Massa Gelar Aksi di Depan Markas Polda Jatim, Sebut Jokowi Terlibat Banyak Kasus Korupsi
Tim Redaksi
SURABAYA, KOMPAS.com
– Sejumlah kelompok massa menggelar
aksi unjuk rasa
di depan Mapolda Jatim, Jalan Ahmad Yani Surabaya, Jumat (7/2/2025) siang.
Mereka menuntut pihak kepolisian mengusut dugaan kasus korupsi yang melibatkan mantan Presiden Jokowi beserta keluarganya.
Kelompok massa yang mengatasnamakan
Gerakan Arek Suroboyo
(GAS) menginginkan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) kembali berperan sebagai polisi rakyat yang independen, berpegang teguh pada konstitusi, dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
Dalam aksi tersebut, para demonstran membawa berbagai poster yang berisi tuntutan agar polisi menyelidiki dugaan kasus korupsi yang melibatkan Jokowi dan keluarganya.
Beberapa poster bahkan dilengkapi dengan gambar wajah Jokowi.
Koordinator aksi, Yusak, mengungkapkan bahwa mantan Presiden Jokowi dan keluarganya diduga terlibat dalam beberapa proyek, di antaranya korupsi di PT TransJakarta, penyelewengan dana KONI, serta korupsi di Direktorat Jenderal Perkeretaapian dan proyek Blok Medan.
“Selain itu, juga ada dugaan korupsi terkait rekomendasi tas bansos di Sritex, dan kasus pengurangan denda PT SM yang terlibat pembakaran hutan,” kata Yusak.
Atas dugaan tersebut, Yusak mendesak agar polisi tidak hanya berdiam diri. ”
Penegakan hukum
jangan pandang bulu,” tegasnya.
Aksi demonstrasi ini juga diwarnai dengan aksi kolosal yang menunjukkan keprihatinan terhadap kondisi bangsa dan negara.
Dampak aksi tersebut sempat menyebabkan kemacetan di Jalan Ahmad Yani Surabaya.
Puluhan polisi terlihat mengamankan jalannya aksi dan mengatur arus lalu lintas.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Perusahaan: Sritex
-
/data/photo/2025/02/07/67a5e7faa3486.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
6 Massa Gelar Aksi di Depan Markas Polda Jatim, Sebut Jokowi Terlibat Banyak Kasus Korupsi Surabaya
-

Jejak Sengketa Kepailitan Sritex (SRIL) yang Belum Banyak Diketahui
Bisnis.com, JAKARTA — PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex akan melakukan upaya hukum luar biasa dengan mengajukan permohonan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) terkait status pailit yang diputuskan oleh Pengadilan Niaga Semarang.
Dalam keterbukaan informasi pada tanggal 4 Februari 2024 lalu, emiten tekstil berkode SRIL itu menyatakan tengah melakukan konsolidasi internal dan eksternal untuk kepentingan para stakeholder.
“Perseroan [juga] melakukan persiapan dalam pengajuan permohonan kembali,” tulis keterbukaan informasi yang dikutip, Kamis (6/2/2025).
Mengutip salinan putusan kasasi, perkara kepailitan Sritex (SRIL) bermula dari pihak Indo Bharat Rayon yang mendalilkan skema pembayaran tanggungan Sritex senilai Rp127,9 miliar. Salah satu klausul penyelesaian utang Sritex sesuai dengan putusan Homologasi, adalah pembayaran senilai US$17.000 per bulan dengan wajib dikuasi secara penuh dalam waktu 4 tahun.
Kewajiban itu dimulai pada bulan September 2022. Artinya, utang Sritex harus diselesaikan pada bulan September 2026. Namun demikian, pihak Indo Bharat menyebut Sritex berhenti melakukan pembayaran tanggal 26 Juni 2023. Sehingga, sejak Juli 2023, Sritex disebut tidak membayar ke pihak Indo Bharat. Versi kreditur, SRIL tidak bisa menjelaskan mengenai alasan pemberhentian pembayaran tersebut.
Alhasil, Indo Bharat Rayon kemudian melakukan somasi kepada Sritex. Namun jawaban dari Sritex justru menyatakan bahwa Indo Barat tidak memiliki hak tagih lagi kepada mereka. Secara kumulatif, Sritex telah membayar kepada Indo Bharat senilai Rp26,6 miliar.
Pihak Sritex, kemudian menjelaskan bahwa alasan mereka berhenti membayar adalah untuk menghindari pembayaran ganda karena tagihan dari Indo Bharat telah dilunasi oleh asuransi alias pihak ketiga dengan mekanisme subrogasi. “Namun Sritex tidak dapat membuktikan adanya pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga.”
Atas sejumlah fakta tersebut, Sritex dianggap telah lalai menjalankan kewajibannya. Majelis hakim MA kemudian menolak permohonan kasasi Sritex dan ketiga anak usahanya pada tanggal 18 Desember 2024 lalu.
Saling Gugat di Pengadilan
Jauh sebelum ramai putusan pailit, Sritex pernah berupaya menggugat status Indo Bharat yang masuk sebagai kreditur berdasarkan homologasi perjanjian perdamaian yang telah diputuskan oleh Pengadilan Niaga Semarang.
Gugatan dengan nomor 45/Pdt.Sus-Gugatan Lain-lain/2023/PN Niaga Smg telah terdaftar pada 22 Desember 2023 lalu.
