Perusahaan: PT Kereta Api Indonesia

  • Mencari jalan keluar beban utang Whoosh

    Mencari jalan keluar beban utang Whoosh

    Jakarta (ANTARA) – Proyek kereta cepat Jakarta–Bandung, atau yang dikenal publik dengan nama Whoosh (Waktu Hemat, Operasi Optimal, Sistem Hebat) sejak awal diiringi ambisi besar: mewujudkan efisiensi waktu tempuh dari sekitar 3 jam menuju kurang dari 1 jam, meningkatkan konektivitas, dan menjadi simbol lompatan transportasi modern Indonesia.

    Banyak pihak yang menyebutnya sebagai tonggak sejarah baru transportasi di Indonesia yang mulai masuk ke dalam fase moda transportasi modern, serta menjadi simbol kesejajaran dengan negara maju, terutama dalam hal mewujudkan moda mobilitas berkecepatan tinggi.

    Whoosh lahir dari kolaborasi dua raksasa ekonomi Asia: Indonesia dan Tiongkok, dalam proyek yang sejak awal diimpikan akan menjadi cikal bakal revolusi infrastruktur transportasi modern di negeri ini.

    Di balik euforia kebanggaan atas lahirnya kereta cepat pertama di Asia Tenggara, terselip kenyataan bahwa perjalanan Whoosh belum sepenuhnya mulus. Di antara deru lajunya, bayang-bayang beban utang masih membayangi neraca dan keuangan negara.

    Proyek yang semula digadang-gadang tanpa jaminan fiskal, kini memunculkan pertanyaan baru: bagaimana memastikan keberlanjutannya, tanpa menjadi beban bagi APBN? Di sinilah urgensi itu muncul bahwa kebanggaan infrastruktur modern harus diimbangi dengan kecerdasan finansial dan keberanian mencari jalan keluar kreatif.

    Bukan untuk menyesali keputusan masa lalu, tetapi untuk memastikan agar investasi besar ini benar-benar memberi nilai tambah bagi perekonomian dan generasi mendatang.

    Kompleksitas

    Proyek kereta cepat Jakarta–Bandung sejatinya dirancang dengan biaya awal sekitar US$6 miliar. Hanya saja, seiring perjalanan waktu, berbagai faktor, mulai dari pembebasan lahan, perubahan desain, hingga kenaikan harga bahan konstruksi yang mendorong cost overrun hingga mencapai sekitar US$7,2 miliar atau setara Rp116 triliun.

    Sebagian besar pembiayaan berasal dari pinjaman luar negeri, khususnya dari China Development Bank (CDB) yang menanggung sekitar 75 persen total utang proyek. Sementara sisanya dibiayai oleh konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang di dalamnya terdapat PT KAI sebagai pemegang saham mayoritas dari pihak Indonesia.

    Pada titik ini, struktur keuangan proyek mulai menunjukkan tanda-tanda tekanan. Setiap tahun, beban bunga atas pinjaman tersebut diperkirakan mencapai US$120 juta hingga US$130 juta, setara hampir Rp2 triliun hanya untuk membayar bunga, belum pokoknya. Jumlah yang sangat besar untuk proyek yang baru berjalan dan belum mencapai keseimbangan operasi.

    Laporan keuangan semester I tahun 2025 menunjukkan bahwa KCIC mencatat kerugian sekitar Rp1,6 triliun. Di sisi lain, jumlah penumpang sepanjang 2024 hanya mencapai sekitar 6 juta orang, dengan rata-rata tarif Rp250 ribu per tiket. Artinya, total pendapatan kotor setahun tidak lebih dari Rp1,5 triliun dan masih jauh di bawah kebutuhan untuk membayar bunga saja.

    Bahkan, jika tingkat okupansi meningkat, margin keuntungannya tetap tipis karena biaya operasi dan pemeliharaan kereta cepat yang bersifat padat modal dan teknologi tinggi, sehingga tidak bisa ditekan secara signifikan.

