Perusahaan: The Guardian

  • Trump Angkat Kaki dari Perundingan Rusia-Ukraina, Muak Negosiasi Damai Tak Temukan Titik Terang – Halaman all

    Trump Angkat Kaki dari Perundingan Rusia-Ukraina, Muak Negosiasi Damai Tak Temukan Titik Terang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan, Washington akan menghentikan upaya mediasi perdamaian antara Rusia dan Ukraina.

    Dalam keterangan resmi yang dilansir The Guardian, Trump mengungkap rencana untuk menghentikan upaya mediasi perdamaian antara Rusia dan Ukraina jika tidak ada kemajuan nyata dalam waktu dekat.

    Adapun ancaman itu dilontarkan Trump dan Menteri Luar Negeri Marco Rubio saat menggelar pertemuan pers di Gedung Putih pada Jumat (18/4/2025).

    Keduanya menyampaikan rasa frustasinya terhadap lambatnya proses negosiasi perdamaian Rusia-Ukraina.

    “Kami ingin ini selesai secepat mungkin,” tegas Trump.

    “Jika karena suatu alasan salah satu dari kedua pihak membuatnya sangat sulit, kami akan mengatakan Anda bodoh, Anda tolol, Anda orang-orang yang mengerikan,” imbuh Trump

    Sikap ini mencerminkan ketidakpuasan Trump terhadap kurangnya kemajuan dalam perundingan.

    Sebelumnya, ia telah menargetkan perayaan Paskah sebagai tenggat waktu untuk mencapai kesepakatan damai dan telah menunjuk utusannya, Steve Witkoff, untuk memimpin negosiasi.

    Namun, ketegangan meningkat setelah Presiden Rusia Vladimir Putin menolak untuk berkomitmen pada pembicaraan atau mempertahankan konsesi kecil, seperti penghentian serangan terhadap infrastruktur energi Ukraina. ​

    Trump juga menunjukkan ketidaksenangannya terhadap Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, bahkan menyalahkannya atas berlanjutnya perang.

    Menyusul komentar Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, yang menuduh utusan khusus Trump, Steve Witkoff, menyebarkan narasi pro-Rusia. 

    Alasan tersebut yang mendorong AS murka hingga mengancam untuk menarik diri dari proses perdamaian jika tidak ada kemajuan yang jelas.

    “Kita perlu mencari tahu di sini, sekarang, dalam hitungan hari, apakah ini dapat dilakukan dalam jangka pendek, karena jika tidak, maka saya pikir kita akan terus maju,” ujar Rubio.

    Progres Perundingan Rusia-Ukraina

    Sebagai informasi Rusia dan AS telah terlibat dalam negosiasi sejak Trump menjabat pada bulan Januari.

    Kedua negara telah mengadakan beberapa putaran pembicaraan tingkat tinggi, Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengklaim bahwa beberapa kemajuan telah dicapai namun mengakui bahwa komunikasi dengan Washington tetap sulit.

    Kendati demikian ia menegaskan Rusia tetap terbuka untuk berdialog selama kepentingannya terjamin.

    Rusia juga mendesak Ukraina agar pihaknya mencegah masuk kehadiran NATO dan menuntut agar Kiev mengakui perbatasan baru Rusia.

    Akan tetapi Ukraina menilai semua tuntutan ini seperti dipaksa menyerah, bukan berdamai.

    Bagi Ukraina, menyerahkan wilayah ke Rusia berarti mengkhianati rakyatnya dan melemahkan kedaulatannya.

    Karena kompleksitas konflik ini menyentuh banyak lapisan, alhasil perundingan damai rusia dan ukraina sulit tercapai.

    Resiko jika AS mundur dari Perundingan Rusia-Ukraina

    Meski rencana Trump mundur dari perundingan hanyalah sebuah gertakan belaka.

    Akan tetapi jika AS memutuskan untuk mundur, prospek kesepakatan damai diprediksi akan melemah drastis.

    Ini karena belum ada negara lain yang memiliki pengaruh sekuat Washington atas Moskow dan Kyiv.

    Imbasnya Rusia mungkin akan meningkatkan serangan militernya, merasa memiliki ruang lebih luas untuk bertindak.

    Sementara Ukraina yang sangat bergantung pada dukungan militer dan intelijen dari AS, akan kehilangan daya tahan dalam jangka panjang.

    Selain itu dampak lain jika AS mundur dari perundingan, akan membuat negara sekutu mempertanyakan komitmen jangka panjang Washington terhadap aliansinya.

    Ini bisa dimanfaatkan oleh Tiongkok dan Rusia untuk membangun pengaruh di berbagai kawasan dunia, terutama Timur Tengah, Afrika, dan Asia Tenggara.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Bendera Palestina Berkibar saat Wisuda Universitas Harvard, Begini Aksi Lulusan Harvard Saat Wisuda – Halaman all

    Bendera Palestina Berkibar saat Wisuda Universitas Harvard, Begini Aksi Lulusan Harvard Saat Wisuda – Halaman all

    Bendera Palestina Berkibar saat Wisuda Universitas Harvard, Begini Aksi Lulusan Harvard Saat Wisuda

    TRIBUNNEWS.COM-  Bendera Palestina dikibarkan oleh para wisudawan selama upacara wisuda di Universitas Harvard. 

    Mereka tidak tinggal diam menanggapi kondisi ketidakadilan di dunia yang sedang tidak baik-baik saja.

    Perayaan wisuda pun diwarnai dengan aksi bela Palestina. Banyak wisudawan yang memakai Keffieh Palestina, syal persegi yang menjadi simbol penting dalam budaya Palestina. 

    Hal ini terjadi setelah universitas tertua di Amerika itu menjadi yang pertama menolak usulan kebijakan dari Pemerintahan Donald Trump.

    Donald Trump menindak keras terhadap kegiatan solidaritas Palestina di antara staf dan mahasiswa. 

    Hal ini berisiko terhadap pendanaan federal universitas senilai $2 miliar.

    Sebuah video yang beredar daring menunjukkan para mahasiswa Harvard merayakan kelulusan mereka dengan bersorak untuk mendukug Palestina.

    Mereka mengibarkan bendera Palestina saat pidato yang tampaknya pro-Palestina disampaikan. 

    Pada tanggal 31 Maret, pemerintahan Trump mengatakan sedang meninjau sekitar $9 miliar dalam bentuk hibah dan kontrak dengan Universitas Harvard untuk memastikan universitas tersebut tunduk mematuhi peraturan federal, termasuk tanggung jawab hak-hak sipilnya. 