Ada empat poin gugatan Sritex kepada pihak Indo Bharat. Pertama, meminta supaya majelis hakim menerima dan mengabulkan gugatan para penggugat seluruhnya. Kedua, menyatakan tergugat [Indo Bharat Rayon] bukan kreditor dalam Perjanjian Perdamaian yang telah disahkan dalam putusan Homologasi.
Ketiga, menghapus kedudukan Indo Bharat Rayon sebagai Kreditor dalam Perjanjian Perdamaian yang telah disahkan dalam putusan Homologasi. Keempat, menghukum Indo Bharat untuk membayar biaya perkara.
Adapun hakim memutus perkara ini pada tanggal 20 Februari 2024 dengan amar putusan menolak semua gugatan Sritex dan 3 anak usahanya. Tidak cukup di pengadilan tingkat pertama, Sritex mengajukan kasasi. Sidang putusan kasasi berlangsung pada 22 Mei 2024. Hasilnya, MA menolak kasasi Sritex dan ketiga anak usahanya. “Menolak permohonan kasasi dari para pemohon kasasi.”
Berhasil lolos dari gugatan perdata Sritex, Indo Bharat menggugat balik emiten tekstil itu terkait pembatalan putusan homologasi proposal perdamaian. Gugatan Indo Barat yang dengan nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg registrasi pada tanggal 22 September 2024.
Poin gugatan Indo Barat adalah meminta majelis hakim untuk menyatakan bahwa Sritex dan tiga anak usahanya yakni PT Bitratex Industries, PT Sinar Pantja Djaja, dan PT Prima Yudha Mandiri Jaya, telah lalai memenuhi kewajibannya kepada Indo Bharat Rayon berdasarkan Putusan Homologasi tanggal 25 Januari 2022.
Oleh karena itu, mereka meminta majelis hakim untuk membatalkan homologasi proposal perdamaian dan menetapkan. Sritex beserta tiga anak usahanya dalam status pailit.
Pada tanggal 21 Oktober 2024, majelis hakim Pengadilan Niaga Semarang mengabulkan gugatan Indo Bharat. Sritex telah lalai memenuhi kewajiban, membatalkan proposal perdamaian, dan menyatakan Sritex beserta ketiga anak usahanya pailit. Status pailit itu diperkuat dengan putusan MA yang menolak permohonan kasasi Sritex pada 18 Desember 2024.
Update Pengurusan Pailit
Sementara itu, proses kepengurusan kepailitan Sritex masih berlangsung. Tim Kurator Sritex telah melakukan dua kali rapat verifikasi kreditur. Mereka juga dijadwalkan melakukan mediasi dengan manajemen Sritex untuk mencari titik temu mengenai proses kepailitan, apakah berakhir dengan opsi going concern atau penyelesaian.
“Hasil dari hari ini, yaitu kami harus berkoodinasi dengan kurator untuk menyediakan satu skema untuk opsi apabila Going Concern seperti apa, kalau penyelesaian atau insolvent seperti apa. Supaya nanti menjadi pertimbangan seluruh kreditur,” jelas Iwan Kurniawan Lukminto, Direktur Utama Sritex saat ditemui wartawan usai rapat.
Iwan menjelaskan bahwa pihaknya siap untuk berdiskusi dengan Tim Kurator. Sesuai dengan arahan dari Hakim Pengawas kasus kepailitan Sritex, pihak manajemen juga bakal menyiapkan data yang diperlukan sebagai bekal analisis kelayakan atau feasibility studies perusahaan tersebut.
“Agenda berikutnya kami berdiskusi dengan kurator. Skemanya seperti apa, penjualannya berapa, lalu profitnya seperti apa. Ini kan harus dikomparasi. Kalau insolvent, pemberesan dari sisi kreditur ini seperti apa. Jadi ini tim kurator mempunyai satu kewajiban untuk pertanggung jawaban kepada kreditur juga,” jelas Iwan.
Sementara itu, Denny Ardiansyah, anggota Tim Kurator dalam kasus kepailitan Sritex, menjelaskan bahwa pihaknya dan debitur bakal bertemu dalam jangka waktu 21 hari ke depan.
“Setelah 21 hari, kami akan mengundang kreditur untuk hadir lagi rapat di Pengadilan Negeri Semarang untuk membahas hasil pertemuan kami dengan debitur,” jelasnya.
Denny menjelaskan bahwa dalam persidangan tersebut, Tim Kurator sempat mengusulkan untuk menghadirkan ahli independen untuk melakukan audit secara luas.
Namun demikian, kreditur mengusulkan agar Tim Kurator bersama debitur melakukan diskusi bersama bagaimana skema terbaik untuk penyelesaian kasus kepailitan tersebut. “Nanti kurator akan meneliti itu, dan secara berimbang akan disampaikan ke kreditur. Kembali lagi, yang menentukan adalah kreditur,” jelas Denny.
-

Sritex Ajukan PK, Menaker Bilang Begini
Jakarta –
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli merespon langkah PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex yang mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Yassierli menyampaikan pemerintah terus memantau perkembangan terkait persoalan raksasa tekstil tersebut.
“Ya haruslah (ajukan PK). Kita pantaulah,” kata Yassierli saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (4/2/2025).
Yassierli menghargai semua langkah hukum yang ditempuh perusahaan tekstil tersebut. Dia pun menegaskan yang terpenting produksi tetap jalan dan tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Ya, Kita semua proses hukum ya kita hargai. Yang penting kita produksi jalan, kemudian tidak ada PHK, perusahaan industri tumbuh,” jelas Yassierli.
