Perusahaan: Reuters

  • Israel Terus Serang Pusat Kota Beirut, Ratusan Orang Tewas

    Israel Terus Serang Pusat Kota Beirut, Ratusan Orang Tewas

    Jakarta

    Sejumlah kantor berita mengutip beberapa saksi mata yang mengatakan bahwa serangan udara Israel menghantam sebuah gedung apartemen di pusat Kota Beirut.

    Jika terkonfirmasi, insiden ini akan menjadi serangan pertama Israel di pusat kota Beirut dalam hampir satu tahun pertempuran antara Israel dan Hizbullah. Serangan ini terjadi di tengah gempuran yang terus berlanjut di seluruh Lebanon.

    Kantor berita Reuters melaporkan bahwa lantai atas sebuah gedung apartemen di distrik Kola, Beirut, terkena serangan, mengutip saksi mata yang mendengar suara ledakan dan melihat asap mengepul dari lantai atas gedung tersebut.

    Kantor berita AFP mengutip sumber keamanan yang mengatakan bahwa sebuah pesawat tak berawak Israel menghantam sebuah apartemen milik kelompok Jamaa Islamiya, yang menyebabkan empat orang tewas. Namun, kejadian ini tidak dapat diverifikasi secara independen.

    Ada beberapa serangan lain di Beirut, termasuk yang menewaskan pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah pada hari Jumat (27/09).

    Lebanon: Lebih dari 100 orang tewas dalam 24 jam terakhir

    Pada hari Minggu (29/09), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Lebanon mengatakan bahwa 105 orang telah terbunuh dalam serangan Israel dalam kurun waktu 24 jam.

    Kemenkes menyebut 359 orang juga terluka ketika Israel menyerang beberapa bagian Lebanon selatan, termasuk pinggiran Kota Beirut.

    IDF mengatakan bahwa mereka akan melanjutkan serangan di Lebanon dengan tujuan “merusak dan menurunkan kemampuan militer dan infrastruktur Hizbullah.”

    Sayap kiri Palestina: Tiga anggota tewas dalam serangan di Beirut

    Kelompok militan Palestina, Front Populer untuk Pembebasan Palestina (Popular Front for the Liberation of Palestine/PLFP) mengatakan bahwa tiga anggotanya tewas dalam serangan Israel di distrik Kola, Beirut, Senin (30/09).

    Serangan yang belum dikonfirmasi oleh Israel ini merupakan gempuran pertama di dalam wilayah Kota Beirut sejak tanggal 7 Oktober 2023.

    Dalam sebuah pernyataan, PLFP mengatakan bahwa Kepala Keamanan Militer, Mohammad Abdel-Aal, Komandan Militer Imad Odeh, dan anggota ketiga, Abdelrahman Abdel-Aal tewas dalam serangan itu.

    PFLP adalah kelompok sayap kiri sekuler, yang bersekutu dengan Hizbullah dalam mendukung kelompok Palestina Hamas melawan Israel. Hizbullah dan Hamas dinyatakan sebagai kelompok teror oleh AS, Inggris, Jerman, Uni Eropa dan beberapa negara lain.

    Pakar Timur Tengah: Israel sadar Hizbullah “lebih tidak efisien”

    Kepada DW, seorang penulis dan peneliti senior dari Program Politik Arab di Washington Institute, Hanin Ghaddar, mengatakan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi keputusan Israel untuk meningkatkan konflik di Lebanon.

    “Pertama, tentara Israel tidak lagi dibutuhkan dalam jumlah besar di Gaza. Operasi militer di Gaza sudah hampir berakhir dan sisanya yang dibutuhkan tidak memerlukan banyak tentara Israel,” ucap Ghaddar.

    Kedua, Ghaddar mengatakan bahwa Israel menyadari bahwa “sangat mudah untuk menyusup ke Hizbullah dengan intelijen mereka, kemudian Hizbullah jauh lebih terdampak daripada yang mereka kira dan jauh lebih tidak efisien.”

    Ghaddar mengatakan bahwa kurangnya efisiensi berarti Iran juga tidak ingin Hizbullah merespons.

    Mengenai pertanyaan tentang seberapa parah Hizbullah terkena dampak dari serangan terhadap kepemimpinannya, Ghaddar mengatakan, apa yang terjadi pada dasarnya adalah “pembunuhan terhadap Hizbullah.”

    “Apa yang kita lihat bukan hanya pembunuhan terhadap pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, ini adalah pembunuhan terhadap Hizbullah itu sendiri dengan melenyapkan para pendirinya,” kata Ghaddar.

    mh/ha/hp (Reuters, AFRP, AP, dpa)

    (ita/ita)

  • Serang Jantung Kota Beirut, Israel Targetkan Militan Palestina

    Serang Jantung Kota Beirut, Israel Targetkan Militan Palestina

    Beirut

    Serangan udara Israel untuk pertama kalinya menghantam jantung kota Beirut, ibu kota Lebanon, pada Senin (30/9) waktu setempat. Dalam serangan ini, Tel Aviv menargetkan kelompok militan bersenjata Palestina yang ada di Beirut.

    Sumber keamanan Lebanon, seperti dilansir AFP dan Al Jazeera, Senin (30/9/2024), menyebut serangan drone Israel menargetkan sebuah “apartemen milik Jamaa Islamiya” — sebuah kelompok Islamis di Lebanon. Serangan itu disebut berlangsung sejak Minggu (29/9) dini hari hingga Senin (30/9) pagi waktu setempat.

    Sejumlah saksi mata Reuters menuturkan bahwa serangan drone itu menghantam lantai atas sebuah gedung apartemen di distrik Kola, Beirut.

    Tayangan televisi lokal Lebanon menunjukkan sebagian lantai bangunan yang menjadi target serangan itu rata dengan tanah. Distrik Kola yang menjadi lokasi serangan itu merupakan area mayoritas warga Sunni, yang terletak di dekat ruas jalanan yang menghubungkan ibu kota dengan bandara Beirut.