    Mengurai persoalan utang

    Sejak awal, proyek Whoosh dijanjikan akan berjalan, tanpa menggunakan uang negara. Pemerintah menegaskan bahwa tidak ada jaminan APBN yang disertakan. Semua tanggung jawab, baik konstruksi maupun pembiayaan, sepenuhnya menjadi urusan badan usaha yang menjadi penanggung jawab proyek strategis tersebut.

    Namun ketika beban bunga mulai jatuh tempo, dan arus kas proyek belum kuat, diskursus publik berubah. Kekhawatiran muncul bahwa Whoosh berpotensi menjadi liability terselubung bagi keuangan negara, terutama karena PT KAI sebagai BUMN utama yang menanggung porsi terbesar dalam konsorsium. Jika KAI mengalami tekanan likuiditas, imbasnya akan terasa pada layanan publik lain, seperti kereta ekonomi bersubsidi, commuter line, hingga perawatan infrastruktur dasar.

    Mengurai persoalan beban utang Whoosh tidak cukup hanya dengan menyebut angka, tetapi harus dilihat sebagai bagian dari kombinasi kebijakan, asumsi ekonomi, dan tantangan struktural yang saling terkait.

    Pertama, perencanaan proyek yang terlalu optimistis. Proyeksi jumlah penumpang yang menjadi dasar kelayakan ekonomi ternyata jauh meleset dari kenyataan. Di atas kertas, angka okupansi yang tinggi dianggap realistis karena jarak Jakarta–Bandung cukup padat aktivitas. Hanya saja, dalam praktiknya, banyak calon penumpang tetap memilih kendaraan pribadi atau moda transportasi lain karena alasan fleksibilitas, harga, dan akses stasiun.

    Kedua, keterbatasan konektivitas dan integrasi transportasi pendukung. Banyak pengguna mengeluhkan bahwa stasiun Whoosh di Tegalluar relatif jauh dari pusat Kota Bandung, sementara akses transportasi penghubung belum optimal. Hal ini membuat perjalanan menjadi tidak efisien.

    Ketiga, pembengkakan biaya konstruksi (cost overrun) yang luar biasa. Faktor perubahan desain, kenaikan harga bahan, dan hambatan pembebasan lahan membuat biaya naik hampir 20 persen dari rencana awal. Setiap penambahan biaya otomatis memperbesar pinjaman, dan setiap pinjaman baru berarti tambahan bunga yang menekan keuangan proyek.

    Keempat, struktur pembiayaan yang berat sebelah. Sebagian besar pinjaman bersumber dari lembaga keuangan luar negeri dengan bunga dan tenor tertentu yang kurang fleksibel terhadap kondisi pasar domestik. Ini menambah kerentanan terhadap fluktuasi nilai tukar dan risiko makroekonomi.

    Kekhawatiran fiskal

    Tidak heran jika beban utang Whoosh menjadi topik hangat di DPR maupun ruang publik. Sebagian anggota dewan menilai proyek ini “belum siap secara ekonomi”, sementara sebagian lainnya menganggap bahwa proyek seperti ini memang harus dipandang sebagai investasi jangka panjang.

    Di tengah perdebatan itu, satu hal yang pasti: proyek ini tidak bisa berhenti di tengah jalan. Infrastruktur sebesar dan semahal ini tidak mungkin ditinggalkan, tanpa penyelesaian. Maka, fokus kini beralih pada bagaimana cara mengelola risiko dan menata kembali struktur keuangannya.

    Pemerintah telah membuka opsi restrukturisasi utang kepada pihak CDB, termasuk kemungkinan memperpanjang tenor pembayaran, menurunkan bunga, atau memberikan masa tenggang (grace period), namun negosiasi lintas negara bukan hal mudah. Tiongkok, sebagai kreditur, tentu memiliki kepentingan menjaga kepastian investasinya.

    Opsi lain yang mengemuka adalah penyertaan modal negara (PMN) tambahan ke PT KAI, yang nantinya bisa digunakan untuk memperkuat posisi keuangan konsorsium. Tetapi langkah ini juga mengandung risiko politik, karena publik bisa menilai bahwa “uang rakyat” kembali digunakan untuk menalangi proyek yang seharusnya mandiri.

