Perusahaan: PT Kereta Cepat Indonesia China

  • PDIP Bentuk Tim Kaji Proyek Kereta Cepat Whoosh – Page 3

    PDIP Bentuk Tim Kaji Proyek Kereta Cepat Whoosh – Page 3

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, secara blak-blakan tidak akan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menutupi pembayaran proyek kereta cepat Whoosh yang dikelola PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).

    Purbaya menjelaskan, alasan tidak mau membayar. Ia menilai dividen Danantara mampu membayar utang Whoosh tersebut. Bahkan diperkirakan dividen yang dimiliki Danantara sebesar Rp 80 – 90 triliun setiap tahunnya.

    “Sudah saya sampaikan (soal tidak mau membayar utang Whoosh memakai APBN). Kenapa? Karena kan Danantara terima dividen dari BUMN kan, hampir Rp 80 – 90 triliun. Itu cukup untuk menutup bayaran tahunan untuk kereta api cepat” kata Menkeu Purbaya usai Rapat Dewan Pengawas Danantara, di Wisma Danantara, Jakarta, Rabu (15/10/2025).

    Diketahui, utang Whoosh yang harus dibayar adalah Rp 2 triliun setiap tahun. Lebih lanjut, Purbaya mengatakan Danantara akan mempelajari usulan dari dirinya.

    Dalam kesempatan berbeda, saat ditemui di kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan keenganan membayar utang Whoos merupakan keputusan yang diambil karena sumber pembayaran proyek tersebut kini berasal dari BUMN holding investasi, bukan langsung dari kas negara.

    Menkeu Purbaya menjelaskan secara gamblang, bahwa dividen perusahaan pelat merah yang sebelumnya masuk ke APBN kini sudah dialihkan ke BPI Danantara. Artinya, APBN tidak perlu menanggung utang kereta cepat tersebut.

    “Tapi ketika sudah dipisahkan, dan seluruh dividen masuk ke Danantara, Danantara cukup mampu untuk membayar itu. Jadi bukan nggak dibayar, tapi Danantara, bukan APBN, kelihatannya. Arahnya saya maunya ke sana,” ujar Purbaya.

  • Bukan Restrukturisasi 60 Tahun, Ekonom Usul Ini untuk Bayar Utang Whoosh

    Bukan Restrukturisasi 60 Tahun, Ekonom Usul Ini untuk Bayar Utang Whoosh

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) memandang, kesepakatan restrukturisasi pembayaran utang Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) atau Whoosh selama 60 tahun tak akan menyelesaikan masalah. 

    Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira memandang penyelesaian utang tak dapat hanya menggunakan restrukturisasi dengan perpanjangan tenor. 

    “Kalau restrukturisasi cuma menambah tenor utang, enggak menyelesaikan masalah karena pokok utang masih akan tetap harus dibayar,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (22/10/2025). 

    Kesepakatan yang terungkap beberapa waktu lalu oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhur Binsat Pandjaitan tersebut, dinilai memiliki risiko yang sangat tinggi.

    Belum lagi, mempertimbangkan kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) dalam 60 tahun ke depan. 

    Bhima menuturkan, bahwa tekanan fiskal dalam kurun waktu lima tahun ke depan pun, masih cukup tinggi. 

    Ketimbang melakukan restrukturisasi biasa, kata Bhima, Danantara, pemerintah, maupun KAI harus mampu mendorong debt cancellation atau penghapusan utang. 

    “Artinya mengurangi beban pokok utang. Pakailah daya tawar bahwa selama ini RI sudah memberikan konsesi smelter nikel kepada China, fasilitas insentif fiskal, masa beban utang enggak dikurangi?” tutur Bhima. 

    Padahal, skema debt cancellation wajar dilakukan di sejumlah negara. Sekalipun tak memilih skema tersebut, seharusnya pemerintah pun dapat menawarkan debt swap atau pertukaran utang. 

    Misalnya, mempersilakan perusahaan China mengerjakan proyek-proyek kawasan berorientasi transit atau transit-oriented development (TOD) di kawasan Stasiun Whoosh. 

    Bhima menyayangkan keberadaan Whoosh dengan harga tiket yang cukup mahal. Seharusnya, justru pemerintah menyediakan layanan transportasi publik yang lebih cocok untuk kelas menengah ke bawah. 

    Terpisah, Peneliti di Inisiatif Strategis untuk Transportasi (Intrans) Ki Darmaningtyas pun memandang, sekalipun restrukturisasi dilakukan sehingga tagihan per tahunnya lebih rendah, tetapi operasional Whoosh belum maksimal. 

    “Kalau pendapatan tiket sama pendapatan non-tiket mungkin untuk operasional saja tidak cukup gitu. Jadi untuk operasional saja itu masih perlu subsidi dari negara. Misalnya direstrukturisasi 60 tahun, cicilan tiap tahunnya itu dari mana sumbernya?” tuturnya kepada Bisnis. 

