Perusahaan: The Lancet

  • Kabar Buruk, 14 Juta Orang Diperkirakan Akan Meninggal Imbas Trump Bubarkan USAID

    Kabar Buruk, 14 Juta Orang Diperkirakan Akan Meninggal Imbas Trump Bubarkan USAID

    Jakarta

    Lebih dari 14 juta orang diperkirakan akan meninggal dalam lima tahun ke depan karena pembubaran U.S. Agency for International Development atau USAID oleh pemerintahan Trump. Hal ini berdasarkan riset yang diterbitkan di jurnal The Lancet.

    Para peneliti menghitung manfaat penyelamatan nyawa dari pendanaan USAID selama periode 21 tahun, kemudian menggunakan data tersebut untuk menentukan berapa banyak nyawa yang akan hilang tanpa pendanaan USAID di masa mendatang.

    “Perkiraan kami menunjukkan bahwa, kecuali pemotongan dana mendadak yang diumumkan dan diterapkan pada paruh pertama tahun 2025 dibatalkan, sejumlah besar kematian yang dapat dihindari dapat terjadi pada tahun 2030,” kata studi tersebut dikutip dari Reuters, Selasa (1/7/2025).

    Analisis tersebut menemukan bahwa, dari tahun 2001 hingga 2021, program-program yang didanai USAID mencegah hampir 92 juta kematian di 133 negara, termasuk lebih dari 25 juta kematian akibat HIV/AIDS, sekitar 11 juta akibat penyakit diare, 8 juta akibat malaria, dan hampir 5 juta akibat tuberkulosis.

    Proyeksi menunjukkan bahwa pemotongan dana besar yang sedang berlangsung, dikombinasikan dengan potensi pembubaran badan tersebut dapat mengakibatkan lebih dari 14 juta kematian tambahan pada tahun 2030, termasuk 4,5 juta kematian di kalangan anak-anak yang berusia di bawah 5 tahun.

    Para pakar dan advokat hak asasi manusia telah memperingatkan tentang pemotongan tersebut. Pendanaan USAID memiliki peran penting dalam meningkatkan kesehatan global, terutama diarahkan kepada negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, khususnya negara-negara Afrika.

    (kna/kna)

  • Menyoal Varian COVID-19 XFG yang Jadi Biang Kerok Kenaikan Kasus di India

    Menyoal Varian COVID-19 XFG yang Jadi Biang Kerok Kenaikan Kasus di India

    Jakarta

    Konsorsium Genomik SARS-CoV-2 India, INSACOG, mengungkap temuan varian COVID-19 baru yang dikenal sebagai XFG. Varian ini telah terdeteksi pada 163 orang di seluruh India.

    INASCOG menelusuri seluruh India melalui 54 laboratorium agar dapat menemukan langkah yang tepat dalam mengatasi varian XFG ini. Apa itu varian XFG?

    Dikutip dari India Today, XFG adala subvarian rekombinan dari virus SARS-CoV-2 yang berarti terbentuk dari campuran dua varian sebelumnya. Varian XFG ini pertama kali ditemukan di Kanada.

    Dalam kasus ini, LF.7 dan LP.8.1.2 telah bergabung hingga membentuk varian XFG. Varian rekombinan muncul saat seseorang terinfeksi dua jenis virus yang berbeda secara bersamaan, dan virus tersebut saling mencocokkan materi genetiknya.

    XFG diklasifikasikan dalam keluarga Omicron, yang telah dominan secara global sejak akhir 2021.

    Sebagian besar kasus ini, sekitar 159 kasus, terdeteksi pada Mei 2024. Sementara masing-masing dua dilaporkan pada April dan Juni. Menurut INSACOG, varian XFG telah ditemukan di beberapa wilayah bagian di India, yakni:

    Maharashtra 89 kasusTamil Nadu 16 kasusKerala 15 kasus,Gujarat 11 kasusAndhra Pradesh 6 kasusMadhya Pradesh 6 kasusBenggala Barat 6 kasus

    Apa yang Membedakan XFG dari Varian Sebelumnya?