    Di sisi lain, jika tidak ada dukungan fiskal sama sekali, beban bunga yang menumpuk bisa memperlemah kemampuan KAI menjaga stabilitas bisnis yang dimiliki, dan lebih jauh bisa berujung pada kesulitan pembayaran utang korporasi. Inilah dilema klasik antara menjaga reputasi fiskal negara dan memastikan keberlanjutan infrastruktur strategis.

    Peluang

    Meski situasinya berat, bukan berarti semua menghadapi jalan buntu. Di tengah tekanan utang, Whoosh tetap menyimpan potensi strategis besar bagi ekonomi nasional, asal dikelola dengan cara pandang strategis dan terintegrasi.

    Salah satu peluang utama terletak pada pengembangan kawasan transit-oriented development (TOD) di sekitar stasiun-stasiun utama, seperti Halim, Karawang, Padalarang, dan Tegalluar. Jika pemerintah dan BUMN mampu mengelola kawasan ini dengan pendekatan komersial, maka Whoosh tidak hanya menghasilkan pendapatan dari tiket, tetapi juga dari sewa lahan, pusat perbelanjaan, perkantoran, hingga properti residensial.

    Pendapatan non-tiket inilah yang di banyak negara menjadi penyelamat finansial proyek kereta cepat. Jepang, misalnya, melalui operator JR East, mampu membiayai sebagian besar operasional Shinkansen dari bisnis properti dan ritel di sekitar stasiun, bukan semata-mata dari tiket. Model value capture seperti ini juga diterapkan di Taiwan High-Speed Rail (THSR) yang menempatkan TOD sebagai sumber pendapatan jangka panjang dan penyeimbang beban utang.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kabar Terbaru Penyelesaian Utang Kereta Cepat Usai Purbaya Tolak Pakai APBN

    Kabar Terbaru Penyelesaian Utang Kereta Cepat Usai Purbaya Tolak Pakai APBN

    Jakarta

    Topik penyelesaian utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh menjadi pembahasan hangat dalam beberapa waktu belakangan. Hal ini menyusul respons Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak untuk memberikan dukungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    Chief Executive Officer (CEO) Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) Rosan Perkasa Roeslani mengatakan, pengkajian opsi untuk penyelesaian utang Whoosh masih terus berjalan. Langkah restrukturisasi masih belum pasti.

    Menurutnya, pembahasan perlu dilakukan secara mendalam mengingat proyek tersebut melibatkan banyak kementerian dan lembaga (K/L). Pengkajian dilakukan agar masalah penyelesaian utang ini dapat diselesaikan secara komprehensif. Setelah Danantara menyelesaikan kajiannya, pihaknya akan mempresentasikan hasilnya di hadapan KL terkait.

    “Jadi kita akan presentasikan agar penyelesaiannya adalah penyelesaian yang komprehensif. Bukan hanya penyelesaian yang sifatnya bisa potensi ‘oh problem lagi’, nggak. Kita mau komprehensif. dan ini tidak hanya dari finansial,” kata Rosan di Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Jakarta Selatan, Jumat (17/10/2025).

    Rosan berharap, proses pengkajian internal ini dapat rampung sebelum akhir tahun. Barulah dari sana dilakukan penetapan dari skema penyelesaian utang kereta cepat.

    Danantara juga terus menjalin komunikasi dengan pihak China, khususnya dengan National Development and Reform Commission (NDRC) atau Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional, menyangkut penyelesaian utang ini.

    Ia memastikan, pembahasan utang Whoosh dilakukan secara mendalam dan terukur mengingat Whoosh menjadi salah satu hal yang sangat penting bagi China, sebagai bagian dari program Presiden China Xi Jinping pada kala itu.

    “Dan ini (kajian) tidak hanya dari finansial, tapi kita juga komunikasi dengan pemerintah China, dengan NDRC-nya, karena ini juga buat mereka menjadi hal yang sangat penting, karena ini adalah program dari Presiden Xi Jinping pada waktu itu,” ujarnya.

    Di samping itu, Rosan juga menyinggung tentang dampak utang tersebut terhadap PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI. KAI sendiri merupakan pemimpin perusahaan konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), pemegang saham terbesar (60%) di KCIC.