    Menurut catatan KCIC, jumlah penumpang Whoosh tercatat belum mencapai potensi maksimal, meski terus menunjukkan peningkatan dalam dua tahun terakhir. 

    Sejak resmi beroperasi secara komersial pada 17 Oktober 2023, Whoosh telah melayani lebih dari 12 juta penumpang dengan rata-rata pertumbuhan yang konsisten setiap bulan. Puncaknya terjadi pada bulan Juni 2025 dengan 26.770 penumpang dalam satu hari.

    Padahal bila diasumsikan terisi penuh, jumlah penumpang Whoosh setidaknya mampu membawa 36.000 penumpang per hari dengan jumlah perjalanan yang sama seperti saat ini, yakni 62 perjalanan di hari biasa dan 56 perjalanan di akhir pekan.

    Sebelumnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa pihak China telah setuju terkait skema tersebut. Namun, saat ini pelaksanaannya masih tertunda. 

    “Kita mau lakukan tadi restrukturisasi dengan pihak China, dan itu mereka sudah setuju. Hanya kemarin pergantian pemerintahan ya tertunda,” ujarnya dalam acara 1 Tahun Prabowo—Gibran, dikutip pada Rabu (22/10/2025).  

    Luhut pun telah melakukan komunikasi dengan Kementerian Keuangan terkait restrukturisasi utang selama 60 tahun. Skema tersebut pun akan membuat pembayaran utang kepada China dapat lebih kecil. 

    “Misalnya [bayar] Rp2 triliun satu tahun, kemudian penerimaan [dari operasional Whoosh] Rp1,5 triliun,” tambah Luhut. 

    Meski demikian, Luhut tak menyebutkan sumber dana untuk pembayaran Whoosh tersebut. Padahal Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah terang-terangan menolak membayar utang kereta cepat tersebut. 

  • China Sepakat Restrukturisasi Utang Kereta Cepat Jadi 60 Tahun, Bakal Lunas 2085?

    China Sepakat Restrukturisasi Utang Kereta Cepat Jadi 60 Tahun, Bakal Lunas 2085?

    Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia dan China telah sepakat untuk melakukan restrukturisasi utang Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) dalam kurun waktu 60 tahun, alias sampai dengan tahun 2085. 

    Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa pihak China telah setuju terkait skema tersebut. Namun, saat ini pelaksanaannya masih tertunda. 

    “Kita mau lakukan tadi restrukturisasi dengan pihak China, dan itu mereka sudah setuju. Hanya kemarin pergantian pemerintahan ya tertunda,” ujarnya dalam acara 1 Tahun Prabowo—Gibran, dikutip pada Rabu (22/10/2025). 

    Luhut pun telah melakukan komunikasi dengan Kementerian Keuangan terkait restrukturisasi utang selama 60 tahun. Skema tersebut pun akan membuat pembayaran utang kepada China dapat lebih kecil. 

    “Misalnya [bayar] Rp2 triliun satu tahun, kemudian penerimaan [dari operasional Whoosh] Rp1,5 triliun,” tambah Luhut. 

    Mantan Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi era Jokowi tersebut pun menangkal kritik-kritik soal kereta cepat. Dirinya menegaskan bahwa proyek tersebut bagus dalam memberikan dampak ke ekonomi dan lingkungan. 

    Meski demikian, Luhut tak menyebutkan sumber dana untuk pembayaran Whoosh tersebut. 

    Sementara Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa kembali menyampaikan bahwa anggaran pembayaran utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh seharusnya tidak berasal dari APBN.

    Sejak resmi beroperasi secara komersial pada 17 Oktober 2023, Whoosh telah melayani lebih dari 12 juta penumpang dengan rata-rata pertumbuhan yang konsisten setiap bulan. Puncaknya terjadi pada bulan Juni 2025 dengan 26.770 penumpang dalam satu hari.

    Untuk diketahui, KCJB berada di bawah PT Kereta Api Indonesia (Persero). KAI melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) memegang porsi saham sebesar 58,53% pada PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). 

    Saat ini pun, Whoosh juga memperluas ekosistem ekonomi di sekitar kawasan stasiun dengan telah tersedia 188 tenant untuk mendukung kenyamanan penumpang saat berada di seluruh stasiun Whoosh. 

    Jumlah tersebut terdiri dari 76 tenant UMKM dan 112 tenant non-UMKM yang menawarkan berbagai produk dan layanan mulai dari makanan, minuman, suvenir, hingga perlengkapan perjalanan

    Berdasarkan catatan Bisnis, Whoosh telah menelan biaya investasi hingga US$7,2 miliar. Nilai investasi tersebut mengalami pembengkakan biaya sebesar US$1,2 miliar dari target awal biaya proyek sebesar US$6 miliar.  