Sebelumnya, PT Sri Rejeki Isman Tbk atau PT Sritex berencana mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). Langkah ini diambil usai MA menolak kasasi Sritex sehingga statusnya tetap pailit.
Corporate Secretary PT Sritex, Welly Salam mengatakan pada tanggal 31 Januari 2025, pihaknya telah menerima salinan atas atas putusan kasasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1345 K/Pdt.Sus-Pailit/2024 pada tanggal 18 Desember 2024. Menanggapi hal itu, Welly menerangkan pihaknya akan mengajukan PK ke MA. Saat ini pihaknya tengah melakukan konsolidasi internal dan eksternal serta persiapannya.
“Dampak terhadap kegiatan operasional, hukum, kondisi keuangan, atau kelangsungan usaha emiten. Perseroan akan melakukan konsolidasi internal dan eksternal untuk kepentingan para stakeholders dan melakukan persiapan dalam pengajuan Peninjauan Kembali (PK),” kata Welly dalam keterbukaan informasi, Selasa (4/2).
(acd/acd)
-

Bea Cukai Blokir Ekspor Sritex (SRIL), 1 Kontainer Batal Keluar via Tanjung Emas
Bisnis.com, SEMARANG – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Jawa Tengah-DI Yogyakarta memblokir ekspor PT. Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex. Langkah tersebut diambil menyusul putusan pailit yang dikeluarkan Pengadilan Negeri Semarang.
Sesuai mekanisme yang berlaku, Bea Cukai akan mencabut semua fasilitas fiskal kepada perusahaan yang diputus pailit, termasuk Sritex yang telah pailit sejak tahun lalu.
Kepala Seksi Bimbingan Kepatuhan dan Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah DJBC Jawa Tengah-DI Yogyakarta, R. Megah Andiarto, mengungkapkan bahwa usai putusan pailit, Sritex sempat berupaya untuk mengekspor barang melalui Pelabuhan Tanjung Emas. Namun, petugas Bea Cukai telah menggagalkan upaya tersebut.
“Sempat memang kami konfirmasi ke Tanjung Emas, ada satu kontainer yang akan keluar, tetapi sudah dibatalkan dan ditarik kembali oleh perusahaan. Jadi barangnya tidak berhasil keluar,” jelas Megah saat ditemui pada Selasa (4/2/2025).
Megah menyampaikan bahwa barang tujuan ekspor tersebut dikirim dari Kota Surakarta ke Kota Semarang. Namun, lantaran kasus kepailitan yang menjerat raksasa industri tekstil tersebut, upaya pengiriman ekspor itu dibatalkan.
Kanwil DJBC Jawa Tengah-DI Yogyakarta telah melakukan sejumlah mitigasi terkait kepailitan Sritex dan tiga anak perusahaannya.
Bersama Tim Kurator, Megah menyebut pihaknya telah melakukan penyegelan terhadap empat pabrik yang diputus pailit pada 2024 silam. Petugas bea cukai juga disiagakan di tiap-tiap hangar yang berada di empat lokasi pabrik.
“Untuk ekspor-impor, semuanya melalui sistem dan sudah diblokir. Jadi tidak bisa. Baik dokumen impor maupu ekspor, itu sudah tidak bisa. [Misalnya] dilempar ke anak perusahaan yang lain pun tidak bisa, karena harus ada catatan, darimana bahan baku ini masuk,” jelas Megah.
Dugaan Aktivitas Ilegal
Dugaan aktivitas ekspor yang dilakukan manajemen perusahaan Sritex secara ilegal pertama kali dilontarkan oleh Tim Kurator dalam kasus kepailitan. Sejak dinyatakan pailit, pihak debitur masih melakukan aktivitas usahanya sehingga melanggar pasal 24 ayat (1) UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Tim Kurator juga menemukan upaya pengiriman ekspor secara ilegal yang dilakukan pada malam hari. Berbeda dengan keterangan Kanwil DJBC Jawa Tengah-DI Yogyakarta, Tim Kurator menemukan lebih dari satu truk yang membawa muatan ekspor, lengkap dengan segel bea cukai.
Sebelumnya, Direktur Utama Sritex Iwan Kurniawan Lukminto, tidak menampik upaya pengiriman ekspor tersebut. “Kembali lagi, kami menjalankan amanah pemerintah untuk bisa berjalan normal,” ucapnya saat ditemui wartawan pada Selasa (21/1/2025) lalu.
Iwan menyebut, upaya ekspor dilakukan perusahaan sebagai usaha untuk bisa memberikan gaji bagi seluruh karyawan Sritex. “Kami berpegangan bahwa kami memegang amanah dari pemerintah bahwa operasional kita harus normal. Harus berjalan dengan normal. Jadi, apapun upaya itu akan terus kami usahakan,” tegasnya.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5062341/original/015693000_1734932317-IMG-20241223-WA0006.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Penjelasan Wamenaker Terkait Tuduhan Minta Saham Sritex 20 Persen – Page 3
Liputan6.com, Jakarta – Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan angkat bicara mengenai tuduhan dirinya meminta 20 persen saham di PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex).
Immanuel menuturkan, isu tersebut adalah fitnah yang sama sekali tidak berdasar dan telah ia konfirmasi langsung kepada jajaran direksi serta komisaris perusahaan.