    “Jadi, tolong bersabar. Ini opsi saja kita sedang kaji semua. Dan bukan hanya dari semata-mata, kalau saya bilang dari finansial saja bukan seperti itu. Ini kelanjutannya seperti apa, dari segi supaya ke depannya ini berjalan dengan baik,” kata dia.

    “Dan juga dampaknya ke KAI juga positif. Karena ini kan kalau nanti dampaknya ke KAI, dampaknya ke pelayanan KA yang lainnya,” sambungnya.

    Purbaya Tolak Pakai APBN

    Sebagai informasi, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa secara terang-terangan telah menolak Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ikut menanggung beban utang proyek Whoosh yang dikelola PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).

    Purbaya mengatakan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) sebagai holding BUMN harusnya bisa mengelola itu karena saat ini dividen langsung masuk ke kasnya.

    “Kan KCIC di bawah Danantara kan, kalau di bawah Danantara kan mereka sudah punya manajemen sendiri, sudah punya dividen sendiri yang rata-rata setahun bisa Rp 80 triliun atau lebih. Harusnya mereka manage dari situ, jangan ke kita lagi, karena kalau enggak, ya, semuanya ke kita lagi, termasuk dividennya,” kata Purbaya secara online dalam Media Gathering di Bogor, Jawa Barat, Jumat (10/10/2025).

    Purbaya menilai tidak adil jika APBN harus menanggung utang Whoosh. Pasalnya hasil penerimaan BUMN berupa dividen sudah dikelola Danantara. Dividen BUMN sebelumnya berada di bawah Kementerian Keuangan melalui pos penerimaan negara bukan pajak (PNBP) berupa kekayaan negara yang dipisahkan (KND).

    “Jadi kalau pakai APBN dulu agak lucu, karena untungnya ke dia (Danantara), susahnya ke kita. Harusnya kalau diambil, ambil semua,” ujar dia, ditemui di Tempat Pemeriksaan Fisik Terpadu (TPFT) Graha Segara, Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (13/10/2025).

    Dalam catatan detikcom, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung mendapatkan pinjaman dari China Development Bank (CDB) untuk menutup cost overrun atau bengkak proyek Kereta Cepat sebesar Rp 6,98 triliun atau hampir Rp 7 triliun.

    Halaman 2 dari 2

    (kil/kil)

  • KAI Jakarta tutup Jalan Bintaro 3 mulai Sabtu malam hingga Minggu pagi

    KAI Jakarta tutup Jalan Bintaro 3 mulai Sabtu malam hingga Minggu pagi

    Penutupan jalan akan dilaksanakan pada 18 Oktober 2025 pukul 22.00 WIB sampai 04.30 WIB (19 Oktober 2025)

    Jakarta (ANTARA) – PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 1 Jakarta menutup sementara Jalan Bintaro 3, Pesanggrahan, Tangerang Selatan, Banten, imbas penggantian jembatan antara Stasiun Kebayoran – Stasiun Pondok Ranji, lintas Tanah Abang – Rangkasbitung, pada Sabtu (18/10) malam.

    “Penutupan jalan akan dilaksanakan pada 18 Oktober 2025 pukul 22.00 WIB sampai 04.30 WIB (19 Oktober 2025),” kata Manajer Humas KAI Daop 1 Jakarta Ixfan Hendriwintoko dalam keterangan di Jakarta, Jumat.

    Adapun jembatan yang diganti, kata dia, memiliki bentang 12 meter dan penggantian dilakukan untuk meningkatkan keselamatan dan keandalan prasarana jalur kereta api.

    Sebelum pelaksanaan pekerjaan, pihaknya telah berkoordinasi dengan pihak kewilayahan setempat, termasuk Polsek Bintaro dan perangkat pemerintahan Kecamatan Pesanggrahan untuk memastikan pengaturan lalu lintas serta keamanan masyarakat di sekitar area proyek.

    “Kami mohon pengertian masyarakat atas penutupan jalan sementara ini. Kegiatan penggantian jembatan ini merupakan bagian dari upaya KAI dalam menjaga keselamatan dan keandalan perjalanan kereta api,” ujar Ixfan.

    Dia juga meminta masyarakat di sekitar area agar tetap berhati-hati karena adanya aktivitas alat berat dan material konstruksi di lokasi pekerjaan.