    Sebanyak 60% dari pembengkakan biaya atau sekitar US$720 juta akan dibayarkan oleh konsorsium dari Indonesia, sedangkan 40% sisanya atau sekitar US$480 juta ditanggung oleh konsorsium China.

  • Bahas Utang Whoosh, Prof Sulfikar: Jokowi Naif soal Teknologi

    Bahas Utang Whoosh, Prof Sulfikar: Jokowi Naif soal Teknologi

    GELORA.CO -Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh tengah menjadi perbincangan usai beberapa pihak menyoroti persoalan utang membengkak Indonesia kepada China di proyek tersebut.

    Utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang ditanggung melalui konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) diketahui mencapai Rp116 triliun atau sekitar 7,2 miliar dolar AS. 

    Akademisi Nanyang Technological University (NTU), Singapura, Prof. Sulfikar Amir mengatakan, kereta cepat yang saat ini membebani negara bermula dari Presiden Joko Widodo alias Jokowi berkunjung ke China pada periode awal kepemimpinannya sebagai Presiden RI. Dia terpukau dengan kereta cepat yang dinaikinya bersama Presiden China, Xi Jinping.

    “Jadi Jokowi waktu berkunjung ke Cina, saya enggak tahu, saya lupa tahun berapa mungkin 2015 atau 2017, diajak sama si Jinping naik kereta cepat, dan di situlah dia terpesona,” kata Sulfikar dikutip melalui tayangan YouTube di Abraham Samad SPEAK UP, Rabu 22 Oktober 2025.

    “Jokowi kan agak naif soal teknologi. Jadi dia pikir kereta cepat buatan China sudah yang paling maju,” sambungnya.

    Sulfikar mengatakan, saat Jokowi meresmikan operasional KCJB di Stasiun Kereta Cepat Halim, Jakarta Timur, pada Senin 2 Oktober 2025, di Beijing (Ibukota Negara China) berlangsung pesta meriah.

    “Orang-orang di Beijing sangat bangga sekali, karena ini adalah pertama kali mereka berhasil mengalahkan Jepang,” kata Sulfikar.

  • 513 WNI Rawat hingga Operasikan Kereta Cepat

    513 WNI Rawat hingga Operasikan Kereta Cepat

    Jakarta

    PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) mencatat 513 sumber daya manusia (SDM) Indonesia telah lulus dari program transfer knowledge yang dijalankan bersama tenaga ahli China Railway.

    SDM tersebut telah menerima alih pengetahuan dan menjalani proses handover untuk bertugas dalam bidang operasional dan perawatan Kereta Cepat Whoosh.

    General Manager Corporate Secretary KCIC Eva Chairunisa, mengatakan capaian ini menjadi bukti kolaborasi Indonesia-China dalam membangun kemandirian SDM nasional dalam mengoperasikan kereta cepat pertama di Asia Tenggara. SDM dilatih dengan sistem yang terukur dan sarana pelatihan berstandar internasional.

    Para peserta dibimbing oleh tenaga profesional di bidang kereta cepat untuk memahami seluruh aspek operasional dan pemeliharaan kereta cepat.

    “Selama dua tahun operasional Whoosh, proses transfer knowledge dari tenaga ahli ke SDM Indonesia berjalan baik dan sesuai target. Hal ini menjadi bukti bahwa Indonesia kini semakin mandiri dalam mengelola dan mengoperasikan sistem kereta cepat,” ujar Eva dalam keterangan tertulisnya, Rabu (22/10/2025).

    513 Warga Negara Indonesia Operasikan-Rawat Kereta Cepat Foto: Dok. PT KCIC

    Program transfer knowledge mencakup tiga bidang utama, yaitu Operation, EMU Maintenance, dan Fixed Assets. Sebanyak 113 SDM Operation telah handover dan siap bertugas sebagai Masinis, petugas OCC, serta pengendali tanggap darurat dan operasi.

    Di bidang EMU Maintenance, ada 53 SDM yang terdiri dari teknisi flaw detection, machinist, dan perawatan sarana kereta cepat. Sedangkan bidang Fixed Assets melibatkan 347 SDM yang menangani perawatan jembatan, sinyal, komunikasi, rel, sistem kelistrikan (OCS), dan peralatan berat.

    Program ini juga membangun kemandirian Indonesia di bidang teknologi transportasi berkecepatan tinggi. Melalui tahapan pelatihan yang mencakup HSR Training, On the Job Training (OJT), dan sertifikasi dari Kementerian Perhubungan, SDM Indonesia kini mampu menguasai sistem dan teknologi kereta cepat secara menyeluruh.