    Ilmuwan India mengamati XFG dengan seksama karena adanya mutasi tertentu pada spike proteinnya, yakni bagian yang membantu virus menempel dan memasuki sel manusia.

    Menurut laporan yang dipublikasikan di The Lancet, mutasi tersebut meliputi perubahan yang diberi nama His445Arg, Asn487Asp, Gln493Glu, dan Thr572Ile. Mutasi ini dapat mempengaruhi seberapa mudah virus memasuki sel manusia, seberapa baik virus menghindari sistem kekebalan tubuh, dan seberapa cepat virus menyebar dari orang ke orang.

    Sementara beberapa perubahan mengurangi kemampuan virus untuk menempel pada sel manusia, yang para ahli sebut sebagai pengikatan reseptor ACE2 yang berkurang. Perubahan lainnya tampaknya membantunya menghindari respons kekebalan, yang berarti virus dapat lolos dari deteksi oleh pertahanan alami tubuh atau vaksin.

    Apakah Lebih Berbahaya?

    Sampai saat ini, belum ada bukti yang menunjukkan varian XFG lebih berbahaya atau menyebabkan pasien harus dirawat inap yang lebih parah. Tetapi, kemampuannya untuk menyebar dan menghindari kekebalan tubuh dapat menjadi tantangan jika virus telah menyebar luas.

    Menurut laporan Lancet, XFG dan varian baru terkait lainnya seperti NB.1.8.1, LF.7.9, dan XFH menunjukkan keunggulan pertumbuhan. Artinya, mereka mungkin lebih cepat dalam penyebaran daripada strain sebelumnya dan berpotensi memicu gelombang infeksi berikutnya jika tidak dipantau secara ketat.

    (sao/kna)

  • Campak Kembali Mengganas di Seluruh Dunia

    Campak Kembali Mengganas di Seluruh Dunia

    Jakarta

    Campak sejatinya merupakan penyakit yang sangat memungkinkan untuk diberantas. Virus ini hanya menular antar manusia dan tidak bisa bertahan lama di lingkungan. Vaksinnya pun tergolong murah dan sangat efektif. Jika 95 persen populasi mendapatkan imunisasi, penyakit mematikan ini bisa sepenuhnya menghilang dari muka bumi.

    Pada tahun 2000, sebanyak 82 negara, termasuk Amerika Serikat, telah berhasil mengeliminasi campak di wilayahnya. Namun kini, campak kembali merebak di seluruh dunia.

    Di Yaman, tercatat lebih dari 10.000 kasus pada April 2025. Sementara India melaporkan lebih dari 7.000 kasus, menjadikan campak sebagai penyebab kematian tertinggi akibat penyakit menular pada anak-anak di negara tersebut.

    Amerika Serikat pun mengalami salah satu wabah campak terburuk dalam beberapa dekade. Virus ini bahkan telah menyeberang ke negara tetangga, Meksiko dan Kanada. Sejak awal 2025, ketiga negara ini telah mencatatkan 2.500 kasus dan empat kematian akibat campak.

    Eropa juga tidak luput, di mana kasus campak meningkat dua kali lipat antara 2023 dan 2024, mencapai angka tertinggi sejak 1997 dengan 127.350 kasus tercatat pada 2024.

    Mengapa campak kembali aktif?

    Penyebab utama merebaknya kembali campak adalah turunnya tingkat vaksinasi. Menurut Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC), 87 persen kasus campak pada 2024 terjadi pada orang yang belum divaksinasi.

    “Campak kembali, dan ini adalah alarm peringatan,” kata Direktur Regional WHO untuk Eropa, Hans P. Kluge, dalam pernyataannya. “Tanpa tingkat vaksinasi yang tinggi, tidak ada keamanan kesehatan. Setiap negara harus memperkuat upaya menjangkau komunitas yang belum divaksinasi.”

    WHO memperkirakan vaksinasi telah mencegah 60 juta kematian akibat campak di seluruh dunia antara tahun 2000 hingga 2023.

