkan semua pihak,” kata Kepala Badan Keselamatan Transportasi Nasional, Jennifer Homendy dalam konferensi pers.

    Badan tersebut telah mulai mengumpulkan puing-puing, termasuk bagian-bagian helikopter, dan menyimpannya di hanggar di Reagan National.

    Di Gedung Putih, Trump mengkritik pilot helikopter dan menyatakan pengontrol lalu lintas udara yang harus disalahkan.

    “Kami tidak tahu apa yang menyebabkan kecelakaan ini, tetapi kami memiliki beberapa pendapat dan ide yang sangat kuat,” ucap Trump.

    Komunikasi radio menunjukkan bahwa pengontrol lalu lintas udara memperingatkan helikopter tentang jet yang mendekat dan memerintahkannya untuk mengubah arah.

    Satu pengendali, bukan dua, menangani lalu lintas pesawat dan helikopter lokal pada Rabu malam di Bandara Nasional Reagan, situasi yang dianggap “tidak normal”.

    Akan tetapi, dianggap memiliki staf yang memadai untuk volume lalu lintas yang lebih rendah, menurut seseorang yang diberi pengarahan tentang masalah tersebut.

    Keputusan untuk menggabungkan tugas di malam hari bukanlah hal yang tidak biasa, kata sumber tersebut.

    The New York Times pertama kali melaporkan penunjukan “tidak normal” tersebut.

    Kekurangan pengawas lalu lintas udara di Amerika Serikat dalam beberapa tahun terakhir telah memicu masalah keselamatan.

    Di beberapa fasilitas, pengawas bekerja lembur wajib dan bekerja enam hari seminggu untuk mengatasi kekurangan.

    Administrasi Penerbangan Federal memiliki sekitar 3.000 pengawas lebih sedikit dari yang dibutuhkan

  • 67 Orang Tewas dalam Tabrakan 2 Pesawat di AS, Media Rusia Cium Ada ‘Keanehan’ – Halaman all

    67 Orang Tewas dalam Tabrakan 2 Pesawat di AS, Media Rusia Cium Ada ‘Keanehan’ – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, AS –  Tabrakan di udara antara helikopter Angkatan Darat AS dan pesawat komersial American Airlines yang terjadi di Kansas Amerika Serikat (AS), Rabu (31/1/2025) waktu setempat, menewaskan 67 orang di dalam kedua pesawat itu.

    Pejabat terkait seperti dikutip AP mengatakan ini adalah bencana dunia penerbangan yang paling mematikan negara itu sejak tahun 2001.

    Setidaknya 28 jenazah, termasuk ketiga prajurit yang berada di helikopter, telah dievakuasi dari dari perairan es Sungai Potomac.

    Info terbaru seputar tabrakan 2 pesawat:

    Penyebab tabrakan tidak jelas: Badan Keselamatan Transportasi Nasional AS mengatakan terlalu dini untuk berspekulasi penyebab kecelakaan dan berjanji untuk merilis laporan awal dalam waktu 30 hari.  Para pejabat mengatakan kondisi penerbangan aman dan bahwa jet yang datang dari Wichita, Kansas, sedang melakukan pendaratan rutin ketika helikopter terbang ke jalurnya.
    Komunikasi kontrol lalu lintas udara: Kurang dari 30 detik sebelum kecelakaan, kontrol lalu lintas udara berusaha menghubungi helikopter, menanyakan apakah helikopter tersebut dapat melihat pesawat. Tampaknya kontrol lalu lintas udara tidak berkomunikasi dengan jet tersebut.
    Identitas para korban mulai terungkap: Penumpang dalam penerbangan tersebut termasuk sekelompok pemain seluncur indah, pelatih mereka dan anggota keluarga yang kembali dari kamp pengembangan setelah Kejuaraan Seluncur Indah AS di Wichita.
    Trump menyalahkan DEI: Presiden AS Donald Trump menyalahkan kecelakaan itu pada inisiatif keberagaman federal tetapi tidak memberikan bukti untuk klaim tersebut dan akhirnya mengakui tidak ada bukti. Ia kemudian menandatangani perintah eksekutif untuk menghentikan “kebijakan sadar” dalam penerbangan federal.