     

     

     

    Harvard Melawan Donald Trump

    Universitas Harvard Membalas ketika Donald Trump Menargetkan Universitas Terkait Aksi Pro-Palestina

    Universitan Harvard, salah satu universitas elit di AS telah memberi tahu pemerintahan Donald Trump bahwa mereka tidak akan tunduk pada tekanan politik, meskipun pendanaan federalnya terancam.

    Bentrokan tersebut meletus setelah pihak administrasi menuntut perubahan besar-besaran pada kebijakan internal Harvard—mulai dari peraturan seputar protes kampus pro-Palestina hingga program keberagaman dan inklusi—atau menghadapi risiko kehilangan pendanaan.

    “Tidak ada pemerintah – terlepas dari partai mana yang berkuasa – yang boleh mendikte apa yang dapat diajarkan oleh universitas swasta, siapa yang dapat mereka terima dan pekerjakan, dan bidang studi dan penyelidikan apa yang dapat mereka tekuni,” kata Presiden Alan Garber dalam sebuah pesan kepada para mahasiswa dan staf.

    Pengacara universitas tersebut kembali menegaskan dalam surat resminya kepada Washington, menuduh pemerintah federal menginjak-injak kebebasan akademis yang telah lama berlaku dan berupaya mengabaikan perlindungan yang tercantum dalam Amandemen Pertama.

    Langkah ini dilakukan beberapa hari setelah Universitas Columbia, yang berada di bawah tekanan serupa, setuju untuk melakukan perubahan yang diminta oleh pemerintahan Trump dalam upaya untuk memulihkan dana yang dibekukan sebesar $400 juta.  Perjudian itu menjadi bumerang. Bukan hanya uang yang ditahan, tetapi pemerintahan tersebut juga memangkas lebih banyak dana.

    Universitas Harvard, seperti beberapa lembaga pendidikan lainnya di AS, telah menjadi lokasi utama bagi pengunjuk rasa pro-Palestina sejak perang Israel di Gaza dimulai pada Oktober 2023.

     

    Barack Obama Dukung Harvard karena Berani Melawan Donald Trump

    Barack Obama telah menyatakan dukungannya terhadap Harvard setelah pemerintahan Donald Trump memutuskan untuk memangkas $2 miliar dana hibah federal setelah sekolah Ivy League di Massachusetts itu menolak apa yang disebutnya sebagai upaya “regulasi pemerintah” terhadap universitas tersebut.

    Harvard menghadapi pembekuan dana karena fakultas Yale meminta pimpinan ‘untuk menolak dan menantang secara hukum setiap tuntutan yang melanggar hukum’.

    Sementara itu, staf pengajar di Universitas Yale – institusi Ivy League terkemuka lainnya – telah meminta pimpinannya “untuk menolak dan menantang secara hukum setiap tuntutan yang melanggar hukum yang mengancam kebebasan akademik dan … pemerintahan sendiri”.

    Pernyataan dari Obama , presiden AS dari tahun 2009 hingga 2017, berbunyi: 

    “Harvard telah memberikan contoh bagi lembaga pendidikan tinggi lainnya – dengan menolak upaya yang tidak sah dan tidak adil untuk mengekang kebebasan akademis, sembari mengambil langkah konkret untuk memastikan semua mahasiswa di Harvard dapat memperoleh manfaat dari lingkungan yang penuh dengan penyelidikan intelektual, perdebatan yang ketat, dan rasa saling menghormati.

    “Mari berharap lembaga lain mengikuti langkah ini.”

    Kebuntuan antara beberapa universitas paling bergengsi di AS dan pemerintah federal semakin dalam pada hari Senin setelah Harvard menolak tuntutan tinggi dari pemerintahan Donald Trump , yang oleh presiden disebut sebagai upaya untuk mengekang antisemitisme di kampus. 

    Namun, banyak pendidik melihat tuntutan tersebut sebagai upaya terselubung untuk mengekang kebebasan akademis secara lebih luas.

    “Tidak ada pemerintah – terlepas dari partai mana yang berkuasa – yang boleh mendikte apa yang dapat diajarkan oleh universitas swasta, siapa yang dapat mereka terima dan pekerjakan, dan bidang studi dan penyelidikan apa yang dapat mereka tekuni,” kata presiden Harvard, Alan Garber.

    Mahasiswa berjalan menaiki tangga perpustakaan

    Pejabat Trump memangkas miliaran dana Harvard setelah universitas menentang tuntutan

    Pemerintahan Trump , melalui gugus tugas gabungan multi-lembaga federal untuk memerangi anti-semitisme, menanggapi dengan membekukan hibah multi-tahun senilai $2,2 miliar dan nilai kontrak multi-tahun senilai $60 juta untuk Harvard.

    Pada hari Selasa, Trump sendiri menerbitkan sebuah postingan di platform Truth Social miliknya yang mengatakan “mungkin Harvard harus kehilangan Status Bebas Pajaknya dan Dikenakan Pajak sebagai Entitas Politik”.

    Intervensi oleh Obama terjadi setelah 876 anggota fakultas di Yale menerbitkan surat kepada pimpinan mereka yang menyatakan dukungan untuk menentang pemerintahan Trump.

    “Kita berdiri bersama di persimpangan jalan,” demikian bunyi surat itu . 

    “Universitas-universitas Amerika menghadapi serangan-serangan luar biasa yang mengancam prinsip-prinsip dasar masyarakat demokratis, termasuk hak-hak kebebasan berekspresi, berasosiasi, dan kebebasan akademis. Kami menulis sebagai satu fakultas, untuk meminta Anda untuk berdiri bersama kami sekarang.”

    Meskipun surat itu tidak menyebutkan Harvard secara spesifik, surat itu juga meminta pimpinan Yale untuk “bekerja dengan penuh tujuan dan proaktif dengan perguruan tinggi dan universitas lain dalam pertahanan kolektif”.

    Universitas Columbia di New York, lokasi protes pro-Palestina pada tahun 2024, telah setuju untuk mematuhi sebagian serangkaian tuntutan dari pemerintahan Trump tentang bagaimana ia akan menangani demonstrasi, departemen akademik, dan antisemitisme tersebut setelah menerima peringatan bahwa ia akan kehilangan dana federal, tetapi juga membela kebebasan akademik.

    Princeton di New Jersey mengatakan belum menerima daftar tuntutan khusus dari pemerintah. Presiden universitas, Christopher Eisgruber, mengatakan dalam email kepada masyarakat pada awal April bahwa meskipun alasan di balik ancaman pemerintah untuk menahan dana belum jelas, universitas “akan mematuhi hukum”.

    “Kami berkomitmen untuk memerangi antisemitisme dan segala bentuk diskriminasi, dan kami akan bekerja sama dengan pemerintah dalam memerangi antisemitisme,” imbuh Eisgruber. “Princeton juga akan dengan gigih membela kebebasan akademis dan hak proses hukum universitas ini.”

