Perusahaan: Shopee

  • Tokopedia-TikTok Mulai Berlakukan Biaya Seller Rp1.250 per Transaksi Hari Ini

    Tokopedia-TikTok Mulai Berlakukan Biaya Seller Rp1.250 per Transaksi Hari Ini

    Bisnis.com, JAKARTA— Tokopedia dan TikTok Shop mulai memberlakukan biaya pemrosesan pesanan sebesar Rp1.250 per pesanan hari ini. Kebijakan serupa sudah dilakukan oleh Shopee. 

    Tokopedia dan TikTok Shop menjelaskan kebijakan ini diterapkan untuk mendukung perluasan program subsidi ongkir serta meningkatkan layanan logistik yang lebih komprehensif di seluruh Indonesia.

    “Perluasan program ongkir akan memberikan manfaat bagi seller, dengan meningkatkan visibilitas dan penjualan melalui pilihan pengiriman yang lebih menarik bagi pelanggan yang lebih luas,” tulis Tokopedia dan TikTok Shop by Tokopedia dalam laman resmi dikutip Senin (11/8/2025). 

    Mereka menambahkan biaya ini menjadi dasar untuk mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan sekaligus memperkuat nilai tambah bagi konsumen dan penjual di kedua platform. 

    Kebijakan ini berlaku bagi seluruh seller Tokopedia yang telah terintegrasi, serta semua seller di TikTok Shop by Tokopedia di Indonesia. 

    Biaya pemrosesan order dikenakan untuk setiap pesanan yang berhasil terkirim, dan tidak bergantung pada jumlah item atau nilai transaksi dalam satu pesanan.

    Tokopedia dan TikTok Shop menegaskan biaya ini tidak akan dikembalikan meskipun pesanan yang sudah terkirim kemudian mengalami retur (pengembalian barang) atau refund (pengembalian dana).

    “Biaya pemrosesan order ditetapkan sebesar Rp1.250 [termasuk pajak] per pesanan yang berhasil dikirim, terlepas dari berapa banyak produk yang dimasukkan dalam pesanan,” jelas pihak Tokopedia dan TikTok Shop.

    Sebagai ilustrasi, dalam satu pesanan yang mencakup:

        •    3 unit gitar (subtotal Rp13.000.000 setelah diskon),

        •    5 unit aksesori gitar (Rp400.000),

        •    dan 2 unit biola (Rp4.000.000),

    Biaya pemrosesan yang dikenakan tetap Rp1.250.

    Demikian pula untuk pesanan kedua yang hanya berisi 4 item pakaian dengan subtotal Rp800.000, biaya pemrosesan order tetap sama, yakni Rp1.250.

    Contoh ini menunjukkan bahwa biaya tersebut bersifat tetap per pesanan, tanpa memperhitungkan nilai subtotal maupun jumlah item.

    Sebagai bentuk insentif, Tokopedia dan TikTok Shop memberikan pembebasan biaya pemrosesan untuk 50 pesanan pertama bagi seller baru. Biaya ini akan dikembalikan dalam bentuk pengembalian dana (reimbursement) satu kali di akhir bulan, kecuali jika terdapat mekanisme lain yang diumumkan kepada seller.

    Biaya pemrosesan order hanya akan dikembalikan jika pesanan belum berhasil dikirim. Namun, jika pesanan sudah berhasil terkirim, biaya tetap akan dipotong, meskipun pesanan tersebut kemudian dibatalkan, dikembalikan, atau didanai ulang.

    “Biaya pemrosesan order akan dipotong langsung dari penyelesaian pesanan,” tulis Tokopedia dan TikTok Shop.

    Jika seluruh pesanan dibatalkan dan belum dikirim, maka biaya akan dikembalikan sepenuhnya. Sebaliknya, jika hanya sebagian pesanan yang dibatalkan atau direfund, biaya pemrosesan tidak akan dikembalikan.

  • Top! GOTO Sabet Perusahaan Internet Paling Dihormati di Kawasan Asia

    Top! GOTO Sabet Perusahaan Internet Paling Dihormati di Kawasan Asia

    Jakarta, CNCB Indonesia – PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) sukses dinobatkan sebagai perusahaan dari sektor internet paling disegani (Most Honored) untuk kawasan Asia (ex-China) pada 2025. Penobatan ini diberikan langsung oleh sebuah lembaga survei perusahaan publik global bernama Extel.

    Extel dalam survei yang dilakukan terhadap 6.300 investor, termasuk fund manager dan analis dari 1.324 perusahaan untuk menentukan perusahaan publik mana saja dari berbagai sektor yang memiliki kinerja terbaik untuk berbagai aspek menobatkan GOTO sebagai Most Honored Company.