“Saya di fitnah meminta 20 persen saham di Sritex. Iya. Ya saya enggak tahu. Hal seperti itu terbuka,” ujar Immanuel saat ditemui media, Jakarta, seperti dikutip Minggu, (2/2/2025).
Ia menuturkan, Sritex adalah perusahaan terbuka yang beroperasi dengan standar profesional, bukan perusahaan kecil yang mudah dipermainkan dengan isu semacam itu. Bahkan dia mengaku telah mengonfirmasi langsung kepada Direktur Utama Sritex terkait tuduhan tersebut.
“Itu perusahaan terbuka. Bukan perusahaan ece-ece. Dan saya sudah sampaikan dirutnya. Saya bilang ada enggak yang bawa-bawa nama saya minta saham? Dia bilang enggak ada. Nanti saya pernah minta saham ke kalian? Nggak ada juga,” ujar dia.
Tak hanya itu, dia juga meminta klarifikasi kepada Presiden Komisaris Sritex dan mendapatkan jawaban yang sama tidak ada permintaan saham Sritex yang melibatkan namanya.
“Kemudian saya tanya juga presiden komisarisnya juga. Saya mau konfirmasi. Saya bilang soal ada enggak orang-orang yang bawa nama saya minta saham? Dia bilang enggak ada. Artinya itu terkonfirmasi,” ia menambahkan.
Immanuel menyatakan, dirinya bukan tipe pejabat yang bermain di balik layar atau memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi. Wamenaker bahkan menyebut latar belakangnya yang berasal dari jalanan, yang membuatnya memiliki karakter yang keras dalam menghadapi fitnah semacam ini. Dia mengatakan, tuduhan ini bukan sekadar serangan pribadi, tetapi juga upaya untuk menjatuhkan dirinya.
“Tapi sekali lagi, saya wakil menteri yang lahir dari jalanan. Perilaku jalanan saya juga terkadang bisa tidak terkontrol. Jika nemuin fitnah-fitnah begini. Artinya saya adalah ancaman memfitnah saya,” ujar dia.
Reporter: Siti Ayu
Sumber: Merdeka.com
-

Verifikasi Kreditur Sritex: Tagihan Pajak Rp402 Miliar, Bea Cukai Rp195,4 Miliar
Bisnis.com, JAKARTA – Tim Kurator PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex dan tiga anak usahanya telah menyusun daftar piutang tetap (DPT) usai melakukan verifikasi kreditur dalam rapat yang berlangsung pada hari, Kamis (31/1/2025).
Dokumen DPT yang dikutip Bisnis, memaparkan bahwa total tagihan yang sudah diakui oleh Kurator Sritex mencapai Rp29,8 triliun. Jumlah itu terdiri dari kreditur preferen atau yang diprioritaskan dibayar terlebih dahulu mencapai Rp619,5 miliar, kreditur sparatis (pemegang jaminan) senilai Rp919,7 miliar, dan kreditur konkuren (tidak memiliki hak istimewa) senilai Rp28,3 triliun.
Di antara tagihan tersebut, Sritex tercatat masih memiliki utang kepada Direktorat Jenderal Pajak alias Ditjen Pajak senilai Rp402,3 miliar.
Utang pajak itu terdiri dari tagihan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sukoharjo senilai Rp28,6 miliar dan KPP Penanaman Modal Asing Empat senilai Rp373,7 miliar.
Selain pajak, Sritex juga tercatat memiliki utang kepada otoritas kepabeanan dan cukai alias Bea Cukai sebagai kreditur preferen sekitar Rp195,45 miliar.
Jumlah tagihan tersebut terdiri dari Rp189,2 miliar di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Pabean B Surakarta, KPP BC Madya Pabean A Semarang Rp4,9 miliar, Kanwil DJBC Jateng dan DIY Rp995,6 juta, serta KPP BC Tipe Madya Pabean A Semarang Rp356,9 juta.
Tolak 83 Tagihan
Di sisi lain, Tim Kurator menolak total 83 piutang kreditur kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex dan tiga anak usahanya dengan nilai keseluruhan hampir mendekati Rp200 miliar.
Hal itu terungkap dalam rapat antara Kurator, kreditur, dan debitur terkait pengurusan kepailitan Sritex di Pengadilan Niaga Semarang, Kamis (30/1/2025).
Berdasarkan dokumen yang dilihat Bisnis, dari total 83 daftar kreditur yang memiliki piutang terhadap Sritex berasal dari perusahaan yang sama. Adapun keseluruhan nilai piutang emiten berkode SRIL yang ditolak itu yakni Rp199.988.112.356,95.
Tim Kurator mencatat adanya sederet alasan mengapa tagihan-tagihan tersebut ditolak. Misalnya, ada piutang yang ditolak karena terafiliasi dengan debitur pailit sendiri yakni Iwan Setiawan Lukminto. Perusahaan dimaksud adalah PT Golden Nusajaya yang memiliki tiga daftar nilai piutang, dengan nilai terbesarnya Rp631 juta.
Tim Kurator mencatat bahwa tagihan piutang ditolak karena Wawan Lukminto diketahui merupakan pemegang saham terbesar, serta menjabat komisaris maupun direktur utama.
“Dasar tagihan yaitu invoice tiket kepada orang-orang yang statusnya tidak diketahui apakah merupakan karyawan dari Para Debitur Pailit,” demikian bunyi temuan Tim Kurator.
