Perusahaan: Shell

  • Komisi XII nilai kualitas pertamax dan shell super miliki kesamaan

    Komisi XII nilai kualitas pertamax dan shell super miliki kesamaan

    Kalau kasatmata, antara pertamax dan supershell sama.

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Bambang Haryadi menilai kualitas kualitas bahan bakar minyak (BBM) jenis pertamax milik Pertamina dengan Shell super memiliki kesamaan.

    “Kasatmata kualitasnya sama, tinggal hasil uji lab. Kalau kasatmata, antara pertamax dan shell super sama,” ujar Bambang di Jakarta, Kamis.

    Pernyataan tersebut dia sampaikan setelah melakukan uji visual terhadap produk dalam inspeksi mendadak (sidak) ke SPBU Shell dan SPBU Pertamina Cibubur, Jakarta Timur, Kamis.

    Bambang melakukan sidak untuk memastikan kualitas bahan bakar minyak (BBM) yang beredar di pasaran, khususnya perbandingan antara pertamax dan shell super.

    Melalui sidak ini, Komisi XII DPR RI berharap dapat memastikan bahwa kualitas BBM yang beredar di pasaran sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta memberikan jaminan kepada masyarakat mengenai standar kualitas bahan bakar yang mereka konsumsi.

    Komisi XII juga berkomitmen untuk terus melakukan pengawasan terhadap produk-produk BBM demi menjaga kepentingan dan keamanan konsumen.

    Sebelum memulai sidak ke SPBU Shell, Bambang Haryadi menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari sampling ulang yang dilakukan secara rutin untuk memastikan kesesuaian kualitas produk BBM yang dijual di pasaran.

    “Biar tidak bias, ini kami hanya lakukan sampling ulang. Kami akan coba di beberapa tempat, tidak hanya di Pertamina, tetapi juga di SPBU Shell, Vivo, dan AKR (BP). Jadi, kami lakukan sampling di seluruhnya,” ujar Bambang Haryadi.

    Dalam kesempatan tersebut, Bambang juga menekankan bahwa setiap produk BBM, baik pertamax maupun shell super telah melalui sertifikasi dan pengujian yang ketat oleh Kementerian ESDM dan Lemigas.

    “Produk ini sebelum sampai ke SPBU sudah melalui sertifikasi yang sesuai dengan standar Kementerian ESDM,” kata wakil rakyat yang berada di komisi yang membidangi salah satunya energi dan sumber daya mineral ini.

    Pewarta: Putu Indah Savitri
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Viral Warna Pertamax dan Pertalite Ternyata Sama? Video Petugas SPBU Bikin Geger!

    Viral Warna Pertamax dan Pertalite Ternyata Sama? Video Petugas SPBU Bikin Geger!

    TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA – Viral video petugas Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina tengah mengecek bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax dengan Pertalite.

    Dalam video berdurasi 1 menit 21 detik itu menampilkan, warna BBM Pertamax dengan Pertalite rupanya tidak ada bedanya atau berwarna sama yaitu hijau. 

    Padahal secara tampilan, harusnya Pertamax dengan RON 92 berwarna biru, sedangkan Pertalite RON 90 berwarna hijau.

    Belum diketahui lokasi SPBU Pertamina ini, kemudian diposting oleh pemilik akun Instagram @datukdirajadimyani hingga mengundang 7.789 komentar sampai Kamis (27/2/2025) pagi.

    Dari yang dilihat Warta Kota, video itu menampilkan seorang pria yang tengah merekam meminta petugas SPBU Pertamina untuk melihat warna bensin Pertamax dengan Pertalite.

    Permintaan pria itu menyusul adanya kasus korupsi tata kelola minyak mentah di anak perusahaan Pertamina dengan membeli minyak mentah Pertalite, namun menjualnya dengan harga Pertamax yang lebih mahal. 

    Petugas SPBU Pertamina itu lantas mengikuti permintaan pria yang merekam video. Petugas mengambil nozzle Pertalite berwarna putih dan memasukan bensin tersebut ke dalam sebuah botol kaca bening. 

    Setelah botol itu penuh, petugas kemudian mengambil nozzle Pertamax untuk mengisi bensin ke dalam sebuah botol kaca bening yang ada di sebelahnya.

    Setelah botol-botol itu penuh, terlihat warna keduanya sama yaitu hijau. 

    “Gercep (gerak cepat) langsung tes lapangan Pertalite vx Pertamax. Pakai Pertalite dibilang ngabisin anggaran negara, ngisi Pertamax isinya Pertalite. Jadi selama ini kena tipu, itulah nasib rakyat,” demikian yang tertera dalam postingan tersebut. 

    “Sama mas, coba deh lihat mas. Warnanya sama nggak antara Pertamax dengan Pertalite,” ucap perekam itu kepada petugas SPBU Pertamina. 

    Seolah ingin memperkuat apa yang dilihatnya, perekam kemudian bertanya kepada dua perempuan yang ikut menyaksikan aksi petugas itu.

    Kedua perempuan itu kemudian mengangguk yang bermakna mengamini pernyataan pria tersebut. 