    Hingga Oktober 2025, sebanyak 513 SDM atau sekitar 89% dari total 579 SDM Indonesia yang mengikuti program transfer knowledge Whoosh telah menerima alih pengetahuan dan menjalani proses handover untuk bertugas dalam bidang operasional dan perawatan Kereta Cepat Whoosh. Sementara 66 SDM lainnya atau 11% masih menjalani tahap akhir sertifikasi dan penyiapan dokumen pendukung.

    513 Warga Negara Indonesia Operasikan-Rawat Kereta Cepat Foto: Dok. PT KCIC

    Kehadiran Kereta Cepat Whoosh tidak hanya membawa kemajuan di sisi transportasi nasional, tetapi juga meningkatkan kapabilitas SDM Indonesia dalam mengoperasikan dan merawat sarana-prasarana kereta berkecepatan tinggi pertama di Asia Tenggara.

    “Kolaborasi Indonesia dan China melalui KCIC tidak hanya sebatas transfer teknologi, tetapi juga transfer kemampuan dan pengetahuan. Ke depan, SDM Indonesia yang telah mendapatkan pengalaman ini akan menjadi mentor dan pelatih bagi generasi penerus di bidang perkeretaapian cepat,” terang Eva.

    Tonton juga Video: Perdana! Masinis Indonesia Kemudikan Whoosh Berpenumpang

    (hns/hns)

  • AHY Sebut Pemerintah Masih Cari Solusi Terbaik untuk Utang Kereta Cepat

    AHY Sebut Pemerintah Masih Cari Solusi Terbaik untuk Utang Kereta Cepat

    Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menegaskan pemerintah terus mencari solusi untuk menyelesaikan tantangan terkait persoalan utang yang dihadapi proyek kereta cepat Jakarta–Bandung (KCIC/Whoosh).
     
    AHY mengungkapkan bahwa sejumlah pertemuan telah digelar untuk membahas opsi penyelesaian masalah tersebut. Namun, belum ada keputusan final mengenai bentuk penyelesaian yang akan diambil.
     
    “Saya belum bisa menyampaikan secara definitif karena memang masih terus dikembangkan. Nanti saja pada saatnya akan kami jelaskan secara terbuka bagaimana langkah yang diambil,” ujar AHY, dalam konferensi pers Satu Tahun Kinerja Pemerintahan Prabowo-Gibran, Selasa, 21 Oktober 2025.
     
    Lebih lanjut, AHY menyebut ada beberapa opsi yang sedang dikaji pemerintah. Salah satunya adalah penanganan sebagian beban pembiayaan oleh pemerintah, serta kemungkinan pengambilalihan oleh Danantara atau pihak lain yang relevan.
     
    “Masih ada opsi prasarana ditangani oleh pemerintah, tapi juga ada opsi lain, misalnya Danantara bisa mengambil alih. Intinya, kita mencari solusi terbaik,” jelas AHY.
     

    AHY menegaskan tidak ingin persoalan KCIC berkembang menjadi perdebatan antara sektor publik dan swasta. Menurutnya, seluruh pihak memiliki tujuan yang sama untuk mencari jalan keluar yang terbaik bagi proyek strategis nasional tersebut.
     
    “Saya tidak ingin ini menjadi polemik antara pemerintah seperti berhadap-hadapan dengan swasta, dengan Danantara atau BUMN karena kita sama-sama ingin mencari solusi yang terbaik,” tegasnya.
     
    Ia menambahkan, seluruh langkah yang diambil tetap berada dalam koridor arahan Presiden Prabowo Subianto, dengan tujuan utama memastikan keberlanjutan proyek strategis nasional tersebut tanpa mengorbankan stabilitas keuangan negara maupun sektor transportasi lainnya.
     
    “Ini arahan dari Pak Presiden, dan saya sedang mengawal isu ini bersama teman-teman yang lain,” pungkasnya.

     

    Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menegaskan pemerintah terus mencari solusi untuk menyelesaikan tantangan terkait persoalan utang yang dihadapi proyek kereta cepat Jakarta–Bandung (KCIC/Whoosh).
     
    AHY mengungkapkan bahwa sejumlah pertemuan telah digelar untuk membahas opsi penyelesaian masalah tersebut. Namun, belum ada keputusan final mengenai bentuk penyelesaian yang akan diambil.
     
    “Saya belum bisa menyampaikan secara definitif karena memang masih terus dikembangkan. Nanti saja pada saatnya akan kami jelaskan secara terbuka bagaimana langkah yang diambil,” ujar AHY, dalam konferensi pers Satu Tahun Kinerja Pemerintahan Prabowo-Gibran, Selasa, 21 Oktober 2025.
     
    Lebih lanjut, AHY menyebut ada beberapa opsi yang sedang dikaji pemerintah. Salah satunya adalah penanganan sebagian beban pembiayaan oleh pemerintah, serta kemungkinan pengambilalihan oleh Danantara atau pihak lain yang relevan.
     