Kemudian, ada tagihan yang ditolak dari PT Jaya Kencana senilai Rp36,4 juta karena berkaitan dengan keperluan pribadi yaitu pemasangan unit AC di rumah dinas yang terletak di Banjarsari.
Tagihan piutang Sritex terbesar yang ditolak oleh Tim Kurator adalah senilai Rp61 miliar dari PT Multi International Logistic. Nilai piutang itu meliputi empat pokok piutang masing-masing terdiri dari Rp13,6 miliar, Rp170,6 juta, Rp705,5 juta serta Rp40 miliar (ditambah bunga Rp6,49 miliar).
Tim Kurator mencatat bahwa tagihan piutang tersebut ditolak karena underlying dari debitur kepada kreditur adalah perbuatan ilegal.
Hal itu berdasarkan Surat Persetujuan Perpanjangan Kredit dari Bank INA kepada Kreditur pada poin persyaratan Umum Lainnya angka 1 yang menyebutkan, debitur menggunakan fasilitas kredit dari bank hanya untuk kepentingan sebagaimana dimaksud dalam tujuan penggunaan kredit, bukan untuk kepentingan lainnya.
“Tagihan kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk., PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries dan PT Primayudha Mandirijaya tidak dapat menunjukkan bukti tagihan yang jelas berupa PO, invoice dan/atau Perjanjian Kerja Pengiriman Barang,” ungkap Tim Kurator.
Selain itu, sebagian besar alasan penolakan tagihan piutang SRIL lainnya yaitu ketidaklengkapan dokumen tagihan yang diminta oleh Tim Kurator.
Voting Going Concern Batal
Adapun pada perkembangan lain, proses pengambilan suara untuk opsi Going Concern atau keberlangsungan usaha Sritex dan tiga anak usahanya batal digelar pada hari ini, Kamis (30/1/2025) di Pengadilan Negeri Semarang.
Rapat tersebut dihadiri oleh perwakilan debitur, kreditur, serta tim kurator dengan agenda verifikasi lanjutan dan usulan dari pihak kreditur.
“Hasil dari hari ini, yaitu kami harus berkoodinasi dengan kurator untuk menyediakan satu skema untuk opsi apabila Going Concern seperti apa, kalau penyelesaian atau insolvent seperti apa. Supaya nanti menjadi pertimbangan seluruh kreditur,” jelas Iwan Kurniawan Lukminto, Direktur Utama Sritex saat ditemui wartawan usai rapat.
Iwan menjelaskan bahwa pihaknya siap untuk berdikusi dengan Tim Kurator. Sesuai dengan arahan dari Hakim Pengawas kasus kepailitan Sritex, pihak manajemen juga bakal menyiapkan data yang diperlukan sebagai bekal analisis kelayakan atau feasibility studies perusahaan tersebut.
“Agenda berikutnya kami berdiskusi dengan kurator. Skemanya seperti apa, penjualannya berapa, lalu profitnya seperti apa. Ini kan harus dikomparasi. Kalau insolvent, pemberesan dari sisi kreditur ini seperti apa. Jadi ini tim kurator mempunyai satu kewajiban untuk pertanggung jawaban kepada kreditur juga,” jelas Iwan.
-

Buruh Sritex Tuntut Pesangon Rp53 Miliar, Kurator: Belum Ada PHK
Bisnis.com, SEMARANG – Tim Kurator dalam kasus kepailitan PT. Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex belum mengabulkan tagihan senilai Rp53 miliar untuk pesangon pekerja di salah satu anak usaha.
Nanang Setiyono, perwakilan serikat pekerja PT. Bitratex Industries, menjelaskan bahwa tagihan tersebut telah diajukan sejak 25 November 2024 silam. “Intinya, kami sudah mengajukan tagihan sejak awal dan sudah lengkap syaratnya sebagai kreditur,” jelasnya saat dihubungi pada Jumat (31/1/2025).
Nanang berharap tagihan yang diajukan itu dapat diterima Tim Kurator sehingga memberikan jaminan bagi pekerja di PT. Bitratex Industries. Anak usaha grup Sritex yang berlokasi di Kota Semarang itu menjadi satu dari tiga anak usaha Sritex yang ikut diputus pailit oleh Pengadilan Negeri Semarang.
“Kami akan tetap mengawal karena ada hak yang masih kami titipkan dalam kepailitan ini dan kami tidak tahu, apakah ending-nya Going Concern ataukah pemberesan,” ucap Nanang.
Menurutnya, pengambilan suara untuk memutuskan opsi Going Concern yang semestinya dilakukan pada Kamis (30/1/2025) kemarin batal dilakukan lantaran masih banyak kreditur yang ragu akan skema dan kemampuan Sritex dalam menjalankan opsi tersebut.
“Makanya kami, karyawan Bitratex, tetap mengawal terus,” tambahnya.
Sebelumnya, Denny Ardiansyah anggota Tim Kurator dalam kasus kepailitan Sritex dan tiga anak usahanya, menyampaikan bahwa tagihan yang diajukan pekerja di PT. Bitratex Industries masuk ke dalam kelompok kreditur preferen.
“Tagihan untuk saat ini belum [diterima], karena mereka belum [menerima] pemutusan hubungan kerja (PHK). Kalau kami terima kemarin, kasihan teman-teman kehilangan hak. Jadi [tagihan piutang] diterima setelah ada PHK,” jelasnya pada Kamis (30/1/2025).
