Perusahaan: The Guardian

  • Panas! Trump Ultimatum Putin, Rusia Respons Begini

    Panas! Trump Ultimatum Putin, Rusia Respons Begini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Rusia merespons ancaman Amerika Serikat yang siap memberlakukan pajak, tarif, dan sanksi tinggi pada Rusia jika negara tersebut tidak menghentikan perang di Ukraina.

    Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB, Dmitry Polyanskiy, mengatakan Rusia membutuhkan kejelasan mengenai apa yang dimaksud Trump dengan “kesepakatan”.

    “Ini bukan sekadar soal mengakhiri perang. Ini tentang menyelesaikan akar penyebab krisis Ukraina,” ujarnya, dilansir The Guardian, Kamis (23/1/2025).

    Sementara itu, Alexander Kots, seorang koresponden pro-perang terkemuka di Komsomolskaya Pravda, menyebut ancaman Trump sebagai ultimatum. “Lebih baik bersiap untuk yang terburuk. Sebentar lagi, kita mungkin akan merindukan masa-masa pemerintahan Biden,” tulisnya di Telegram.

    Adapun Presiden Rusia Vladimir Putin tetap mempertahankan posisi kerasnya dalam negosiasi damai. Ia menuntut Ukraina tidak bergabung dengan NATO, mengadopsi status netral, dan menjalani demiliterisasi sebagian.

    Selain itu, Putin bersikeras agar Barat mencabut sanksi terhadap Rusia serta mengakui kendali Rusia atas Krimea dan empat wilayah Ukraina yang diklaimnya sejak 2022.

    Dalam menunjukkan kekuatannya, Putin mengadakan pembicaraan dengan sekutu utamanya, Presiden Iran Masoud Pezeshkian, di Moskow pada Jumat lalu. Ia juga berbicara melalui video dengan pemimpin Tiongkok, Xi Jinping, pada Selasa.

    Efektivitas Ancaman Ekonomi Trump

    Dalam pernyataannya, Trump tidak menyebut rencana pemberian senjata tambahan kepada Ukraina, melainkan fokus pada penggunaan langkah ekonomi untuk menekan Rusia. Namun, dengan hubungan dagang yang semakin menyusut antara AS dan Rusia, efektivitas ancaman tarif ini dipertanyakan.

    Pada 11 bulan pertama 2024, perdagangan antara kedua negara hanya mencapai US$3,4 miliar, jauh dibandingkan perdagangan tahunan AS dengan Eropa yang mencapai US$1,5 triliun.

    Tatiana Stanovaya, pendiri firma analisis politik R.Politik, mengatakan bahwa meskipun Trump berusaha memaksa Putin untuk bernegosiasi, pemimpin Rusia tersebut tampaknya yakin bahwa ia memiliki sumber daya untuk bertahan lebih lama dari Ukraina.

    “Kesepakatan damai dengan syarat Rusia akan menghemat sumber daya yang signifikan, tetapi tanpa kesepakatan seperti itu, Putin siap bertempur selama diperlukan,” tulisnya di X.

    Stanovaya juga mencatat bahwa kondisi ekonomi Rusia saat ini tidak cukup untuk memaksa Kremlin bernegosiasi dengan Ukraina. Jika tidak ada kesepakatan yang menguntungkan dengan Trump, kemungkinan besar Rusia akan terus memperpanjang konflik.

    (luc/luc)

  • Nominasi OCCRP dan Beban Berat Presiden Prabowo

    Nominasi OCCRP dan Beban Berat Presiden Prabowo

    loading…

    Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino. Foto/Dok Pribadi

    Arjuna Putra Aldino
    Ketua Umum DPP GMNI

    ORGANIZED Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) adalah lembaga independen jaringan jurnalis investigasi global khusus kejahatan terorganisir dan korupsi.

    Setiap tahunnya organisasi yang didanai oleh United Nations Democracy Fund (UNDEF) Dana Demokrasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan nominasi “Person of the Year” kepada mereka tokoh yang dianggap melakukan kejahatan terorganisir dan korupsi.

    Belakangan nominasi lembaga ini menjadi perbincangan akibat memasukkan nama Presiden Republik Indonesia ke-7, Joko Widodo (Jokowi) sebagai salah satu tokoh terkorup tahun 2024.

    Masuknya nama Jokowi karena dinilai banyak melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), memanipulasi pemilihan umum, menjarah sumber daya alam, hingga pada akhirnya menciptakan konflik akibat ketidakstabilan. Penilaian ini bersumber dari penominasian masyarakat sipil dan jurnalis.

    Dalam rekam jejaknya, OCCRP banyak mengungkap kasus korupsi besar dan mengesankan. Misalnya, investigasi mereka terhadap kasus Russian Laundromat, yang mengungkap skema pencucian uang senilai lebih dari 20 miliar dolar AS melalui bank-bank di Eropa. Investigasi lainnya, Azerbaijani Laundromat, menunjukkan bagaimana elit Azerbaijan menggunakan skema pencucian uang untuk menyuap pejabat asing.

    Tentu, nominasi OCCRP ini punya pengaruh yang sangat luas mengingat OCCRP sendiri memiliki 70 anggota media investigasi dan 50 mitra, termasuk The New York Times, The Guardian, Der Spiegel, dan Le Monde.

    Apalagi OCCRP didukung oleh sejumlah nama-nama besar dalam konteks ekonomi global seperti The European Union, Ford Foundation, Rockefeller Brothers Fund, Open Society Foundations, Swedish International Development Cooperation Agency, United Kingdom Foreign, Commonwealth & Development Office, Ministry for Europe and Foreign Affairs of France, U.S. Department of State hingga National Endowment for Democracy.

    Artinya nominasi ini sangat berpengaruh pada citra Indonesia di mata internasional, terutama menggerus kepercayaan investor global terhadap ekonomi Indonesia.

    State Capture Corruption dan Investasi
    Definisi korupsi yang menjadi fokus OCCRP bukanlah semata-mata korupsi yang dikenal luas yang dalam pengertiannya sebuah tindakan korupsi yang melibatkan pejabat administrasi publik layaknya suap yang dilakukan kepada petugas penegak hukum, petugas bea cukai, penyedia layanan kesehatan, dan pejabat pemerintah lainnya.

    Namun, sebuah “State Capture Corruption” yakni sebuah upaya individu dan perusahaan untuk membentuk aturan hukum, kebijakan, dan peraturan negara demi keuntungan mereka sendiri dengan memberikan keuntungan pribadi yang tidak sah kepada pejabat publik.

  • Trump Jadi Presiden, Israel Mulai Penyerbuan Besar-besaran di Tepi Barat, Pemukim Yahudi Beringas – Halaman all

    Trump Jadi Presiden, Israel Mulai Penyerbuan Besar-besaran di Tepi Barat, Pemukim Yahudi Beringas – Halaman all

    Trump Jadi Presiden, Israel Mulai Penyerbuan Besar-besaran di Tepi Barat, Pemukim Yahudi Beringas
     

    TRIBUNNEWS.COM – Militer Israel (IDF) pada Selasa (21/1/2025) mengumumkan kalau mereka telah memulai apa yang disebutnya sebagai operasi kontraterorisme di Jenin, sebuah kota Palestina di Tepi Barat utara.

    Israel menilai, Jenin telah menjadi sarang militansi kelompok perlawanan Palestina.

    The New York Times melansir, IDF tidak memberikan perincian lebih lanjut, tetapi penyerbuan baru militer secara besar-besaran itu terjadi di tengah meningkatnya ketegangan di Tepi Barat. 

    Otoritas Palestina, yang biasanya menyerahkan keamanan di wilayah itu kepada Israel, telah melakukan tindakan keras yang tidak biasa terhadap kelompok perlawanan di wilayah yang diduduki Israel itu.

    Pada Senin (20/1) malam, ekstremis Yahudi secara beringas menyerbu beberapa desa Palestina di Tepi Barat, hanya beberapa jam setelah Presiden Baru Amerika Serikat (AS), Donald Trump mencabut sanksi yang dijatuhkan oleh pemerintahan Biden terhadap puluhan warga Israel dan kelompok pemukim Yahudi sayap kanan yang dituduh melakukan kekerasan terhadap warga Palestina.

    Pembatalan sanksi ke pemukim ilegal Yahudi Israel tersebut merupakan salah satu dari daftar panjang perintah eksekutif yang ditandatangani langsung oleh Donald Trump segera setelah pelantikannya. 

    Pejabat Palestina mengecam keras tindakan tersebut, dengan mengatakan kalau hal itu kemungkinan akan mendorong kekerasan dan perlawanan lebih lanjut dan luas.

    Artinya, perlawanan akan muncul dan perang akan terjadi antara kelompok milisi Palestina dan militer Israel dibantu para pemukim Yahudi ekstremis.

    Wajah kehancuran Jalur Gaza pun membayangi Tepi Barat dalam situasi eskalasi kekerasan seperti ini.