    “Masih ada opsi prasarana ditangani oleh pemerintah, tapi juga ada opsi lain, misalnya Danantara bisa mengambil alih. Intinya, kita mencari solusi terbaik,” jelas AHY.
     

     
    AHY menegaskan tidak ingin persoalan KCIC berkembang menjadi perdebatan antara sektor publik dan swasta. Menurutnya, seluruh pihak memiliki tujuan yang sama untuk mencari jalan keluar yang terbaik bagi proyek strategis nasional tersebut.
     
    “Saya tidak ingin ini menjadi polemik antara pemerintah seperti berhadap-hadapan dengan swasta, dengan Danantara atau BUMN karena kita sama-sama ingin mencari solusi yang terbaik,” tegasnya.
     
    Ia menambahkan, seluruh langkah yang diambil tetap berada dalam koridor arahan Presiden Prabowo Subianto, dengan tujuan utama memastikan keberlanjutan proyek strategis nasional tersebut tanpa mengorbankan stabilitas keuangan negara maupun sektor transportasi lainnya.
     
    “Ini arahan dari Pak Presiden, dan saya sedang mengawal isu ini bersama teman-teman yang lain,” pungkasnya.
     
     

    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (PRI)

  • Utang Kereta Cepat Whoosh Jadi Polemik, China Buka Suara

    Utang Kereta Cepat Whoosh Jadi Polemik, China Buka Suara

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah China menyebut dalam proyek kereta cepat, termasuk Proyek Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) Jakarta-Bandung atau Whoosh tidak hanya menilai keuntungan ekonomi, tetapi juga perlu ditinjau manfaat bagi publik.

    “Perlu ditegaskan bahwa, ketika menilai proyek kereta api cepat, selain angka-angka keuangan dan indikator ekonomi, manfaat publik dan imbal hasil komprehensifnya juga harus dipertimbangkan,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun dalam konferensi pers di Beijing, Senin.

    Hal itu terkait dengan adanya permintaan dari pemerintah Indonesia untuk merundingkan restrukturisasi utang dengan China terkait kereta cepat Whoosh.

    “Pemerintah kedua negara sangat mementingkan pengembangan proyek ini. Otoritas dan perusahaan yang berwenang dari kedua negara telah menjalin koordinasi erat untuk memberikan dukungan kuat bagi pengoperasian kereta cepat sehingga aman dan stabil,” papar Guo Jiakun.

    China, ucap Guo Jiakun, siap bekerja sama dengan Indonesia untuk terus memfasilitasi pengoperasian kereta cepat Jakarta-Bandung yang berkualitas tinggi.

    “Sehingga proyek ini akan memainkan peran yang lebih besar dalam mendorong pembangunan ekonomi dan sosial Indonesia serta meningkatkan konektivitas di kawasan,” ujarnya.

    Guo Jiakun menyebut, kereta api cepat Jakarta-Bandung itu sudah dua tahun resmi beroperasi dan dalam periode tersebut, moda transportasi itu dinilai telah beroperasi dengan aman, lancar dan tertib.

    “Kereta cepat ini telah melayani lebih dari 11,71 juta penumpang, dengan arus penumpang yang terus meningkat, dan manfaat ekonomi serta sosialnya terus dirasakan, menciptakan lapangan kerja yang luas bagi masyarakat setempat dan mendorong pertumbuhan ekonomi di sepanjang jalur kereta api. Hal ini telah diakui dan disambut baik oleh berbagai pihak di Indonesia,” tegas Guo Jiakun.

    Diketahui Direktur Utama PT KAI Bobby Rasyidin saat menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR pada Agustus 2025 menyebut Proyek Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) Jakarta-Bandung (Whoosh) menjadi bom waktu bagi perusahaan itu.

    Penyebabnya adalah berdasarkan laporan keuangan semester I tahun 2025 menunjukkan bahwa KCIC mencatat kerugian sekitar Rp1,6 triliun. Di sisi lain, jumlah penumpang sepanjang 2024 hanya mencapai sekitar 6 juta orang, dengan rata-rata tarif Rp250 ribu per tiket.

    Artinya, total pendapatan kotor setahun tidak lebih dari Rp1,5 triliun.

    Proyek Kereta Cepat Whoosh sendiri menelan total biaya 7,26 miliar dolar AS atau setara Rp119,79 triliun (dengan kurs Rp16.500/per dolar AS). Angka tersebut termasuk pembengkakan biaya sebesar 1,21 miliar dolar AS (sekitar Rp 19,96 triliun) dari nilai investasi awal yang ditetapkan senilai 6,05 miliar dolar AS (sekitar Rp 99,82 triliun).