    “Sama ya? Oke yah, sama ya (warna) Pertamax dengan Pertalite,” imbuh perekam tersebut. 

    Usai melihat warna kedua jenis BBM tersebut, pria tersebut berencana ingin melaporkan hal ini kepada penanggung jawab SPBU Pertamina.

    Dia lalu bertanya keberadaan Bos SPBU Pertamina kepada petugas. 

    “Bosnya di mana? oh di dalam?,” ucap pria tersebut. 

    Diketahui, video ini mengundang ribuan komentar netizen di Instagram. Mayoritas para netizen tidak percaya dengan pelayanan Pertamina buntut terungkapnya Pertalite dioplos menjadi Pertamax. 

    “Saya pengguna Pertamax, Demi Allah akan saya tuntut mereka di akhirat kelak,” imbuh pemilik akun @ayatullahazzam. 

    “Tombol yang tidak percaya sama Pertamina,” ucap pemilik akun @sri_sugiyanto. 

    “Parah, rakyat yang dirugikan bukan negara,” timpal pemilik akun @baim_arkhan. 

    Tidak hanya menulis kekecewannya, para netizen juga mengajak pengguna media sosial untuk beralih ke perusahaan minyak swasta yaitu Shell dan Vivo.

    Mereka memandang, pelayanan Shell dan Vivo jauh lebih baik dibanding Pertamina, milik perusahaan negara. 

    “Bau-bau kehancuran Pertamina. Semuanya akan pindah ke Shell,” ucap pemilik akun @fdyk3nz. 

    “Saya yakin dengan kejadian ini, saham Pertamina akan anjlok. Karena ada tim balap yang disponsori mereka, pasti akan tidak percaya,” tutur pemilik akun @only_just_aman.

    Sebelumnya Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan (RS) ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

    RS diduga terlibat kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023 yang membuat negara mengalami kerugian hingga Rp 193,7 triliun.

    Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar mengatakan penetapan status Riva Siahaan itu bersama dengan tersangka lainnya.

    “Adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun yang bersumber dari berbagai komponen,” kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Senin (24/2/2025).

    Penetapan RS sebagai tersangka setelah pemeriksaan terhadap 96 saksi, 2 ahli, dan bukti dokumen yang sah.

    RS akan ditahan selama 20 hari untuk proses pemeriksaan lebih lanjut bersama dengan enam tersangka lainnya.

    Selain Riva Siahaan, tersangka lainnya adalah SDS, Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; YF, pejabat di PT Pertamina International Shipping; AP, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional; MKAN, beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ, Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak. (*)

     

  • Bagikan Cerita Menarik dan Sindir Pertamina, Hasyim Muhammad: Negara Ini Tak Lelah Mengecewakan Masyarakat

    Bagikan Cerita Menarik dan Sindir Pertamina, Hasyim Muhammad: Negara Ini Tak Lelah Mengecewakan Masyarakat

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Salah satu penulis, Hasyim Muhammad ternyata punya cerita unik terkait penggunaan bahan bakar minyak (BBM) untuk kendaraan pribadinya.

    Melalui cuitan di akun X pribadinya, Hasyim bercerita terkait kebiasaannya untuk melakukan isi ulang bahan bakar.

    Ia mengaku selama ini mendapatkan saran dari istri dan anaknya untuk melakukan isi ulang di Shell.

    Namun, ia mengabaikan arahan tersebut dan lebih memilih ke SPBU untuk membeli Pertamax.

    “Istri dan anak saya selama ini maunya beli bensin di Shell,” tulisnya dikutip Kamis (27/2025).

    “Tapi kalau isi bensinnya sama saya, selalu saya belokkan ke SPBU Pertamina beli Pertamax,” sebutnya.

    Hasyim berdalih bahwa Pertamina punya kualitas yang sama bagusnya. Dan perusahaan ini berasal dari Indonesia.

    “Pertamina sama bagusnya dan milik Indonesia, kata saya,” tuturnya.

    Hanya saja, setelah kasus korupsi PT Pertamina yang mengoplos bahan bakar Pertalite dan Pertamax. Ia merasa negara ini tidak pernah lelah untuk membuat rakyat kecewa, termasuk dirinya.

    “Negara ini tak lelah mengecewakan orang-orang yang mencintainya,” terangnya.

    Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) memberi klarifikasi dengan membantah kabar adanya oplosan BBM RON 90 Pertalite dan BBM RON 92 Pertamax.

    Kabar ini mencuat setelah adanya temuan kasus korupsi yang tengah diusut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Ada sekitar tujuh orang telah ditetapkan sebagai tersangka.

    Ketujuh orang ini kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023.

  • Deretan Pom Bensin Swasta yang Beroperasi di Indonesia, Ada Shell hingga Exxon Mobil

    Deretan Pom Bensin Swasta yang Beroperasi di Indonesia, Ada Shell hingga Exxon Mobil

    Jakarta, Beritasatu.com – Industri bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia terus berkembang dengan hadirnya berbagai perusahaan yang mengoperasikan pom bensin di Indonesia. Selain PT Pertamina (Persero) sebagai perusahaan milik negara, beberapa perusahaan swasta juga turut bersaing dalam sektor ini.