    Anggota garis keras dari pemerintah sayap kanan Israel dan para pemimpin gerakan permukiman Yahudi di Tepi Barat telah meminta pencabutan sanksi oleh AS, yang diberlakukan oleh Presiden Biden saat itu berdasarkan perintah eksekutif yang ditandatanganinya hampir setahun yang lalu.

    Beberapa pemimpin pemukim telah membina hubungan dekat dengan rekan-rekan Trump selama bertahun-tahun, termasuk Mike Huckabee , pilihan Trump sebagai duta besar berikutnya untuk Yerusalem.

    Pembatalan sanksi tersebut bertepatan dengan malam kedua berturut-turut terjadinya kekerasan di Tepi Barat saat para pemukim Yahudi ekstremis memprotes gencatan senjata di Gaza, yang mulai berlaku pada hari Minggu dan mengawali masa tenang setelah 15 bulan perang yang dipicu oleh serangan yang dipimpin Hamas terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober 2023.

    Operasi Banjir Al-Aqsa 7 Oktober 2023, disebut Hamas sebagai akumulasi perlawanan atas penindasan Israel selama bertahun-tahun kepada warga Palestina. 

    Para penyerang membakar kendaraan dan properti, menurut pejabat Palestina dan militer Israel.

    Serangan pemukim Israel ke warga Palestina dan propertinya di kota Al-Funduq dan Jinsafut dekat Qalqilya di wilayah utara Tepi Barat yang diduduki. (khaberni/tangkap layar)

    Anggota sayap kanan pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dari Israel dan para pendukung mereka menentang gencatan senjata, yang tahap pertama menyerukan gencatan senjata selama enam minggu dan pertukaran mingguan dari total 33 sandera yang ditawan di Gaza dengan ratusan tahanan Palestina.

    Rincian tahap kedua kesepakatan tersebut belum dinegosiasikan, tetapi kesepakatan itu menyerukan gencatan senjata sementara menjadi permanen dan penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza.

    Kekerasan di Tepi Barat meningkat tajam setelah serangan 7 Oktober. Meningkatnya kekuatan militan di kota-kota Tepi Barat seperti Jenin dan Tulkarm telah memicu serangkaian serangan mematikan Israel dan serangan pesawat tak berawak , yang telah menghancurkan lingkungan Palestina.

    Pasukan Israel telah merebut beberapa permukiman selama berhari-hari, mencari tersangka militan sementara buldoser menggerus jalan untuk mencari bahan peledak.

    Militer Israel mengatakan tentaranya terpaksa melakukan penggerebekan mematikan untuk menumpas militan.

    Legalitas PA Memudar

    Surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth melaporkan kalau pihak-pihak keamanan pendudukan Israel khawatir kalau kesepakatan pertukaran sandera dan tahanan dengan Hamas akan memperburuk situasi di Tepi Barat.

    Seperti diketahui, kesepatakan gencatan senjata di Jalur Gaza berisi sejumlah poin yang satu di antaranya adalah pembebasan banyak tahanan Palestina yang ada di penjara Israel.

    Sumber-sumber tersebut mengindikasikan bahwa masalah terbesar terletak pada penguatan posisi Hamas dengan mengorbankan Otoritas Palestina.

    “Meski mendapat serangan, Hamas menunjukkan ketabahan yang besar,” tulis ulasan Khaberni, mengutip laporan tersebut, Jumat (17/1/2025).

    Di Tepi Barat, entitas Palestina yang menjadi pihak otoritas pemerintahan adalah Otoritas Palestina (PA).

    Namun, legitimasi PA memudar seiring aksi repsresif mereka yang kian menjadi ke warga Palestina di Tepi Barat.

    Di sisi lain, Hamas, justru kian mendapat tempat karena pada kenyataannya jalan perjuangan mereka dianggap mampu menekan Israel, termasuk bisa membebaskan ribuan warga Palestina yang ditahan di penjara Israel.

    Konstalasi ini yang membuat Israel gerah dan mengancam PA akan mengambil alih kendali keamanan di Tepi Barat.

    Militer Israel (IDF) belakangan bahkan sudah melakukan pengeboman di Jenin, Tepi Barat, untuk pertama kalinya sejak PA mendapat kewenangan hukum sebagai pengendali Tepi Barat.

    Tentara Israel menyerbu kota Jenin di Tepi Barat dan mengerahkan alat berat untuk merusak infrastruktur jalan di kota ini dengan cara menggali jalan di kota tersebut, 5 Juli 2024. (Nedal Eshtayah/Anadolu Agency)

    Berniat Ubah Tepi Barat Menjadi Gaza

    Editorial media Israel berbahasa ibrani, Haaretz, Rabu (8/1/2025) lalu mengulas niat rezim Israel saat ini untuk mengubah wilayah Tepi Barat, Palestina, yang mereka duduki, menjadi puing-puing seperti Jalur Gaza.

    Niat itu satu di antaranya dilontarkan langsung Menteri Keuangan Israel sayap kanan Bezalel Smotrich.

    Smotrich pada Senin kemarin mengatakan kalau Tepi Barat yang diduduki “harus terlihat seperti Jabalia di Gaza,”.

    Ancaman Smotrich itu mengacu pada kerusakan luas yang disebabkan Israel di daerah kantong yang terkepung yang diserang oleh tentara Israel yang didukung Amerika Serikat selama 15 bulan.

    Komentar yang menghasut itu muncul setelah tiga pemukim Israel tewas dan delapan lainnya terluka dalam operasi penembakan di dekat pemukiman ilegal Kedumim di Tepi Barat.

    Setidaknya dua warga Palestina menembaki mobil dan bus di luar pemukiman sebelum melarikan diri dari tempat kejadian, menurut laporan.

    Smotrich, yang terkenal karena komentar genosida terhadap warga Palestina, mengatakan, “Funduq, Nablus, dan Jenin pasti terlihat seperti Jabalia,” mengacu pada wilayah Gaza utara.

    Pemandangan umum menunjukkan bangunan yang hancur di Gaza Utara, di tengah konflik yang sedang berlangsung di Gaza antara Israel dan Hamas, dekat perbatasan Israel-Gaza, 11 November 2024. (tangkap layar/REUTERS/Amir Cohen)

    Jabalia mengalami kerusakan besar-besaran selama genosida dengan Israel menganggap semua yang ada di wilayah itu sebagai target, termasuk rumah sakit.

    Sejak dimulainya serangan Israel di Gaza pada Oktober 2023, lebih dari 45.800 warga Palestina telah tewas, sekitar 11.000 orang hilang dan diyakini tertimbun reruntuhan. Di Tepi Barat, serangan Israel menewaskan 835 warga Palestina dan melukai 6.450 lainnya.

    Tahun lalu, Mahkamah Internasional (ICJ), dalam putusannya yang bersejarah, menyatakan bahwa pendudukan Israel atas Jalur Gaza dan Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, adalah melanggar hukum, beserta dengan rezim permukiman, aneksasi, dan penggunaan sumber daya alam yang terkait.

    Mahkamah tersebut menambahkan bahwa undang-undang dan tindakan Israel melanggar larangan internasional tentang segregasi rasial dan apartheid.

    Resolusi ini juga mengamanatkan Israel untuk mengakhiri pendudukannya, membongkar permukimannya, memberikan ganti rugi penuh kepada korban Palestina, dan memfasilitasi pemulangan masyarakat terlantar.

    Para ahli PBB telah menyerukan  embargo senjata , diakhirinya semua kegiatan komersial lainnya yang dapat merugikan Palestina, dan sanksi yang ditargetkan, termasuk pembekuan aset, terhadap individu dan entitas Israel yang terlibat dalam pendudukan ilegal, segregasi rasial, dan kebijakan apartheid.

    Seorang orang tua warga Palestina memegang bendera Palestina saat berjalan di jalanan Jenin, Tepi Barat yang hancur karena agresi militer Israel di kota tersebut selama 10 hari berturut-turut. (rntv/tangkap layar)

    Netanyahu Setujui Operasi Ofensif dan Defensif Baru di Tepi Barat

    Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa ia menyetujui serangkaian operasi militer tambahan di Tepi Barat.

    Menurut kantor Netanyahu, operasi ini mencakup “tindakan ofensif dan defensif tambahan” di Tepi Barat, serta menangkap para pelaku operasi terhadap Israel dan membawa mereka ke pengadilan.

    Keputusan tersebut menyusul pertemuan Netanyahu pada 6 Januari dengan Menteri Pertahanan Israel Katz dan Kepala Staf Herzi Halevi.

    Otoritas Palestina (PA) tengah melancarkan operasi besar-besaran terhadap pejuang perlawanan di kamp pengungsi Jenin atas nama Israel

    Sebelumnya hari ini, Netanyahu berjanji akan melenyapkan mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan tiga pemukim Yahudi di Tepi Barat pada Senin pagi.

    “Kami akan menemui para pembunuh, menyelesaikan masalah dengan mereka dan dengan mereka yang membantu mereka, dan tidak seorang pun akan lolos dari kami,” kata Netanyahu.

    Israel meningkatkan ukuran dan jumlah operasi militernya terhadap kelompok perlawanan Palestina di Tepi Barat yang diduduki setelah Operasi Banjir Al-Aqsa Hamas pada 7 Oktober 2023.