    Herd immunity butuh 95 persen vaksinasi

    Untuk mengendalikan campak, tingkat cakupan vaksinasi harus melampaui 95 persen yang merupakan ambang kekebalan kelompok atau herd immunity. “Namun seperti yang kita lihat dalam beberapa tahun terakhir, ini sangat sulit dicapai secara global,” ujar Helen Bedford, pakar kesehatan anak dan imunisasi dari University College London. Inggris.

    Campak juga merupakan salah satu penyakit paling menular di dunia. “Jika satu orang tertular, 90 persen orang rentan di sekitarnya bisa ikut terinfeksi,” jelas Bedford.

    Dampak tren penurunan vaksinasi

    Analisis ECDC menunjukkan bahwa cakupan vaksinasi rutin anak terhadap campak di banyak negara masih di bawah standar eliminasi. Hanya empat negara di Eropa yang mencapai ambang ≥95 persen untuk dosis kedua vaksin campak pada 2024.

    Campak dapat dengan mudah menyeberang batas negara dan menyebabkan wabah di komunitas dengan cakupan vaksinasi yang rendah. Bahkan jika cakupan nasional tinggi, komunitas dengan angka imunisasi rendah tetap berisiko tinggi.

    “Kita sudah tidak lagi memiliki herd immunity terhadap campak di banyak negara,” tegas Bedford.

    Biang kerok kampanye anti-vaksin

    Penurunan kepercayaan terhadap vaksin dipicu oleh disinformasi, salah satunya berasal dari mantan dokter Inggris Andrew Wakefield pada akhir 1990-an. Dia memalsukan studi yang mengaitkan vaksin MMR dengan autisme, klaim yang kemudian terbukti keliru.

    Studi Wakefield yang sempat diterbitkan di jurnal The Lancet menyebabkan penurunan signifikan cakupan vaksinasi. Di Inggris, vaksinasi anak menurun 8 persen hingga 2002. Di AS, penurunan mencapai 2 persen pada 1999 dan 2000.

    Meskipun studi Wakefield telah dibantah, dampaknya masih terasa hingga kini. “Dan sekarang, pada 2025, kita melihat tokoh seperti Menteri Kesehatan AS Robert F. Kennedy kembali menyuarakan klaim palsu ini. Disinformasi seperti ini membahayakan dan merenggut nyawa,” ujar Michael Head, ahli epidemiologi dari Universitas Southampton.

    Harapan pemberantasan campak

    Kampanye anti-vaksin bukan satu-satunya penyebab penurunan imunisasi. Pandemi COVID-19 juga berdampak besar terhadap layanan kesehatan, termasuk program vaksinasi rutin.

    “Selama pandemi, layanan kesehatan kewalahan dan banyak orang tidak sadar bahwa vaksinasi rutin seharusnya tetap berjalan,” kata Bedford.

    Faktor sosial juga dinilai memainkan peran. Orang yang tinggal di wilayah tertinggal seringkali kesulitan mengakses fasilitas kesehatan. Sebuah studi terbaru menemukan bahwa wabah campak di Birmingham, Inggris, pada 2023–2024, sebagian besar terjadi di komunitas miskin dan kelompok minoritas yang memiliki angka vaksinasi rendah.

    “Solusinya sederhana: tingkatkan cakupan vaksinasi, dan setelah itu, jaga agar tetap tinggi. Tidak ada kata terlambat untuk divaksinasi, bahkan bagi orang dewasa,” tambah Bedford, menekankan bahwa program imunisasi campak membutuhkan komitmen politik dan investasi berkelanjutan.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha

    Editor: Yuniman Farid

    Sumber:

    Measles: Annual Epidemiological Report for 2024, European Centre for Disease Prevention and Control

    Sociodemographic inequalities in the epidemiology and vaccine uptake within a large outbreak of measles in Birmingham, England, 2023 to 2024. Published in Eurosurveillance, April 2025

    Lihat juga Video ‘Beda Monkeypox dengan Cacar Air dan Campak’:

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Mahasiswa dan Aktivis Turun ke Jalan Serukan Boikot Israel lewat Global Strike for Palestine

    Mahasiswa dan Aktivis Turun ke Jalan Serukan Boikot Israel lewat Global Strike for Palestine

    Jakarta (beritajatim.com) — Ribuan elemen mahasiswa dan masyarakat Indonesia turun ke jalan dalam aksi “Global Strike for Palestine” di Jakarta pada Selasa (22/4/2025). Aksi ini menjadi panggung solidaritas bagi Palestina sekaligus protes terhadap pelanggaran hak asasi manusia oleh Israel di Jalur Gaza.

    Berbagai organisasi turut ambil bagian, di antaranya BDS Indonesia, Dompet Dhuafa, Greenpeace, Kontras, Perempuan Mahardika, dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Mereka bersama-sama menyerukan pembelaan bagi bangsa Palestina dan menyerukan boikot terhadap produk-produk yang terafiliasi dengan Israel.

    Kondisi di Gaza kian memburuk sejak Israel melanggar kesepakatan gencatan senjata pada pertengahan Maret 2025. Blokade Israel terhadap lebih dari 3.000 truk bantuan kemanusiaan telah membuat warga Gaza terisolasi dari bantuan vital selama lebih dari 50 hari. Data menyebutkan lebih dari 60.000 warga Palestina telah menjadi korban sejak satu tahun tujuh bulan terakhir, dengan jurnal medis The Lancet memperkirakan korban bisa melebihi 180.000 jiwa. Sementara itu, laporan terbaru Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan 2,1 juta warga Gaza kini terancam kelaparan.

    “Aksi hari ini bukan lagi sekadar jumlah korban,” kata Ahmad Zaki dari Gerak Bareng, salah satu partisipan aksi. “Ini sudah soal hancurnya peradaban dunia karena lenyapnya moral dan rasa kemanusiaan.”

    Selain long march dan orasi, para peserta juga mengampanyekan boikot terhadap produk-produk yang dianggap berkontribusi terhadap pendanaan agresi Israel. Aktivis media sosial, Erlangga Greschinov dari Julid Fi Sabilillah, menyatakan bahwa aksi boikot merupakan bentuk perlawanan publik yang nyata.

    “Ayo, boikot produk-produk pendukung genosida Israel karena ekonomi merupakan urat nadi dari penjajahan,” seru Erlangga.

    Aresdi Mahdi, aktivis boikot yang dikenal sebagai “Habib Ama”, turut menyoroti budaya konsumtif masyarakat yang secara tidak sadar mendukung entitas zionis.

    “Demi gengsi, kita seringkali memaksakan diri mengonsumsi merek-merek terkenal yang berasal dari negara sekutu Zionis,” katanya. “Tanpa sadar, gengsi kita itu menghidupi musuh kemanusiaan.”

    Spanduk-spanduk besar bertuliskan seruan boikot nasional terhadap produk-produk seperti Coca Cola, Aqua, Pepsi, Nescafe, Oreo, ABC, Sunlight, Pepsodent, Axe, dan L’Oréal mewarnai aksi tersebut.

    Muhammad Rafli dari PMII menjelaskan bahwa penyebutan merek-merek tersebut tidak dilakukan secara sembarangan, melainkan melalui riset dan penelusuran yang valid.

    “Jadi, adalah keliru jika daftar produk itu dianggap dibuat secara asal-asalan,” tegasnya.

    Rafli memaparkan bahwa Coca Cola, misalnya, mengoperasikan pabrik di Atarot, wilayah pemukiman ilegal Israel di Palestina. Sementara Danone, pemilik Aqua, memiliki investasi pada perusahaan Israel, Wilk. ABC yang berada di bawah Grup Kraft, disebut dikendalikan oleh Robert Kraft, seorang zionis yang mendukung militer Israel.

    Yusnita, seorang warga yang ikut turun aksi, menyampaikan dukungan penuhnya terhadap kampanye boikot ini. Ia mengaku prihatin terhadap penderitaan rakyat Palestina.