    “Pemerintahan Trump menggunakan ancaman pemotongan dana sebagai taktik untuk memaksa universitas tunduk pada kendali pemerintah atas penelitian, pengajaran, dan pidato di kampus swasta. Hal itu jelas melanggar hukum,” kata pernyataan dari Rachel Goodman, penasihat hukum Protect Democracy yang mewakili American Association of University Professors dalam tantangannya terhadap penghentian pendanaan federal di Columbia.

    Universitas Columbia menyetujui pelarangan penggunaan masker untuk tujuan menyembunyikan identitas seseorang, melarang protes di dalam gedung akademik, dan meninjau ulang bagaimana program studi Timur Tengah dikelola. Universitas ini juga menyetujui perluasan “keragaman intelektual”, termasuk dengan mengangkat anggota fakultas baru ke departemen Institut Israel dan Studi Yahudi.

    Sasaran yang dinyatakan dari gugus tugas antisemitisme pemerintahan Trump adalah untuk “membasmi pelecehan antisemit di sekolah dan kampus”. 

    Namun banyak yang percaya bahwa itu adalah kedok untuk berbagai sasaran konservatif, termasuk menghilangkan kuota ras dalam penerimaan mahasiswa – dan mengatur ulang apa yang dilihat pemerintahan sebagai bias paling kiri dalam dunia akademis.

    “Kami akan menghentikan dana untuk sekolah-sekolah yang membantu serangan Marxis terhadap warisan Amerika dan peradaban Barat itu sendiri,” kata Trump pada tahun 2023. “Hari-hari mensubsidi indoktrinasi komunis di perguruan tinggi kita akan segera berakhir.”

    Pada hari Selasa, sekretaris pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengatakan Trump “ingin melihat Harvard meminta maaf” atas apa yang disebutnya “antisemitisme mengerikan yang terjadi di kampus mereka”.

    “Mengenai Harvard … presiden sudah cukup jelas: mereka harus mematuhi hukum federal,” kata Leavitt.

    Pada bulan Maret, pemimpin gugus tugas, Leo Terrell, mantan komentator Fox News, mengatakan: “Kami akan membuat universitas-universitas ini bangkrut” jika mereka tidak “bermain sesuai aturan”.

    Pemerintah, secara keseluruhan, telah membekukan atau membatalkan lebih dari $11 miliar dana dari sedikitnya tujuh universitas sebagai bagian dari upayanya untuk mengakhiri apa yang disebutnya “pengambilalihan ideologis”. Sedikitnya 300 mahasiswa, lulusan baru, dan mahasiswa pascadoktoral telah dicabut visa dan status imigrasi resminya sebagai bagian dari tindakan keras tersebut.

    Presiden Massachusetts Institute of Technology , Sally Kornbluth, mengatakan pada hari Senin bahwa sembilan mahasiswa MIT telah kehilangan visa mereka selama seminggu terakhir – pencabutan yang menurutnya akan berdampak buruk pada “bakat terbaik” di seluruh dunia dan akan “merusak daya saing Amerika dan kepemimpinan ilmiah selama bertahun-tahun mendatang”.

    Namun, menteri pendidikan Trump , Linda McMahon, mengatakan kepada Wall Street Journal bahwa pemerintah federal berwenang meminta universitas membuat perubahan pada kebijakan kampus.

    “Jika Anda menerima dana federal, maka kami ingin memastikan bahwa Anda mematuhi hukum federal,” kata McMahon, meskipun ia menolak bahwa pemerintah berupaya untuk mengekang kebebasan akademis dan hak untuk melakukan protes atau ketidaksetujuan secara damai.

    Juru bicara Gedung Putih, Kush Desai, mengatakan kepada media tersebut bahwa gugus tugas tersebut “dimotivasi oleh satu hal dan hanya satu hal: mengatasi antisemitisme”.

    Desai berkata: “Para pengunjuk rasa antisemit yang melakukan kekerasan dan mengambil alih seluruh gedung kampus bukan hanya merupakan bentuk kefanatikan yang kasar terhadap orang Amerika keturunan Yahudi, tetapi juga sepenuhnya mengganggu penyelidikan dan penelitian intelektual yang seharusnya didukung oleh pendanaan federal untuk perguruan tinggi.”

     

    SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR, MIDDLE EAST EYE, THE GUARDIAN

  • Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.147: Trump Tuding Putin yang Memulai Perang – Halaman all

    Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.147: Trump Tuding Putin yang Memulai Perang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perang Rusia-Ukraina yang dimulai sejak 24 Februari 2022 telah memasuki hari ke-1.147 pada Selasa (15/4/2025).

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyalahkan Presiden Rusia Vladimir Putin atas pecahnya perang Rusia-Ukraina.

    Trump menegaskan, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan mantan Presiden AS Joe Biden juga ikut bertanggung jawab.

    Dalam perkembangan lain, Ukraina menampilkan dua pria asal Tiongkok yang ditangkap di garis depan dalam konferensi pers.

    Seperti diketahui, sebelumnya Zelensky menuduh Rusia merekrut warga China lewat media sosial.

    Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.147:
    Tentara China Ditangkap di Ukraina, Zelensky Tuding Rusia Rekrut Lewat Medsos

    Ukraina menampilkan dua pria asal Tiongkok yang ditangkap di garis depan dalam konferensi pers.

    Keduanya dikawal tentara Ukraina bersenjata.

    Mereka berharap bisa ikut dalam pertukaran tahanan.

    “Jangan ambil bagian dalam perang ini,” kata kedua tentara itu memperingatkan warga Tiongkok lainnya.

    Belum jelas apakah pernyataan itu dibuat secara sukarela.

    Dilansir The Guardian, belum ada tanggapan resmi dari pemerintah Tiongkok terkait penangkapan ini.

    Zelensky sebelumnya menyebut Moskow aktif merekrut warga asing untuk memperkuat pasukannya.

    Jika terbukti, keterlibatan warga Tiongkok bisa memperkeruh posisi netral Beijing dalam konflik ini.

    Zelensky Tuding Rusia Tolak Gencatan Senjata: “Putin Tak Takut, Mereka Ingin Terus Berperang”

    Zelensky menuduh Rusia sengaja menolak perundingan gencatan senjata dan memilih untuk terus melanjutkan perang.

    Dalam pernyataannya yang dikutip dari sejumlah media internasional pada Minggu (14/4/2025), Zelensky menyebut Putin tidak menunjukkan niat untuk menghentikan konflik.

    “Rusia secara terbuka menolak terlibat dalam perundingan gencatan senjata,” kata Zelensky.

    Ia menilai sikap tersebut menunjukkan bahwa Moskow merasa tidak terancam.