    Otoritas Lebanon belum melaporkan jumlah korban tewas secara resmi akibat serangan tersebut. Namun laporan AFP sebelumnya menyebut sedikitnya empat orang tewas.

    Yang jelas, serangan udara Israel itu menjadi yang pertama dilancarkan Israel terhadap jantung kota Beirut sejak negara itu melancarkan operasi pengeboman di Lebanon dua pekan lalu dan sejak konflik dengan Hizbullah meningkat pada akhir tahun lalu. Selama ini, Tel Aviv banyak menyerang target Hizbullah di pinggiran selatan Beirut dan Lebanon bagian selatan.

    Kelompok militan Palestina, Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP), dalam pernyataan terpisah mengakui tiga pemimpinnya tewas dalam serangan Israel yang menghantam distrik Kola di Beirut.

    Ketiga pemimpin PFLP yang tewas itu diidentifikasi sebagai Mohammad Abdel-Aal selaku anggota biro politik PFLP dan kepala keamanan militer kelompok tersebut, kemudian Imad Odeh dan Abdelrahman Abdel-Aal yang merupakan komandan militer PFLP di Lebanon.

    PFLP yang beraliran sayap kiri sekuler ini merupakan kelompok militan Palestina yang juga terlibat dalam perang melawan Israel. Namun PFLP tidak terlibat langsung dalam pertempuran lintas perbatasan antara Hizbullah dan Israel yang meningkat beberapa bulan tersebut.

    Militer Israel sejauh ini belum memberikan pernyataan resmi atas serangan di jantung kota Beirut tersebut.

    Serangan terhadap jantung kota Beirut itu dilancarkan Israel setelah menewaskan pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah dalam serangan pada Jumat (27/9). Tel Aviv mengalihkan fokusnya dari Jalur Gaza ke Lebanon dalam beberapa hari terakhir, dengan menyerang posisi sekutu regional Iran di negara tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Iran Tegaskan Terus Dukung Hizbullah hingga ‘Pembebasan Yerusalem’

    Iran Tegaskan Terus Dukung Hizbullah hingga ‘Pembebasan Yerusalem’

    Teheran

    Iran menegaskan akan terus mendukung kelompok Hizbullah, yang bermarkas di Lebanon, hingga “pembebasan Yerusalem”. Penegasan Teheran itu disampaikan setelah kematian pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah dalam serangan udara Israel di pinggiran selatan Beirut pada Jumat (27/9).

    Seperti dilansir Al Arabiya, Senin (30/9/2024), penegasan itu disampaikan oleh Komandan Pasukan Quds Iran, Brigadir Jenderal Esmail Qaani, dalam pernyataan terbarunya yang dirilis pada Minggu (29/9) waktu setempat.

    Pasukan Quds merupakan salah satu dari lima cabang dalam Korps Garda Revolusi Iran (IRGC), dengan spesialisasi dalam peperangan non-konvensional dan operasi intelijen militer. Pasukan Quds bertanggung jawab atas operasi IRGC di luar wilayah Iran atau di luar negeri.

    “Insya Allah, kami akan tetap berada di sisi Anda (Hizbullah-red) dalam melanjutkan jalannya (Nasrallah-red) hingga penaklukan Palestina dan pembebasan Yerusalem,” tegas Qaani dalam pernyataannya seperti dikutip kantor berita IRNA.

    Hizbullah mengonfirmasi kematian Nasrallah dalam serangan udara Israel yang menghantam pinggiran selatan Beirut pada Jumat (27/9) waktu setempat. Disebutkan Hizbullah bahwa Nasrallah terbunuh bersama anggota-anggota Hizbullah lainnya “setelah serangan berbahaya Zionis di pinggiran selatan Beirut”.

    Terdapat juga komandan senior IRGC, Abbas Nilforoushan, di antara korban tewas dalam serangan Israel tersebut. Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran, Abbas Araghchi, telah bersumpah bahwa pembunuhan Nilforoushan oleh Israel “tidak akan dibiarkan begitu saja”.

    Iran telah mempersenjatai dan mendanai Hizbullah selama beberapa dekade terakhir. Kelompok Hizbullah secara luas dianggap sebagai proksi Iran yang paling kuat di kawasan Timur Tengah.

    Presiden Iran Kecam Serangan Israel terhadap ‘Poros Perlawanan’

    Kecaman dilontarkan Presiden Iran Masoud Pezeshkian, pada Minggu (29/9), terhadap rentetan serangan militer Israel yang menargetkan Houthi di Yaman dan Hizbullah di Lebanon.

    Pezehskian menegaskan Tel Aviv tidak boleh dibiarkan menyerang satu demi satu negara yang tergabung dalam “Poros Perlawanan”, yang mendukung Iran dan menentang Israel.

    Usai menewaskan Nasrallah, Isael terus melanjutkan serangannya, dengan pada Minggu (29/9) waktu setempat, menargetkan Houthi di Yaman dan menyerang puluhan target Hizbullah lainnya di Lebanon. Dicetuskan oleh Pezeshkian dalam pernyataannya bahwa Lebanon seharusnya didukung.

    “Para petempur Lebanon tidak boleh dibiarkan sendirian dalam pertempuran ini agar rezim Zionis tidak menyerang negara-negara Poros Perlawanan satu per satu,” ucap Pezeshkian dalam pernyataannya seperti dilansir Reuters.

    Untuk kematian komandan senior IRGC, Abbas Nilforoushan, dalam serangan Israel di Lebanon, Pezeshkian juga menegaskan bahwa “reaksi tegas” akan diberikan oleh Iran.

    “Kami tidak dapat menerima tindakan seperti itu dan tindakan tersebut tidak akan dibiarkan begitu saja. Reaksi tegas diperlukan,” cetusnya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Pertama Kali, Israel Serang Jantung Kota Beirut

    Pertama Kali, Israel Serang Jantung Kota Beirut

    Beirut

    Serangan udara terbaru Israel menghantam sebuah gedung apartemen di Beirut, ibu kota Lebanon, pada Senin (30/9) hingga menewaskan sedikitnya empat orang. Itu menjadi serangan udara pertama Tel Aviv terhadap jantung kota Beirut, sejak konflik melawan Hizbullah meningkat beberapa bulan terakhir.