Jumlah piutang yang telah diterima Tim Kurator dan masuk dalam Daftar Piutang Tetap (DPT) berkisar di angka Rp29,8 triliun. Namun, Tim Kurator masih belum bisa memastikan jumlah aset yang dimiliki oleh Sritex.
“Ada Laporan Keuangan Konsolidasi Tahun 2024, ya kurang lebih seperti itu. Kami belum appraisal jadi kami belum tahu nilai fix-nya,” jelas Denny.
-

Jalan Berliku Proses Kepailitan Sritex: Going Concern atau Penyelesaian?
Bisnis.com, JAKARTA — Proses pengurusan kepailitan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex dan tiga anak usahanya berlangsung alot. Kurator terancam menjadi ‘macan ompong’ karena tidak kunjung menguasai sepenuhnya aset Sritex yang telah diputus pailit.
Di sisi lain, kreditur berhadap kurator dan manajemen Sritex mengambil langkah mediasi. Mereka ingin opsi yang terbaik dalam proses kepailitan emiten tekstil tersebut, apakah opsi going concern atau berujung upaya penyelesaian.
“Ini baru membangun komunikasi. Mungkin sekarang jauh lebih baik,” ujar salah satu kurator Sritex, Deny Ardiansyah, di Pengadilan Niaga Semarang, Kamis (31/1/2025).
Kisruh kepailitan Sritex bermula Oktober lalu. Sritex, salah satu raksasa tekstil diputus pailit. Pemohon pailit adalah PT Indo Bharat Rayon, perusahaan milik konglomerasi bisnis asal India, Aditya Birla Group. Indo Bharat meminta majelis hakim Pengadilan Niaga Semarang, untuk membatalkan proposal perdamaian yang sebelumnya telah menjalani proses homologasi.
Dalam catatan Bisnis, gugatan Indo Bharat itu sejatinya diajukan pasca Pengadilan Negeri Semarang tanggapan dari gugatan Sritex sebelumnya. Sritex pernah menggugat status Indo Bharat sebagai kreditur ke PN Semarang.
Gugatan dengan nomor 45/Pdt.Sus-Gugatan Lain-lain/2023/PN Niaga Smg telah terdaftar pada 22 Desember 2023 lalu. Ada 3 poin gugatan Sritex kepada pihak Indo Bharat.Pertama, meminta supaya majelis hakim menerima dan mengabulkan gugatan para penggugat seluruhnya. Kedua, menyatakan Indo Bharat bukan kreditur dalam Perjanjian Perdamaian yang telah disahkan dalam putusan homologasi. Ketiga, menghapus kedudukan Indo Bharat Rayon sebagai kreditur dalam Perjanjian Perdamaian yang telah disahkan dalam putusan Homologasi.
Sritex Perbesar
Hakim menolak permohonan Sritex. Indo Bharat kemudian menggugat balik Sritex. Mereka meminta hakim membatalkan homologasi proposal perdamaian. Gugatan Indo Barat dengan nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg terregistrasi pada tanggal 22 September 2024.
Permohonan Indo Bharat akhirnya dikabulkan hakim. Sritex resmi pailit. Kalau mengacu kepada Undang-undang No.37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang alias PKPU, aset Sritex seharusnya telah berada di dalam pengawasan kurator. Namun hal itu tidak kunjung terlaksana.
Proses kepailitan Sritex menjadi kian menjadi polemik, setelah muncul pernyataan-pernyataan dari pemerintah salah satunya dari Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer alias Noel. Noel pernah menjanjikan tidak akan ada PHK dan aktivitas Sritex tetap akan berjalan normal.
“Fokus kita tetap memastikan tidak adanya PHK di Sritex, dan kami meminta manajemen untuk menjamin hal tersebut,” ujar Noel dalam pemberitaan Bisnis, (8/1/2025) lalu.
Rupanya pernyataan inilah yang menjadi pegangan manajemen Sritex untuk tetap beroperasi kendati telah diputus pailit. Aktivitas itu termasuk keluar masuk barang yang seharusnya kalau mengacu mekanisme kepailitan, semua aktivitas seharusnya di bawah pengawasan kurator.
Direktur Utama PT. Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex Iwan Kurniawan Lukminto tidak menampik hal tersebut. Dia bahkan memastikan bahwa Sritex masih beroperasi secara normal pasca putusan pailit.
“Kami selama ini menjalankan amanah pemerintah dimana pemerintah meminta kami bisa operasional normal, tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK), ini menjadi pegangan kami untuk bisa terus menjalankan operasional [perusahaan] ini senormal-normalnya,” jelasnya, Selasa (21/1/2025).
Voting Batal
Di sisi lain, voting untuk opsi Going Concern atau keberlangsungan usaha Sritex dan tiga anak usahanya batal digelar pada, Kamis (30/1/2025) kemarin. Rapat tersebut dihadiri oleh perwakilan debitur, kreditur, serta tim kurator dengan agenda verifikasi lanjutan dan usulan dari pihak kreditur.
Sebagai informasi, dalam UU No.37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dijelaskan bahwa usulan Going Concern dapat diterima apabila telah disetujui oleh kreditur yang mewakili 1/2 atau setengah dari jumlah piutang perusahaan yang telah diputus pailit.
Sebelum proses verifikasi kreditur, tercatat ada Rp32,6 triliun piutang yang ditagihkan kepada Sritex Group. Namun jumlah tersebut kemungkinan bakal mengalami penyusutan usai melewati proses verifikasi dari Tim Kurator.