    Berdasarkan situs resmi Extel, untuk mendapatkan predikat sebagai ‘Most Honored Company’ sebuah perusahaan publik harus adalah perusahaan-perusahaan yang setidaknya memperoleh satu posisi predikat. Dalam hal ini, untuk mendapatkan gelar Most Honored Company dalam peringkat Asia (di luar Jepang/Australia dan Selandia Baru), Tiongkok Daratan, dan Asia lainnya, sebuah perusahaan harus meraih skor tertimbang minimal 15 poin di enam kategori yang digabungkan.

    Adapun kategori-kategori yang dievaluasi mencakup peringkat CEO, CFO, hubungan investor profesional , perusahaan IR, tata kelola, tanggung jawab lingkungan dan sosial (ESG) hingga jajaran direksi. Sedangkan, survei untuk semua kategori tersebut dilakukan terhadap responden seperti investor hingga analis buy side maupun sell side.

    Untuk berbagai kategori tersebut GOTO mampu menyabet semua penghargaan untuk kategori sektor internet seperti CEO terbaik yang diraih oleh Patrick Walujo, CFO terbaik yang diraih oleh Simon Ho yang berada di peringkat 3 untuk kategori yang sama.

    Dari sisi tata kelola, GOTO juga mendapatkan ranking 1 untuk kategori program dan team hubungan investor, ESG dan peringkat ketiga untuk kategori jajaran direksi di sektor internet. Banyaknya penghargaan yang diborong GOTO inilah yang membuat Perseroan dinobatkan sebagai Most Honored Company di Asia.

    Foto: dok Istimewa

    Bahkan, untuk kategori Best CEO, Patrick Walujo yang menjabat sebagai Direktur Utama GOTO mengungguli CEO dari Sea Group Ltd (induk usaha Shopee dan Garena) Forrest Li dan CEO Grab Holdings Anthony Tan.

    Asal tahu saja, sebagai perusahaan publik, GOTO merupakan perusahaan yang bergerak di sektor teknologi dengan dua lini usaha utama yaitu financial technology (fintech) dan On-Demand Services (ODS) dengan nilai kapitalisasi pasar sebesar Rp70,7 triliun.

    Saham GOTO dimiliki oleh 352.781 investor per akhir Juli 2025 dan termasuk sebagai saham perusahaan dengan investor terbanyak di Bursa Efek Indonesia (BEI). Saham GOTO juga dicover oleh 30 analis pasar modal dari sekuritas lokal maupun asing.

    (dpu/dpu)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Bos Buruh Ragu Data Serapan Tenaga Kerja, Dinilai ‘Asal Bapak Senang’

    Bos Buruh Ragu Data Serapan Tenaga Kerja, Dinilai ‘Asal Bapak Senang’

    Jakarta

    Serikat buruh protes soal data serapan kerja nasional semester I 2025 yang dipaparkan oleh Kementerian Perindustrian. Data yang dipaparkan Kementerian Perindustrian menyebutkan sejak Januari hingga Juni 2025 serapan tenaga kerja nasional mencapai 303 ribu orang.

    Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, data itu patut diduda hanya untuk ‘Asal bapak senang dan bersifat politis’ yang seolah-olah kondisi dunia ketenagakerjaan baik-baik saja di tengah hantaman gelombang PHK besar-besaran di sektor riil dalam kurun waktu Januari – Juni 2025, terutama PHK di sektor industri tekstil, garmen, elektronik, komponen elektronik, retail, perdagangan mal, hotel, dan sektor padat karya lainnya (labour intensif). Pihaknya mencatat ada sekitar 54.047 buruh yang kena PHK di semester pertama 2025.

    Menurut Said Iqbal, data Kemenperin bertolak belakang dengan data yang disajikan oleh BPJS Ketenagakerjaan yang dalam kurun waktu yang sama menyatakan bahwa jumlah peserta BP Jamsostek menurun. Penurunan ini terjadi akibat banyaknya buruh ter-PHK yang mengambil JHT dan menerima JKP.

    “Bila mengikuti alur pikiran Kemenperin RI, seharusnya peserta BPJS TK jumlahnya bertambah sebanyak 303 ribu orang. Karena setiap orang yang bekerja di sektor formal ketika masuk bekerja maka pada saat itu langsung didaftarkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan,” kata Said Iqbal dalam keterangannya, Jumat (8/8/2025).

    “Tetapi kenapa BP Jamsostek menyebut jumlah peserta di kurun waktu Januari hingga Juni 2025 menurun angkanya. Sungguh ini data yang aneh,” lanjutnya bertanya-tanya.