    Kehadiran mereka memberikan alternatif bagi masyarakat dalam memilih bahan bakar dengan kualitas dan harga yang beragam. Persaingan yang semakin ketat di industri BBM mendorong peningkatan kualitas layanan di seluruh pom bensin di Indonesia. Konsumen kini dapat menikmati pelayanan yang lebih baik, bahan bakar dengan formulasi yang lebih efisien, serta fasilitas yang lebih nyaman.

    Berikut ini deretan pom bensin di Indonesia yang bisa menjadi pilihan masyarakat.

    Pom Bensin di Indonesia

    1. Shell

    Menurut laman resmi Shell Indonesia, perusahaan ini mengelola berbagai lini bisnis, termasuk penyediaan BBM, pelumas untuk industri, otomotif, dan transportasi, serta bahan bakar untuk sektor kelautan dan komersial. Selain itu, Shell juga memproduksi bitumen yang digunakan dalam berbagai proyek infrastruktur.  

    Sebagai salah satu perusahaan minyak internasional yang beroperasi di Indonesia, Shell telah membangun lebih dari 170 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang tersebar di wilayah Jabodetabek, Bandung, Jawa Timur, dan Sumatera Utara. Perusahaan ini juga didukung oleh lebih dari 300 karyawan. Untuk memperkuat rantai pasokan, Shell memiliki satu terminal penyimpanan bahan bakar di Gresik, Jawa Timur, serta satu pabrik pelumas yang berlokasi di Marunda.  

    Shell menawarkan berbagai produk bahan bakar, di antaranya Shell Super, Shell V-Power, Shell V-Power Diesel, Shell Diesel Extra, dan Shell V-Power Nitro+. Pada Februari 2025, harga BBM di SPBU Shell mengalami penyesuaian sebagai berikut ini.  

    Shell Super: Rp 13.350 per liter. Shell V-Power: Rp 13.940 per liter.Shell V-Power Nitro+: Rp 14.110 per liter.  Shell V-Power Diesel: Rp 15.030 per liter.  

    2. Vivo

    Vivo mulai beroperasi di industri SPBU Indonesia pada 2017 sebagai alternatif bagi masyarakat yang mencari bahan bakar berkualitas dengan harga kompetitif. SPBU ini dikelola oleh PT Vivo Energy Indonesia, bagian dari Vitol Group, perusahaan energi asal Swiss yang beroperasi pada sektor hilir minyak dan gas bumi. Vitol Group telah memperluas jaringannya ke Belanda, Singapura, Inggris, Australia, dan beberapa negara di Afrika.  

    Vivo menawarkan tiga jenis BBM: Revvo 90, Revvo 92, dan Revvo 95. SPBU ini sempat menjadi sorotan karena harga Revvo 90 lebih murah dibandingkan Pertalite dari Pertamina. Per Februari 2025, harga BBM di SPBU Vivo seperti berikut ini.

    Revvo 90: Rp 13.260 per liter.Revvo 92: Rp 13.350 per liter.Revvo 95: Rp 13.940 per liter.

    3. BP (British Petroleum)

    SPBU BP-AKR merupakan perusahaan energi terpadu hasil kerja sama antara BP dan AKR, yang resmi terbentuk melalui perjanjian usaha patungan pada 5 April 2017. Kemitraan ini menghasilkan PT Aneka Petroindo Raya (APR), yang beroperasi di Indonesia dengan nama BP-AKR Fuels Retail.  

    Menurut laman BP, SPBU BP-AKR menyediakan tiga jenis BBM berkualitas, yaitu BP 92, BP Ultimate, dan BP Diesel. Ketiga jenis bahan bakar ini mengandung teknologi Active, yang dirancang untuk melindungi dan membersihkan mesin dari kotoran serta mencegahnya menempel kembali. Selain bahan bakar berkualitas, SPBU BP juga dilengkapi berbagai fasilitas, seperti mini market, gerai kopi, tempat pengisian air dan angin, toilet, serta musala. Per 9 Februari 2025, harga BBM di SPBU BP sebagai berikut ini.  

    BP 92: Rp 13.200 per liter (turun dari Rp 13.350 per liter).BP Ultimate: Rp 13.940 per liter (mengalami kenaikan).BP Ultimate Diesel: Rp 15.030 per liter (mengalami kenaikan).

    4. Exxon Mobil

    Selain SPBU besar yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat juga SPBU mini yang beroperasi di Indonesia, salah satunya adalah pom bensin Exxon Mobil. SPBU ini merupakan hasil kemitraan antara  Salim Group, melalui PT Indomobil Prima Energi, dengan perusahaan energi asal Amerika Serikat, ExxonMobil.  

    Pom bensin Exxon Mobil mulai beroperasi secara resmi di Indonesia sejak 2019. Berdasarkan informasi dari laman resmi Exxon Mobil, SPBU ini menawarkan beberapa jenis bahan bakar, di antaranya minyak solar mobil, minyak solar mobil B20, dan bensin mobil RON 92.