    Perang Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 45.000 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak.

    Otoritas Palestina (PA) saat ini sedang melakukan serangan besar-besaran terhadap kamp pengungsi Jenin di Tepi Barat.

    The Guardian mencatat bahwa ini adalah “operasi terbesar yang dilakukan oleh badan pemerintahan yang didukung Barat tersebut dalam 30 tahun sejak dibentuk.”

    Setelah kunjungan baru-baru ini ke Jenin, The Guardian mengamati bahwa “Israel berharap dapat mendelegasikan pemberantasan aktivitas militan kepada otoritas yang berpusat di Ramallah, dan PA berusaha membuktikan bahwa mereka akan mampu menangani pemerintahan di Jalur Gaza ketika perang di sana berakhir.”

    Namun, penduduk kamp marah terhadap pasukan keamanan PA karena kolaborasi mereka dengan Israel melawan pejuang perlawanan lokal.

    “Sebagian besar pemuda ini merupakan bagian dari milisi ad hoc kecil yang hanya berafiliasi secara longgar dengan faksi tradisional Palestina, seperti  Fatah dan saingannya Hamas,” tambah surat kabar Inggris tersebut.

    Mariam, seorang warga kamp berusia 23 tahun, menyatakan, “Ini pada dasarnya adalah perang saudara, warga Palestina membunuh warga Palestina.”

    Warga semakin marah setelah seorang penembak jitu dari pasukan keamanan PA menembak dan membunuh mahasiswa jurnalisme berusia 22 tahun Shatha al-Sabbagh pada hari Sabtu.

    Di tengah kekerasan di Jenin, pemukim Yahudi Israel berharap bahwa Presiden AS terpilih Donald Trump akan mengizinkan mereka untuk secara resmi mencaplok Tepi Barat yang diduduki.

    New York Times (NYT) melaporkan pada hari Senin bahwa “Beberapa pilihan staf Presiden terpilih Donald J. Trump telah meningkatkan harapan di antara para pemukim bahwa [aneksasi] dapat terjadi.”

    Anggota staf Trump, termasuk Menteri Pertahanan baru Pete Hegseth dan Duta Besar AS untuk Israel Mike Huckabee, telah mengunjungi permukiman Tepi Barat dan menyatakan dukungan kuat mereka terhadap permukiman tersebut dan Israel.

    “Tim Trump ada di sini, mereka melihat kenyataan, dan bagi saya, itu melegakan,” kata Israel Ganz, kepala dewan yang mengatur pemukiman Shiloh.

    Baru-baru ini, Mahkamah Internasional (ICJ) menegaskan kembali bahwa semua pemukiman Yahudi Israel di Tepi Barat adalah ilegal menurut hukum internasional dan harus dibongkar.

    Pasukan Israel menduduki Tepi Barat pada tahun 1967 dan telah membangun pemukiman ilegal bagi warga Yahudi Israel di tanah Palestina yang dicuri sejak saat itu.

     

    (oln/tnytms/khbrn/*)

     

  • Militer Israel Kerahkan Helikopter Apache-Lapis Baja di ‘Operasi Tembok Besi’ Jenin di Tepi Barat – Halaman all

    Militer Israel Kerahkan Helikopter Apache-Lapis Baja di ‘Operasi Tembok Besi’ Jenin di Tepi Barat – Halaman all

    Israel Kerahkan Helikopter Apache-Lapis Baja di Operasi Tembok Besi Jenin: Basmi Proksi Iran

    TRIBUNNEWS.COM – Tentara Israel (IDF) dilaporkan melakukan invasi militer berkekuatan besar di Kota Jenin, Tepi Barat yang diduduki, Selasa (21/1/2025).

    Dalam laporan Al-Jazeera, IDF mengatakan sedang melakukan operasi militer penting di kota Tepi Barat tersebut.

    Operasi di Jenin tersebut bahkan telah diberi nama, “Operasi Tembok Besi”, menurut memo dari kantor perdana menteri Israel.

    IDF mengatakan ingin menindak dan memberantas milisi perlawanan bersenjata Palestina di kota tersebut.

    Sebagai catatan, operasi-operasi militer semacam ini adalah sesuatu yang telah IDF coba lakukan selama beberapa tahun dengan mengabaikan kewenangan Otoritas Palestina di Tepi Barat.

    Al Jazeera melaporkan, jumlah korban tewas akibat operasi militer IDF di Jenin ini telah meningkat.

    “Kami baru saja menerima informasi terbaru dari Kementerian Kesehatan Palestina tentang korban dari serangan tentara Israel di Jenin. Jumlah korban tewas telah meningkat menjadi sedikitnya tujuh orang, dengan sekitar 35 orang lainnya terluka,” tulis laporan tersebut dikutip, Selasa.

    Pasukan keamanan Palestina berjaga di penghalang jalan di kota Jenin di Tepi Barat yang diduduki pada 6 Desember 2024, menyusul bentrokan dengan militan sehari sebelumnya. – Baku tembak meletus di Jenin di utara Tepi Barat yang diduduki pada tanggal 5 Desember antara militan dan pasukan keamanan Palestina menyusul pencurian kendaraan milik Otoritas Palestina, menurut wartawan AFP di kota tersebut. (Photo by JAAFAR ASHTIYEH / AFP) (AFP/JAAFAR ASHTIYEH)

    Kerahkan Apache dan Lapis Baja

    Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan kalau responden pertamanya merawat tujuh orang yang terluka oleh tembakan langsung pasukan Israel.

    Lembaga medis tersebut menambahkan bahwa pasukan Israel menghalangi akses mereka ke daerah tersebut.

    Sementara itu, Kamal Abu al-Rub, gubernur Jenin mengatakan serangan tentara Israel adalah “invasi kamp (pengungsi)”.

    “Itu terjadi dengan cepat, helikopter Apache di langit dan kendaraan militer Israel di mana-mana,” katanya kepada AFP.

    Smotrich: Operasi Jenin Bakal Intensif 

    Menteri Keuangan sayap kanan Israel Bezalel Smotrich mengatakan serangan Israel yang sedang berlangsung di Jenin dirancang untuk “mengubah situasi keamanan” di Tepi Barat yang diduduki.

    Serangan militer, yang telah menewaskan tujuh warga Palestina, “akan menjadi operasi yang intens dan berkelanjutan”, kata Smotrich dalam sebuah unggahan di X.

    Ia mengatakan operasi itu akan menargetkan “elemen teroris dan pendukung mereka” untuk melindungi “pemukim” dan “permukiman” Israel, yang ia gambarkan sebagai “penyangga keamanan” bagi Israel.

    Netanyahu: Operasi Jenin untuk Basmi Proksi Iran

    Dalam sebuah unggahan di X, perdana menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengatakan serangan militer di Jenin adalah “langkah lain menuju tercapainya … keamanan” di Tepi Barat yang diduduki.

    Ia juga mengatakan bahwa itu adalah bagian dari tindakan Israel untuk membasmi “proksi Iran”.

    “Kami bertindak secara sistematis dan tegas terhadap poros Iran di mana pun ia memperluas jangkauannya – baik di Gaza, Lebanon, Suriah, Yaman, atau Yudea dan Samaria – dan upaya kami akan terus berlanjut,” kata Netanyahu, menggunakan nama alkitabiah yang digunakan Israel untuk merujuk ke Tepi Barat yang diduduki.

    Alihkan Perang Gaza ke Tepi Barat

    Al Jazeera melaporkan, sebelum operasi militer IDF ini, Kepala Staf Tentara Israel, Herzi Halevi mengatakan kalau militer Israel harus bersiap untuk operasi penting di seluruh Tepi Barat.

    “Jadi, sementara gencatan senjata diserukan di Gaza, inilah yang menjadi fokus dalam ranah keamanan Israel,” tulis laporan koresponden Al Jazeera menjelaskan kalau aroma perang Gaza telah berpindah ke Tepi Barat.

    Pengerahan pasukan militer besar-besaran ke Tepi Barat telah digembar-gemborkan oleh menteri pertahanan Israel, Israel Katz dalam beberapa waktu belakangan.

    Katz mengatakan kalau akan ada kehadiran tentara IDF yang signifikan di seluruh Tepi Barat dan mereka akan melakukan hal-hal yang berbeda dari apa yang mereka lakukan sebelumnya.

    “Ini agak sulit dipercaya karena telah terjadi pengepungan di Tepi Barat yang diduduki selama perang di Gaza berlangsung,” tulis laporan AL Jazeera.

    Pasukan Israel Mendadak Blokade Gerbang Hebron, Tanda-Tanda Perang Gaza Pindah ke Tepi Barat

    Sebelumnya, pasukan Israel dilaporkan melakukan sejumlah manuver militer di wilayah Palestina, termasuk di Hebron, Tepi Barat.

    Manuver militer IDF ini sudah dilakukan menjelang pelaksanaan gencatan senjata di Jalur Gaza yang berlangsung mulai Minggu (19/1/2025),

    Militer Israel (IDF) mengklaim, langkah-langkah militer ini dilakukan di Jalur Gaza dan Tepi Barat sebagai antisipasi pembebasan tahanan Palestina yang merupakan bagian dari kesepakatan gencatan senjata tersebut.