    “Hanya ada satu alasan untuk ini – di Moskow, mereka tidak takut,” ujarnya.

    Zelensky menegaskan, tanpa tekanan internasional yang cukup kuat terhadap Rusia, perang akan terus berlanjut.

    “Mereka akan terus melakukan apa yang biasa mereka lakukan – mereka akan terus berperang,” tegasnya.

    Pendukung Ukraina Desak Trump Bersikap Tegas ke Putin setelah Serangan Mematikan di Sumy

    Para pendukung Republik Ukraina menyerukan agar Donald Trump bersikap lebih tegas terhadap Putin jika ingin mencapai kesepakatan gencatan senjata.

    Seruan ini muncul setelah serangan mematikan yang dilancarkan Rusia pada Minggu Palma di kota Sumy, Ukraina.

    Peristiwa tersebut memicu kemarahan sejumlah anggota parlemen dari Partai Republik (GOP), yang sebelumnya dikenal hati-hati dalam mengkritik Rusia karena kedekatan Trump dengan Kremlin.

    Namun menurut laporan Andrew Roth, dalam beberapa hari terakhir suara mereka menjadi semakin vokal.

    Serangan di Sumy dijadikan bukti oleh pendukung Ukraina bahwa sikap lunak terhadap Putin hanya akan memperpanjang konflik.

    Duka Ukraina Usai Serangan Minggu Palma: “Sepatu Saya Berlumuran Darah”

    Warga Ukraina berkumpul pada Senin (14/4/2025) untuk mengenang para korban serangan Rusia yang terjadi saat perayaan Minggu Palma.

    Acara duka tersebut diwarnai kesedihan mendalam, terutama di kota Sumy yang menjadi sasaran utama.

    Seorang petugas medis tempur yang membantu para korban mengungkapkan betapa mengerikannya situasi pasca-serangan.

    “Kekacauan terjadi. Ada tumpukan mayat,” katanya, seperti dilaporkan The Guardian.

    “Sepatu saya berlumuran darah. Saya belum membersihkannya, itu darah korban luka.”

    Angkatan Udara Ukraina menyatakan bahwa pada hari yang sama, Rusia kembali melancarkan serangan dengan rudal dan bom berpemandu ke pinggiran kota Sumy.

    Tidak ada korban jiwa dalam serangan lanjutan tersebut.

    Trump: Putin yang Memulai Perang, tapi Zelensky dan Biden Tetap Disalahkan

    Trump menyalahkan Putin atas pecahnya perang Rusia-Ukraina.

    Dia juga menyebut Zelensky dan Biden ikut bertanggung jawab.

    Pernyataan itu disampaikan Trump dalam pengarahan bersama Presiden El Salvador Nayib Bukele, seperti dilaporkan oleh berbagai media pada Senin (14/4/2025).

    Menurut Trump, Putin adalah pihak pertama yang patut disalahkan karena memulai invasi ke Ukraina.

    Namun ia tidak mencabut pernyataan sebelumnya yang menuduh Zelensky dan Biden memiliki andil dalam memicu konflik.

    “Yang bisa saya lakukan hanyalah mencoba menghentikannya. Itu saja yang ingin saya lakukan,” kata Trump.

    “Saya ingin menghentikan pembunuhan. Dan saya pikir kami telah melakukan pekerjaan itu dengan baik,” ujar Trump kepada wartawan.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • China Tidak Takut Lawan Trump Habis-habisan: “Langit Tak Akan Runtuh”

    China Tidak Takut Lawan Trump Habis-habisan: “Langit Tak Akan Runtuh”

    Jakarta, CNBC Indonesia – China telah meremehkan risiko ‘kerusakan’ ekspornya akibat tarif yang dikeluarkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Pasalnya, Beijing telah memiliki cara sendiri untuk menguatkan perekonomiannya.

    Melansir The Guardian, Juru Bicara Administrasi Bea Cukai Lyu Daliang, dalam komentar yang dilaporkan oleh badan milik negara Xinhua, mengatakan negara ekonomi terbesar kedua di dunia itu telah mendiversifikasi perdagangannya dari AS dalam beberapa tahun terakhir.

    Laporan bea cukai menyoroti “pasar domestik China yang luas”, dan mengatakan “negara itu akan mengubah kepastian domestik menjadi penyangga terhadap volatilitas global”. China pun makin berupaya untuk merangsang konsumsi swasta.

    “Langit tidak akan runtuh” untuk ekspor China,” kata Lyu. “Upaya-upaya ini tidak hanya mendukung pembangunan mitra kami tetapi juga meningkatkan ketahanan kami sendiri”.

    Presiden China Xi Jinping sempat mengkritik tarif AS selama kunjungan ke Vietnam. Vietnam dalam beberapa dekade terakhir telah tumbuh menjadi sumber barang terbesar kedelapan bagi konsumen AS, tetapi menghadapi ancaman tarif 46% ketika jeda 90 hari Trump berakhir.

    Dalam sebuah laporan di surat kabar Vietnam, Xi mengatakan bahwa “perang dagang dan perang tarif tidak akan menghasilkan pemenang, dan proteksionisme tidak akan menghasilkan apa-apa”.

    China sebelumnya telah membalas dengan tegas tarif Washington untuk Beijing sebesar 145%, dengan pungutan 125% atas impor AS.

    Perang dagang telah memicu kekacauan di pasar keuangan sejak Trump pertama kali mengungkapkan tarif pada setiap negara di dunia pada tanggal 2 April. Sejak saat itu, ia telah menarik sebagian pungutan tertinggi pada sebagian besar mitra dagang selama setidaknya 90 hari, tetapi telah menggandakan pertengkarannya dengan China.

    Gedung Putih menawarkan keringanan lebih lanjut selama akhir pekan dengan pengecualian dari tarif tertinggi untuk barang elektronik termasuk telepon pintar, laptop, dan semikonduktor.

    Pejabat Trump kemudian tampaknya menarik kembali pernyataan tersebut melalui menteri perdagangan, Howard Lutnick, yang mengatakan bahwa perangkat tersebut akan “dimasukkan dalam tarif semikonduktor yang mungkin akan berlaku dalam waktu satu atau dua bulan”.

    Trump mengatakan pada Minggu malam di jejaring sosialnya, Truth Social, bahwa “TIDAK ADA YANG ‘lepas dari tanggung jawab’”, dengan menekankan bahwa telepon pintar masih dikenakan pungutan sebesar 20% dan mengisyaratkan harganya masih bisa naik lebih tinggi.

    (luc/luc)

  • Saham Apple Hingga Nvidia Melonjak Tajam Usai Trump Tunda Tarif Pajak Barang Elektronik – Halaman all

    Saham Apple Hingga Nvidia Melonjak Tajam Usai Trump Tunda Tarif Pajak Barang Elektronik – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Mayoritas saham perusahaan elektronik dilaporkan rebound, melesat ke puncak tertinggi usai Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menunda tarif pajak untuk untuk ponsel, komputer, dan barang elektronik konsumen populer lainnya.