    Masuknya pom bensin swasta ke pasar Indonesia semakin memperketat persaingan di industri BBM. Hal ini memberikan keuntungan bagi masyarakat, karena mereka dapat memilih bahan bakar yang beragam baik dari segi harga maupun kualitas. Selain itu, kehadiran layanan yang lebih modern serta inovasi dalam teknologi bahan bakar menjadi nilai tambah bagi para pengguna kendaraan.  

    Meskipun pom bensin swasta menawarkan berbagai keunggulan, Pertamina masih mendominasi pasar berkat jaringan yang lebih luas dan harga yang lebih stabil di Indonesia. Selain itu, ketersediaan BBM bersubsidi, seperti Pertalite dan Solar juga menjadi faktor utama yang memengaruhi pilihan masyarakat dalam menentukan SPBU.

  • Pengguna Pertamax Curhat Pindah ke SPBU Lain Pasca Terkuaknya Kasus BBM Oplosan – Halaman all

    Pengguna Pertamax Curhat Pindah ke SPBU Lain Pasca Terkuaknya Kasus BBM Oplosan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah pengguna bahan bakar minyak (BBM) Pertamax Pertamina mengaku pindah membeli BBM ke SPBU lain non-Pertamina sebagai ungkapan kekecewaan mereka atas kasus korupsi impor BBM dan praktik pengoplosan Pertalite yang dijual sebagai Pertamax.

    “Saya enggak nyangka aja. Ini kan pakai pertamax berharap mesin kita bagus. Kalau begini saya bakal pertimbangkan buat pindah ke yang lain,” kata warga Bekasi, Samsu Dhuha (30) kepada Tribunnnews.com, Rabu (26/2/2025).

    Dia mengatakan selama ini dia loyal menggunakan BBM Pertamax karena merasa sebagai konsumen  yang tidak pantas mendapatkan BBM bersubsidi.

    Hal yang sama juga disampaikan Bachtiar (26). Dia mempertimbangkan untuk beralih menggunakan BBM dari pesaing Pertamina seperti Shell, Vivo maupun BP pasca terkuaknya kasus dugaan korupsi yang kini ditangani Kejaksaan Agung tersebut.

    “Fix banget, saya ganti ke yang lain saja. Nggak apa-apa harganya mahal dikit asal jujur dan kualitasnya sesuai,” katanya.

    Berdasar pantauan Tribunnews, di sejumlah SPBU Pertamina di Jakarta Selatan, terlihat pompa dispenser Pertamax tampak sepi tidak ada antrean.

    Hal itu antara lain terlihat di SPBU Pertamina di Mampang Prapatan dan SPBU Pertamina di Kemang, Jakarta Selatan. Ada pengendara yang datang mengisi Pertamax tapi cenderung sepi.

    Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Persero, Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (K3S) 2013-2018, Senin (24/2/2025) malam.

    Adapun penetapan ketujuh tersangka ini merupakan hasil penyidikan lanjutan yang dilakukan oleh Kejagung dalam kasus dugaan korupsi tersebut.

    Tujuh orang itu ditetapkan sebagai tersangka usai pihaknya melakukan ekspose atau gelar perkara yang di mana ditemukan adanya serangkaian tindak pidana korupsi.

    Hal itu didasari atas ditemukannya juga sejumlah alat bukti yang cukup baik dari keterangan sedikitnya sebanyak 96 saksi dan keterangan ahli maupun berdasarkan bukti dokumen elektronik yang kini telah disita.

    Ketujuh orang tersangka tersebut adalah

    Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan
    Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin
    Vice President (VP) Feedstock PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono
    Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi,
    Beneficiary owner atau penerima manfaat dari PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Keery Andrianto Riza,
    Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati.
    Komisaris PT Jenggala Maritim dan PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadan Joede.

    Lalu bagaimana peran masing-masing para tersangka tersebut dalam bisnis gelap BBM di Pertamina dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023?

    Berikut rinciannya: 

    1. Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga

    Riva Siahaan bersama Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin dan Vice President (VP) Feedstock PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang. 

    Riva Siahaan memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang serta “menyulap” BBM Pertalite menjadi Pertamax. 

    2. Sani Dinar Saifuddin, Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional

    Sani bersama Riva Siahaan dan Agus Purwono terlibat dalam pengondisian rapat optimalisasi hilir yang digunakan sebagai dasar untuk menurunkan produksi kilang. 

    Sani Dinar Saifuddin juga berperan dalam memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum. 

    3. Agus Purwono, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional

    Agus Purwono bersama Riva Siahaan dan Sani Dinar Saifudin melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir sebagai dasar untuk menurunkan produksi kilang. 

    Agus Purwono juga berperan dalam memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum. 

    4. Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, 

    Dia diduga melakukan mark up kontrak pengiriman saat impor minyak mentah dan produk kilang melalui PT Pertamina International Shipping. 