    Presiden Partai Buruh tersebut menduga Kemenperin mencampur adukkan penyajian data serapan tenaga kerja 303 ribu orang dengan menggabungkannya dengan data pekerjaan informal sebagai orang yang bekerja sebagai tenaga kerja yang diserap. Sebab, angkanya tinggi sekali.

    “Misalnya ada orang yang diserap bekerja sebagai Gojek, Grab, Shopee, atau platform lain, bekerja di dapur MBG, pekerja paruh waktu, dan sektor informal lainnya. Inilah patut diduga data 303 ribu orang ini cuma untuk asal bapak senang dan politis,” tegasnya.

    Kalangan buruh menuntut pemerintah untuk menyajikan data tentang lapangan kerja dan secara terbuka, transparan, akuntabel, dan tidak bias. “Jangan membuat seolah-olah negeri ini lapangan kerjanya terbuka luas dengan mudahnya. Padahal kondisi di lapangan berbeda jauh dari harapan,” pungkas Said Iqbal.

    (acd/acd)

  • Kemendag Dorong Ekspor UMKM Naik Kelas Lewat AOSD 2025

    Kemendag Dorong Ekspor UMKM Naik Kelas Lewat AOSD 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) kembali menggelar program Asean Online Sale Day (AOSD) 2025 untuk mendorong produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) naik kelas ke kancah internasional.

    Melansir dari laman resmi onlineasean.com, Kamis (7/8/2025), AOSD merupakan rangkaian acara belanja online pertama yang akan dilakukan secara kolektif dalam skala wilayah dan telah diadakan setiap tahun sejak 2020.

    Dengan begitu, program AOSD ini bakal mempromosikan perdagangan lintas batas melalui e-commerce. Melalui program ini, UMKM memiliki peluang untuk mempromosikan produk/jasa kepada pelanggan di seluruh Asean.

    Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan AOSD 2025 akan digelar pada 8–10 Agustus 2025 untuk mempromosikan produk lokal dengan menggandeng platform e-commerce.

    “Jadi, setiap tanggal 8–10 Agustus kita memang melakukan program ini [AOSD]. Tujuannya adalah bagaimana kita mempromosikan produk-produk kita secara online, kita bekerja sama dengan platform e-commerce,” jelas Budi dalam acara Kick Off ASEAN Online Sale Day (AOSD) 2025 di Kantor Kemendag, Jakarta, Kamis (7/8/2025).

    Budi menuturkan bahwa program AOSD 2025 bisa membantu para UMKM lokal menggaet pasar lebih luas, serta mengantongi transaksi lebih banyak. Hal ini mengingat pasar tujuan dari program ini adalah se-Asean.

    “Kalau tidak ada platform, tidak ada online, tidak ada e-commerce, mungkin UMKM tidak mudah mendapatkan buyer. Tapi dengan fasilitas ini barang mudah dikenal, transaksi juga bisa ritel, sehingga produk-produk bisa memasari atau masuk ke pasar Asean,” terangnya.

    Selain itu, Budi menyebut gelaran AOSD juga sejalan dengan program UMKM Bisa Ekspor yang diusung Kemendag. Program ini telah memfasilitasi lebih dari 700 UMKM untuk program business matching dengan transaksi senilai US$90,04 juta atau Rp1,46 triliun (kurs Rp16.274 per dolar AS).

    Menurut Budi, AOSD juga berpeluang meningkatkan ekspor Indonesia ke kawasan Asean. Terlebih, surplus Indonesia ke kawasan Asean mencapai US$9,59 miliar pada semester I/2025.

    Sementara itu, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Djatmiko Bris Witjaksono mengatakan AOSD telah berlangsung sejak 2020 dan melibatkan UMKM nasional, termasuk di Asean.

    “Tujuannya untuk tentunya menggerakkan perekonomian nasional dan perekonomian di kawasan Asean. Dan tentunya kita juga berharap partisipasi dari para konsumen di Indonesia,” ujar Djatmiko.

    Apalagi, kata Djatmiko, platform e-commerce telah menjadi salah satu pilihan yang memungkinkan UMKM untuk dapat mengurangi biaya logistik, biaya operasional, sekaligus memasarkan produknya secara lebih efisien dan menjaga pasar yang lebih luas dan konsumen yang lebih beragam.

    “Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini kami menekankan pentingnya perang e-commerce dalam meningkatkan pertumbuhan dan daya saing UMKM di Indonesia,” ujarnya.

    Ke depan, Kemendag berharap para peserta dapat menjadikan AOCD sebagai ajang untuk memperluas pangsa pasar di kawasan Asean dan berpartisipasi dalam meningkatkan perdagangan elektronik lintas batas.