    Israel, yang terlibat pertempuran lintas perbatasan dengan Hizbullah sejak perang berkecamuk di Jalur Gaza pada Oktober tahun lalu, selama ini banyak menyerang target-target di Lebanon bagian selatan, yang menjadi lokasi sebagian besar operasi Hizbullah, atau di pinggiran selatan Beirut.

    Dalam beberapa bulan terakhir, Israel mengalihkan fokusnya dari Jalur Gaza ke Lebanon, dengan melancarkan rentetan serangan terhadap target-target sekutu regional Iran tersebut. Salah satu serangan Tel Aviv telah menewaskan pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah di pinggiran selatan Beirut pada Jumat (27/9).

    Israel terus melanjutkan serangannya di Lebanon, dengan menurut sumber keamanan setempat seperti dilansir AFP, Senin (30/9/2024), serangan drone Tel Aviv menargetkan sebuah “apartemen milik Jamaa Islamiya” — sebuah kelompok Islamis di Lebanon.

    Serangan drone itu dilaporkan menewaskan sedikitnya empat orang.

    Dalam pernyataan terpisah, kelompok militan Palestina, Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP), mengakui tiga pemimpinnya tewas dalam serangan Israel yang menghantam distrik Kola di Beirut.

    Ketiga pemimpin PFLP yang tewas itu diidentifikasi sebagai Mohammad Abdel-Aal selaku kepala keamanan militer kelompok tersebut, kemudian Imad Odeh dan Abdelrahman Abdel-Aal yang merupakan komandan militer mereka. PFLP merupakan kelompok militan Palestina yang juga terlibat dalam perang melawan Israel.

    Sejumlah saksi mata Reuters menuturkan bahwa serangan drone itu menghantam lantai atas sebuah gedung apartemen di distrik Kola pada Senin (30/9).

    Sementara itu, militer Israel dalam pernyataan via Telegram mengatakan pasukannya melancarkan serangan udara terbaru terhadap puluhan target Hizbullah di wilayah Bekaa, Lebanon bagian timur, pada Senin (30/9).

    “Akan terus menyerang dengan kuat, menghancurkan dan melemahkan kemampuan militer Hizbullah dan infrastruktur di Lebanon,” tegas militer Israel.

    Tayangan televisi lokal menunjukkan sebagian lantai bangunan yang menjadi target serangan itu rata dengan tanah. Distrik Kola yang menjadi lokasi serangan itu merupakan area mayoritas warga Sunni, yang terletak di dekat ruas jalanan yang menghubungkan ibu kota dengan bandara Beirut.

    Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan sedikitnya 105 orang tewas dan 359 orang lainnya luka-luka akibat serangan udara Israel di Lebanon sepanjang Minggu (29/9).

    Secara total, menurut Kementerian Kesehatan Lebanon, lebih dari 1.000 orang tewas dan sekitar 6.000 orang lainnya mengalami luka-luka akibat rentetan serangan Israel yang berlangsung selama dua pekan terakhir di wilayahnya. Tidak disebut lebih spesifik soal berapa banyak warga sipil yang tewas.

    Pemerintah Beirut juga menyebut sekitar satu juta orang — atau seperlima dari total populasi Lebanon — telah mengungsi dari rumah-rumah mereka. Perdana Menteri (PM) Lebanon, Najib Mikati, menyebutnya sebagai “gerakan pengungsian terbesar” dalam sejarah negaranya.

    Saksikan juga Blak-blakan: Danny Pomanto, Dedikasi ‘Anak Lorong’ Untuk Kota Makassar

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Jenazah Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah Telah Ditemukan

    Jenazah Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah Telah Ditemukan

    Beirut

    Jenazah pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah telah ditemukan di lokasi serangan udara Israel di pinggiran selatan Beirut, ibu kota Lebanon. Menurut sumber medis dan sumber keamanan Lebanon, jenazah Nasrallah ditemukan dalam keadaan utuh setelah serangan Israel yang menewaskannya pada Jumat (27/9) waktu setempat.

    Kelompok Hizbullah, dalam pernyataan pada Sabtu (28/9), mengonfirmasi kematian Nasrallah yang telah memimpin kelompok itu selama 30 tahun terakhir. Disebutkan Hizbullah bahwa Nasrallah terbunuh bersama anggota-anggota Hizbullah lainnya “setelah serangan berbahaya Zionis di pinggiran selatan Beirut”.

    Namun, tidak disebutkan lebih lanjut soal bagaimana tepatnya Nasrallah terbunuh atau kapan pemakamannya akan dilakukan.

    Sumber medis dan sumber keamanan Lebanon, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Senin (30/9/2024), mengungkapkan pada Minggu (29/9) waktu setempat. bahwa jenazah Nasrallah telah ditemukan dalam kondisi utuh dan tidak memiliki luka langsung akibat serangan Israel tersebut.

    Menurut kedua sumber yang dikutip Reuters tersebut, tampaknya penyebab kematian Nasrallah adalah trauma benda tumpul akibat dampak ledakan yang terjadi saat gempuran Israel menghantam.

    Kematian Nasrallah sejauh ini menjadi pukulan paling signifikan dalam dua pekan terakhir bagi Hizbullah, yang dilanda rentetan serangan mematikan terhadap ribuan perangkat komunikasi nirkabel yang digunakan para anggotanya.

    Militer Israel juga meningkatkan serangan udara yang dilaporkan telah menewaskan beberapa komandan senior Hizbullah dan menghantam sebagian besar wilayah Lebanon.