    Mayoritas porsi dana pengerjaan proyek Whoosh diperoleh dari utang pinjaman dari China Development Bank (CDB) dengan bunga utang mencapai 3,3 persen dan tenor hingga 45 tahun.

    Proyek Whoosh didanai lewat skema “business to business” (B2B) dengan pinjaman dana luar negeri dari China Development Bank (CDB) mencapai sebesar 75 persen, sedangkan 25 persen modal lainnya dikucurkan oleh ekuitas pemegang saham.

    Diketahui PT KAI merupakan “lead consortium” dari PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) selaku pemegang saham Indonesia dalam KCIC. Komposisi konsorsium BUMN pemegang saham di KCIC adalah PT PSBI sebesar 60 persen dan pihak China melalui Beijing Yawan HSR Co. Ltd memiliki 40 persen.

    PSBI sendiri terdiri dari PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI dengan kepemilikan sebesar 58,53 persen, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dengan kepemilikan 33,36 persen, PT Jasa Marga (Persero) Tbk dengan kepemilikan 7,08 persen dan PT Perkebunan Nusantara I dengan kepemilikan 1,03 persen.

    Artinya, total pinjaman PSBI ke CBD adalah sekitar 2,72 miliar dolar AS (sekitar Rp44,92 triliun) belum ditambah dengan beban bunga yang diperkirakan mencapai 120-130 juta dolar AS per tahun atau setara hampir Rp2 triliun hanya untuk membayar bunga.

    Jika tingkat okupansi KCIC meningkat, margin keuntungannya tetap tipis karena biaya operasi dan pemeliharaan kereta cepat yang bersifat padat modal dan teknologi tinggi, sehingga tidak bisa ditekan secara signifikan.

    Danantara sebagai “holding” BUMN saat ini sedang mencari jalan keluar untuk menyelesaikan utang Whoosh tersebut meski Chief Investment Officer Danantara Pandu Sjahrir mengungkapkan hasil dividen perusahaan-perusahaan BUMN dalam Danantara tidak digunakan untuk membayar utang, tapi seluruhnya untuk investasi.

    Sementara Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan pihaknya menolak APBN digunakan untuk membayar utang proyek Whoosh. Menurutnya, selama struktur pembayarannya tertata dengan baik dan transparan, maka CDB tidak akan mempersoalkan.

  • Jokowi Berpotensi Dipidana Imbas Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat Whoosh

    Jokowi Berpotensi Dipidana Imbas Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat Whoosh

    GELORA.CO – Polemik mengenai utang kereta cepat Whoosh yang membengkak kini sedang ramai dibicarakan publik.

    Hal itu terjadi setelah PT Kereta Api Indonesia (Persero) menyatakan tidak mampu membayar utang tersebut.

    Namun, di sisi lain, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak membayar utang tersebut menggunakan APBN.

    Baru-baru ini, akademisi sekaligus pengamat politik Rocky Gerung buka suara terkait polemik tersebut.

    Ia menilai bahwa Joko Widodo atau Jokowi berpotensi dipidanakan imbas adanya dugaan mark up atau penggelembungan biaya proyek kereta cepat Whoosh yang dibuat semasa ia menjabat sebagai presiden.

    Pasalnya, proyek yang diresmikan pada 2 Oktober 2023 itu kini menanggung beban utang hingga mencapai Rp116 triliun.

    “Sebetulnya proyek kereta cepat Whoosh ini bisa disebut sebagai skandal karena dibangun secara tidak hati-hati dalam berbagai aspek,” kata Rocky Gerung dalam sebuah video yang diposting di YouTube Channelnya pada Sabtu (18/10/2025).

    Bahkan ia pun menilai kurangnya esensi dari kereta cepat yang menghubungkan Jakarta dan Bandung tersebut.

    “Bahkan, mereka yang berbisnis merasa lebih mending naik mobil saja. Jadi, ada kalkulasi yang salah, yang menyebabkan kereta itu jadi beban utang, kita mesti bayar utang ke China.” Jelasnya.

    Oleh karena itu, pantas jika dugaan mark up pada proyek Whoosh yang dikaitkan dengan Jokowi berpotensi menjadi perkara pidana

    “Jadi banyak faktor yang bisa menerangkan kenapa sekarang publik menganggap bahwa potensi Pak Jokowi dipidanakan itu sangat besar,” ujarnya.

    Menkeu Tolak Gunakan APBN untuk Bayar Utang Whoosh

    Utang Rp 116 triliun yang membayangi negara telah disikapi tegas Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.

    Ia secara blak-blakan menolak menggunakan APBN untuk membayar utang jumbo itu.

    Menurutnya, KCIC yang kini berada di bawah BPI Danantara harus bisa membiayai utangnya sendiri.

    Terlebih, Danantara sudah memiliki dividen dari sejumlah BUMN sampai Rp 80 triliun per tahun.