    Shopee Ramaikan AOSD

    Dalam kesempatan yang sama, Director of Business Partnership Shopee Indonesia Daniel Minardi menyebut kolaborasi merupakan faktor penting dalam memajukan UMKM di Tanah Air, termasuk dengan mendukung Asean Online Sale Day 2025.

    Daniel menyatakan, Shopee telah memberikan seksi khusus di pilihan ‘Shopee Pilih Lokal’ yang ada halaman utama. “Kami percaya dengan begini, ini akan bisa membantu untuk terus meningkatkan penjualan [produk UMKM],” imbuhnya.

    Terlebih, dia mengeklaim, Shopee memiliki program Ekspor Shopee untuk membawa produk lokal Indonesia ke kancah global secara otomatis dan mudah sejak 2019.

    Sejak program Ekspor Shopee dicanangkan dan dimulai pada 2019, perusahaan telah mengekspor lebih dari 60 juta produk ke mancanegara.

    “Prosesnya sangat mudah, jadi ketika ada orderan dari luar negeri maka cukup pick pack lalu di ship ke gudang Shopee, selanjutnya akan kami lanjutkan prosesnya. Jadi ini benar-benar seperti ada orderan dari lokal,” bebernya.

    Sepanjang semester I/2025, Shopee telah mengekspor lebih dari 10 juta program ke mancanegara di Asia Tenggara, Asia Timur, hingga Latin Amerika. Adapun, beberapa produk ekspor unggulan Shopee terdiri dari fesyen, perlengkapan rumah, dan keperluan olahraga.

    Pada periode yang sama, destinasi pasar ekspor Shopee beragam. Namun, tiga destinasi ekspor tertinggi adalah Malaysia, Singapura, dan Filipina.

    “Kami percaya bahwa dengan semangat kolaborasi dan juga kita berjuang bersama kita yakin pasti kita bisa mengekspor lebih dan juga bisa membantu produk-produk UMKM untuk bisa sukses di kancah global,” pungkasnya.

  • Bos PPATK Ungkap Jual-Beli Rekening Makin Marak buat Judol-Korupsi

    Bos PPATK Ungkap Jual-Beli Rekening Makin Marak buat Judol-Korupsi

    Jakarta

    Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyampaikan jual-beli rekening online makin marak di marketplace. Jual-beli rekening ini terindikasi ke tindak pidana pencucian uang, seperti judi online dan korupsi.

    Ketua PPATK Ivan Yustiavandana menyampaikan dalam dua tahun terakhir, aliran dana akibat tindak pencucian uang makin bertumbuh. Pada 2023, perputaran dana tindak pidana pencucian uang mencapai Rp 1.600 triliun. Angka ini naik pada 2024 menjadi Rp 2.658 triliun.

    “Datanya ini, 2 tahun terakhir kalau kita berbicara korupsi, narkotika sana-sana itu, tahun 2023 saja Rp 1.600 triliun. Pada 2024 naik, Rp 2.658 triliun. Artinya betapa masifnya tindak pidana,” kata Ivan dalam acara ‘Strategi Nasional Memerangi Kejahatan Finansial’, di Jakarta Selatan, Selasa (5/8/2025)

    Ivan menyebut sebanyak 1,5 juta rekening digunakan untuk tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada periode 2020-2024. Dari total tersebut, sebanyak 150 ribu merupakan rekening nominee. Nominee adalah rekening atas nama orang lain yang dibuat dengan perjanjian nominee.

    Berdasarkan data yang dipaparkan Ivan, dari 150 ribu rekening nominee, sebanyak 120.000 merupakan dari jual beli rekening, lebih dari 50 ribu merupakan rekening dorman, 20 ribu rekening dari peretasan dan 10.000 rekening dari penyimpangan lainnya.

    “Kenapa bisa banyak itu? Karena kita sudah ketat, pelaku korupsi pelaku narkotika pelaku judol sudah sangat takut. Jadi solusinya adalah jual beli rekening dorman,” tambah Ivan.

    Ivan menjelaskan pelaku TPPU menargetkan rekening-rekening yang masih terdata. Bahkan menurut dia, jual-beli rekening ini banyak ditawarkan di e-commerce.

    “Pelaku menjadikan rekening existing sebagai target. Jadi makanya kenapa banyak sekali jual-beli rekening, bahkan jual-beli rekening di Shopee dan segala macam, ini dalam waktu sebelas menit, dalam waktu sekian menit, dapat saja provider rekening,” jelas Ivan.