    Media Rusia Cium Ada ‘Keanehan’

    Media pemerintah Rusia, TASS, menulis Bandara Nasional Ronald Reagan Washington tidak memiliki staf yang memadai saat tabrakan 2 pesawat terjadi.

    TASS  mengutip The New York Times (NYT) berdasarkan  temuan awal Badan Penerbangan Federal (FAA) AS.

    Menurut laporan tersebut, penempatan staf di menara bandara “tidak normal untuk waktu dan volume lalu lintas seperti saat ini.”

    Misalnya, petugas kontroler yang menangani helikopter di sekitar bandara pada Rabu malam juga memberikan instruksi kepada pesawat yang mendarat dan lepas landas dari landasan pacunya.

    “Pekerjaan tersebut biasanya diberikan kepada dua orang petugas kontroler, bukan satu orang, “kata laporan tersebut.

    Seperti kebanyakan fasilitas kontrol lalu lintas udara di negara itu, menara di bandara Reagan telah kekurangan staf selama bertahun-tahun, tulis NYT.

    “Menara di sana hampir sepertiga di bawah jumlah staf yang ditargetkan, dengan 19 pengawas bersertifikat penuh per September 2023,” katanya.

    “Target yang ditetapkan oleh FAA dan serikat pengawas adalah 30.”

    Kekurangan tersebut telah memaksa banyak pengontrol bekerja hingga enam hari seminggu dan 10 jam sehari, tulis surat kabar itu.

    Sebuah pesawat jet penumpang American Airlines dan sebuah helikopter Black Hawk milik Angkatan Darat AS bertabrakan di dekat Bandara Nasional Ronald Reagan Washington.

    Penerbangan American Airlines, yang berangkat dari Wichita, Kansas, membawa 60 penumpang dan empat awak.

    Setidaknya ada tiga anggota angkatan di dalam helikopter tersebut.

    Setelah tabrakan, kedua pesawat jatuh ke Sungai Potomac. Jenazah 28 orang telah berhasil diangkat dari air sejauh ini. 

    Pihak berwenang AS mengatakan tidak ada yang selamat.

    Menurut surat kabar Wichita Eagle, anggota tim skating figur junior AS berada di dalam pesawat tersebut.

    Seorang sumber mengatakan kepada TASS bahwa dua eks atlet olimpiade Rusia yakni Yevgenia Shishkova dan Vadim Naumov, yang memenangkan kejuaraan dunia skating figur berpasangan untuk Rusia pada tahun 1994, juga termasuk di antara penumpang.

    Baca selengkapnya :  Sosok 2 Eks Atlet Olimpiade Rusia yang Tewas dalam Tabrakan Pesawat di Amerika, 28 Orang Meninggal

    Serta Inna Volyanskaya, peraih medali perunggu Soviet dalam skating figur berpasangan.

    Presiden AS Donald Trump mengonfirmasi bahwa warga negara Rusia tewas dalam kecelakaan pesawat tersebut.

    AS telah menghubungi Rusia untuk memindahkan jenazah mereka.

    Kotak Hitam Belum Diangkat

    Perekam data penerbangan belum diangkat dari dasar Sungai Potomac.

    “Kami belum menemukan perekam data penerbangan. Kami tahu perekam itu ada di sana. Perekam itu berada di bawah air. Ini bukan hal yang aneh bagi NTSB, kami telah berkali-kali menemukan perekam data penerbangan di dalam air,”  kata Ketua Badan Keselamatan Transportasi Nasional (NTSB) Jennifer Homendy kepada wartawan.

    “Begitu kami mendapatkannya, kami akan dapat membaca dan mendapatkan informasi dari perekam itu.”

    “Kami mungkin memiliki lebih dari satu kotak hitam,” katanya, seraya menambahkan bahwa helikopter yang bertabrakan dengan pesawat penumpang di atas Washington “dilengkapi dengan beberapa bentuk alat perekam.”