    Dalam pernyataanya resminya yang dirilis akhir pekan kemarin, Trump Penangguhan tarif berlaku untuk barang elektronik konsumen, termasuk barang elektronik China dari tarif 125 persen, dan tarif tetap 10 persen di seluruh dunia.

    Namun penangguhan ini hanya bersifat sementara, Trump mengatakan dalam postingan di Truth Social bahwa produk-produk ini masih tunduk pada Tarif Fentanil 20 persen yang ada, dan mereka hanya pindah ke ’ember’ Tarif yang berbeda.

    “Penangguhan hanya bersifat sementara saya akan tetap mengenakan tarif pada barang elektronik konsumen. Tidak ada yang lolos begitu saja,’” kata Trump dalam unggahan media sosialnya.

    Kendati penundaan hanya di berlakukan sementara, akan tetapi pengumuman ini telah membawa angin segar bagi perusahaan elektronik lantaran pelonggaran tersebut memberi sinyal adanya keterbukaan untuk berunding dengan perusahaan-perusahaan terkait cakupan tarif sektoralnya untuk semikonduktor.

    Usai penangguhan tarif diberlakukan saham-saham teknologi naik dilaporkan naik, seperti misalnya Saham Apple Inc. yang melesat naik lebih dari 6 persen persen.

    Disusul Nasdaq 100 berjangka yang melonjak lebih dari 2,3 persen pada awal jam perdagangan Asia hari Senin (14/4/2025).

    Di Taiwan, perusahaan perakit iPhone, Hon Hai Precision Industry Co. juga ikut terkerek naik sebanyak 7,1 persen. Sementara Produsen komponen Korea Selatan LG Innotek Co, yang mendapatkan sebagian besar pendapatannya dari Apple, melonjak sebanyak 8,9 persen.

    Menyusul yang lainnya, Pemasok Nvidia Corp, Advantest Corp juga rebound 6, persen di Tokyo dan Indeks saham teknologi Asia naik sebanyak 2,6 persen. Pergerakan positif ini lantas mendorong kebangkitan bursa Wall Street.

    Di bursa AS Indeks S&P 500 naik 5,70 persen. Kinerja ini menjadi yang terbaik sejak 3 November 2023, termasuk indeks Dow Jones Industrial Average melesat 4,95 persen. Serta Nasdaq Composite yang ikut naik 7,29 persen

    “Kami berada di posisi yang jauh lebih baik daripada hari Jumat dan para investor teknologi. sekarang dapat bernapas lega,” tulis analis Wedbush, Daniel Ives, dalam sebuah catatan dikutip dari The Guardian.

  • Perang Saudara Menggila, 200 Lebih Warga Sipil Tewas-Militer Terdesak

    Perang Saudara Menggila, 200 Lebih Warga Sipil Tewas-Militer Terdesak

    Jakarta, CNBC Indonesia – Di tengah konflik yang telah berlangsung selama dua tahun dan memecah Sudan menjadi dua kekuatan bersenjata yang saling bertikai, serangkaian kekejaman terbaru di Darfur memperlihatkan eskalasi mengerikan. Lebih dari 200 warga sipil dilaporkan tewas dalam rentetan serangan brutal oleh pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) di kamp-kamp pengungsian dan wilayah sekitar kota El Fasher, satu-satunya kota besar di Darfur yang masih dikuasai oleh tentara Sudan.

    Salah satu serangan paling mematikan terjadi di kota Um Kadadah, sekitar 180 km sebelah timur El Fasher, di mana RSF dilaporkan menewaskan sedikitnya 56 warga sipil dalam dua hari setelah mengklaim telah merebut kota tersebut dari pasukan pemerintah. Para korban, menurut laporan, tampaknya menjadi sasaran karena latar belakang etnis mereka.

    Serangan terhadap kamp-kamp pengungsian Zamzam dan Abu Shouk, yang menampung lebih dari 700.000 warga sipil yang sebelumnya mengungsi akibat kekerasan dan kelaparan, juga menjadi sorotan dunia internasional. Di Zamzam, seluruh staf medis dari organisasi bantuan Relief International dibantai dalam serangan yang dianggap sebagai upaya sistematis untuk melumpuhkan akses layanan kesehatan bagi para pengungsi.

    “Kami memahami ini adalah serangan yang ditargetkan terhadap seluruh infrastruktur kesehatan di kawasan tersebut untuk mencegah akses kesehatan bagi para pengungsi internal. Kami sangat terkejut bahwa salah satu klinik kami menjadi bagian dari serangan ini – bersama dengan fasilitas kesehatan lain di El Fasher,” kata pernyataan resmi Relief International, dilansir The Guardian, Senin (14/4/2025).

    Serangan RSF di Zamzam dilaporkan melibatkan pembakaran bangunan secara luas. Laboratorium Riset Kemanusiaan dari Yale School of Public Health mengamati bahwa “serangan pembakaran telah meluluhlantakkan banyak struktur dan wilayah signifikan di pusat, selatan, dan tenggara kamp Zamzam.”

    PBB menyatakan bahwa serangan-serangan ini dilancarkan secara terkoordinasi baik dari darat maupun udara pada 11 April, yang memicu pertempuran sengit dan menyebabkan bencana kemanusiaan baru.

    “Saya terkejut dan sangat khawatir atas laporan-laporan yang muncul dari kamp pengungsi Zamzam dan Abu Shouk serta kota El Fasher di Darfur Utara,” ujar Clementine Nkweta-Salami, Koordinator Residen dan Kemanusiaan PBB di Sudan.

    Menurut data yang dikumpulkan sejauh ini, lebih dari 100 orang dikhawatirkan tewas hanya dalam serangan akhir pekan lalu, termasuk lebih dari 20 anak-anak dan sembilan staf Relief International. Tentara Sudan menyebutkan bahwa lebih dari 70 orang tewas di El Fasher saja. Jumlah korban secara pasti belum bisa diverifikasi karena pemadaman internet yang disengaja oleh pihak RSF.

    Adam Regal, juru bicara Koordinasi Umum untuk Pengungsi dan Orang Telantar di Darfur, mengonfirmasi bahwa kedua kamp masih berada di bawah tembakan artileri dan gempuran kendaraan bersenjata RSF pada Minggu.

    Amerika Serikat telah mengecam kedua belah pihak dalam konflik ini. Baik pemerintahan Biden maupun Trump menyatakan bahwa RSF telah melakukan genosida di Darfur, sementara tentara Sudan juga dituding melakukan serangan terhadap warga sipil.