    KORUPSI IMPOR BBM – Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar (kiri) dan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan. Riva adalah satu dari 7 tersangka kasus mega korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di sejumlah anak usaha PT Pertamina.  (Kolase Tribunnews)

    5.  Muhammad Keery Andrianto Riza, Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa Akibat mark up kontrak pengiriman yang dilakukan oleh tersangka Yoki Firnandi, negara harus membayar fee sebesar 13-15 persen yang menguntungkan tersangka MKAN. 

    6. Dimas Werhaspati, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim.

    Dia diduga berperan aktif dalam komunikasi dengan tersangka Agus Purwono.

    Komunikasi ini bertujuan agar pihaknya bisa memperoleh harga tinggi meskipun persyaratan belum terpenuhi.

    Dimas Werhaspati bersama Komisaris PT Jenggala Maritim dan PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadan Joede disebut melakukan koordinasi dengan Agus Purwono untuk mengamankan keuntungan dalam transaksi minyak mentah dan produk kilang. 

    7. Gading Ramadan Joede selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

    Dia bersama Dimas Werhaspati melakukan komunikasi dengan Agus Purwono untuk mendapatkan harga tinggi sebelum syarat transaksi terpenuhi.

    Selain itu, dia dan Dimas Werhaspati disebut memperoleh persetujuan dari tersangka Sani Dinar Saifuddin untuk impor minyak mentah serta dari tersangka Riva Siahaan terkait produk kilang.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kaspuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar menyebut kerugian negara sebesar Rp193,7 triliun dari kasus korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina Patra Niaga hanya hitungan untuk tahun 2023.

    Jika ditarik mundur ke belakang, menurut Harli jumlah kerugian negara pasti fantastis.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kaspuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar mengatakan, tempus delicti atau rentang waktu terjadinya tindak pidana korupsi itu antara 2018-2023, dan jumlah kerugian total negara belum dihitung.

    Bahkan, sambung Harli, kerugian negara untuk tahun 2023 baru hitungan sementara.

    Dia menjelaskan hitungan kerugian negara tersebut meliputi beberapa komponen seperti rugi impor minyak, rugi impor BBM lewat broker, dan rugi akibat pemberian subsidi.

    “Jadi kalau apa yang kita hitung dan kita sampaikan kemarin (Senin) itu sebesar Rp193,7 triliun, perhitungan sementara ya, tapi itu juga sudah komunikasi dengan ahli, terhadap lima komponen itu baru di tahun 2023,” katanya dikutip dari program Sapa Indonesia Malam di YouTube Kompas TV, Rabu (26/2/2025).

    Harli mengungkapkan, jika dihitung secara kasar dengan perkiraan bahwa kerugian negara setiap tahun sebesar Rp193,7 triliun, maka total kerugian selama 2018-2023 mencapai Rp968,5 triliun.

    “Jadi, coba dibayangkan, ini kan tempus-nya 2018-2023. Kalau sekiranya dirata-rata di angka itu (Rp193,7 triliun) setiap tahun, bisa kita bayangkan kerugian negara sebesar itu,” katanya.

    Harli bilang, para tersangka melanggar Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar menuturkan praktik lancung yang dilakukan oleh Riva ialah membeli pertalite kemudian dioplos (blending) menjadi pertamax.

    “Modus termasuk yang saya katakan RON 90 (Pertalite) tetapi dibayar (harga) RON 92 (Pertamax) kemudian diblending, dioplos, dicampur,” katanya saat konferensi pers di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (25/2/2025).

    Pengoplosan ini terjadi dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga. 

    Pengoplosan itu dilakukan di depo padahal hal itu tidak diperbolehkan atau bertentangan dengan ketentuan yang ada.

    Qohar berjanji akan buka-bukaan nantinya terkait model pengoplosan setelah proses penyidikan rampung.

    “Pasti kita tidak akan tertutup, semua kita buka, semua kita sampaikan kepada teman-teman wartawan untuk diakses kepada masyarakat,” paparnya.

     

     

  • Pertamina, Shell, BP Jelaskan Penambahan Zat Aditif

    Pertamina, Shell, BP Jelaskan Penambahan Zat Aditif

    Jakarta

    Pertamina, Shell, dan BP-AKR menjelaskan penambahan zat aditif itu untuk meningkatkan kualitas produk. Zat aditif bukan untuk mengubah angka oktan Research Octane Number (RON).

    Pertamax diberikan penambahan aditif dengan merek Avgon dan pewarna di terminal melalui proses injeksi blending sebelum didistribusikan ke SPBU.

    “Untuk Pertamax, kita tambahkan aditif. Jadi di situ ada proses penambahan aditif dan proses penambahan warna. Ini adalah proses injeksi blending,” jelas Pelaksana Tugas Harian (PTH) Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra saat RDP bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (26/2/2025).

    Dia menuturkan blending atau pencampuran aditif ke dalam BBM ini merupakan praktik umum dalam industri minyak. Proses ini dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah dari bahan bakar yang dijual kepada masyarakat.

    “Ketika kita menambahkan proses blending ini, tujuannya adalah untuk meningkatkan value daripada produk tersebut. Jadi base fuel RON 92 ditambahkan aditif agar ada benefit-nya, penambahan benefit untuk performansi daripada produk-produk ini,” ungkapnya.