    Di Gaza, Israel mengonsentrasikan pasukannya di seluruh perbatasan Jalur Gaza dengan pemukiman Yahudi Israel.

    Adapun di Tepi Barat, sumber-sumber Palestina mengatakan pasukan pendudukan Israel tiba-tiba menutup sebagian besar pintu masuk Hebron di selatan Tepi Barat dengan semen berbentuk kubus, Sabtu (18/1/2025).

    Kendaraan militer Pasukan Pendudukan Israel (IDF) di Hebron, Tepi Barat. Menjelang gencatan senjata di Jalur Gaza, pasukan Israel mengintensifkan pengamanan di semua wilayah Tepi Barat.

    Kecemasan Israel di Tepi Barat

    Manuver ini dikhawatirkan menjadi indikasi kalau Israel berniat memindahkan perang dari Jalur Gaza ke Tepi Barat dengan pola pengepungan dan blokade yang mirip-mirip.

    Indikasi itu tergambar dari apa yang dilaporkan oleh Channel 13 Israel.

    “Kepala Dewan Keamanan Nasional Israel mengatakan pada pertemuan dengan pihak pemerintah kalau kesepakatan pertukaran sandera dapat berdampak negatif terhadap situasi keamanan di Tepi Barat,” kata laporan tersebut dikutip dari Khaberni, Sabtu.

    Dia melanjutkan: Dewan mini mengambil keputusan yang bertujuan untuk mendukung keamanan di Tepi Barat, khususnya permukiman.

    Sejalan dengan genosida di Jalur Gaza, tentara pendudukan Israel memperluas operasinya di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dan para pemukim meningkatkan serangan mereka di sana, yang mengakibatkan 859 warga Palestina meninggal, sekitar 6.700 orang terluka, dan penangkapan 14.300 lainnya, menurut data resmi Palestina.

    Israel juga dilaporkan berniat mengintensifkan kembali operasi militer di Tepi Barat untuk kembali menangkapi warga-warga Palestina.

    Hal ini dilakukan sebagai ‘kompensasi’ atas pembebasan tahanan Palestina dalam kesepakatan pertukaran tahanan.

    Dengan kata lain, Israel tak mau ‘stok’ tahanan Palestina di penjara mereka berkurang drastis sebagai dampak kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

    Untuk itu, IDF bahkan berniat mengambil kendali keamanan yang selama ini dimiliki oleh Otoritas Palestina (PA).

    Seorang perwira Otoritas Palestina memegang senjatanya saat pasukan keamanan melancarkan serangan di kamp pengungsi Jenin di Tepi Barat yang diduduki, 16 Desember 2024. (tangkap layar aljazeera/Majdi Mohammed/AP)

    Legalitas PA Memudar 

    Surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth juga melaporkan kalau pihak-pihak keamanan pendudukan Israel khawatir kalau kesepakatan pertukaran sandera dan tahanan dengan Hamas akan memperburuk situasi di Tepi Barat.

    Seperti diketahui, kesepatakan gencatan senjata di Jalur Gaza berisi sejumlah poin yang satu di antaranya adalah pembebasan banyak tahanan Palestina yang ada di penjara Israel.

    Sumber-sumber tersebut mengindikasikan bahwa masalah terbesar terletak pada penguatan posisi Hamas dengan mengorbankan Otoritas Palestina.

    “Meski mendapat serangan, Hamas menunjukkan ketabahan yang besar,” tulis ulasan Khaberni, mengutip laporan tersebut, Jumat (17/1/2025).

    Di Tepi Barat, entitas Palestina yang menjadi pihak otoritas pemerintahan adalah Otoritas Palestina (PA).

    Namun, legitimasi PA memudar seiring aksi repsresif mereka yang kian menjadi ke warga Palestina di Tepi Barat.

    Di sisi lain, Hamas, justru kian mendapat tempat karena pada kenyataannya jalan perjuangan mereka dianggap mampu menekan Israel, termasuk bisa membebaskan ribuan warga Palestina yang ditahan di penjara Israel.

    Meski belakangan dilaporkan terjadi ‘Gencatan Senjata’ antara PA dan milisi perlawanan Palestina di Tepi Barat, khususnya di Jenin, konstalasi ini yang membuat Israel gerah dan mengancam PA akan mengambil alih kendali keamanan di Tepi Barat.

    Militer Israel (IDF) bahkan sudah melakukan pengeboman di Jenin, Tepi Barat, untuk pertama kalinya sejak PA mendapat kewenangan hukum sebagai pengendali Tepi Barat.

    Tentara Israel menyerbu kota Jenin di Tepi Barat dan mengerahkan alat berat untuk merusak infrastruktur jalan di kota ini dengan cara menggali jalan di kota tersebut, 5 Juli 2024. (Nedal Eshtayah/Anadolu Agency)

    Berniat Ubah Tepi Barat Menjadi Gaza

    Editorial media Israel berbahasa ibrani, Haaretz, Rabu (8/1/2025) lalu mengulas niat rezim Israel saat ini untuk mengubah wilayah Tepi Barat, Palestina, yang mereka duduki, menjadi puing-puing seperti Jalur Gaza.

    Niat itu satu di antaranya dilontarkan langsung Menteri Keuangan Israel sayap kanan Bezalel Smotrich.

    Smotrich pada Senin kemarin mengatakan kalau Tepi Barat yang diduduki “harus terlihat seperti Jabalia di Gaza,”.

    Ancaman Smotrich itu mengacu pada kerusakan luas yang disebabkan Israel di daerah kantong yang terkepung yang diserang oleh tentara Israel yang didukung Amerika Serikat selama 15 bulan.

    Komentar yang menghasut itu muncul setelah tiga pemukim Israel tewas dan delapan lainnya terluka dalam operasi penembakan di dekat pemukiman ilegal Kedumim di Tepi Barat.

    Setidaknya dua warga Palestina menembaki mobil dan bus di luar pemukiman sebelum melarikan diri dari tempat kejadian, menurut laporan.

    Smotrich, yang terkenal karena komentar genosida terhadap warga Palestina, mengatakan, “Funduq, Nablus, dan Jenin pasti terlihat seperti Jabalia,” mengacu pada wilayah Gaza utara.

    Pemandangan umum menunjukkan bangunan yang hancur di Gaza Utara, di tengah konflik yang sedang berlangsung di Gaza antara Israel dan Hamas, dekat perbatasan Israel-Gaza, 11 November 2024. (tangkap layar/REUTERS/Amir Cohen)

    Jabalia mengalami kerusakan besar-besaran selama genosida dengan Israel menganggap semua yang ada di wilayah itu sebagai target, termasuk rumah sakit.

    Sejak dimulainya serangan Israel di Gaza pada Oktober 2023, lebih dari 45.800 warga Palestina telah tewas, sekitar 11.000 orang hilang dan diyakini tertimbun reruntuhan.

    Di Tepi Barat, serangan Israel menewaskan 835 warga Palestina dan melukai 6.450 lainnya.

    Tahun lalu, Mahkamah Internasional (ICJ), dalam putusannya yang bersejarah, menyatakan bahwa pendudukan Israel atas Jalur Gaza dan Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, adalah melanggar hukum, beserta dengan rezim permukiman, aneksasi, dan penggunaan sumber daya alam yang terkait.

    Mahkamah tersebut menambahkan bahwa undang-undang dan tindakan Israel melanggar larangan internasional tentang segregasi rasial dan apartheid.

    Resolusi ini juga mengamanatkan Israel untuk mengakhiri pendudukannya, membongkar permukimannya, memberikan ganti rugi penuh kepada korban Palestina, dan memfasilitasi pemulangan masyarakat terlantar.

    Para ahli PBB telah menyerukan  embargo senjata , diakhirinya semua kegiatan komersial lainnya yang dapat merugikan Palestina, dan sanksi yang ditargetkan, termasuk pembekuan aset, terhadap individu dan entitas Israel yang terlibat dalam pendudukan ilegal, segregasi rasial, dan kebijakan apartheid.

    Seorang orang tua warga Palestina memegang bendera Palestina saat berjalan di jalanan Jenin, Tepi Barat yang hancur karena agresi militer Israel di kota tersebut selama 10 hari berturut-turut. (rntv/tangkap layar)

    Netanyahu Setujui Operasi Ofensif dan Defensif Baru di Tepi Barat

    Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa ia menyetujui serangkaian operasi militer tambahan di Tepi Barat.

    Menurut kantor Netanyahu, operasi ini mencakup “tindakan ofensif dan defensif tambahan” di Tepi Barat, serta menangkap para pelaku operasi terhadap Israel dan membawa mereka ke pengadilan.

    Keputusan tersebut menyusul pertemuan Netanyahu pada 6 Januari dengan Menteri Pertahanan Israel Katz dan Kepala Staf Herzi Halevi.