    “Ini tindakan keji yang dilakukan oleh Israel dan didukung oleh Amerika,” katanya. “Maka itu, mari kita mulai dari hal kecil, seperti boikot karena produk-produk yang biasa kita konsumsi ini mendanai rudal-rudal yang membunuh bangsa Palestina,” serunya. [beq]

  • Bukti Baru Diabetes saat Hamil Picu Masalah Otak dan Saraf Bayi, Termasuk Autisme

    Bukti Baru Diabetes saat Hamil Picu Masalah Otak dan Saraf Bayi, Termasuk Autisme

    Jakarta

    Studi baru menemukan bukti diabetes selama kehamilan meningkatkan risiko masalah otak dan sistem saraf si bayi, termasuk kemungkinan autisme. Presentasinya sekitar 28 persen berdasarkan analisis data yang dikumpulkan dari 202 studi sebelumnya, dengan melibatkan 56 juta ibu dan anak.

    Studi besar ini juga menemukan risiko anak 20 persen lebih tinggi mengalami masalah komunikasi, serta 16 persen lebih berisiko menghadapi gangguan belajar dibandingkan anak-anak yang ibunya tidak mengidap diabetes saat hamil.

    Risiko yang lebih besar terjadi saat ibu hamil mengidap diabetes sebelum kehamilan, yakni 39 persen lebih tinggi mengalami satu atau lebih gangguan perkembangan saraf ketimbang dengan diabetes gestasional yang dimulai pada masa kehamilan dan sering kali sembuh setelahnya, demikian laporan para peneliti The Lancet Diabetes & Endocrinology.

    “Hubungan diabetes ibu dengan autisme pada keturunannya sudah diketahui dengan baik,” kata dr Magdalena Janecka dari NYU Grossman School of Medicine, yang mempelajari hubungan antara paparan dalam rahim dan perkembangan anak, tetapi tidak terlibat dalam penelitian baru tersebut.

    Studi ini muncul ketika pejabat kesehatan pemerintahan Trump menyerukan penelitian lebih lanjut tentang apakah vaksin merupakan penyebab autisme, klaim yang telah lama diperjuangkan oleh Menteri Kesehatan baru Robert F. Kennedy Jr, dan telah dibantah oleh ilmu pengetahuan.

    (naf/kna)

  • Pengakuan Pria 102 Tahun yang ‘Sembuh’ dari Kanker, Disebut gegara Diet Ini

    Pengakuan Pria 102 Tahun yang ‘Sembuh’ dari Kanker, Disebut gegara Diet Ini

    Jakarta

    Mike Fremont, pria yang kini berusia 102 tahun dan lahir di Ohio, Amerika Serikat, didiagnosis kanker kolorektal pada usianya yang ke-69 tahun. Bahkan, dokter menyebut dirinya hanya memiliki sisa waktu tiga bulan untuk hidup.

    Dikutip dari Times of India, alih-alih menyerah, Mike memilih untuk memperjuangkan hidupnya. Dirinya menemukan buku “The Cancer Prevention Diet” karya Michio Kushi, buku yang mengenalkannya pada diet makrobiotik.

    Diet ini menekankan untuk mengonsumsi makanan berbasis tanaman yang berakar pada tradisi Jepang kuno. Dari situlah, gaya hidup Mike berubah total, hanya dalam beberapa bulan gejala kanker diakuinya menghilang.

    Makanan sehari-harinya terbilang sederhana, tetapi sangat bergizi. Dirinya berfokus pada makanan utuh yang tidak diolah dan menghindari gula, daging olahan, dan susu.

    Makanan Mike biasanya terdiri dari beras merah, sayuran kukus seperti wortel, kangkung, dan kubis, rumput laut, serta kacang-kacangan. Menurut World Cancer Research Fund, pola makan yang kaya akan kacang-kacangan dan sayuran dapat membantu mengurangi risiko kanker.