    Hal senada juga diungkapkan Presiden Direktur dan Country Chair Shell Indonesia Ingrid Siburian. BBM RON 92 yang diimpor dari Singapura juga merupakan base fuel. Shell juga menambahkan aditif di terminal sebelum didistribusikan.

    “Produk yang dibawa itu memang base fuel. Jadi misalnya kita katakan RON 92, itu memang RON 92 base fuel. Nah, itu kemudian kami tambahkan aditif di terminal kami,” ujar Ingrid.

    Direktur Utama PT Aneka Petroindo Raya (BP-AKR) Vanda Laura juga melakukan langkah serupa. Perusahaannya melakukan pengujian ketat terhadap BBM yang dipasarkan.

    “Aditif suatu zat yang ditambahkan ke base fuel untuk memberikan manfaat lebih. Manfaat yang ditawarkan masing-masing brand, tentunya berbeda-beda,” ujar dia.

    “Kurang lebih proses kami sama, kami percaya semua pemain punya komitmen menjaga kualitas,” tambah dia.

    “Kalau dari sisi SPBU ada beberapa hal tambahan yang kami lakukan, sesuai spesifikasi dan regulasi dari pemerintah. Sekaligus menjaga standar dari BP International,” jelasnya.

    Selain pengecekan saat pemuatan dan pembongkaran, BP-AKR juga secara berkala melakukan pengujian bersama Lemigas untuk memastikan kualitas bahan bakar.

    “Sampai di Jakarta discharge itu dicek lagi. Dan kemudian secara rutin paling tidak satu kuartal sekali kami melakukan pengujian juga dengan Lemigas,” kata Vanda.

    (riar/rgr)

  • Daftar Lengkap Harga BBM Shell, 27 Februari 2025 – Page 3

    Daftar Lengkap Harga BBM Shell, 27 Februari 2025 – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Per 1 Februari 2025, harga bensin Shell di Indonesia kembali mengalami penyesuaian. Kenaikan harga ini berlaku untuk semua jenis BBM yang dipasarkan oleh Shell, meliputi Shell Super, Shell V-Power, Shell V-Power Nitro+, dan Shell V-Power Diesel.

    Kenaikan harga BBM Shell ini terjadi setelah sebelumnya harga BBM Shell sempat mengalami penurunan di awal Januari 2025. Sampai 27 Februari 2025, harga BBM Shell ini belum berubah jika dibandingkan dengan awal Februari 2025.

    Berdasarkan informasi resmi dari laman Shell Indonesia, Kamis (27/2/2025), kenaikan harga BBM Shell di 1 Februari 2025 bervariasi untuk setiap jenis BBM. Sebagai contoh, Shell Super (RON 92) yang setara dengan Pertamax dari Pertamina, kini dibanderol dengan harga Rp 13.350 per liter.

    Sementara itu, Shell V-Power (RON 95) naik menjadi Rp 13.940 per liter, Shell V-Power Nitro+ (RON 98) menjadi Rp 14.110 per liter, dan Shell V-Power Diesel (CN 51) menjadi Rp 15.030 per liter.

    Perlu dicatat bahwa harga-harga ini berlaku di beberapa wilayah, termasuk Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Sata ini Shell sudah memilik lebih dari 200 SPBU yang tersebar di wilayah tersebut.

    Kenaikan harga BBM Shell ini tentunya berdampak pada konsumen. Konsumen kini perlu mempertimbangkan lebih cermat pilihan SPBU dan jenis BBM yang akan digunakan, mengingat harga BBM di berbagai SPBU berbeda-beda.

    Beberapa kompetitor Shell, seperti Vivo, bahkan menawarkan harga yang lebih rendah untuk jenis BBM tertentu.

    Namun, Shell juga menekankan komitmennya untuk menyediakan bahan bakar berkualitas tinggi bagi konsumen di Indonesia.

  • Wamen ESDM sebut BBM Pertamina yang beredar sudah melalui pengawasan

    Wamen ESDM sebut BBM Pertamina yang beredar sudah melalui pengawasan

    Kami ada mekanisme pengawasan, baik dari sisi jumlah maupun standar terhadap BBM di dalam negeri, baik Pertalite maupun Pertamax

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menyampaikan bahwa bahan bakar minyak (BBM) oleh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina yang beredar di masyarakat sudah melalui pengawasan Kementerian ESDM.

    “Kami ada mekanisme pengawasan, baik dari sisi jumlah maupun standar terhadap bahan bakar minyak yang ada di dalam negeri, baik itu Pertalite maupun Pertamax,” ujar Yuliot ketika ditemui setelah menghadiri Indonesia Energy Outlook 2025 di Jakarta, Kamis.

    Pernyataan tersebut merespons kebijakan Kementerian ESDM terkait pengawasan kualitas BBM yang beredar di dalam negeri dalam periode 2018–2023.