    (kil/kil)

  • Tokopedia Tarik Biaya Pesanan, Ini Dampaknya ke Pedagang dan Pembeli

    Tokopedia Tarik Biaya Pesanan, Ini Dampaknya ke Pedagang dan Pembeli

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sejumlah e-commerce menerapkan biaya pemrosesan order sebesar Rp 1.250 pada setiap transaksi pemesanan di dalam platform. Pihak Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menilai kebijakan ini perlu diantisipasi dampaknya ke penjual dan pembeli.

    Sekretaris Jenderal idEA, Budi Primawan mengatakan kebijakan ini muncul saat industri e-commerce mengalami tekanan cukup besar. Mulai dari persaingan ketat, perubahan perilaku konsumen dan tantangan pendanaan.

    “Platform mencari cara untuk menjaga keberlanjutan bisnis dan meningkatkan efisiensi operasional,” kata Budi, Selasa (5/8/2025).

    Ia menjelaskan kebijakan ini akan membantu platform menutup sebagian biaya operasional. Di mana biaya-biaya tersebut selama ini ditanggung oleh mereka.

    Kendati demikian, penerapan biaya pesanan bisa berdampak ke konsumen dan pembeli. Untuk pembeli, jika biaya ini dianggap sebagai tambahan beban, dampaknya bisa menekan minat belanja atau mendorong pembeli lebih selektif.

    Sementara itu, untuk penjual ada potensi penyesuaian harga. Dengan begitu, penjual bisa menjaga margin tetap seimbang.

    idEA mendorong agar kebijakan baru ini bisa dikomunikasikan kepada penjual dan pembeli secara jelas. Selain itu juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan platform.

    “Ke depan, idEA mendorong agar setiap kebijakan baru dikomunikasikan dengan jelas kepada penjual dan pembeli, serta diimbangi dengan peningkatan kualitas layanan agar ekosistem e-commerce tetap tumbuh sehat.” kata Budi.

    Tokopedia dan TikTok Shop diketahui akan memberlakukan biaya pemrosesan order senilai Rp 1.250. Biaya tersebut akan berlaku mulai 11 Agustus 2025 mendatang.

    Biaya akan berlaku pada tiap pesanan yang berhasil dikirim, tanpa melihat berapa banyak barang yang dimasukkan dalam satu kali pesanan.

    Langkah serupa juga sudah lebih dulu dilakukan Shopee. E-commerce tersebut juga memberlakukan biaya pemrosesan sebesar Rp 1.250 sejak 20 Juli 2025.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Pantes Konsumsi RI Tinggi, ‘Check Out’ Shopee Cs Jadi Motor Ekonomi

    Pantes Konsumsi RI Tinggi, ‘Check Out’ Shopee Cs Jadi Motor Ekonomi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Konsumsi rumah tangga mengalami pertumbuhan pada kuartal II-2025, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). Sampai-sampai membuat ekonomi Indonesia tumbuh 5,12% yoy pada kuartal II-2025, di luar ekspektasi para pelaku pasar keuangan.

    BPS mencatat, konsumsi rumah tangga pada periode itu mampu tumbuh 4,97% yoy dengan kontribusi mencapai 54,25%. Angka pertumbuhan konsumsi rumah tangga itu lebih tinggi dari kuartal I-2025 yang sebesar 4,95%, demikian juga dibanding kuartal II-2024 sebesar 4,93%.

    Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh. Edy Mahmud enggan mengklaim, tumbuhnya konsumsi rumah tangga pada kuartal II-2025 itu dipicu oleh pemulihan daya beli masyarakat. Namun, ia menganggap, lebih cenderung semakin luasnya pendataan belanja masyarakat oleh BPS saat ini.

    Konsumsi rumah tangga itu pun ia tegaskan naik dipicu oleh meningkatnya belanja kebutuhan dasar seperti bahan makanan dan makanan jadi karena aktivitas pariwisata selama periode libur hari besar keagamaan (Idulfitri, Waisak, Kenaikan Isa Almasih, dan Iduladha) hingga libur sekolah.

    “Jadi apakah daya beli sudah pulih? kita hanya menyampaikan data, memang konsumsinya demikian,” tegas Edy.

    Edy menjelaskan, untuk konsumsi rumah tangga memang juga ada perluasan cakupan dalam data PDB yang kini dicatat BPS, yakni belanja masyarakat melalui media online atau e-commerce yang sebelumnya belum pernah tercatat detail di data PDB.

    “Jadi ada hal yang baru yang mungkin belum pernah diungkap yaitu tadi adanya fenomena adanya shifting dari belanja secara offline ke belanja online yang barangkali belum diungkap,” kata Edy.