    Makanan-makanan yang dikonsumsi Mike lebih banyak diolah dengan cara yang minimal seperti dikukus, direbus, dan difermentasi. Hal ini sejalan dengan penelitian di Harvard School of Public Health yang menunjukkan bahwa metode memasak dapat memengaruhi gizi makanan.

    Mike juga tak berdiam diri. Dirinya aktif untuk berlari, berkano, dan melakukan pull up. Tetap aktif menjadi salah satu terapi untuk mengusir kanker dan menjadikan tubuh tetap bugar.

    Keselarasan dengan alam juga menjadi perhatian Mike. Dirinya rutin mendapatkan sinar matahari dan udara segar, sehingga memberikan efek baik kepada suasana hatinya.

    Sebuah ulasan yang diterbitkan di The Lancet Oncology menemukan bahwa lebih dari 30-50 persen kasus kanker dapat dicegah melalui pola makan, olahraga, dan menghindari racun lingkungan.

    (dpy/naf)

  • Ngeri, Lebih dari Setengah Orang Dewasa di Dunia Diprediksi Obesitas di 2050

    Ngeri, Lebih dari Setengah Orang Dewasa di Dunia Diprediksi Obesitas di 2050

    Jakarta – Lebih dari setengah populasi orang dewasa diprediksi akan mengalami obesitas pada tahun 2050. Kejadian obesitas di kelompok anak-anak, remaja dan dewasa muda juga diperkirakan meningkat.

    Temuan tersebut muncul dalam studi baru tentang data global yang diterbitkan dalam jurnal The Lancet, yang mencakup lebih dari 200 negara.

    Dikutip dari The Guardian, para peneliti memperingatkan bahwa tingkat obesitas diprediksi akan meningkat pesat selama sisa dekade ini, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah.

    Pada tahun 2021, hampir separuh populasi orang dewasa global dengan satu miliar pria dan 1,11 miliar wanita berusia 25 tahun atau lebih mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. Proporsi pria dan wanita yang hidup dengan kondisi ini telah berlipat ganda sejak tahun 1990.

    Jika tren ini terus berlanjut, tingkat orang dewasa global yang kelebihan berat badan dan obesitas akan meningkat menjadi sekitar 57,4% untuk pria dan 60,3% untuk wanita pada tahun 2050.

    Jumlah yang terpengaruh bervariasi di seluruh dunia. Dari data tersebut, lebih dari separuh orang dewasa yang tergolong kelebihan berat badan atau obesitas tinggal di delapan negara saja: China (402 juta), India (180 juta), AS (172 juta), Brasil (88 juta), Rusia (71 juta), Meksiko (58 juta), Indonesia (52 juta), dan Mesir (41 juta).

    Namun, pertumbuhan populasi berarti bahwa para peneliti memperkirakan jumlah di Afrika sub-Sahara akan meningkat lebih dari 250 persen menjadi 522 juta.

    Nigeria, khususnya, menonjol, dengan jumlah yang diprediksi meningkat lebih dari tiga kali lipat: dari 36,6 juta pada tahun 2021 menjadi 141 juta pada tahun 2050. Itu akan menjadikannya negara dengan populasi orang dewasa terbesar keempat yang kelebihan berat badan atau obesitas.

    Para ahli mengatakan jika pemerintah mengambil tindakan mendesak sekarang, masih ada waktu untuk mencegah apa yang bisa menjadi bencana bagi sistem perawatan kesehatan yang rentan.

    “[Pemerintah] dapat menggunakan estimasi khusus negara kami mengenai tahap, waktu, dan kecepatan transisi berat badan saat ini dan yang diperkirakan untuk mengidentifikasi populasi prioritas yang mengalami beban obesitas terbesar yang memerlukan intervensi dan pengobatan segera, dan mereka yang sebagian besar masih kelebihan berat badan dan harus menjadi sasaran utama strategi pencegahan,” kata peneliti utama Prof Emmanuela Gakidou, dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), di University of Washington di AS.

    “Epidemi global yang belum pernah terjadi sebelumnya tentang kelebihan berat badan dan obesitas adalah tragedi yang mendalam dan kegagalan masyarakat yang monumental,” tambahnya.