    “Kalau ini kan KCIC di bawah Danantara, mereka sudah punya manajemen sendiri, punya dividen sendiri,” ungkap Purbaya dalam Media Gathering di Bogor, Jumat (10/10/2025).

    “Jangan kita lagi, karena kan kalau enggak ya semua kita lagi termasuk devidennya. Jadi ini kan mau dipisahin swasta sama govenrment.”

    “Jangan kalau enak swasta, kalau gak enak government. Saya pikir begitu ya,” sambungnya.

    Jokowi Bungkam

    Sementara itu, Jokowi lebih memilih untuk diam saat ia ditanya oleh awak media mengenai utang dari kereta cepat Whoosh.

    Jokowi yang hadir di acara Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM pada Jumat (17/10/2025) tidak mengucapkan sepatah kata apapun ketika ditanya perihal utang Whoosh.

    Ia keluar area acara utama sambil tersenyum dan terlihat bercengkerama dengan sejumlah orang.

    Ketika seorang wartawan bertanya mengenai utang Whoosh, Jokowi pun seperti berpikir, lalu tersenyum dan meninggalkan sesi wawancara tanpa sepatah katapun.

  • AHY: Utang KCIC jangan hambat kereta cepat Jakarta–Surabaya

    AHY: Utang KCIC jangan hambat kereta cepat Jakarta–Surabaya

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono menyatakan penyelesaian utang Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) tidak boleh menjadi penghambat rencana pembangunan kereta cepat yang menghubungkan Jakarta hingga Surabaya.

    “Memang utang yang harus segera diselesaikan ini juga tidak boleh kemudian menghambat rencana besar kita untuk mengembangkan konektivitas berikutnya, tadi Jakarta sampai dengan Surabaya,” kata pria yang akrab disapa AHY itu di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (20/10).

    AHY mengatakan pemerintah saat ini masih membahas sejumlah opsi restrukturisasi proyek kereta cepat Jakarta–Bandung itu.

    Pembahasan tersebut, kata dia, dilakukan bersama BPI Danantara, Kementerian Perhubungan, PT Kereta Api Indonesia (KAI), dan pemangku kepentingan lain.

    Pihaknya juga terus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk menyiapkan langkah yang tepat dan berkelanjutan dalam penyelesaian kewajiban finansial proyek tersebut.

    “Saya tidak atau belum bisa menyampaikan secara final karena memang masih dikembangkan opsi-opsinya dan masih dihitung semuanya segala sesuatunya. Apakah kemudian Danantara bisa menghandle dan juga bagaimana nanti Kementerian Keuangan bisa berkontribusi dan lain sebagainya,” kata dia.

    AHY menyebut seluruh opsi penyelesaian masih dalam tahap pembahasan dan menunggu arahan Presiden Prabowo Subianto.

    “Jadi artinya kami masih terus menunggu arahan Pak Presiden juga sambil terus mengembangkan berbagai opsi yang paling baik dan berkelanjutan. Artinya bisa kemudian kita move on untuk membicarakan pengembangan kereta cepat berikutnya untuk Jakarta ke Surabaya,” ujarnya.

    Sebagai informasi, total investasi proyek KCIC mencapai sekitar 7,27 miliar dolar AS atau setara Rp120,38 triliun.

    Sekitar 75 persen dari nilai proyek tersebut dibiayai melalui pinjaman dari China Development Bank (CDB) dengan bunga 2 persen per tahun.

    Hingga kini, terdapat dua opsi penyelesaian utang yang tengah dikaji, yakni pelimpahan kepada pemerintah atau penyertaan dana tambahan ke PT KAI.

    Namun, opsi tersebut belum final dan tetap mendorong Danantara untuk mengambil peran utama dalam pembayaran.

    Pewarta: Fathur Rochman
    Editor: Triono Subagyo
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Jangan Cuma Lihat Angka Keuangan, Tapi Manfaat Buat Publik

    Jangan Cuma Lihat Angka Keuangan, Tapi Manfaat Buat Publik

    GELORA.CO – Pemerintah China ikut komentar terkait polemik Whoosh dan rencana Indonesia untuk melakukan restrukturisasi utang. China menyebut dalam proyek kereta cepat, termasuk Proyek Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) Jakarta-Bandung atau Whoosh tidak hanya menilai keuntungan ekonomi, tetapi juga perlu ditinjau manfaat bagi publik.

    “Perlu ditegaskan bahwa, ketika menilai proyek kereta api cepat, selain angka-angka keuangan dan indikator ekonomi, manfaat publik dan imbal hasil komprehensifnya juga harus dipertimbangkan,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun dalam konferensi pers di Beijing, Senin (20/10/2025).