“Hasil dari hari ini [kemarin], yaitu kami harus berkoodinasi dengan kurator untuk menyediakan satu skema untuk opsi apabila Going Concern seperti apa, kalau penyelesaian atau insolvent seperti apa. Supaya nanti menjadi pertimbangan seluruh kreditur,” jelas Iwan Kurniawan Lukminto, Direktur Utama Sritex saat ditemui wartawan usai rapat.
Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk. Iwan Kurniawan Lukminto/M Faisal Nur IkhsanPerbesar
Iwan menjelaskan bahwa pihaknya siap untuk berdiskusi dengan Tim Kurator. Sesuai dengan arahan dari Hakim Pengawas kasus kepailitan Sritex, pihak manajemen juga bakal menyiapkan data yang diperlukan sebagai bekal analisis kelayakan atau feasibility studies perusahaan tersebut.
“Agenda berikutnya kami berdiskusi dengan kurator. Skemanya seperti apa, penjualannya berapa, lalu profitnya seperti apa. Ini kan harus dikomparasi. Kalau insolvent, pemberesan dari sisi kreditur ini seperti apa. Jadi ini tim kurator mempunyai satu kewajiban untuk pertanggung jawaban kepada kreditur juga,” jelas Iwan.
Sementara itu, Denny Ardiansyah, anggota Tim Kurator dalam kasus kepailitan Sritex, menjelaskan bahwa pihaknya dan debitur bakal bertemu dalam jangka waktu 21 hari ke depan.
“Setelah 21 hari, kami akan mengundang kreditur untuk hadir lagi rapat di Pengadilan Negeri Semarang untuk membahas hasil pertemuan kami dengan debitur,” jelasnya.
Denny menjelaskan bahwa dalam persidangan tersebut, Tim Kurator sempat mengusulkan untuk menghadirkan ahli independen untuk melakukan audit secara luas.
Namun demikian, kreditur mengusulkan agar Tim Kurator bersama debitur melakukan diskusi bersama bagaimana skema terbaik untuk penyelesaian kasus kepailitan tersebut.
“Nanti kurator akan meneliti itu, dan secara berimbang akan disampaikan ke kreditur. Kembali lagi, yang menentukan adalah kreditur,” jelas Denny.
-

Kurator Tolak 83 Kreditur Sritex, Ada Perusahaan Terafiliasi Keluarga Lukminto
Bisnis.com, JAKARTA — Tim Kurator menolak total 83 piutang kreditur kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex dan tiga anak usahanya dengan nilai keseluruhan hampir mendekati Rp200 miliar.
Hal itu terungkap dalam rapat antara Kurator, kreditur, dan debitur terkait pengurusan kepailitan Sritex di Pengadilan Niaga Semarang, Kamis (30/1/2025).
Berdasarkan dokumen yang dilihat Bisnis, dari total 83 daftar kreditur yang memiliki piutang terhadap Sritex berasal dari perusahaan yang sama. Adapun keseluruhan nilai piutang emiten berkode SRIL yang ditolak itu yakni Rp199.988.112.356,95.
Tim Kurator mencatat adanya sederet alasan mengapa tagihan-tagihan tersebut ditolak. Misalnya, ada piutang yang ditolak karena terafiliasi dengan debitur pailit sendiri yakni Iwan Setiawan Lukminto. Perusahaan dimaksud adalah PT Golden Nusajaya yang memiliki tiga daftar nilai piutang, dengan nilai terbesarnya Rp631 juta.
Tim Kurator mencatat bahwa tagihan piutang ditolak karena Wawan Lukminto diketahui merupakan pemegang saham terbesar, serta menjabat komisaris maupun direktur utama.
“Dasar tagihan yaitu invoice tiket kepada orang-orang yang statusnya tidak diketahui apakah merupakan karyawan dari Para Debitur Pailit,” demikian bunyi temuan Tim Kurator.
Kemudian, ada tagihan yang ditolak dari PT Jaya Kencana senilai Rp36,4 juta karena berkaitan dengan keperluan pribadi yaitu pemasangan unit AC di rumah dinas yang terletak di Banjarsari.
Tagihan piutang Sritex terbesar yang ditolak oleh Tim Kurator adalah senilai Rp61 miliar dari PT Multi International Logistic. Nilai piutang itu meliputi empat pokok piutang masing-masing terdiri dari Rp13,6 miliar, Rp170,6 juta, Rp705,5 juta serta Rp40 miliar (ditambah bunga Rp6,49 miliar).
Tim Kurator mencatat bahwa tagihan piutang tersebut ditolak karena underlying dari debitur kepada kreditur adalah perbuatan ilegal.
Hal itu berdasarkan Surat Persetujuan Perpanjangan Kredit dari Bank INA kepada Kreditur pada poin persyaratan Umum Lainnya angka 1 yang menyebutkan, debitur menggunakan fasilitas kredit dari bank hanya untuk kepentingan sebagaimana dimaksud dalam tujuan penggunaan kredit, bukan untuk kepentingan lainnya.
“Tagihan kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk., PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries dan PT Primayudha Mandirijaya tidak dapat menunjukkan bukti tagihan yang jelas berupa PO, invoice dan/atau Perjanjian Kerja Pengiriman Barang,” ungkap Tim Kurator.