    (kna/kna)

  • Penjelasan Ilmiah Mati Suri, Hidup Kembali setelah Dinyatakan Meninggal

    Penjelasan Ilmiah Mati Suri, Hidup Kembali setelah Dinyatakan Meninggal

    Jakarta

    Mati suri merujuk pada pengalaman yang dilaporkan oleh seseorang yang berada dalam kondisi klinis dekat dengan kematian, seperti berhenti napas, jantung berhenti berdetak, atau aktivitas otak yang sangat minim. Selama periode ini, individu tersebut mungkin mengalami sensasi luar biasa yang berbeda-beda. Beberapa orang melaporkan sensasi terbang keluar dari tubuh mereka, berjalan menuju cahaya terang, atau bertemu dengan makhluk gaib.

    Secara umum, mati suri terjadi dalam kondisi medis yang sangat kritis, seperti serangan jantung, kecelakaan parah, atau saat seseorang berada dalam kondisi koma. Meskipun sempat dinyatakan meninggal, banyak orang yang mengalami mati suri akhirnya kembali sadar.

    Penyebab pasti dari fenomena mati suri masih menjadi misteri dalam ilmu kedokteran. Namun, beberapa penjelasan ilmiah mencoba mengaitkan fenomena ini dengan reaksi fisiologis tubuh manusia pada saat-saat kritis.

    Salah satu studi yang paling terkenal tentang mati suri adalah yang dilakukan oleh Dr Pim van Lommel pada tahun 2001. Dalam studi yang dipublikasikan di The Lancet, ia mengamati pasien yang selamat dari serangan jantung dan menemukan bahwa hampir 18% dari mereka melaporkan pengalaman mati suri.

    Salah satu temuan utama dari penelitian ini adalah bahwa meskipun pasien mengalami henti jantung dan tidak menunjukkan aktivitas otak, mereka masih melaporkan pengalaman yang sangat jelas, seperti melihat diri mereka sendiri atau mendengar percakapan medis yang terjadi di sekitar mereka.

    Lazarus syndrome atau sindrom Lazarus juga kerap dikaitkan dengan pengalaman mati suri.

    Laman Medical News Today mencatat lazarus syndrome adalah kembalinya sirkulasi spontan (return of spontaneous circulation/ROSC) yang tertunda setelah CPR (Cardiopulmonary Resuscitation) dihentikan. Artinya, seseorang yang dinyatakan meninggal setelah detak jantungnya terhenti, kembali mengalami aktivitas jantung yang mendadak.

    Studi yang dipublikasikan di laman National Library of Medicine mengenai Lazarus Phenomenon mencatat kasus seorang wanita berusia 25 tahun yang mengunjungi rumah sakit karena muntah terus-menerus dan penurunan berat badan selama enam bulan terakhir setelah operasi bariatrik.

    Pada hari ke 16 masuk rumah sakit, pasien mengalami henti jantung dan menjalani resusitasi jantung paru (CPR) terus menerus selama 73 menit namun tidak ada tanggapan yang terlihat, yang menyebabkan pengumuman kematian.

    Lima puluh menit kemudian, anggota keluarga tersebut memperhatikan gerakan mata halus yang memerlukan dimulainya kembali protokol dukungan kehidupan jantung tingkat lanjut dan resusitasi. Pasien selamat tetapi ia mengalami defisit neurologis yang signifikan akibat cedera otak anoksik yang berkepanjangan.

    “Durasi yang bervariasi antara waktu kematian klinis dan waktu ROSC telah dilaporkan dalam laporan kasus sebelumnya, meskipun di antara mereka yang selamat, kasus kami memiliki durasi CPR terlama dan interval antara pengumuman kematian dan saat persepsi kehidupan mengkonfirmasi ROSC,” tulis studi tersebut.