    Sementara itu, pemerintah Sudan minggu lalu mengajukan gugatan ke Mahkamah Internasional (ICJ), menuduh Uni Emirat Arab terlibat dalam genosida sebagai pendukung lama RSF. Komunitas internasional kini menyoroti peran UEA dan menuntut pernyataan kecaman yang jelas terhadap kekejaman yang terjadi.

    Konferensi tingkat menteri mengenai Sudan yang akan digelar di London pada Selasa (15/4) menjadi titik penting untuk merespons tragedi kemanusiaan ini. Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, dalam cuitannya menyebut situasi ini sangat mengkhawatirkan.

    “Laporan mengejutkan muncul dari El Fasher, Darfur, di mana serangan RSF yang membabi buta telah menewaskan warga sipil, termasuk pekerja bantuan. Ini menambah urgensi konferensi Sudan hari Selasa dengan mitra internasional. Semua pihak harus berkomitmen untuk melindungi warga sipil,” tulis Lammy.

    Konflik antara RSF dan militer Sudan kini telah membagi negara menjadi dua kekuatan utama. Tentara menguasai wilayah utara dan timur, sementara RSF mengontrol sebagian besar wilayah Darfur dan selatan.

    Perang ini telah menewaskan puluhan ribu orang, memaksa lebih dari 12 juta orang mengungsi, dan menciptakan krisis kemanusiaan yang digambarkan oleh International Rescue Committee sebagai “yang terbesar dalam catatan sejarah.”

    Kate Ferguson, co-director organisasi Protection Approaches, menyampaikan bahwa serangan terkoordinasi RSF di tiga lokasi sekaligus menunjukkan peningkatan drastis dalam kekerasan terhadap warga sipil.

    “Tampaknya RSF menyerang Zamzam, Abu Shouk, dan El Fasher secara bersamaan untuk pertama kalinya, termasuk serangan darat terhadap Zamzam. Ini adalah eskalasi signifikan yang membutuhkan respons diplomatik segera,” tegasnya.

    “Jika ini benar-benar awal dari serangan besar yang selama ini kita khawatirkan – termasuk tindakan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan lebih lanjut – maka ini harus memicu semua bentuk respons darurat diplomatik dan lainnya.”

    Ferguson menambahkan bahwa konferensi London menjadi ujian moral dan diplomatik besar bagi Lammy dan negara-negara mitra.

    “Ini adalah kesempatan langka untuk mengubah komitmen perlindungan warga sipil dari sekadar kata-kata menjadi tindakan nyata. Itu berarti menghadapi mereka yang mendukung dan memungkinkan kejahatan kekejaman ini, dan membentuk koalisi serius yang siap bergerak cepat dalam solusi politik dan teknis untuk menghentikan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, perang, dan kelaparan.”

    (luc/luc)

  • Rudal Rusia Hantam Sumy Saat Warga ke Gereja Rayakan Minggu Palma, 34 Tewas Termasuk Anak-Anak – Halaman all

    Rudal Rusia Hantam Sumy Saat Warga ke Gereja Rayakan Minggu Palma, 34 Tewas Termasuk Anak-Anak – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Serangan rudal balistik Rusia di Kota Sumy, Ukraina, pada Minggu (13/4/2025) pagi, menewaskan sedikitnya 34 orang dan melukai 83 lainnya.

    Dikutip dari The Guardian, dua rudal menghantam pusat kota yang ramai saat warga sedang menuju gereja untuk merayakan Minggu Palma.

    Salah satu rudal menghantam sebuah bus listrik penuh penumpang. Dua anak-anak termasuk di antara korban tewas.

    Prancis, Jerman, Inggris dan Italia Mengecam

    Presiden Prancis, Emmanuel Macron menyebut serangan ini sebagai bukti bahwa Rusia secara terang-terangan menolak perdamaian dan menghina upaya diplomatik.

    “Semua orang tahu bahwa hanya Rusia yang menginginkan perang ini,” ujar Macron dalam pernyataan yang dikutip berbagai media Prancis.

    “Hari ini jelas bahwa Rusia sendiri ingin melanjutkannya, menunjukkan penghinaannya terhadap kehidupan manusia, hukum internasional, dan upaya diplomatik yang dilakukan oleh Presiden (Donald) Trump,” katanya.

    Macron menegaskan langkah-langkah tegas diperlukan untuk mendorong gencatan senjata.

    “Prancis bekerja tanpa lelah untuk mencapai tujuan ini, bersama para mitranya,” tambahnya.

    Kanselir Jerman, Friedrich Merz juga mengecam keras serangan tersebut.

    Dalam wawancara dengan penyiar ARD, Merz menyebutnya sebagai “tindakan pengkhianatan” dan “kejahatan perang yang disengaja dan terencana”.

    Menurutnya, niat baik negara-negara Barat untuk berdiskusi dengan Rusia malah ditafsirkan sebagai kelemahan oleh Presiden Vladimir Putin.

    Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni menyebut serangan itu sebagai aksi “pengecut” dan “menghancurkan semua peluang keterlibatan nyata demi perdamaian”.

    Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, mengecam keras serangan rudal Rusia yang menewaskan puluhan warga sipil di Kota Sumy, Ukraina.

    Dalam pernyataan resminya yang dipublikasikan di platform X, Starmer menyampaikan belasungkawa dan menyerukan gencatan senjata segera.

    “Saya terkejut dengan serangan mengerikan Rusia terhadap warga sipil di Sumy, dan pikiran saya tertuju pada para korban serta orang-orang yang mereka cintai di masa tragis ini,” tulisnya.

    Starmer menegaskan bahwa Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah menunjukkan komitmen terhadap perdamaian.

    Menurutnya, kini giliran Presiden Rusia Vladimir Putin untuk bertindak.

    “Putin sekarang harus menyetujui gencatan senjata penuh dan segera tanpa syarat,” tegas Starmer.

    Pernyataan ini menambah daftar panjang kecaman internasional terhadap serangan yang terjadi saat umat Kristen Ukraina tengah merayakan Minggu Palma.

    Insiden tersebut memicu reaksi keras dari sejumlah pemimpin dunia yang menilai aksi Rusia sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

    Reaksi Amerika

    Presiden Amerika Serikat, Donald Trump turut mengomentari insiden tersebut saat berbicara kepada wartawan di pesawat kepresidenan Air Force One.

    “Saya pikir itu hal yang mengerikan. Dan saya diberitahu mereka melakukan kesalahan,” kata Trump seperti dilaporkan Agence France-Presse.

    Ketika ditanya lebih lanjut soal apa yang ia maksud dengan “kesalahan”, Trump menjawab, “Anda akan bertanya kepada mereka,” tanpa memberikan kejelasan lebih lanjut.