    “Jadi kita memang mudah melihat fenomena atau secara langsung atau secara offline, tapi yang secara online barangkali cukup sulit untuk bisa dilihat,” tegasnya.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Tokopedia-Shopee Cs Kerek Biaya Pesanan, Konsumen & Seller Kian Terimpit

    Tokopedia-Shopee Cs Kerek Biaya Pesanan, Konsumen & Seller Kian Terimpit

    Bisnis.com, JAKARTA — Kebijakan sejumlah platform e-commerce seperti Shopee, Tokopedia hingga TikTok Shop menerapkan biaya pemrosesan pesanan sebesar Rp1.250 per transaksi dikhawatirkan kian membebani konsumen hingga pedagang (seller).

    Tokopedia dan TikTok Shop akan mulai menerapkan biaya pemrosesan order sebesar Rp1.250 per pesanan, berlaku mulai 11 Agustus 2025 pukul 00.00 WIB. 

    Kebijakan ini berlaku untuk seluruh seller Tokopedia yang telah terintegrasi, serta semua seller di TikTok Shop by Tokopedia di Indonesia. Tokopedia dan TikTok Shop menyebutkan, kebijakan ini bertujuan mendukung perluasan program subsidi ongkir serta peningkatan layanan logistik di seluruh Indonesia.

    “Perluasan program ongkir akan memberikan manfaat bagi seller, dengan meningkatkan visibilitas dan penjualan melalui pilihan pengiriman yang lebih menarik bagi pelanggan yang lebih luas,” tulis mereka dalam pernyataan resmi.

    Biaya ini akan dikenakan pada setiap pesanan yang berhasil dikirim, tanpa memandang jumlah item atau nilai transaksi. Bahkan jika terjadi pengembalian barang atau dana setelah pengiriman, biaya tersebut tetap tidak akan dikembalikan.

    “Biaya pemrosesan order ditetapkan sebesar Rp1.250 [termasuk pajak] per pesanan yang berhasil dikirim, terlepas dari berapa banyak produk yang dimasukkan dalam pesanan,” jelas pihak Tokopedia dan TikTok Shop.

    Sementara itu, Shopee lebih dulu menerapkan biaya serupa sebesar Rp1.250 untuk setiap transaksi yang terselesaikan, efektif sejak 20 Juli 2025. 

    Dalam pengumumannya, Shopee menyebut kebijakan ini sebagai bagian dari upaya mendukung pertumbuhan bisnis penjual dengan menyediakan promosi yang lebih menarik.

    “Untuk terus menghadirkan beragam promosi yang lebih menarik guna mendukung pertumbuhan bisnis Penjual, Shopee akan memberlakukan Biaya Proses Pesanan sebesar Rp1.250 untuk setiap transaksi yang terselesaikan mulai 20 Juli 2025,” demikian pernyataan Shopee.

    Shopee juga memberikan keringanan bagi penjual baru. Biaya ini tidak dikenakan untuk 50 transaksi pertama bagi penjual non-Star. Setelah itu, biaya berlaku penuh untuk setiap transaksi tanpa memandang jumlah produk dalam satu pesanan.

    Konsumen Terbebani

    Pengamat ekonomi digital dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai langkah ini akan diterapkan semua platform e-commerce. Dia juga memperkirakan beban biaya tambahan ini yang hakikatnya diberikan kepada seller pada akhirnya akan berpotensi dialihkan kepada konsumen.

    “Seller pasti akan membebankan kepada konsumen, dan konsumen ketika diterapkan kenaikan order fee,” kata Huda saat dihubungi Bisnis pada Minggu (3/7/2025). 

    Namun demikian, lanjut Huda, kenaikan biaya tersebut cenderung terbatas, sehingga dampaknya terhadap harga jual pun diperkirakan tidak signifikan.

    Ketika harga barang naik, permintaan memang akan menurun, tapi menurutnya penurunan tersebut tidak akan terjadi secara drastis.

    Huda juga menyoroti kemungkinan perubahan strategi diskon oleh penjual. Dia menyebut penjual akan lebih memilih memberikan potongan harga kepada pembeli yang membeli dalam jumlah lebih dari satu.

    Warga berbelanja secara online menggunakan platform Tokopedia di Jakarta, Senin (28/10/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha

    Huda menilai kebijakan ini juga merupakan strategi platform untuk meraih keuntungan yang lebih tinggi atau lebih cepat. Menurutnya, pola bisnis e-commerce saat ini tidak lagi hanya berfokus pada kuantitas atau valuasi perusahaan, melainkan mulai bergeser ke upaya meningkatkan profit dari setiap layanan yang diberikan.

    “Jadi menurut saya, akan lebih banyak biaya-biaya yang ditanggung oleh seller ke depan. Bisa juga biaya tambahan bagi buyer juga akan ditambah,” kata Huda.