    Otoritas Palestina (PA) tengah melancarkan operasi besar-besaran terhadap pejuang perlawanan di kamp pengungsi Jenin atas nama Israel

    Sebelumnya hari ini, Netanyahu berjanji akan melenyapkan mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan tiga pemukim Yahudi di Tepi Barat pada Senin pagi.

    “Kami akan menemui para pembunuh, menyelesaikan masalah dengan mereka dan dengan mereka yang membantu mereka, dan tidak seorang pun akan lolos dari kami,” kata Netanyahu.

    Israel meningkatkan ukuran dan jumlah operasi militernya terhadap kelompok perlawanan Palestina di Tepi Barat yang diduduki setelah Operasi Banjir Al-Aqsa Hamas pada 7 Oktober 2023.

    Perang Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 45.000 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak.

    Otoritas Palestina (PA) saat ini sedang melakukan serangan besar-besaran terhadap kamp pengungsi Jenin di Tepi Barat.

    The Guardian mencatat bahwa ini adalah “operasi terbesar yang dilakukan oleh badan pemerintahan yang didukung Barat tersebut dalam 30 tahun sejak dibentuk.”

    Setelah kunjungan baru-baru ini ke Jenin, The Guardian mengamati bahwa “Israel berharap dapat mendelegasikan pemberantasan aktivitas militan kepada otoritas yang berpusat di Ramallah, dan PA berusaha membuktikan bahwa mereka akan mampu menangani pemerintahan di Jalur Gaza ketika perang di sana berakhir.”

    Namun, penduduk kamp marah terhadap pasukan keamanan PA karena kolaborasi mereka dengan Israel melawan pejuang perlawanan lokal.

    “Sebagian besar pemuda ini merupakan bagian dari milisi ad hoc kecil yang hanya berafiliasi secara longgar dengan faksi tradisional Palestina, seperti  Fatah dan saingannya Hamas,” tambah surat kabar Inggris tersebut.

    Mariam, seorang warga kamp berusia 23 tahun, menyatakan, “Ini pada dasarnya adalah perang saudara, warga Palestina membunuh warga Palestina.”

    Warga semakin marah setelah seorang penembak jitu dari pasukan keamanan PA menembak dan membunuh mahasiswa jurnalisme berusia 22 tahun Shatha al-Sabbagh pada hari Sabtu.

    Di tengah kekerasan di Jenin, pemukim Yahudi Israel berharap bahwa Presiden AS terpilih Donald Trump akan mengizinkan mereka untuk secara resmi mencaplok Tepi Barat yang diduduki.

    New York Times (NYT) melaporkan pada hari Senin bahwa “Beberapa pilihan staf Presiden terpilih Donald J. Trump telah meningkatkan harapan di antara para pemukim bahwa [aneksasi] dapat terjadi.”

    Anggota staf Trump, termasuk Menteri Pertahanan baru Pete Hegseth dan Duta Besar AS untuk Israel Mike Huckabee, telah mengunjungi permukiman Tepi Barat dan menyatakan dukungan kuat mereka terhadap permukiman tersebut dan Israel.

    “Tim Trump ada di sini, mereka melihat kenyataan, dan bagi saya, itu melegakan,” kata Israel Ganz, kepala dewan yang mengatur pemukiman Shiloh.

    Baru-baru ini, Mahkamah Internasional (ICJ) menegaskan kembali bahwa semua pemukiman Yahudi Israel di Tepi Barat adalah ilegal menurut hukum internasional dan harus dibongkar.

    Pasukan Israel menduduki Tepi Barat pada tahun 1967 dan telah membangun pemukiman ilegal bagi warga Yahudi Israel di tanah Palestina yang dicuri sejak saat itu.

     

    (oln/aja/khbrn/rntv*) 

     

     

  • Tolak Gencatan Senjata, Warga Israel Serbu Desa-desa Palestina, Lemparkan Batu dan Bom Molotov – Halaman all

    Tolak Gencatan Senjata, Warga Israel Serbu Desa-desa Palestina, Lemparkan Batu dan Bom Molotov – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Puluhan warga Israel menyerbu Desa Turmusaya di Tepi Barat karena kecewa dengan gencatan Israel-Hamas.

    Rekaman yang beredar di media sosial memperlihatkan mereka ramai-ramai melemparkan batu dan molotov ke salah satu desa Palestina itu.

    Dikutip dari The Times of Israel, ada sekitar setengah lusin desa di Tepi Barat yang diserang oleh warga Israel dalam semalam.

    Media Palestina menyebut aksi itu merupakan aksi protes menentang kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera yang ditolak mentah-mentah oleh kaum sayap kanan Israel.

    Dalam sebuah video yang diunggah hari Senin, (20/1/2025), oleh akun X @IhabHassan milik seorang aktivis HAM, terlihat ada banyak orang yang berjalan mendekati ke pagar.

    Sebagian besar dari mereka mengenakan jaket dan penutup wajah. Mereka melemparkan batu ke sisi bagian dalam pagar tersebut. Setelah itu, mereka tampak meninggalkan tempat kejadian.

    Pemukim Israel serang Kota Sinjil

    Sementara itu, pemukim ilegal Israel dilaporkan menyerang Kota Sinjil, sebuah kota Palestina di utara Ramallah, Tepi Barat, Minggu malam, (19/1/2025).

    Kantor berita Anadolu Agency melaporkan serangan itu seperti ditujukan untuk mengganggu perayaan adanya gencatan senjata Israel-Hamas.

    Saksi mata mengatakan para pemukim Israel membakar empat kendaraan warga Palestina dan melemparkan batu ke empat rumah.

    “Warga kota itu berkumpul untuk memukul mundur pemukim itu tanpa ada campur tangan dari tentara dan tanpa ada laporan korban luka,” kata saksi mata.

    Adapun gencatan senjata di Gaza mulai berlaku hari Minggu kemarin pukul 11.15 waktu setempat.

    Gencatan sempat ditunda beberapa jam karena Israel menuding Hamas menunda memberikan daftar sandera yang akan dibebaskan. Gencatan sedianya dimulai pukul 08.00 waktu setempat.

    Sejumlah pihak di Israel memang menolak mentah-mentah gencatan senjata di Gaza. Salah satunya adalah Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir.

    Ben Gvir pernah bersumpah akan mengundurkan diri dari kabinet Perdana Menteri Benjamin Netanyahu jika gencatan senjata dilakukan. Dia pun menepati sumpahnya dengan keluar dari kabinet setelah gencatan disetujui kabinet Israel.

    Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben Gvir. (ABIR SULTAN / KOLAM / AFP)

    Pengunjuk rasa di Israel bawa peti mati

    Tempo hari ribuan warga juga Israel turun ke jalan untuk berunjuk rasa menolak gencatan senjata Israel-Hamas.

    Mereka berkumpul di luar kantor Netanyahu pada hari Kamis, (16/1/2025), dan menghalangi lalu lintas di jalan raya terdekat.

    The Guardian menyebut ada sekitar 1.500 orang yang ikut serta dalam demonstrasi. Mereka dibubarkan oleh polisi.

    Banyak di antara mereka yang mengenakan pakaian hitam. Tangan mereka berwarna merah karena cat.

    “Seorang tahanan yang dibebaskan hari ini akan menjadi teroris besoknya,” demikian tulisan yang tercantum dalam plakat pengunjuk rasa.

    “Kalian tak punya perintah untuk menyerah kepada Hamas.”

    Warga Israel membawa peti mati saat berdemonstrasi di luar Kantor Perdana Menteri Israel Netanyahu, Kamis, (1/17/2025). (Yedioth Ahronoth/Alex Kolomoisky)

    Para pengunjuk rasa juga membawa sekitar 40 peti mati yang yang diselimuti bendera Israel.

    Demonstrasi itu diselenggarakan oleh anggota keluarga sandera yang tergabung dalam Forum Tikva. Mereka menginginkan kemenangan total melawan Hamas, bukan perundingan.

    “Kami menolak kesepakatan semacam ini. Saya tidak berunjuk rasa menentang keluarga sandera, tetapi menentang pemerintah. Negara dilarang dijalankan oleh emosi keluarga,” kata Shmuel (27), salah satu demonstran.

    “Keluarga itu punya hak untuk melakukan apa pun yang mereka pikir akan bisa mengembalikan anggota keluarga mereka, tetapi sebagai sebuah negara, kita tidak bisa menempatkan bahaya keamanan di seluruh negara.”

    Dia mengaku sudah menjalani wajib militer selama 400 hari sejak perang di Gaza meletus. Kata dia, pemerintah terancam menyia-nyiakan upaya yang sudah dilakukan tentara Israel. (*)

     

     

  • Penahanan Diperpanjang Yoon Suk Yeol, Protes di Seoul Memanas – Halaman all

    Penahanan Diperpanjang Yoon Suk Yeol, Protes di Seoul Memanas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM Penahanan Yoon Suk Yeol, presiden yang dimakzulkan, telah diperpanjang oleh Pengadilan Distrik Barat Seoul pada Minggu, 19 Februari 2025.

    Keputusan ini diambil untuk mencegah Yoon menghilangkan bukti terkait deklarasi darurat militer yang dilakukannya.