    Kecaman juga datang dari Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio.

    Dalam unggahan di akun resminya di platform X, Rubio menulis:

    “Amerika Serikat menyampaikan belasungkawa terdalam kami kepada para korban serangan rudal Rusia yang mengerikan hari ini di Sumy. Ini adalah pengingat tragis mengapa Presiden Trump dan pemerintahannya meluangkan begitu banyak waktu dan upaya untuk mencoba mengakhiri perang ini dan mencapai perdamaian yang adil dan abadi.”

    Utusan Khusus AS untuk Ukraina, Keith Kellogg, juga mengecam keras insiden ini.

    “Serangan Minggu Palma hari ini oleh pasukan Rusia terhadap sasaran sipil di Sumy melewati batas kesopanan apa pun,” katanya.

    Analis The Guardian, Dan Sabbagh, menilai bahwa jumlah korban sipil yang tinggi di Sumy dapat mendorong pemerintahan Trump untuk bersikap lebih tegas dalam negosiasi damai dengan Moskow.

    Selama dua bulan terakhir, pembicaraan damai berjalan lambat, sementara Washington memilih strategi dialog langsung dengan Rusia namun cenderung bungkam atas serangan terhadap warga sipil.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.145: Serangan Drone Rusia Rusak Situs Nuklir Chernobyl – Halaman all

    Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.145: Serangan Drone Rusia Rusak Situs Nuklir Chernobyl – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perang Rusia-Ukraina yang dimulai sejak 24 Februari 2022 telah memasuki hari ke-1.145 pada Minggu (13/4/2025).

    Ukraina tengah berupaya memperbaiki kerusakan pada bejana penahan di pembangkit listrik tenaga nuklir Chernobyl akibat serangan pesawat nirawak Rusia.

    Diplomat tinggi Rusia dan Ukraina saling melempar tuduhan atas pelanggaran gencatan senjata terbatas dalam sebuah konferensi di Turki pada Sabtu (12/4/2025), dikutip dari Politico.

    Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.145:
    Serangan Drone Rusia Rusak Struktur Penahan di Chernobyl, Ukraina Bergegas Cari Solusi

    Ukraina tengah berupaya memperbaiki kerusakan pada bejana penahan di pembangkit listrik tenaga nuklir Chernobyl akibat serangan pesawat nirawak Rusia.

    Kerusakan itu terjadi setelah serangan drone pada 14 Februari 2025 yang menimbulkan lubang besar di bagian luar struktur penahan dan menyebabkan ledakan di bagian dalam.

    Menteri Lingkungan Hidup Ukraina, Svitlana Hrynchuk, mengatakan bahwa pemerintah sedang bekerja sama dengan para ahli untuk menentukan langkah pemulihan terbaik.

    “Kami secara aktif mengerjakan ini,” ujar Hrynchuk, seperti dikutip Reuters pada Sabtu (12/4/2025).

    Ia menekankan bahwa memulihkan struktur penahan—yang juga dikenal sebagai “lengkungan”—merupakan prioritas utama demi mencegah potensi kebocoran radiasi.

    “Karena memastikan keselamatan nuklir dan radiasi adalah tugas utama,” tambahnya.

    Struktur lengkungan itu sendiri dipasang pada tahun 2019 untuk menutupi sarkofagus lama yang dibuat secara darurat pascabencana nuklir Chernobyl pada 1986.

    Sarkofagus tersebut telah mengalami kebocoran, sehingga struktur baru diperlukan untuk menahan radiasi lebih efektif.

    Serangan drone bulan Februari lalu menimbulkan kekhawatiran baru terhadap keamanan situs nuklir bersejarah ini, yang hingga kini masih memerlukan pengawasan ketat.

    Rusia dan Ukraina Saling Tuduh Langgar Gencatan Senjata Energi

    Diplomat tinggi Rusia dan Ukraina saling melempar tuduhan atas pelanggaran gencatan senjata terbatas dalam sebuah konferensi di Turki pada Sabtu (12/4/2025), dikutip dari Politico.

    Kesepakatan sementara yang ditengahi Amerika Serikat itu bertujuan menghentikan serangan terhadap infrastruktur energi di kedua negara.

    Namun, Menteri Luar Negeri Ukraina, Andrii Sybiha, menuduh Rusia tetap melanjutkan serangan harian meskipun telah menyetujui jeda terbatas.

    Sybiha menyebut sejak gencatan disepakati, Rusia telah menembakkan hampir 70 rudal, lebih dari 2.200 drone peledak, dan lebih dari 6.000 bom udara berpemandu ke wilayah Ukraina, sebagian besar menyasar warga sipil.

    Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, membantah tudingan tersebut.

    Ia menegaskan bahwa Moskow tetap mematuhi ketentuan gencatan senjata terbatas selama 30 hari.

    Kementerian Pertahanan Rusia juga melaporkan bahwa Ukraina justru melakukan lima serangan terhadap infrastruktur energi Rusia hanya dalam satu hari terakhir.

    Lavrov Puji Trump Soal Konflik Ukraina

    Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, memuji Donald Trump karena dinilai memiliki pemahaman yang lebih baik tentang konflik Ukraina dibandingkan pemimpin Barat lainnya.

    Pernyataan itu disampaikan Lavrov dalam Forum Diplomasi Antalya di Turki selatan pada Sabtu (12/4).

    “Presiden Trump adalah yang pertama dan, sejauh ini, hampir satu-satunya di antara para pemimpin Barat yang berulang kali dan dengan keyakinan menyatakan bahwa menarik Ukraina ke NATO adalah kesalahan besar,” kata Lavrov, dikutip dari The Guardian.

    Trump sebelumnya memang pernah menyatakan bahwa kecil kemungkinan Ukraina bisa merebut kembali seluruh wilayah yang diduduki Rusia.

    Ia juga mengatakan dirinya “OK” jika Ukraina tidak menjadi anggota NATO.

    Pernyataan ini sejalan dengan sikap Rusia yang sejak lama menolak perluasan aliansi militer Barat ke wilayah bekas Uni Soviet, termasuk Ukraina.

    Utusan AS Bantah Dukung Pemisahan Ukraina

    Utusan khusus Amerika Serikat untuk Ukraina, Keith Kellogg, membantah bahwa dirinya mendukung gagasan pemisahan Ukraina sebagai bagian dari solusi damai.

    Klarifikasi ini muncul setelah pernyataannya dalam wawancara dengan The Times disorot tajam.

    Dalam wawancara tersebut, Kellogg mengatakan bahwa Ukraina bisa saja dibagi “hampir seperti Berlin setelah Perang Dunia Kedua”.

    Pernyataan itu memicu spekulasi bahwa Washington membuka peluang bagi pembagian wilayah Ukraina dalam proses negosiasi damai.