    Usai menewaskan Nasrallah, Tel Aviv terus melanjutkan serangannya, dengan pada Minggu (29/9), menargetkan puluhan posisi Hizbullah lainnya di Lebanon. Otoritas setempat melaporkan sedikitnya 105 orang tewas akibat serangan udara Israel di Lebanon sepanjang Minggu (29/9) waktu setempat.

    Kementerian Kesehatan Lebanon, dalam pernyataannya, menyebut lebih dari 1.000 orang tewas dan sekitar 6.000 orang lainnya mengalami luka-luka akibat rentetan serangan Israel yang berlangsung selama dua pekan terakhir di wilayahnya. Tidak disebut lebih spesifik soal berapa banyak warga sipil yang tewas.

    Pemerintah Beirut juga menyebut sekitar satu juta orang — atau seperlima dari total populasi Lebanon — telah mengungsi dari rumah-rumah mereka.

    Israel telah bersumpah akan terus melancarkan serangan hingga bagian utara wilayahnya kembali aman bagi ribuan warganya, yang sebelumnya terpaksa mengungsi akibat rentetan serangan roket Hizbullah dari Lebanon.

    Drone-drone militer Israel dilaporkan mengudara di wilayah udara Beirut sepanjang Minggu (29/9), dengan suara ledakan keras dari rentetan serangan udara menggema di sekitar ibu kota Lebanon.

    Kebanyakan serangan Israel dilancarkan terhadap wilayah Lebanon bagian selatan, yang menjadi lokasi sebagian besar operasi Hizbullah yang didukung Iran, atau di pinggiran selatan Beirut.

    Lihat Video ‘Israel-Hizbullah Memanas, Lebanon Desak Diplomasi’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Perang Besar-besaran Bukan Cara Pulangkan Warga ke Israel Utara

    Perang Besar-besaran Bukan Cara Pulangkan Warga ke Israel Utara

    Washington DC

    Pemerintah Amerika Serikat (AS) memperingatkan Israel, sekutu dekatnya, bahwa mereka tidak akan bisa memulangkan warganya dengan aman ke wilayah utara negara tersebut, jika melancarkan perang besar-besaran dengan kelompok Hizbullah atau pun Iran.

    Diketahui bahwa dalam beberapa bulan terakhir, warga-warga Israel di wilayah utara negara itu, yang berbatasan dengan Lebanon bagian selatan, terpaksa mengungsi dari rumah-rumah mereka akibat semakin meningkatnya serangan lintas perbatasan dari kelompok Hizbullah.

    Eskalasi konflik terjadi sejak dua pekan terakhir, ketika militer Israel melancarkan serangan udara besar-besaran terhadap target-target Hizbullah di Lebanon bagian selatan dan di pinggiran selatan Beirut.

    Pada Jumat (27/9) waktu setempat, serangan udara Israel yang menargetkan pinggiran selatan Beirut berhasil menewaskan pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah. Tel Aviv lantas terus melanjutkan serangannya, dengan pada Minggu (29/9), menargetkan lebih banyak posisi Hizbullah di Lebanon.

    Tujuan utama dari serangan-serangan udara itu, menurut militer Israel, adalah membuat wilayah utara negara tersebut aman dari serangan roket Hizbullah dan memungkinkan kembalinya ribuan warga Israel ke rumah-rumah mereka di area tersebut usai mengungsi akibat serangan lintas perbatasan.

    “Perang besar-besaran dengan Hizbullah, tentu saja dengan Iran, bukanlah cara yang tepat untuk mewujudkan hal tersebut,” ucap juru bicara keamanan nasional Gedung Putih, John Kirby, mengingatkan Israel, seperti dilansir Reuters, Senin (30/9/2024).

    “Jika Anda ingin orang-orang kembali ke rumah-rumah mereka dengan aman dan berkelanjutan, kami meyakini bahwa jalur diplomasi adalah jalur yang tepat,” cetusnya saat berbicara kepada media terkemuka AS, CNN, pada Minggu (29/9).

    Disebutkan Kirby bahwa AS sedang mengamati apa yang dilakukan Hizbullah untuk mengisi kekosongan kepemimpinan sejak kematian Nasrallah. “Dan terus berbicara dengan Israel soal langka-langkah tepat selanjutnya,” katanya.

    Kementerian Kesehatan Lebanon, dalam pernyataannya, menyebut lebih dari 1.000 orang tewas dan sekitar 6.000 orang lainnya mengalami luka-luka akibat rentetan serangan Israel yang berlangsung selama dua pekan terakhir. Tidak disebut lebih spesifik soal berapa banyak warga sipil yang tewas.

    Pemerintah Beirut juga menyebut sekitar satu juta orang — atau seperlima dari total populasi Lebanon — telah mengungsi dari rumah-rumah mereka.

    “Kami tidak menyangkal fakta bahwa kami tidak melihat eksekusi taktis dengan cara yang sama yang mereka lakukan dalam hal perlindungan (warga sipil),” ujar Kirby dalam pernyataannya.

    Dia menegaskan kembali bahwa dukungan AS terhadap keamanan Israel sangatlah kuat. AS merupakan sekutu lama Israel dan pemasok senjata terbesar untuk negara tersebut.

    Pada Sabtu (28/9) waktu setempat, Iran bersumpah akan membela kepentingan nasional dan keamanan mereka, tanpa memberikan rincian lebih lanjut. Teheran juga menyerukan digelarnya pertemuan darurat Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk membahas serangan-serangan Israel.

    “Kami telah melihat retorika yang keluar dari Teheran. Kami akan melihat dan menantikan apa yang mereka lakukan,” ucap Kirby dalam pernyataannya.

    Lihat Video ‘Demo Protes Tewasnya Pemimpin Hizbullah di Pakistan Ricuh!’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Bagaimana Ledakan Pager di Lebanon Mengubah Dinamika Timur Tengah?

    Bagaimana Ledakan Pager di Lebanon Mengubah Dinamika Timur Tengah?

    Jakarta

    Perang di Gaza selama ini selalu berpotensi merembet ke mana-mana.