    Keputusan pengadilan memicu kemarahan ratusan pendukung Yoon, yang menyerbu gedung pengadilan.

    Dalam insiden tersebut, terjadi kerusuhan yang menyebabkan kerusakan pada pintu dan peralatan di dalam gedung.

    Rekaman yang beredar menunjukkan bahwa pengunjuk rasa menembakkan alat pemadam kebakaran ke arah petugas keamanan yang berjaga.

    “Situasi kembali pulih setelah polisi terjun ke lokasi. Kami akan memburu hingga tuntas mereka yang melakukan tindakan ilegal atau yang menghasut,” ujar Kepolisian Metropolitan Seoul dalam pernyataan resmi mereka yang dikutip dari The Guardian.

    Sebanyak 46 pengunjuk rasa ditangkap atas keterlibatan dalam tindakan kekerasan tersebut.

    Sekitar 40 orang dilaporkan mengalami luka ringan, tetapi tidak ada luka serius yang dilaporkan, menurut seorang responden darurat.

    Proses Hukum Yoon Suk Yeol

    Yoon Suk Yeol kini ditahan di pusat terpencil di Seoul selama 20 hari ke depan berdasarkan surat perintah baru, setelah sebelumnya mengajukan permohonan untuk segera dibebaskan.

    Pengadilan menyetujui perpanjangan penahanan atas permintaan Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO), dengan alasan kekhawatiran bahwa Yoon dapat menghilangkan bukti.

    Yoon, yang juga menolak untuk menghadiri beberapa pemeriksaan yang dijadwalkan oleh CIO, telah mengajukan alasan bahwa ia telah menyampaikan posisinya pada hari pertama penangkapan. “Kami yakin tidak ada alasan atau kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan bolak-balik,” kata pengacara Yoon, Seok Donghyeon.

    Yoon Suk Yeol menjadi presiden pertama dalam sejarah Korea Selatan yang ditangkap.

    Penangkapan ini terjadi setelah penerapan darurat militer yang singkat, yang memicu protes besar dan ketegangan politik di seluruh negeri.

    Surat perintah penangkapan Yoon berlaku selama 48 jam, yang berarti pihak berwenang memiliki waktu terbatas untuk menginterogasi presiden yang dimakzulkan tersebut.

    Situasi politik di Korea Selatan saat ini sangat tegang, dengan banyak pihak yang menantikan perkembangan lebih lanjut terkait kasus Yoon Suk Yeol dan dampaknya terhadap stabilitas negara.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Penahanan Yoon Suk Yeol Diperpanjang, Ratusan Pendukung Serbu Gedung Pengadilan – Halaman all

    Penahanan Yoon Suk Yeol Diperpanjang, Ratusan Pendukung Serbu Gedung Pengadilan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Penahanan terhadap presiden yang dimakzulkan, Yoon Suk Yeol telah diperpanjang oleh pengadilan Korea Selatan pada Minggu (19/1/2025).

    Langkah ini diambil dengan alasan kekhawatiran bahwa Yoon dapat menghilangkan bukti terkait deklarasi darurat militernya.

    Namun sayangnya, keputusan tersebut memicu ratusan kemarahan pendukung Yoon.

    Mereka menyerbu gedung pengadilan setelah adanya keputusan tersebut.

    Kaca-kaca di gedung pengadilan pecah dan pintu rusak akibat ratusan pendukung Yoon memasuki pengadilan.

    Mereka bermaksud mendukung Yoon sambil menghancurkan peralatan seperti komputer dan perabotan di dalam gedung.

    Rekaman yang beredar menunjukkan pengunjuk rasa menembakkan alat pemadam kebakaran ke arah petugas keamanan yang berjaga di pintu masuk. 

    Beberapa jam kemudian, situasi kembali pulih setelah polisi terjun ke lokasi.

    Pihak berwenang juga menangkap 46 pengunjuk rasa yang terlibat dalam tindakan kekerasan tersebut.

    “Kami akan memburu hingga tuntas mereka yang melakukan tindakan ilegal atau yang menghasut dan membantu,” kata Kepolisian Metropolitan Seoul dalam sebuah pernyataan, dikutip dari The Guardian.

    Sebanyak 40 orang dilaporkan mengalami luka ringan dalam kejadian kekacauan di gedung pengadilan.

    “Ada sekitar 40 orang yang mengalami luka ringan selama kekacauan itu, tetapi tidak ada luka serius yang dilaporkan,” kata seorang responden darurat di dekat pengadilan.

    Sebelumnya, Yoon telah mengajukan promohonan agar ia segera dibebaskan.

    Namun Pengadilan Distrik Barat Seoul menyetujui perpanjangan pengecualian Yoon atas permintaan Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO). 

    “Alasan persetujuan tersebut adalah kekhawatiran bahwa tersangka dapat menghilangkan bukti,” kata pengadilan.

    Yoon kini ditahan di pusat terpencil Seoul selama 20 hari mendatang berdasarkan surat perintah baru tersebut.

    Hingga kini, Yoon belum sepenuhnya bekerja sama dengan penyidik.

    Termasuk menolak menghadiri beberapa pemeriksaan yang dijadwalkan oleh CIO.

    Beberapa hari yang lalu, Yoon menolak upaya penyidik untuk memeriksa dan menginterogasinya soal darurat militer pada Jumat (17/1/2025).

    Pengacara Yoon, Seok Dong-hyeon mengatakan bahwa presiden tidak akan hadir dalam pemeriksaan.

    “Dia telah menyatakan secara lengkap posisi dasarnya pada hari pertama (penangkapan), dan kami yakin tidak ada alasan atau kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan bolak-balik,” kata pengacara Yoon.

    Sebelumnya, Yoon juga menolak menghalangi upaya untuk menginterogasinya pada Kamis.

    Oleh karena itu, ini merupakan kedua kalinya Yoon menolak untuk diinterogasi.

    Sang pengacara mengatakan bahwa Yoon merasa tidak perlu hadir lantaran telah menyatakan semuanya pada hari Rabu.

    “Presiden tidak akan hadir di CIO hari ini. Beliau sudah cukup menyampaikan sikap dasarnya kepada penyidik ​​pada hari pertama,” katanya, dikutip dari Kten.

    Yoon diinterogasi selama berjam-jam pada Rabu, tetapi menggunakan haknya untuk diam sebelum menolak untuk diinterogasi keesokan harinya.

    Perlu diketahui bahwa surat perintah penangkapan Presiden Yoon hanya berlaku selama 48 jam.

    Sehingga pihak bewenang memiliki waktu 48 jam untuk menginterogasi presiden yang dimakzulkan.

    Oleh karena itu, surat perintah penangkapan Yoon berakhir pada Jumat malam.

    Sebagai informasi, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol ditangkap di kediaman presiden di Seoul pada Rabu (15/1/2025).

    Ini menjadikannya presiden pertama dalam sejarah negara itu yang ditahan.

    Penangkapan ini terjadi setelah penerapan darurat militer yang hanya berlangsung singkat, yang memicu protes besar dan ketegangan politik di seluruh negeri.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Yoon Suk Yeol

  • Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1061: Pasukan Rusia Kuasai 2 Permukiman di Wilayah Donetsk, Ukraina – Halaman all

    Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1061: Pasukan Rusia Kuasai 2 Permukiman di Wilayah Donetsk, Ukraina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Inilah sejumlah peristiwa yang terjadi dalam perang Rusia-Ukraina, yang telah memasuki hari ke-1061 pada Minggu (19/1/2025).

    Pada Sabtu (18/1/2025), Moskow melaporkan bahwa pasukan Rusia telah menguasai dua permukiman di wilayah Donetsk, Ukraina timur.

    Dengan pencapaian ini, Rusia berhasil maju menuju front barat.

    Simak peristiwa lainnya berikut ini.

    Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1061:
    Pasukan Rusia Kuasai Dua Permukiman di Wilayah Donetsk, Ukraina

    Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan, pasukannya kini menguasai Petropavlivka, sebuah desa antara kota Pokrovsk dan Kurakhove, yang telah menjadi titik fokus pertempuran sengit dalam beberapa bulan terakhir.

    Selain itu, Rusia juga mengeklaim, penangkapan Vremivka, salah satu kota kecil di selatan wilayah Donetsk.

    Sementara itu, pernyataan militer Ukraina tidak mengonfirmasi kehilangan kedua desa tersebut, meskipun menyebutkan adanya pertempuran hebat di sekitar Pokrovsk.

    Serangan Udara Rusia ditembak Jatuh Ukraina

    Pada Sabtu (18/1/2025) malam, Rusia meluncurkan 39 pesawat nirawak Shahed, pesawat nirawak simulator lainnya, dan empat rudal balistik, menurut laporan Angkatan Udara Ukraina.

    Pasukan pertahanan udara Ukraina berhasil menembak jatuh dua rudal dan 24 pesawat nirawak, The Guardian melaporkan.

    Selain itu, sebanyak 14 simulator pesawat nirawak lainnya dilaporkan hilang di lokasi serangan tersebut.