    Namun, lewat unggahan di platform X (dulu Twitter), Kellogg menegaskan bahwa komentarnya telah disalahartikan.

    Ia menjelaskan bahwa maksudnya adalah soal penempatan pasukan ketahanan pasca-gencatan senjata untuk mendukung kedaulatan Ukraina.

    Menurut Kellogg, di bawah rencana tersebut, pasukan Rusia akan tetap berada di wilayah yang kini dikuasai Moskow.

    Sementara itu, pasukan Inggris dan Prancis akan ditempatkan di Kyiv dan sejumlah wilayah lain di Ukraina.

    Pernyataan ini dilaporkan oleh The Times dan dikutip kembali oleh sejumlah media internasional.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • The Row Luncurkan Sandal Jepit Seharga Rp11,5 Juta, Bikin Heboh Warganet

    The Row Luncurkan Sandal Jepit Seharga Rp11,5 Juta, Bikin Heboh Warganet

    JAKARTA – Brand fashion mewah asal Amerika, The Row bikin heboh warganet usai merilis sandal jepit karet seharga 690 dolar AS atau sekitar Rp11,5 juta. Merek yang didirikan oleh si kembar Mary-Kate dan Ashley Olsen ini memang dikenal dengan gaya minimalis nan ultra-luxury, tapi harga sandal ini tetap saja bikin banyak warganet geleng-geleng kepala.

    Model sandal bernama Dune Classic Sandal ini tampak sederhana, yakni sol karet polos tersedia dalam warna merah, abu-abu besi, dan hitam, dipadukan dengan tali dari bahan katun grosgrain. Tak ada logo mencolok atau detail berlebihan, tapi justru itulah ciri khas The Row. Namun, harga fantastisnya jadi perbincangan utama.

    “The Row udah enggak masuk akal dengan sandal jepit karet Rp11,5 juta yang mereka jual,” keluh seorang pengguna akun TikTok @momthemeatlodikutip VOI dari laman New York Post pada Sabtu, 12 April.

    Unggahan video itu menjadi viral dan banyak warganet yang memberikan tanggapan mengenai sandal jepit seharga Rp11,5 juta.

    “Enggak sabar lihat siapa yang bakal beli,” komentar warganet.

    “Pasti bakal sold out,” tulis warganet lainnya.

    “Aku yakin ini eksperimen sosial,” kata warganet lainnya.

    Saking tingginya harga, seorang pengguna bahkan menyebut harga itu gila. Sementara yang lain menyindir, “Ini bukan buat orang miskin.”

    “The Row itu buat orang kaya yang enggak peduli harga. Buat mereka, simpel itu kaya, enggak peduli bentuknya kayak apa. Enggak masuk akal,” tutur warganet lainnya.

    Meski begitu, ternyata sandal jepit seharga belasan juta itu tetap laris. Warna abu-abu sudah habis. Selain itu, banyak ukuran di situs resmi The Row. 

    Media internasional juga ikut menyentil harga produk ini. The Guardian menulis dengan nada sarkas, “Apakah solnya terbuat dari emas murni? Atau talinya dari lidah burung langka? Ke pantai? Dengan harga segitu, aku bahkan enggak bakal pakai ke luar rumah.”

    Sementara itu, The New York Times menyebut harga sandal ini keterlaluan dan mempertanyakan nilainya.

    “Enggak ada cara untuk pura-pura bahwa sandal ini layak dibeli dengan harga segitu,” kritik media tersebut.

    Meskipun banyak kritik, sandal jepit kini tengah naik daun di kalangan selebritas dan pencinta fashion berkonsep quiet luxury. Nama-nama besar seperti Kendall dan Kylie Jenner, Jennifer Lawrence, hingga Zoë Kravitz sudah terlihat mengenakannya, dan merek-merek besar seperti Chanel, Burberry, dan Bottega Veneta pun ikut mempopulerkan sandal jepit di berbagai acara runway.

  • Perpanjangan Kontrak Mo Salah Kian Dekat?

    Perpanjangan Kontrak Mo Salah Kian Dekat?

    JABAR EKSPRES – Kontrak Mohamed ‘Mo’ Salah di Liverpool masih menjadi perbincangan publik. Pasalnya menurut The Guardian, kontrak pemain asal Mesir itu akan berakhir pada akhir musim 2025, dan belum ada kepastian dari klub.

    Kemudian, rumor yang menyebut Salah tengah diincar sejumlah klub dari Arab Saudi membuat ini menjadi lebih menarik.

    Kendati begitu, akhir-akhir ini Salah memberikan angin segar terhadap para penggemar atas nasibnya di Liverpool. Ia berulang kali menyatakan keinginannya untuk menetap di Anfield.

    “Saya mencintai klub ini, saya mencintai para penggemarnya, dan mereka juga setia mendukung saya,” ujarnya dikutip Jumat (11/4).

    BACA JUGA:Mo Salah Puasa Gol, Arne Slot Tak Khawatir?

    Selain itu, pihak klub juga kabarnya semakin dekat untuk menyetujui kontrak baru dengan sang penyerang. Sejumlah sumber mengindikasikan The Reds telah membuat kemajuan positif dalam upaya mereka dan berharap kesepakatan akan tercapai.

    Lebih lanjut, Salah juga memberi isyarat adanya kemajuan terkait masa depannya di klub. “Ya, ada kemajuan, kita telah melakukan diskusi secara internal dan kita lihat saja nanti,” kata dia.

    Diketahui bahwa bursa transfer yang terjadi di Liverpool memang cukup detail. Namun, delapan musim Salah di klub telah membuktikan dirinya sebagai legenda Liverpool.

    Ia mencetak gol di final saat mereka memenangkan Liga Champions 2019 sebelum memainkan peran penting saat klub mengakhiri penantian 30 tahun untuk meraih gelar liga pada musim berikutnya.

    BACA JUGA:Kokoh di Puncak Klasemen, Kans Liverpool Juara Makin Besar?

    Salah juga telah menjadi pemain kunci bagi Liverpool sejak kedatangannya pada musim panas 2017 dan telah menjadi pusat perjuangan tim dalam meraih gelar musim ini dengan mencetak 32 gol di semua kompetisi.

    Untuk itu, tidak heran jika pemain berusia 33 tahun tersebut menarik minat klub-klub Liga Arab Saudi.

    Sementara itu, Van Dijk dan Trent Alexander-Arnold juga akan habis kontrak pada akhir musim 2025, mereka bebas bernegosiasi dengan klub asing sejak pergangtian tahun.

    Dari ketiganya, hanya Alexander-Arnold yang akan memutuskan hengkang, dan kepindahannya ke Real Madrid akan segera dirampungkan.