    Serangan roket hampir setiap hari di dan sekitar Israel utara oleh Hizbullah, sekutu Hamas di Lebanon dan serangan udara oleh Israel telah menyebabkan puluhan ribu warga sipil di kedua sisi perbatasan mengungsi.

    Meski begitu, para pakar sebelumnya meyakini Israel dan Hizbullah sama-sama menghindari eskalasi konflik yang signifikan.

    Semua berubah pekan lalu, saat ribuan anggota Hizbullah jadi target ledakan pager dan walkie-talkie.

    Israel diyakini berada di balik serangan ini.

    Namun, mengapa Israel melakukan ini, dan mengapa pekan lalu? Apa yang mereka katakan tentang operasi perang modern? Dan, apa yang bakal terjadi dalam beberapa pekan ke depan? Seberapa besar kemungkinan terjadinya perang darat besar-besaran antara Israel dan Hizbullah?

    Asal muasal Hizbullah

    Pertama-tama, penting untuk memahami apa itu Hizbullah dan asal muasalnya.

    Awalnya, Hizbullah menampilkan diri sebagai kelompok perlawanan terhadap Israel dan perwakilan suara komunitas Syiah di Lebanon, kata Lina Khatib, direktur Institut Timur Tengah di SOAS University of London.

    Namun, ketika Israel menarik diri dari Lebanon pada 2000, Hizbullah tetap mempertahankan persenjataannya, meski itu melanggar resolusi PBB yang mengharuskannya melucuti senjata.

    Hizbullah terus menampilkan diri sebagai kekuatan yang diperlukan untuk mempertahankan Lebanon hingga kemudian “menjadi aktor politik paling kuat di negara itu”, kata Khatib.

    Getty ImagesPasukan Hizbullah pada Rabu (25/09) menghadiri pemakaman Ibrahim Mohammed Kobeissi dan Hussein Ezzedine, komandan Hizbullah yang tewas sehari sebelumnya dalam serangan Israel di pinggiran selatan Beirut.

    Meskipun terwakili dalam pemerintahan Lebanon, kekuatan Hizbullah yang sebenarnya ada di balik layar, kata Khatib.

    Apalagi, sebagai kelompok bersenjata yang menurut banyak analis lebih kuat daripada tentara Lebanon, Hizbullah memiliki kemampuan untuk mengintimidasi lawan-lawannya.

    “Mereka mampu menetapkan agenda kebijakan luar negeri Lebanon dalam skala besar, serta menyatakan perang yang pada dasarnya atas nama Lebanon,” kata Khatib.

    Hizbullah juga mendapat dukungan Iran, yang bahkan kini menjadi “pelindung utama” kelompok tersebut, kata Shashank Joshi, editor isu pertahanan The Economist.

    “Tidak ada semacam komando langsung, tetapi keduanya sangat, sangat terkait erat dalam tujuan dan praktik,” kata Joshi.

    Serangan ke rantai pasok Hizbullah

    Saat membahas ledakan pager dan walkie-talkie yang menyasar anggota Hizbullah, kata-kata yang seharusnya digunakan adalah “Israel diyakini telah melakukannya”. Itu karena Israel belum mengonfirmasi langsung bahwa mereka pelakunya.

    Namun, ini adalah jurus lama para pejabat Israel.

    Terkasi operasi Israel di Tepi Barat dan Gaza, “mereka cenderung angkat tangan, tetapi tidak saat itu terkait Lebanon atau Iran”, kata Ronen Bergman, jurnalis investigasi asal Israel yang bekerja untuk The New York Times.

    Banyak pihak menyebut serangan itu dilakukan oleh Mossad, dinas intelijen luar negeri Israel.

    Tidak seperti badan-badan serupa lainnya di seluruh dunia, peran Mossad tidak hanya terbatas pada pengumpulan informasi intelijen, menurut Bergman.

    Mossad juga menganggap sudah menjadi tugasnya untuk menggunakan informasi intelijen yang dikumpulkannya untuk menjalankan apa yang disebut “operasi kinetik atau agresif atau fisik”, termasuk yang melibatkan “bahan peledak, sabotase, pembunuhan yang ditargetkan”, kata Bergman.

    Jadi, apa yang kita ketahui sejauh ini soal ledakan pager dan walkie-talkie tersebut?

    Menurut Joshi, tampaknya itu adalah serangan terhadap rantai pasok. Mossad diduga mendirikan perusahaan-perusahaan yang tampaknya telah memproduksi pager asli selama beberapa waktu.

    Dan, di pager-pager yang bakal dikirim untuk Hizbullah, tampaknya Mossad menempatkan bahan peledak yang dapat mereka picu dari jarak jauh.

    Pada 2018, kata Bergman, seorang perwira intelijen muda Mossad mendapat informasi bahwa Hizbullah mulai menggunakan pager dalam operasinya. Dari sana, ia melontarkan ide agar Mossad menyusup ke rantai pasok mereka.

    Sekitar 4.500 perangkat jebakan lantas dipasok ke Hizbullah, imbuh Bergman.

    Bahkan, beberapa laporan mengatakan Mossad tahu keberadaan dan pemilik pager tersebut sebelum meledakkannya. Namun, Joshi skeptis dengan klaim ini.

    Ia juga mengatakan, “Ini bukan serangan siber ajaib, yang bisa membuat baterainya terbakar secara spontan oleh kode pintar seperti yang mungkin orang-orang awalnya pikirkan atau duga.”

    Rekaman CCTV yang menunjukkan ledakan pager-pager itu kemudian tersebar dan disiarkan di berbagai belahan dunia.

    AFP Ledakan pager dan walkie-talkie dilaporkan terjadi di Lebanon selatan, termasuk kota Sidon, serta pinggiran selatan Beirut, dan Lembah Bekaa.

    Selain mengejutkan, video-video itu memberi kita gambaran besar soal organisasi dan struktur Hizbullah, kata Khatib.

    Biasanya, kelompok itu beroperasi dengan tingkat kerahasiaan yang tinggi.