    Situs Industri Rusia Disasar Drone Ukraina

    Pada Sabtu (18/1/2025), pejabat setempat mengonfirmasi bahwa serangan pesawat nirawak Ukraina telah membakar situs industri di wilayah Kaluga dan Tula, Rusia.

    Menanggapi serangan tersebut, Kementerian Pertahanan Rusia melaporkan bahwa 46 pesawat nirawak Ukraina berhasil dihancurkan di seluruh negeri pada malam sebelumnya.

    Zelensky Umumkan Sanksi Baru

    Dikutip dari Suspilne, Presiden Volodymyr Zelensky mengumumkan bahwa Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional Ukraina (NSDC) menyiapkan keputusan baru mengenai sanksi.

    Pernyataan ini disampaikan oleh Zelensky dalam pidatonya pada Sabtu (18/1/2025).

    “Sedang dipersiapkan keputusan baru mengenai sanksi dari NSDC, dan keputusan itu akan diumumkan besok,” kata Zelensky tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

    Selain itu, Presiden Zelensky juga mengapresiasi kinerja petugas penegak hukum Ukraina yang disebutnya melakukan pekerjaan “sangat baik.”

    “Dinas Keamanan Ukraina, Kepolisian Nasional, dan kantor kejaksaan kami tengah berperang melawan pengkhianat dan berbagai skema yang berusaha melemahkan negara dan masyarakat Ukraina,” ucapnya.

    “Setiap orang yang berusaha melawan Ukraina dan hukum di negara ini harus ingat apa yang akan terjadi sebagai akibat dari tindakan mereka,” tegasnya.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Pasukan Israel Mendadak Blokade Gerbang Hebron, Tanda-tanda Perang Gaza Pindah ke Tepi Barat – Halaman all

    Pasukan Israel Mendadak Blokade Gerbang Hebron, Tanda-tanda Perang Gaza Pindah ke Tepi Barat – Halaman all

    Pasukan Israel Mendadak Blokade Gerbang Hebron, Tanda-Tanda Perang Gaza Pindah ke Tepi Barat

    TRIBUNNEWS.COM – Menjelang pelaksanaan gencatan senjata di Jalur Gaza yang dijadwalkan berlangsung mulai Minggu (19/1/2025), pasukan Israel dilaporkan melakukan sejumlah manuver militer di wilayah Palestina, termasuk di Hebron, Tepi Barat.

    Militer Israel (IDF) mengklaim, langkah-langkah militer ini dilakukan di Jalur Gaza dan Tepi Barat sebagai antisipasi pembebasan tahanan Palestina yang merupakan bagian dari kesepakatan gencatan senjata tersebut.

    Di Gaza, Israel mengonsentrasikan pasukannya di seluruh perbatasan Jalur Gaza dengan pemukiman Yahudi Israel.

    Adapun di Tepi Barat, sumber-sumber Palestina mengatakan pasukan pendudukan Israel tiba-tiba menutup sebagian besar pintu masuk Hebron di selatan Tepi Barat dengan semen berbentuk kubus, Sabtu (18/1/2025).

    Kendaraan militer Pasukan Pendudukan Israel (IDF) di Hebron, Tepi Barat. Menjelang gencatan senjata di Jalur Gaza, pasukan Israel mengintensifkan pengamanan di semua wilayah Tepi Barat.

    Kecemasan Israel di Tepi Barat

    Manuver ini dikhawatirkan menjadi indikasi kalau Israel berniat memindahkan perang dari Jalur Gaza ke Tepi Barat dengan pola pengepungan dan blokade yang mirip-mirip.

    Indikasi itu tergambar dari apa yang dilaporkan oleh Channel 13 Israel.

    “Kepala Dewan Keamanan Nasional Israel mengatakan pada pertemuan dengan pihak pemerintah kalau kesepakatan pertukaran sandera dapat berdampak negatif terhadap situasi keamanan di Tepi Barat,” kata laporan tersebut dikutip dari Khaberni, Sabtu.

    Dia melanjutkan: Dewan mini mengambil keputusan yang bertujuan untuk mendukung keamanan di Tepi Barat, khususnya permukiman.

    Sejalan dengan genosida di Jalur Gaza, tentara pendudukan Israel memperluas operasinya di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dan para pemukim meningkatkan serangan mereka di sana, yang mengakibatkan 859 warga Palestina meninggal, sekitar 6.700 orang terluka, dan penangkapan 14.300 lainnya, menurut data resmi Palestina.

    Israel juga dilaporkan berniat mengintensifkan kembali operasi militer di Tepi Barat untuk kembali menangkapi warga-warga Palestina.

    Hal ini dilakukan sebagai ‘kompensasi’ atas pembebasan tahanan Palestina dalam kesepakatan pertukaran tahanan.

    Dengan kata lain, Israel tak mau ‘stok’ tahanan Palestina di penjara mereka berkurang drastis sebagai dampak kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

    Untuk itu, IDF bahkan berniat mengambil kendali keamanan yang selama ini dimiliki oleh Otoritas Palestina (PA).

    Seorang perwira Otoritas Palestina memegang senjatanya saat pasukan keamanan melancarkan serangan di kamp pengungsi Jenin di Tepi Barat yang diduduki, 16 Desember 2024. (tangkap layar aljazeera/Majdi Mohammed/AP)

    Legalitas PA Memudar 

    Surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth juga melaporkan kalau pihak-pihak keamanan pendudukan Israel khawatir kalau kesepakatan pertukaran sandera dan tahanan dengan Hamas akan memperburuk situasi di Tepi Barat.

    Seperti diketahui, kesepatakan gencatan senjata di Jalur Gaza berisi sejumlah poin yang satu di antaranya adalah pembebasan banyak tahanan Palestina yang ada di penjara Israel.

    Sumber-sumber tersebut mengindikasikan bahwa masalah terbesar terletak pada penguatan posisi Hamas dengan mengorbankan Otoritas Palestina.

    “Meski mendapat serangan, Hamas menunjukkan ketabahan yang besar,” tulis ulasan Khaberni, mengutip laporan tersebut, Jumat (17/1/2025).

    Di Tepi Barat, entitas Palestina yang menjadi pihak otoritas pemerintahan adalah Otoritas Palestina (PA).

    Namun, legitimasi PA memudar seiring aksi repsresif mereka yang kian menjadi ke warga Palestina di Tepi Barat.

    Di sisi lain, Hamas, justru kian mendapat tempat karena pada kenyataannya jalan perjuangan mereka dianggap mampu menekan Israel, termasuk bisa membebaskan ribuan warga Palestina yang ditahan di penjara Israel.

    Meski belakangan dilaporkan terjadi ‘Gencatan Senjata’ antara PA dan milisi perlawanan Palestina di Tepi Barat, khususnya di Jenin, konstalasi ini yang membuat Israel gerah dan mengancam PA akan mengambil alih kendali keamanan di Tepi Barat.

    Militer Israel (IDF) bahkan sudah melakukan pengeboman di Jenin, Tepi Barat, untuk pertama kalinya sejak PA mendapat kewenangan hukum sebagai pengendali Tepi Barat.

    Tentara Israel menyerbu kota Jenin di Tepi Barat dan mengerahkan alat berat untuk merusak infrastruktur jalan di kota ini dengan cara menggali jalan di kota tersebut, 5 Juli 2024. (Nedal Eshtayah/Anadolu Agency)

    Berniat Ubah Tepi Barat Menjadi Gaza

    Editorial media Israel berbahasa ibrani, Haaretz, Rabu (8/1/2025) lalu mengulas niat rezim Israel saat ini untuk mengubah wilayah Tepi Barat, Palestina, yang mereka duduki, menjadi puing-puing seperti Jalur Gaza.

    Niat itu satu di antaranya dilontarkan langsung Menteri Keuangan Israel sayap kanan Bezalel Smotrich.

    Smotrich pada Senin kemarin mengatakan kalau Tepi Barat yang diduduki “harus terlihat seperti Jabalia di Gaza,”.

    Ancaman Smotrich itu mengacu pada kerusakan luas yang disebabkan Israel di daerah kantong yang terkepung yang diserang oleh tentara Israel yang didukung Amerika Serikat selama 15 bulan.

    Komentar yang menghasut itu muncul setelah tiga pemukim Israel tewas dan delapan lainnya terluka dalam operasi penembakan di dekat pemukiman ilegal Kedumim di Tepi Barat.

    Setidaknya dua warga Palestina menembaki mobil dan bus di luar pemukiman sebelum melarikan diri dari tempat kejadian, menurut laporan.

    Smotrich, yang terkenal karena komentar genosida terhadap warga Palestina, mengatakan, “Funduq, Nablus, dan Jenin pasti terlihat seperti Jabalia,” mengacu pada wilayah Gaza utara.

    Pemandangan umum menunjukkan bangunan yang hancur di Gaza Utara, di tengah konflik yang sedang berlangsung di Gaza antara Israel dan Hamas, dekat perbatasan Israel-Gaza, 11 November 2024. (tangkap layar/REUTERS/Amir Cohen)

    Jabalia mengalami kerusakan besar-besaran selama genosida dengan Israel menganggap semua yang ada di wilayah itu sebagai target, termasuk rumah sakit.