    Saat ini, kata dia, proses hukum di Kejaksaan Agung sedang berjalan. Oleh karena itu, yang bisa dilakukan oleh Kementerian ESDM adalah mendukung proses hukum dan berusaha untuk meningkatkan pengawasan.

    “Yang bisa kami lakukan adalah pengawasan ke depan,” ucap dia.

    Pernyataan tersebut selaras dengan Wakil Ketua Komisi XII DPR Bambang Haryadi yang menyampaikan bahwa bahan bakar minyak (BBM) Pertamina sudah melalui program sertifikasi dan diuji oleh Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) yang beroperasi di bawah Kementerian ESDM.

    Bambang menjelaskan bahwa proses pengujian produk bahan bakar minyak sudah berlangsung sejak zaman dahulu, sebelum kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023 mencuat.

    Produk yang diuji oleh Lemigas pun bukan hanya BBM yang berasal dari Pertamina. Lemigas juga menguji BBM yang dijual oleh SPBU lainnya seperti Shell, Vivo, maupun BP.

    “Jadi sebenarnya barang-barang ini (BBM) sudah diuji, tidak hanya sekarang. Dari dulu ada peraturannya,” kata Bambang ketika melakukan sidak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina di Jakarta, Kamis.

    Pernyataan tersebut merespons keresahan masyarakat akibat ramainya pemberitaan terkait BBM jenis Pertalite yang dioplos menjadi Pertamax.

    Kejaksaan Agung menyatakan bahwa dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga melakukan pembelian (pembayaran) untuk RON 92, padahal sebenarnya hanya membeli RON 90 atau lebih rendah.

    RON 90 tersebut kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi RON 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan.

    Kabar tersebut menyusul pengungkapan dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023. Kasus tersebut diduga menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp193,7 triliun.

    Atas hal tersebut, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri menyampaikan bahwa produk Pertamax, jenis BBM dengan angka oktan (research octane number/RON) 92, dan seluruh produk Pertamina lainnya, telah memenuhi standar dan spesifikasi, yang ditentukan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM.

    Simon menjelaskan produk BBM Pertamina secara berkala dilakukan pengujian dan diawasi secara ketat oleh Kementerian ESDM melalui Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi Lemigas

    Pewarta: Putu Indah Savitri
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

  • DPR Sidak SPBU Pertamina dan Shell di Cibubur Buntut Pertamax Oplosan

    DPR Sidak SPBU Pertamina dan Shell di Cibubur Buntut Pertamax Oplosan

    DPR Sidak SPBU Pertamina dan Shell di Cibubur Buntut Pertamax Oplosan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi XII DPR RI melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke SPBU Pertamina Jambore, Jakarta Timur, dan SPBU Shell di perbatasan Depok, Cibubur, Kamis (27/2/2025).
    Sidak ini dilakukan menyusul beredarnya dugaan adanya bahan bakar
    Pertamax oplosan
    yang meresahkan masyarakat, setelah terungkapnya dugaan korupsi tata kelola minyak di PT Pertamina Patra Niaga.
    Pantauan Kompas.com, sidak dipimpin langsung oleh Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Haryadi.
    Dia didampingi oleh anggota Komisi XII lainnya, yakni Rokhmat Ardiyan, Mukhtaruddin, Aqib Ardiansyah, Ratna Juwita, Jalal, serta Nurwayah.
    Tak hanya anggota Komisi XII, perwakilan dari Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (Migas) serta Balai Besar Lemigas Kementerian ESDM juga ikut hadir di lokasi.
    Di lokasi pertama, yakni SPBU Jambore, Bambang yang mengenakan kemeja putih berbalut jaket krem berjalan di area dispenser bahan bakar BBM bersama rombongan.
    Sesekali, dia berdiskusi dengan tim dari Lemigas yang memang memiliki tugas melalui uji sampel.
    Tak lama kemudian, mereka meminta petugas SPBU untuk mengambil sampel bahan bakar RON 90 atau Pertalite.
    Petugas Lemigas pun menyerahkan wadah kaca transparan untuk menampung sampel bahan bakar yang mengalir dari nozzle pengisian.
    Ketika cairan itu tertampung, warnanya tampak hijau jernih.
    Bambang bersama rombongan pun mengamati warna bahan bakar tersebut.
    Tak hanya Pertalite, tim Lemigas juga mengambil sampel Pertamax (RON 92).
    Cairan yang tertampung dalam wadah kaca tampak berwarna biru pekat.
    “Kita ingin memastikan bahwa RON 92 dan RON 90 benar-benar sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan Lemigas. Makanya ini salah satu pom bensin yang kita sampling. Kita mau cek, nanti alatnya ada di kantor Lemigas, dan selama ini pun aturannya memang begitu,” ujar Bambang, kepada wartawan, Kamis.
    Bambang menegaskan bahwa pengujian ini merupakan prosedur rutin yang dilakukan Lemigas.
    Namun, pihaknya ingin turun langsung untuk memastikan setelah muncul berbagai spekulasi di masyarakat mengenai dugaan oplosan pada bahan bakar yang dijual di SPBU.
    “Sebenarnya ini sudah rutin dilakukan oleh Lemigas. Hanya saja, karena muncul opini di masyarakat soal dugaan oplosan, kita ingin memastikan,” ucap Bambang.
    Dia menambahkan bahwa sebelum didistribusikan ke masyarakat, setiap jenis bahan bakar sudah melalui tahap uji kelayakan di laboratorium Lemigas.
    “Lemigas sendiri sudah mengakui bahwa mereka setiap tahun melakukan uji sampling. Bahkan standarnya memang begitu. Sebelum produk itu didistribusikan ke masyarakat, wajib diuji,” ungkap dia.
    Usai pengambilan sampel di SPBU Jambore, Bambang beserta rombongan dan perwakilan Ditjen Migas serta Balai Besar Lemigas menuju ke lokasi kedua, yakni SPBU Shell di perbatasan Depok dan Cibubur.
    Di lokasi tersebut, rombongan meminta petugas SPBU Shell untuk mengambil sampel BBM RON 92 atau Shell Super.
    Namun, proses pengambilan sampel BBM tersebut tak diperkenankan untuk diliput.
    Meski begitu, Bambang menunjukkan sampel yang telah diambil dan telah dimasukkan ke dalam wadah milik petugas Lemigas.
    Adapun sampel-sampel yang telah diambil tersebut selanjutnya akan dibawa ke Balai Besar Lemigas untuk diuji lebih lanjut di laboratorium.
    “Hasil ujinya kemungkinan keluar besok. Insya Allah Pak Menteri ESDM langsung yang akan mengumumkan,” pungkas dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bos Shell Blak-blakan Biang Kerok Stok BBM Langka: Ada Hal di Luar Kendali