    Pemerintah kedua negara, kata ia, sangat mementingkan pengembangan proyek ini. Otoritas dan perusahaan yang berwenang dari kedua negara juga telah menjalin koordinasi erat untuk memberikan dukungan kuat bagi pengoperasian kereta cepat sehingga aman dan stabil.

    China, ucap Guo Jiakun, siap bekerja sama dengan Indonesia untuk terus memfasilitasi pengoperasian kereta cepat Jakarta-Bandung yang berkualitas tinggi.

    “Sehingga proyek ini akan memainkan peran yang lebih besar dalam mendorong pembangunan ekonomi dan sosial Indonesia serta meningkatkan konektivitas di kawasan,” ujarnya.

    Guo Jiakun menyebut, kereta api cepat Jakarta-Bandung itu sudah dua tahun resmi beroperasi dan dalam periode tersebut. Moda transportasi itu dinilai telah beroperasi dengan aman, lancar dan tertib.

    “Kereta cepat ini telah melayani lebih dari 11,71 juta penumpang, dengan arus penumpang yang terus meningkat, dan manfaat ekonomi serta sosialnya terus dirasakan, menciptakan lapangan kerja yang luas bagi masyarakat setempat dan mendorong pertumbuhan ekonomi di sepanjang jalur kereta api. Hal ini telah diakui dan disambut baik oleh berbagai pihak di Indonesia,” tegas Guo Jiakun.

    Diketahui Direktur Utama PT KAI Bobby Rasyidin saat menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR pada Agustus 2025 menyebut Proyek Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) Jakarta-Bandung (Whoosh) menjadi bom waktu bagi perusahaan itu.

    Penyebabkan adalah berdasarkan laporan keuangan semester I tahun 2025 menunjukkan bahwa KCIC mencatat kerugian sekitar Rp1,6 triliun.

    Di sisi lain, jumlah penumpang sepanjang 2024 hanya mencapai sekitar 6 juta orang, dengan rata-rata tarif Rp250 ribu per tiket. Artinya, total pendapatan kotor setahun tidak lebih dari Rp1,5 triliun.

    Proyek Kereta Cepat Whoosh sendiri menelan total biaya 7,26 miliar dolar AS atau setara Rp119,79 triliun (dengan kurs Rp16.500/per dolar AS). Angka tersebut termasuk pembengkakan biaya sebesar 1,21 miliar dolar AS (sekitar Rp 19,96 triliun) dari nilai investasi awal yang ditetapkan senilai 6,05 miliar dolar AS (sekitar Rp 99,82 triliun).

    Mayoritas porsi dana pengerjaan proyek Whoosh diperoleh dari utang pinjaman dari China Development Bank (CDB) dengan bunga utang mencapai 3,3 persen dan tenor hingga 45 tahun.

    Proyek Whoosh didanai lewat skema “business to business” (B2B) dengan pinjaman dana luar negeri dari China Development Bank (CDB) mencapai sebesar 75 persen, sedangkan 25 persen modal lainnya dikucurkan oleh ekuitas pemegang saham.

    Diketahui PT KAI merupakan “lead consortium” dari PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) selaku pemegang saham Indonesia dalam KCIC. Komposisi konsorsium BUMN pemegang saham di KCIC adalah PT PSBI sebesar 60 persen dan pihak China melalui Beijing Yawan HSR Co. Ltd memiliki 40 persen.

    PSBI sendiri terdiri dari PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI dengan kepemilikan sebesar 58,53 persen, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dengan kepemilikan 33,36 persen, PT Jasa Marga (Persero) Tbk dengan kepemilikan 7,08 persen dan PT Perkebunan Nusantara I dengan kepemilikan 1,03 persen.

    Artinya, total pinjaman PSBI ke CBD adalah sekitar 2,72 miliar dolar AS (sekitar Rp44,92 triliun) belum ditambah dengan beban bunga yang diperkirakan mencapai 120-130 juta dolar AS per tahun atau setara hampir Rp2 triliun hanya untuk membayar bunga.

    Jika tingkat okupansi KCIC meningkat, margin keuntungannya tetap tipis karena biaya operasi dan pemeliharaan kereta cepat yang bersifat padat modal dan teknologi tinggi, sehingga tidak bisa ditekan secara signifikan.

    Danantara sebagai “holding” BUMN saat ini sedang mencari jalan keluar untuk menyelesaikan utang Whoosh tersebut meski Chief Investment Officer Danantara Pandu Sjahrir mengungkapkan hasil dividen perusahaan-perusahaan BUMN dalam Danantara tidak digunakan untuk membayar utang, tapi seluruhnya untuk investasi.

    Sementara Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan pihaknya menolak APBN digunakan untuk membayar utang proyek Whoosh. Menurutnya, selama struktur pembayarannya tertata dengan baik dan transparan, maka CDB tidak akan mempersoalkan.