    (kna/kna)

  • 48.181 Orang Tewas di Palestina Akibat Invasi Israel Sejak Oktober 2023

    48.181 Orang Tewas di Palestina Akibat Invasi Israel Sejak Oktober 2023

    Jakarta

    Perang antara Hamas dan militer Israel di jalur Gaza, Palestina, telah mengendur seiring kesepakatan gencatan senjata. Namun, dalam dua tahun terakhir tercatat hampir 50 ribu orang tewas di wilayah Palestina akibat serangan Israel.

    Dilansir AFP, Minggu (9/2/2025), invasi Israel di wilayah Palestina terjadi sejak Oktober 2023. Selama rentang waktu tersebut hingga Februari 2025, Kementerian Kesehatan Palestina yang dikuasai Hamas mengatakan pada Sabtu (8/2) bahwa ada 48.181 orang telah tewas di wilayah Palestina.

    Jumlah korban tewas yang diterbitkan Kementerian Kesehatan Gaza diprediksi terus meningkat setiap harinya. Pasalnya, saat ini makin banyak jenazah yang ditemukan di bawah reruntuhan atau orang meninggal karena luka yang diderita pada awal perang.

    “Selama 48 jam terakhir, 26 kematian telah dicatat dan lebih dari 570 kematian sebelumnya telah dikonfirmasi,” kata Kementerian Kesehatan Gaza.

    Total 111.638 orang terluka selama perang yang dimulai pada Oktober 2023. Israel telah berulang kali meragukan angka-angka yang dikeluarkan kementerian tersebut. Di satu sisi, PBB meyakini data yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Gaza valid dan bisa diandalkan.

    Sebuah penelitian yang diterbitkan pada awal Januari tahun ini di jurnal medis Inggris, The Lancet, memperkirakan jumlah korban tewas di Gaza akibat permusuhan selama sembilan bulan pertama tahun ini adalah sekitar 40 persen lebih tinggi dibandingkan angka yang dicatat oleh Kementerian Kesehatan Gaza.

    Saat ini gencatan senjata di Gaza telah tercapai sejak 19 Januari 2025. Israel dan Hamas sepakat bertukar tawanan yang sempat ditahan selama perang berlangsung.

    (ygs/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Korban Tewas Serangan Israel di Gaza Tembus 47.107 Orang

    Korban Tewas Serangan Israel di Gaza Tembus 47.107 Orang

    Jakarta

    Kementerian kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas mengatakan bahwa 47.107 orang telah tewas dalam perang Israel-Hamas. Jumlah korban terus meningkat meskipun ada gencatan senjata, karena sejumlah jasad baru ditemukan di bawah reruntuhan.

    Dilansir AFP, Rabu (22/1/2025), gencatan senjata telah berlaku sejak berlaku pada hari Minggu (19/1). Gencatan on menghentikan lebih dari 15 bulan pertempuran di wilayah Palestina.

    Namun kementerian kesehatan menemukan lebih banyak korban tewas, karena gencatan senjata telah memungkinkan orang-orang untuk menyisir reruntuhan. Orang-orang lainnya telah meninggal karena luka-luka yang diterima sebelum pertempuran berhenti, dengan sistem kesehatan wilayah tersebut hancur oleh perang.

    “Jenazah 72 orang dilaporkan telah tiba di rumah sakit selama 24 jam terakhir”, katanya dalam sebuah pernyataan.

    “Sejumlah korban masih berada di bawah reruntuhan dan di jalan-jalan, dan ambulans serta tim perlindungan sipil tidak dapat menjangkau mereka,” tambahnya.

    Kementerian tersebut mengatakan jumlah korban luka telah mencapai 111.147 sejak dimulainya perang pada 7 Oktober 2023.

    Israel secara berkala mempertanyakan kredibilitas angka kementerian tersebut, meskipun Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menganggapnya dapat diandalkan.

    Sebuah studi dalam jurnal medis bergengsi Inggris The Lancet yang diterbitkan pada awal Januari memperkirakan bahwa jumlah kematian selama bulan pertama perang tersebut sekitar 40 persen lebih tinggi daripada angka resmi kementerian tersebut.

    (azh/azh)