    Bos Shell Blak-blakan Biang Kerok Stok BBM Langka: Ada Hal di Luar Kendali

    Jakarta

    Shell Indonesia mengungkap biang kerok kelangkaan stok pada medio Januari 2025. Penyebabnya terkait masalah izin impor dari Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) yang berada di luar kendali Shell.

    Hal ini diungkapkan Presiden Direktur dan Country Chair Shell Indonesia Ingrid Siburian dalam rapat bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (26/2/2025). Hambatan rantai pasok itu lantaran izin impor untuk tahun 2025 belum diterbitkan yang berimbas SPBU Shell kehabisan stok BBM.

    “Keterlambatan tersebut karena adanya hambatan dari sisi supply atau rantai pasok. Hambatan tersebut memang merupakan kondisi di luar kendali kami,” kata Inggrid.

    “Karena yang dapat kami fokuskan adalah hal-hal yang memang dapat kami kendalikan,” ucapnya lagi.

    Inggrid bilang sudah mengajukan izin impor pada September 2024, persetujuan impor (PI) baru keluar dari pemerintah hingga berganti tahun. Saat ini Shell masih mengimpor BBM dari Singapura.

    “Pertama, kami telah menyampaikan permohonan neraca komoditas untuk tahun 2025, sebagai dasar untuk mendapatkan persetujuan impor pada bulan September 2024.”

    “Setelah kami mengajukan permohonan neraca komoditas, kami juga melakukan korespondensi dengan Kementerian terkait, yaitu ESDM, dan menyampaikan apa saja potensi yang akan terjadi, misalnya potensi stock out apabila terjadi keterlambatan dari sisi supply,” tambah dia.

    “Neraca komoditas kami dapatkan pada tanggal 20 Januari 2025 dan persetujuan impor kami dapatkan di 23 Januari 2025. Akan tetapi ketika mendapatkan neraca komoditas tersebut, sekitar 25 persen SPBU kami sudah mengalami stock out untuk beberapa varian,” jelasnya lagi.

    Setelah persetujuan impor terbit, stok BBM Shell berangsur-angsur mulai pulih lagi. Perlu waktu hampir 20 hari untuk bisa distribusi BBM dari Singapura hingga masuk ke jaringan SPBU Shell.

    “Dibutuhkan waktu untuk mempersiapkan dari mulai penunjukan kapal, persiapan produk, kami harus bongkar di terminal, sampai distribusi dari terminal ke SPBU itu membutuhkan waktu sekitar hampir 20 hari,” kata dia.

    “Seluruh SPBU kami sudah bisa beroperasi seperti sedia kala,” jelasnya lagi.

    President Director PT Aneka Petroindo Raya Vanda Laura mengakui pada awal tahun ini pihaknya sempat mengalami kelangkaan stok BBM BP di sejumlah SPBU yang dikelola perusahaan. Terutama untuk stok produk BBM BP 92 dan BP Ultimate (RON 95).

    “Pada bulan Januari dan Februari jaringan SPBU kami beroperasi secara normal. Namun ada beberapa jaringan SPBU kami yang tidak dapat melayani BBM secara lengkap karena keterbatasan stok,” kata Vanda dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (26/2/2025).

    “Memang pada saat itu terjadi kendala stok tetapi sampai saat ini kondisi sudah kembali normal. Ada beberapa hal yang perlu kami sampaikan di sini memang di antaranya adalah proses pengadaan itu butuh waktu,” terangnya lagi.

    (riar/rgr)