    “Tidak semua anggotanya dikenal, terkadang bahkan keluarga mereka sendiri tidak tahu,” ujar Khatib.

    Jadi, serangan itu mengungkap siapa saja sebenarnya anggota Hizbullah yang dibayar. Informasi itu, katanya, terbukti berguna bagi Israel.

    “Salah satu [korban ledakan] yang berakhir di rumah sakit sempat dikunjungi oleh seseorang, dan pengunjung itu kemudian dilacak oleh Israel,” kata Khatib.

    “Ini membuat mereka mampu mencari tahu lokasi pertemuan para pemimpin Hizbullah pada hari Jumat setelah serangan tersebut.”

    Para komandan Hizbullah tersebut kemudian menjadi sasaran serangan Israel, imbuhnya.

    Bagi sebagian orang, serangan itu tampak seperti jenis peperangan baru. Namun, Joshi tidak begitu yakin.

    “Mungkin saja jika Anda ingin menaruh bahan peledak di dalam telepon, pager, pisang. [Itu bisa saja] jika Anda mau melakukannya. Intinya adalah untuk tujuan apa?” kata Joshi.

    Getty Images Ledakan pager dan walkie-talkie menyebabkan kerusakan di rumah-rumah dan melukai ribuan orang di Lebanon pada 17-18 September 2024.

    Ia mengatakan AS sebelumnya sempat mempertimbangkan untuk melakukan serangan serupa, tapi batal karena memikirkan implikasi yang dapat terjadi.

    Sekarang, semua orang tahu Israel mampu melakukan operasi semacam itu dan, karenanya, dapat mengambil langkah-langkah pencegahan di masa mendatang, termasuk dengan membongkar perangkat dan memeriksa apakah ada bahan peledak di sana.

    Karena itu, menurutnya, “Kita tidak akan melihat banyak serangan seperti ini lagi [ke depannya].”

    Bisa dikatakan, ini adalah operasi yang hanya dapat dijalankan sekali. Sekali melakukannya, Anda tidak bisa mengulangnya.

    Atas alasan ini, Bergman mengatakan sempat ada perpecahan dalam hierarki Israel tentang apakah ini saat yang tepat untuk melakukannya.

    “Pemilihan waktu serangan itu menarik,” kata Bergman.

    “Banyak orang di lembaga pertahanan yang marah karena mereka mengatakan tombol ini tidak seharusnya ditekan di sini dan di saat ini.”

    Apa tujuan Israel sebenarnya?

    Semua ini menimbulkan pertanyaan tentang apa yang dipikirkan Israel.

    Sebelumnya, banyak yang mengira bahwa Israel menghindari konflik besar-besaran dengan Hizbullah, bahwa mereka tidak ingin ada dua medan pertempuran berbeda saat masih berperang di Gaza.

    Ledakan pager dan walkie-talkie itu mungkin menunjukkan bahwa perhitungan ini telah berubah.

    Namun, Bergman mengatakan sebagian besar jenderal Pasukan Pertahanan Israel (IDF), termasuk kepala stafnya, menentang invasi darat ke Lebanon.

    Apalagi, mempertimbangkan pengalaman mereka selama pendudukan pada 1980-an dan 1990-an, ini bisa menjadi “jebakan maut”, kata Bergman.

    Baca juga:

    Tujuannya, kata Bergman, bisa jadi adalah untuk memaksa sekretaris jenderal Hizbullah, Hassan Nasrallah, agar menyetujui gencatan senjata tanpa Israel harus mengakhiri perang di Gaza.

    Nasrallah telah berjanji ia tidak akan berhenti menunjukkan solidaritasnya terhadap Hamas hingga Israel mengakhiri perangnya di Gaza, kata Bergman.

    Dalam perkembangan terbaru, militer Israel mengeklaim telah membunuh Nasrallah dalam sebuah serangan di Beirut, Lebanon, pada Sabtu, (28/09). Hizbullah telah mengonfirmasi kematian pemimpinnya.

    Sementara itu, imbuhnya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak ingin mengakhiri perang dengan Hamas “demi integritas koalisinya”.

    Getty ImagesPerdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak ingin mengakhiri perang dengan Hamas “demi integritas koalisinya”.

    Perhitungannya, serangan pager dan walkie-talkie tersebut akan mengubah keseimbangan yang ada dan memungkinkan IDF untuk fokus pada Gaza.

    “Tentu saja, risikonya adalah ini akan memicu hal-hal lain. Alih-alih gencatan senjata dan solusi politik, hal ini akan mengarah pada perang habis-habisan,” kata Bergman.

    Khatib mengatakan akan “sangat bodoh” bagi Israel untuk mencoba invasi darat ke Lebanon selatan. Itu karena Hizbullah dinilai penuh persiapan, dengan pengalaman panjang dalam peperangan darat.

    Namun Joshi bilang risiko itu terjadi tetap ada.

    Serangan udara baru-baru ini terhadap depot senjata Hizbullah serta serangan terhadap pimpinan kelompok tersebut disebutnya sebagai “semua hal yang perlu Anda lakukan sebelum kampanye darat besar-besaran di Lebanon”.

    Hal itu membawa kita pada pertanyaan: apakah kapasitas Hizbullah telah begitu berkurang dalam beberapa minggu terakhir dan kepercayaan dirinya begitu terkikis sehingga ia kini tidak mampu berperang habis-habisan?

    Reuters Ledakan pager dan walkie-talkie pekan lalu ikut menewaskan anggota Hizbullah, Mohammed Ammar.

    Joshi mengatakan Hizbullah mengalami “pukulan telak” setelah melihat banyak pemimpinnya jadi korban.

    “Namun, saya pikir akan menjadi kesalahan besar untuk berpikir bahwa mereka tidak memiliki kekuatan rudal yang cukup besar,” ujarnya.

    Ribuan roket Hizbullah yang diarahkan ke Tel Aviv dan Haifa serta kota-kota Israel lainnya disebut sebagai alasan utama yang bisa jadi membuat Israel tidak ingin terlibat dalam perang habis-habisan.