    “Itu akan dibaca oleh DoD [Departemen Pertahanan] atau oleh kami,” tambahnya.

    Jejak kecelakaan pesawat di AS

    Kecelakaan fatal pesawat komersial di AS sudah jarang terjadi.

    Kecelakaan paling mematikan baru-baru ini terjadi pada tahun 2009 di dekat Buffalo, New York. 

    Seluruh 45 penumpang dan empat awak tewas ketika pesawat baling-baling Bombardier DHC-8 menabrak sebuah rumah.

    Satu orang di darat juga tewas.

    Tabrakan antara pesawat bermesin ganda Bombardier CRJ-701 dan UH-60 Blackhawk pada hari Rabu terjadi di atas Sungai Potomac dan pesawat tersebut jatuh ke dalam air.

    Pada tahun 1982, sebuah pesawat Air Florida menabrak Sungai Potomac dan menewaskan 78 orang.

    Sumber: AP/TASS/NYT

     

     

  • Ancaman HIV/AIDS Varian Baru Menyebar ke Seluruh Dunia Usai Trump Hentikan Pasokan Obat – Halaman all

    Ancaman HIV/AIDS Varian Baru Menyebar ke Seluruh Dunia Usai Trump Hentikan Pasokan Obat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Virus HIV/AIDS varian atau jenis baru bisa menyebar ke seluruh dunia. Hal tersebut imbas dihentikannya pasokan obat HIV, malaria dan TBC oleh Presiden Amerika Serikat(AS), Donald Trump.

    Donald Trump memerintahkan penghentian pasokan medis dan obat-obatan untuk negara-negara yang didukung oleh Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) di seluruh dunia. Obat-obatan ini termasuk untuk penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV), malaria, Tuberkulosis (TBC), serta pasokan medis bayi yang baru lahir dikutip dari Reuters, Rabu(29/1/2025).

    Para kontraktor dan mitra yang bekerja dengan USAID mulai menerima memo untuk segera menghentikan pekerjaan mereka. Salah satu memo tersebut ditujukan kepada Chemonics, perusahaan konsultan besar di AS yang bekerja sama dengan USAID dalam penyediaan obat-obatan untuk berbagai kondisi di seluruh dunia.

    Mantan pejabat USAID mengatakan, memo itu mencakup pekerjaan perusahaan dalam bidang HIV, malaria, tuberkulosis, serta kontrasepsi dan persediaan kesehatan ibu dan anak. “Ini adalah bencana besar. Sumbangan pasokan obat telah membuat 20 juta orang yang hidup dengan HIV tetap hidup. Itu berhenti hari ini,” kata Atul Gawande, mantan kepala kesehatan global di USAID yang meninggalkan badan tersebut bulan ini. 

    “Berhentinya pengobatan penyakit berarti pasien berisiko jatuh sakit. Dalam kasus HIV khususnya, bisa menularkan virus kepada orang lain. Hal ini juga berarti strain yang kebal obat dapat muncul,” tambahnya. Dia mengatakan, mitra lain juga telah menerima pemberitahuan bahwa mereka tidak bisa mengirimkan obat-obatan ke klinik.

    Dikutip dari The New York Times, Senin, tanpa pengobatan, virus pada penderita HIV akan melonjak dengan cepat.

    Hal ini kemudian dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi dan meningkatkan kemungkinan mereka menyebarkan virus ke orang lain.

    Diperkirakan, sekitar satu dari tiga wanita hamil yang tidak diobati dapat menularkan virus kepada bayi mereka.

    Pengobatan yang terputus juga dapat menyebabkan munculnya strain resisten yang dapat menyebar ke seluruh dunia.

    Sebuah penelitian memperkirakan, jika program tersebut berakhir, sebanyak 600.000 nyawa akan hilang dalam satu dekade ke depan di Afrika Selatan.

    “Ini adalah domino lain dari dampak buruk pembekuan program berbahaya yang membuat nyawa tergantung pada keseimbangan,” kata Jirair Ratevosian yang menjabat sebagai kepala staf PEPFAR selama pemerintahan Joe Biden. (Reuters)