    Dia juga mengingatkan beban biaya tambahan yang terus meningkat bisa mendorong perpindahan transaksi ke media sosial seperti Instagram, Facebook, atau X (dulu Twitter), yang tidak mengenakan biaya transaksi.

    “Namun memang hanya untuk penjualan yang memenuhi syarat ‘percaya’ antar satu sama lain. Toh, pembayaran bisa transfer atau QRIS statis. Pengiriman bisa melalui kurir pihak ketiga,” ungkapnya.

    Terkait kemungkinan intervensi pemerintah atas kebijakan ini, Huda menilai hal tersebut belum perlu dilakukan. “Soal intervensi, saya rasa belum waktunya pemerintah mengintervensi pasar ini. Pemerintah perlu intervensi soal barang impor saja dulu yang penting. Itu saja pemerintah gak bisa-bisa kan?” ujarnya.

    Kejar Profit

    Lebih lanjut, Huda menilai penarikan biaya pesanan ini merupakan salah satu strategi perusahaan e-commerce untuk cepat memperoleh keuntungan.

    Dia mengatakan pergeseran pola bisnis e-commerce kini lebih berfokus pada profitabilitas ketimbang sekadar pertumbuhan nilai perusahaan.

    “Bagi platform, tentu ini strategi untuk bisa mencapai keuntungan lebih tinggi atau lebih cepat. Pola bisnis sekarang tidak hanya mengandalkan kuantitas atau value perusahaan. Namun sudah lebih ke keuntungan per layanan,” kata Huda saat dihubungi Bisnis pada Minggu (3/8/2025). 

    Diketahui, Tokopedia-TikTok Shop dan Shopee terus memberikan kontribusi bagi masing-masing induk. Kontribusi tersebut berdampak pada peningkatan kinerja keuangan.

  • Kemendag Sebut Pajak E-commerce Tak Berdampak ke UMKM

    Kemendag Sebut Pajak E-commerce Tak Berdampak ke UMKM

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut, pemungutan pajak e-commerce kepada pedagang (seller) di lokapasar daring seperti Shopee hingga Tokopedia tidak berdampak terhadap kelangsungan bisnis para usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

    Untuk diketahui, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan aturan pemungutan pajak e-commerce melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37 Tahun 2025 (PMK 37/2025). Adapun, PMK itu ditandatangani oleh Sri Mulyani pada 11 Juni 2025 dan diundangkan pada 14 Juli 2025.

    Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Iqbal Shoffan Shofwan menjelaskan bahwa para UMKM dengan omzet kurang dari Rp500 juta per tahun tidak perlu khawatir dengan adanya pajak e-commerce.

    “So far [pajak e-commerce] sih enggak [berdampak terhadap UMKM], ya. Karena yang dibebankan itu kan terhadap mereka yang omzet tahunan itu di atas Rp500 juta. Kalau yang di bawah itu sih enggak ya [tidak terkena pajak e-commerce],” kata Iqbal saat ditemui di Kantor Kemendag, Jakarta, Senin (4/8/2025).

    Iqbal menyebut, platform e-commerce justru membantu pemerintah dalam memungut pajak dari para penjual yang berjualan di sana. Menurutnya, kebijakan pungutan pajak ini dinilai cukup adil.

    “Platform e-commerce juga fungsinya kan sebagai pengumpul pajak dan itu fair, saya pikir. Di atas Rp500 juta kan berarti kan bukan usaha mikro, ya usaha kecil dan menengah. Yang omzetnya di atas itu setahun,” terangnya.

    Dalam PMK 37/2025 Pasal 8 ayat (1) dijelaskan bahwa pedagang akan dikenakan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,5% dari omzet bruto yang diterima dalam setahun.

    Adapun, pajak tersebut di luar pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Nantinya, pemungutan PPh Pasal 22 dari pedagang itu akan dilakukan oleh lokapasar daring yang termasuk Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Contoh PMSE, seperti Shopee, Tokopedia, dan sejenisnya yang telah ditunjukkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

    Kemudian, dalam Pasal 6 disebutkan bahwa pedagang yang memiliki omzet sampai dengan Rp500 juta per tahun wajib melaporkan buktinya ke lokapasar tempatnya berjualan yang termasuk PMSE. Di samping itu, pedagang yang memiliki omzet di atas Rp500 juta per tahun juga melaporkan buktinya.

    Namun, Pasal 10 ayat (1) huruf a berbunyi bahwa pedagang dengan omzet setara atau di bawah Rp500 juta per tahun tidak akan dipungut PPh Pasal 22. Ini artinya, hanya pedagang dengan omzet di atas Rp500 juta per tahun yang dikenai pajak 0,5%.