    Selain itu, ribuan penduduk Israel utara pun telah dievakuasi dari rumah mereka karena perang lintas perbatasan.

    “Orang-orang yang bertahan adalah orang-orang yang mungkin tidak memiliki sarana untuk melarikan diri,” kata Khatib.

    “Tetapi yang pasti keadaan tampaknya tidak akan jadi tenang dalam waktu dekat.”

    Eskalasi konflik

    Israel mengatakan telah menyerang “puluhan” target Hizbullah lainnya dalam semalam, sehari setelah mengumumkan tewasnya pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah pada Sabtu (28/09).

    Dalam sebuah pernyataan yang diunggah di Telegram pada Minggu (29/09), IDF mengatakan bahwa target tersebut termasuk peluncur proyektil yang ditujukan ke Israel.

    Serangan tersebut menargetkan “gedung tempat senjata dan struktur militer organisasi tersebut disimpan,” menurut pernyataan Israel.

    Israel telah menyerang “ratusan” target Hizbullah dalam sehari terakhir, tambahnya.

    Media setempat melaporkan bahwa sedikitnya enam orang tewas di wilayah selatan negara itu dan sembilan lainnya di Lembah Bekaa, basis Hezbollah di Lebanon timur laut.

    Surat kabar berbahasa Arab An-Nahar mengatakan bahwa tiga orang tewas di kota Anquon di Lebanon selatan dan tiga lainnya tewas di lokasi lain di wilayah selatan Nabatieh.

    Getty ImagesKementerian Kesehatan Lebanon mengatakan ratusan orang telah tewas sejak terjadi eskalasi serangan Israel pada Senin (23/09).

    Lebih dari 50.000 orang yang tinggal di Lebanon telah mengungsi ke Suriah untuk melarikan diri dari serangan Israel, menurut Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi.

    “Lebih dari 200.000 orang kini mengungsi di Lebanon,” kata Filippo Grandi dalam sebuah unggahan di X, seraya menambahkan bahwa “operasi bantuan” PBB sedang berlangsung dalam “koordinasi dengan kedua pemerintah”.

    Sejak 8 Oktober, telah terjadi baku tembak lintas batas hampir setiap hari antara Israel dan Hizbullah dan sekitar 70.000 orang mengungsi dari Israel utara.

    Perdana Menteri Netanyahu telah memerintahkan IDF untuk terus bertempur dengan “kekuatan penuh” melawan Hizbullah, meskipun ada seruan dari AS dan sekutu lainnya untuk melakukan gencatan senjata.

    Pada Rabu (25/09), Panglima IDF Herzi Halevi pun mengatakan serangan udara Israel di Lebanon dapat membuka jalan bagi IDF untuk “memasuki wilayah musuh”.

    Wartawan Tom Bennett berkontribusi dalam laporan ini.

    (ita/ita)

  • Pertama Kali, Israel Serang Jantung Kota Beirut

    3 Pemimpin Militan Palestina Tewas dalam Serangan Israel di Beirut

    Beirut

    Kelompok militan Palestina, Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP), mengakui tiga pemimpinnya tewas dalam serangan Israel yang menghantam kota Beirut di Lebanon. Serangan ini terjadi saat Tel Aviv semakin meningkatkan serangan terhadap Hizbullah, yang didukung Iran, di negara tersebut.

    PFLP dalam pernyataannya, seperti dilansir Reuters, Senin (30/9/2024), menyebut tiga pemimpin kelompoknya tewas dalam serangan yang menargetkan distrik Kola di Beirut. Identitas ketiga pemimpin PFLP yang tewas tidak diungkap ke publik.

    Sejumlah saksi mata Reuters menuturkan bahwa serangan udara menghantam lantai atas sebuah gedung apartemen di distrik Kola pada Senin (30/9).

    Belum ada komentar langsung dari militer atas serangan tersebut.

    Semakin meningkatnya frekuensi serangan Israel terhadap Hizbullah di Lebanon dan Houthi di Yaman telah memicu kekhawatiran bahwa pertempuran di kawasan Timur Tengah bisa lepas kendali, bahkan melibatkan Iran dan Amerika Serikat (AS), sekutu utama Tel Aviv.

    PFLP merupakan kelompok militan Palestina lainnya yang juga terlibat dalam perang melawan Israel.

    Serangan udara Israel yang menargetkan pinggiran selatan Beirut telah menewaskan pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, pada Jumat (27/9) waktu setempat. Tel Aviv terus melanjutkan serangannya, dengan pada Minggu (29/9), menargetkan Houthi di Yaman dan menyerang puluhan target Hizbullah lainnya di Lebanon.

    Kementerian Kesehatan yang dikelola Houthi melaporkan sedikitnya empat orang tewas akibat serangan udara yang menghantam kota pelabuhan Hodeidah, dengan 29 orang lainnya mengalami luka-luka. Israel mengklaim serangannya sebagai pembalasan atas rentetan serangan udara Houthi.

    Sementara itu, di Lebanon, otoritas setempat melaporkan sedikitnya 105 orang tewas akibat serangan udara Israel pada Minggu (29/9).

    Kementerian Kesehatan Lebanon, dalam pernyataannya, menyebut lebih dari 1.000 orang tewas dan sekitar 6.000 orang lainnya mengalami luka-luka akibat rentetan serangan Israel yang berlangsung selama dua pekan terakhir di wilayahnya. Tidak disebut lebih spesifik soal berapa banyak warga sipil yang tewas.

    Pemerintah Beirut menyebut sekitar satu juta orang — atau seperlima dari total populasi Lebanon — telah mengungsi dari rumah-rumah mereka.

    Israel telah bersumpah akan terus melancarkan serangan hingga bagian utara wilayahnya kembali aman bagi warganya yang sebelumnya terpaksa mengungsi akibat rentetan serangan roket Hizbullah dari Lebanon.