    Sejak dimulainya serangan Israel di Gaza pada Oktober 2023, lebih dari 45.800 warga Palestina telah tewas, sekitar 11.000 orang hilang dan diyakini tertimbun reruntuhan.

    Di Tepi Barat, serangan Israel menewaskan 835 warga Palestina dan melukai 6.450 lainnya.

    Tahun lalu, Mahkamah Internasional (ICJ), dalam putusannya yang bersejarah, menyatakan bahwa pendudukan Israel atas Jalur Gaza dan Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, adalah melanggar hukum, beserta dengan rezim permukiman, aneksasi, dan penggunaan sumber daya alam yang terkait.

    Mahkamah tersebut menambahkan bahwa undang-undang dan tindakan Israel melanggar larangan internasional tentang segregasi rasial dan apartheid.

    Resolusi ini juga mengamanatkan Israel untuk mengakhiri pendudukannya, membongkar permukimannya, memberikan ganti rugi penuh kepada korban Palestina, dan memfasilitasi pemulangan masyarakat terlantar.

    Para ahli PBB telah menyerukan  embargo senjata , diakhirinya semua kegiatan komersial lainnya yang dapat merugikan Palestina, dan sanksi yang ditargetkan, termasuk pembekuan aset, terhadap individu dan entitas Israel yang terlibat dalam pendudukan ilegal, segregasi rasial, dan kebijakan apartheid.

    Seorang orang tua warga Palestina memegang bendera Palestina saat berjalan di jalanan Jenin, Tepi Barat yang hancur karena agresi militer Israel di kota tersebut selama 10 hari berturut-turut. (rntv/tangkap layar)

    Netanyahu Setujui Operasi Ofensif dan Defensif Baru di Tepi Barat

    Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa ia menyetujui serangkaian operasi militer tambahan di Tepi Barat.

    Menurut kantor Netanyahu, operasi ini mencakup “tindakan ofensif dan defensif tambahan” di Tepi Barat, serta menangkap para pelaku operasi terhadap Israel dan membawa mereka ke pengadilan.

    Keputusan tersebut menyusul pertemuan Netanyahu pada 6 Januari dengan Menteri Pertahanan Israel Katz dan Kepala Staf Herzi Halevi.

    Otoritas Palestina (PA) tengah melancarkan operasi besar-besaran terhadap pejuang perlawanan di kamp pengungsi Jenin atas nama Israel

    Sebelumnya hari ini, Netanyahu berjanji akan melenyapkan mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan tiga pemukim Yahudi di Tepi Barat pada Senin pagi.

    “Kami akan menemui para pembunuh, menyelesaikan masalah dengan mereka dan dengan mereka yang membantu mereka, dan tidak seorang pun akan lolos dari kami,” kata Netanyahu.

    Israel meningkatkan ukuran dan jumlah operasi militernya terhadap kelompok perlawanan Palestina di Tepi Barat yang diduduki setelah Operasi Banjir Al-Aqsa Hamas pada 7 Oktober 2023.

    Perang Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 45.000 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak.

    Otoritas Palestina (PA) saat ini sedang melakukan serangan besar-besaran terhadap kamp pengungsi Jenin di Tepi Barat.

    The Guardian mencatat bahwa ini adalah “operasi terbesar yang dilakukan oleh badan pemerintahan yang didukung Barat tersebut dalam 30 tahun sejak dibentuk.”

    Setelah kunjungan baru-baru ini ke Jenin, The Guardian mengamati bahwa “Israel berharap dapat mendelegasikan pemberantasan aktivitas militan kepada otoritas yang berpusat di Ramallah, dan PA berusaha membuktikan bahwa mereka akan mampu menangani pemerintahan di Jalur Gaza ketika perang di sana berakhir.”

    Namun, penduduk kamp marah terhadap pasukan keamanan PA karena kolaborasi mereka dengan Israel melawan pejuang perlawanan lokal.

    “Sebagian besar pemuda ini merupakan bagian dari milisi ad hoc kecil yang hanya berafiliasi secara longgar dengan faksi tradisional Palestina, seperti  Fatah dan saingannya Hamas,” tambah surat kabar Inggris tersebut.

    Mariam, seorang warga kamp berusia 23 tahun, menyatakan, “Ini pada dasarnya adalah perang saudara, warga Palestina membunuh warga Palestina.”

    Warga semakin marah setelah seorang penembak jitu dari pasukan keamanan PA menembak dan membunuh mahasiswa jurnalisme berusia 22 tahun Shatha al-Sabbagh pada hari Sabtu.

    Di tengah kekerasan di Jenin, pemukim Yahudi Israel berharap bahwa Presiden AS terpilih Donald Trump akan mengizinkan mereka untuk secara resmi mencaplok Tepi Barat yang diduduki.

    New York Times (NYT) melaporkan pada hari Senin bahwa “Beberapa pilihan staf Presiden terpilih Donald J. Trump telah meningkatkan harapan di antara para pemukim bahwa [aneksasi] dapat terjadi.”

    Anggota staf Trump, termasuk Menteri Pertahanan baru Pete Hegseth dan Duta Besar AS untuk Israel Mike Huckabee, telah mengunjungi permukiman Tepi Barat dan menyatakan dukungan kuat mereka terhadap permukiman tersebut dan Israel.

    “Tim Trump ada di sini, mereka melihat kenyataan, dan bagi saya, itu melegakan,” kata Israel Ganz, kepala dewan yang mengatur pemukiman Shiloh.

    Baru-baru ini, Mahkamah Internasional (ICJ) menegaskan kembali bahwa semua pemukiman Yahudi Israel di Tepi Barat adalah ilegal menurut hukum internasional dan harus dibongkar.

    Pasukan Israel menduduki Tepi Barat pada tahun 1967 dan telah membangun pemukiman ilegal bagi warga Yahudi Israel di tanah Palestina yang dicuri sejak saat itu.

     

    (oln/khbrn/rntv*)

     

     

     

     

     

  • Ribuan Warga Israel Serbu Kantor Netanyahu, Berunjuk Rasa Tolak Gencatan Senjata dengan Hamas – Halaman all

    Ribuan Warga Israel Serbu Kantor Netanyahu, Berunjuk Rasa Tolak Gencatan Senjata dengan Hamas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Ribuan warga Israel melakukan unjuk rasa menolak gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza.

    Aksi demonstrasi ini berlangsung pada hari Kamis, 16 Januari 2025, di depan Kantor Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan mengakibatkan kemacetan di jalan raya terdekat.

    Menurut laporan dari The Guardian, sekitar 1.500 orang berpartisipasi dalam demonstrasi tersebut.

    Banyak pengunjuk rasa mengenakan pakaian hitam dengan tangan mereka dicat merah.

    Mereka membawa sekitar 40 peti mati yang diselimuti bendera Israel sebagai simbol protes.

    Seorang demonstran bernama Shmuel (27) menyatakan, “Kami menolak kesepakatan semacam ini. Negara dilarang dijalankan oleh emosi keluarga.”

    Shmuel, yang telah menjalani wajib militer selama 400 hari sejak perang di Gaza dimulai, menegaskan pentingnya melanjutkan perang demi keamanan negara.

    Warga Israel membawa peti mati saat berdemonstrasi di luar Kantor Perdana Menteri Israel Netanyahu, Kamis, (1/17/2025). (Yedioth Ahronoth/Alex Kolomoisky)

    Para pengunjuk rasa, yang merupakan anggota keluarga sandera yang tergabung dalam Forum Tikva, mendesak pemerintah untuk mengutamakan kemenangan total atas Hamas daripada melakukan perundingan.

    Namun, tuntutan tersebut gagal terpenuhi karena kabinet Netanyahu baru saja mengumumkan persetujuan gencatan senjata.

    Rencana pengembalian sandera akan mulai berlaku pada hari Minggu, 19 Januari 2025.

    Menurut CNN, kabinet beranggotakan 33 menteri itu menyepakati gencatan senjata setelah adanya saran dari kabinet keamanan.

    Dari 33 menteri, 24 mendukung gencatan senjata, sementara delapan menolak, termasuk menteri dari Partai Likud dan Partai Otzma Yehudit.

    Presiden Israel Isaac Herzog menyambut baik keputusan kabinet tersebut, menyebutnya sebagai langkah penting dalam menegakkan komitmen negara terhadap rakyatnya.

    Saat ini Israel melaporkan ada 89 sandera yang masih berada di Gaza. Setengah dari jumlah tersebut diyakini masih hidup.

    Dalam tahap pertama gencatan senjata, tiga sandera dilaporkan akan dibebaskan, sementara Israel akan melepaskan lebih dari 1.700 warga Palestina sebagai bagian dari pertukaran.

    Kementerian Kehakiman Israel telah menerbitkan daftar 95 warga Palestina yang akan dibebaskan pada hari pertama gencatan senjata, sebagian besar merupakan perempuan.

    Pembebasan tahanan ini akan dilakukan berdasarkan persetujuan pemerintah dan tidak akan terjadi sebelum hari Minggu pukul 16.00 waktu setempat.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).