Selain itu, sebagian besar alasan penolakan tagihan piutang SRIL lainnya yaitu ketidaklengkapan dokumen tagihan yang diminta oleh Tim Kurator.
Voting Going Concern Batal
Adapun pada perkembangan lain, proses pengambilan suara untuk opsi Going Concern atau keberlangsungan usaha Sritex dan tiga anak usahanya batal digelar pada hari ini, Kamis (30/1/2025) di Pengadilan Negeri Semarang.
Rapat tersebut dihadiri oleh perwakilan debitur, kreditur, serta tim kurator dengan agenda verifikasi lanjutan dan usulan dari pihak kreditur.
“Hasil dari hari ini, yaitu kami harus berkoodinasi dengan kurator untuk menyediakan satu skema untuk opsi apabila Going Concern seperti apa, kalau penyelesaian atau insolvent seperti apa. Supaya nanti menjadi pertimbangan seluruh kreditur,” jelas Iwan Kurniawan Lukminto, Direktur Utama Sritex saat ditemui wartawan usai rapat.
Iwan menjelaskan bahwa pihaknya siap untuk berdikusi dengan Tim Kurator. Sesuai dengan arahan dari Hakim Pengawas kasus kepailitan Sritex, pihak manajemen juga bakal menyiapkan data yang diperlukan sebagai bekal analisis kelayakan atau feasibility studies perusahaan tersebut.
“Agenda berikutnya kami berdiskusi dengan kurator. Skemanya seperti apa, penjualannya berapa, lalu profitnya seperti apa. Ini kan harus dikomparasi. Kalau insolvent, pemberesan dari sisi kreditur ini seperti apa. Jadi ini tim kurator mempunyai satu kewajiban untuk pertanggung jawaban kepada kreditur juga,” jelas Iwan.
-

Voting Going Concern Batal, Kreditur Minta Kurator & Sritex Berembuk
Bisnis.com, SEMARANG – Pengambilan suara untuk opsi Going Concern atau keberlangsungan usaha PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) alias Sritex dan tiga anak usahanya batal digelar pada hari ini, Kamis (30/1/2025) di Pengadilan Negeri Semarang.
Rapat tersebut dihadiri oleh perwakilan debitur, kreditur, serta tim kurator dengan agenda verifikasi lanjutan dan usulan dari pihak kreditur.
“Hasil dari hari ini, yaitu kami harus berkoodinasi dengan kurator untuk menyediakan satu skema untuk opsi apabila Going Concern seperti apa, kalau penyelesaian atau insolvent seperti apa. Supaya nanti menjadi pertimbangan seluruh kreditur,” jelas Iwan Kurniawan Lukminto, Direktur Utama Sritex saat ditemui wartawan usai rapat.
Iwan menjelaskan bahwa pihaknya siap untuk berdikusi dengan Tim Kurator. Sesuai dengan arahan dari Hakim Pengawas kasus kepailitan Sritex, pihak manajemen juga bakal menyiapkan data yang diperlukan sebagai bekal analisis kelayakan atau feasibility studies perusahaan tersebut.
“Agenda berikutnya kami berdiskusi dengan kurator. Skemanya seperti apa, penjualannya berapa, lalu profitnya seperti apa. Ini kan harus dikomparasi. Kalau insolvent, pemberesan dari sisi kreditur ini seperti apa. Jadi ini tim kurator mempunyai satu kewajiban untuk pertanggung jawaban kepada kreditur juga,” jelas Iwan.
Sementara itu, Denny Ardiansyah, anggota Tim Kurator dalam kasus kepailitan Sritex, menjelaskan bahwa pihaknya dan debitur bakal bertemu dalam jangka waktu 21 hari ke depan.
“Setelah 21 hari, kami akan mengundang kreditur untuk hadir lagi rapat di Pengadilan Negeri Semarang untuk membahas hasil pertemuan kami dengan debitur,” jelasnya.
Denny menjelaskan bahwa dalam persidangan tersebut, Tim Kurator sempat mengusulkan untuk menghadirkan ahli independen untuk melakukan audit secara luas.
Namun demikian, kreditur mengusulkan agar Tim Kurator bersama debitur melakukan diskusi bersama bagaimana skema terbaik untuk penyelesaian kasus kepailitan tersebut.
“Nanti kurator akan meneliti itu, dan secara berimbang akan disampaikan ke kreditur. Kembali lagi, yang menentukan adalah kreditur,” jelas Denny.
Sebagai informasi, dalam UU No.37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dijelaskan bahwa usulan Going Concern dapat diterima apabila telah disetujui oleh kreditur yang mewakili 1/2 atau setengah dari jumlah piutang perusahaan yang telah diputus pailit.
Tercatat ada Rp32,6 triliun piutang yang ditagihkan kreditur Sritex grup. Jumlah tersebut kemungkinan bakal mengalami penyusutan usai melewati proses verifikasi dari Tim Kurator.
Dalam rapat kreditur terakhir pada 21 Januari 2025 silam, Tim Kurator telah menolak 115 tagihan dari kreditur konkuren. Adapun jumlah kreditur konkuren yang diterima dan terverifikasi dalam kasus kepailitan Sritex grup itu mencapai 80-an.
“Belum [termasuk kreditur] separatis dan preferen, itu sudah diverifikasi sebelumnya,” jelas Nurma C.Y. Sadikin, anggota Tim Kurator kepailitan Sritex saat ditemui wartawan pada 21 Januari 2025.