    Drone-drone militer Israel dilaporkan mengudara di wilayah udara Beirut sepanjang Minggu (29/9), dengan suara ledakan keras dari rentetan serangan udara menggema di sekitar ibu kota Lebanon.

    Kebanyakan serangan Israel dilancarkan terhadap wilayah Lebanon bagian selatan, yang menjadi lokasi sebagian besar operasi Hizbullah yang didukung Iran, atau di pinggiran selatan Beirut.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Israel Pakai Bom Buatan AS dalam Serangan Tewaskan Pemimpin Hizbullah

    Israel Pakai Bom Buatan AS dalam Serangan Tewaskan Pemimpin Hizbullah

    Washington DC

    Bom yang digunakan militer Israel dalam serangan udara yang menewaskan pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah di Lebanon, pekan lalu, merupakan senjata berpemandu buatan Amerika Serikat (AS).

    Informasi tersebut, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Senin (30/9/2024), diungkapkan oleh seorang Senator senior AS, Mark Kelly, dalam wawancara dengan media terkemuka NBC pada Minggu (29/9) waktu setempat. Kelly merupakan Ketua Subkomite Angkatan Bersenjata Airland pada Senat AS.

    Pernyataan Kelly ini menandai indikasi pertama dari AS soal jenis persenjataan apa yang telah digunakan pasukan Tel Aviv dalam perangnya.

    Kelly, dalam wawancara dengan NBC, menyebut militer Israel menggunakan bom seri Mark 84 seberat 2.000 pon, atau setara 900 kilogram, dalam serangan udara terhadap target Hizbullah di wilayah Lebanon.

    “Kami telah melihat lebih banyak penggunaan amunisi berpemandu, JDAM, dan kami terus memasok senjata tersebut,” ucap Kelly, menggunakan kata singkatan untuk Joint Direct Attack Munitions.

    “Bom seberat 2.000 pon itulah yang digunakan, itu adalah bom seri Mark 84, untuk menghabisi Nasrallah,” sebutnya.

    Militer Israel, dalam pernyataan pada Sabtu (28/9) waktu setempat, mengklaim telah melenyapkan Nasrallah dalam serangan terhadap markas komando pusat kelompok Hizbullah di pinggiran selatan Beirut.

    Hizbullah, dalam pernyataan terpisah pada hari yang sama, mengonfirmasi kematian Nasrallah yang memimpin kelompok itu selama sekitar 30 tahun terakhir. Disebutkan Hizbullah bahwa Nasrallah terbunuh bersama anggota-anggota Hizbullah lainnya “setelah serangan berbahaya Zionis di pinggiran selatan Beirut”.

    Tel Aviv menolak untuk berkomentar mengenai senjata apa yang digunakan dalam serangan tersebut. Sedangkan Pentagon atau Departemen Pertahanan AS tidak bisa dihubungi untuk dimintai komentar.

    JDAM diketahui mampu mengubah bom terarah jenis standar dengan menggunakan sirip dan sistem panduan GPS menjadi senjata berpemandu. AS merupakan sekutu lama Israel dan merupakan pemasok senjata terbesar untuk negara Yahudi tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/zap)

  • Brasil Minta X Bayar Denda Tambahan Rp 27,8 Miliar Sebelum Cabut Pemblokiran

    Brasil Minta X Bayar Denda Tambahan Rp 27,8 Miliar Sebelum Cabut Pemblokiran

    Jakarta

    Perselisihan antara X, platform yang sebelumnya bernama Twitter, dengan pemerintah Brasil sepertinya akan segera berakhir. Tapi pemerintah Brasil masih punya satu permintaan sebelum mencabut blokir X di negaranya.

    Menurut laporan Reuters, Mahkamah Agung Brasil mengatakan X dapat kembali beroperasi di negara tersebut setelah membayar denda sebesar 10 juta real Brasil atau sekitar Rp 27,8 miliar.

    Hakim Alexandre de Moraes secara spesifik mendenda X pada tanggal 19 September 2024 karena memulihkan layanannya di Brasil untuk sebagian orang walaupun statusnya masih diblokir. Moraes juga kembali mendenda X setelah mengabaikan pemblokiran untuk kedua kalinya pada 23 September melalui Starlink.

    Jumlah tersebut belum termasuk denda sebesar 18,3 juta real Brasil (Rp 50,9 miliar) yang dijatuhkan sebelumnya kepada X. Pemerintah Brasil membekukan rekening milik X dan Starlink, dua perusahaan milik Elon Musk, untuk membayar denda tersebut.

    Moraes mengatakan pengadilan bisa menggunakan dana yang sudah dibekukan dari rekening X dan Starlink. Tapi, Starlink harus membatalkan bandingnya terhadap pemblokiran dana tersebut, seperti dikutip dari TechCrunch, Minggu (29/9/2024).

    Polemik ini dimulai ketika pemerintah Brasil meminta X untuk take down dan membekukan sejumlah akun yang diduga menyebarkan disinformasi di platform media sosial tersebut. Musk menolak permintaan tersebut karena dianggap sebagai bentuk penyensoran.

    Alih-alih mematuhi perintah otoritas Brasil, Musk malah menutup kantor X di Brasil pada akhir Agustus lalu. Sebagai balasannya, Moraes memerintahkan provider internet di Brasil untuk memblokir akses ke X dan mengancam pengguna yang menggunakan VPN untuk mengakses X dengan denda sebesar 50.000 real per hari.

    Tapi belum lama ini X dan Musk sepertinya berubah pikiran dan akhirnya setuju untuk menghapus akun yang diminta, membayar denda, dan menunjuk perwakilan hukum di Brasil.

    Akun Global Government Affairs milik X juga mengaku telah mematuhi permintaan pemerintah Brasil. Dalam postingannya di X, mereka mengatakan tetap menghormati kedaulatan negara tempatnya beroperasi dan menyediakan akses untuk pengguna di Brasil sangat penting bagi demokrasi.

    (vmp/vmp)