  • Platform E-commerce Terapkan Biaya Pemrosesan Rp1.250, Ini Dampaknya bagi Konsumen dan UMKM!

    Platform E-commerce Terapkan Biaya Pemrosesan Rp1.250, Ini Dampaknya bagi Konsumen dan UMKM!

    Bisnis.com, JAKARTA— Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menilai kebijakan baru berupa biaya pemrosesan order yang dikenakan sejumlah platform e-commerce berpotensi memengaruhi perilaku konsumen dan pelaku usaha kecil. 

    Kendati nilainya relatif kecil, beban tambahan tersebut tetap dapat berdampak pada transaksi, terutama bagi pelaku UMKM yang mengandalkan margin tipis.

    “Dari sisi asosiasi, biaya pemrosesan order sebesar Rp1.250 per transaksi relatif kecil, tetapi tetap berpotensi memengaruhi konsumen dan seller UMKM yang memiliki margin tipis,” kata Sekretaris Jenderal idEA, Budi Primawan saat dihubungi Bisnis pada Senin (4/8/2025).

    Dalam jangka pendek, lanjut Budi, dampak terhadap volume transaksi bisa ditekan jika platform mengimbanginya dengan promosi atau subsidi ongkir. Di sisi lain, menurutnya komunikasi yang transparan tetap penting agar kepercayaan pengguna tidak turun di tengah pelemahan daya beli. 

    “Kami menyarankan pemerintah untuk terus memantau perkembangan industri ini dan mendukung dialog dengan pelaku e-commerce agar kebijakan bisnis seperti biaya tambahan tetap seimbang, di satu sisi mendukung keberlanjutan platform, di sisi lain tidak terlalu membebani konsumen dan UMKM,” kata Budi.

    Ekonom digital dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, juga menyoroti potensi perpindahan kanal transaksi akibat adanya biaya tambahan tersebut. Dia menilai, konsumen maupun penjual yang tergolong sensitif terhadap harga bisa saja beralih ke platform lain yang tidak membebani biaya transaksi, seperti media sosial.

    “Namun memang hanya untuk penjualan yang memenuhi syarat ‘percaya’ antar satu sama lain. Toh, pembayaran bisa transfer atau QRIS statis. Pengiriman bisa melalui kurir pihak ketiga,” kata Huda.

    Seperti diberitakan sebelumnya, Tokopedia dan TikTok Shop akan mulai menerapkan biaya pemrosesan order sebesar Rp1.250 per pesanan, berlaku mulai 11 Agustus 2025 pukul 00.00 WIB. 

    Kebijakan ini berlaku untuk seluruh seller Tokopedia yang telah terintegrasi, serta semua seller di TikTok Shop by Tokopedia di Indonesia. Tokopedia dan TikTok Shop menyebutkan, kebijakan ini bertujuan mendukung perluasan program subsidi ongkir serta peningkatan layanan logistik di seluruh Indonesia. 

    “Perluasan program ongkir akan memberikan manfaat bagi seller, dengan meningkatkan visibilitas dan penjualan melalui pilihan pengiriman yang lebih menarik bagi pelanggan yang lebih luas,” tulis mereka dalam pernyataan di laman resmi.

    Biaya ini akan dikenakan pada setiap pesanan yang berhasil dikirim, tanpa memandang jumlah item atau nilai transaksi. Bahkan jika terjadi pengembalian barang atau dana setelah pengiriman, biaya tersebut tetap tidak akan dikembalikan.

    “Biaya pemrosesan order ditetapkan sebesar Rp1.250 [termasuk pajak] per pesanan yang berhasil dikirim, terlepas dari berapa banyak produk yang dimasukkan dalam pesanan,” jelas pihak Tokopedia dan TikTok Shop.

    Sementara itu, Shopee lebih dulu menerapkan biaya serupa sebesar Rp1.250 untuk setiap transaksi yang terselesaikan, efektif sejak 20 Juli 2025. 

    Dalam pengumumannya, Shopee menyebut kebijakan ini sebagai bagian dari upaya mendukung pertumbuhan bisnis penjual dengan menyediakan promosi yang lebih menarik.

    “Untuk terus menghadirkan beragam promosi yang lebih menarik guna mendukung pertumbuhan bisnis Penjual, Shopee akan memberlakukan Biaya Proses Pesanan sebesar Rp1.250 untuk setiap transaksi yang terselesaikan mulai 20 Juli 2025,” demikian pernyataan Shopee.

    Shopee juga memberikan keringanan bagi penjual baru. Biaya ini tidak dikenakan untuk 50 transaksi pertama bagi penjual non-Star. Setelah itu, biaya berlaku penuh untuk setiap transaksi tanpa memandang jumlah produk dalam satu pesanan.