    “Keselamatan merupakan prioritas utama bagi KAI. Kami juga mengimbau masyarakat agar tidak mendekat ke area pekerjaan dan selalu waspada terhadap pergerakan alat serta material di sekitar lokasi,” katanya.​​​​​​​

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Risbiani Fardaniah
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Cerita Warga soal Lorong Bawah Tanah di Gang Royal, Jalur Kabur PSK Saat Razia
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        17 Oktober 2025

    Cerita Warga soal Lorong Bawah Tanah di Gang Royal, Jalur Kabur PSK Saat Razia Megapolitan 17 Oktober 2025

    Cerita Warga soal Lorong Bawah Tanah di Gang Royal, Jalur Kabur PSK Saat Razia
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Warga sekitar Gang Royal, Penjaringan, Jakarta Utara, mengungkap adanya jalan bawah tanah yang dulu kerap dijadikan jalur kabur para pekerja seks komersial (PSK) saat razia berlangsung.
    Juju (bukan nama sebenarnya, 53), salah satu warga, mengatakan lorong bawah tanah itu sudah ada sejak lama, sebelum puluhan bangunan liar tempat prostitusi di RW 13 dibongkar total pada 2023.
    “Enggak ada sekarang mah. Dulu atas rel ada kafe, bawahnya buat tempat begituan, nah itu bisa tembus ke bawah,” kata Juju saat ditemui di lokasi, Jumat (17/10/2025).
    Para PSK biasanya melarikan diri melalui akses bawah kafe tersebut ketika petugas Satpol PP datang melakukan razia.
    Kini, jalur bawah tanah itu sudah tidak lagi ada di kawasan Jakarta Utara.
    “Akses bawah tanah itu sekarang udah enggak ada. Cuma kalau di sisi barat kemarin masih ada,” ujar Juju.
    Gang Royal sendiri berada di perbatasan antara Jalan Bandengan III, Tambora, Jakarta Barat, dan RW 13, Penjaringan, Jakarta Utara.
    Keduanya dipisahkan oleh rel kereta api.
    Dulunya, di sepanjang sisi kanan dan kiri rel itu berdiri puluhan bangunan liar yang dijadikan tempat prostitusi.
    Setelah pembongkaran total di RW 13 Jakarta Utara pada 2023, kawasan itu disulap menjadi taman bermain anak oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Utara.
    Namun, aktivitas prostitusi di Gang Royal tak langsung berhenti.
    Puluhan bangunan liar di sisi Jakarta Barat masih terus beroperasi hingga akhirnya ikut dibongkar pada Kamis (16/1/2025).
    Kepala Satpol PP Jakarta Barat, Agus Irwanto, mengatakan penertiban dilakukan atas permintaan PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang melaporkan adanya aktivitas ilegal di lahan miliknya.
    “Ini merupakan tindak lanjut dari surat permohonan PT KAI terkait adanya bangunan liar dan juga aktivitas ilegal di area PT KAI,” ujar Agus di lokasi.
    Pembongkaran paksa dilakukan setelah pihaknya beberapa kali memberikan imbauan dan peringatan kepada warga yang masih menempati bangunan liar tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Saat Tolak Proyek Kereta Cepat Depan Jokowi, Kaki Agus Pambagio Sempat Diinjak Wantimpres

    Saat Tolak Proyek Kereta Cepat Depan Jokowi, Kaki Agus Pambagio Sempat Diinjak Wantimpres

    GELORA.CO – Saat ini Danantara sedang bingung bayar utang kereta cepat Whoosh, karena nilai yang besar.

    Karena itu petinggi Danantara ingin utang Whoosh itu dibebankan lewat APBN.

    Untung saja, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa berani menolaknya, meski ada tekanan dari elit kekuasaan.

    Terkait kehadiran kereta cepat Whoosh ini, analis kebijakan publik, Agus Pambagio, coba mengungkap secara tuntas.

    Menurut Agus, mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pernah mengumbar janji bahwa proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCBJ) tidak akan rugi.

    Selain itu, menurut Agus, Jokowi juga menyebut proyek tersebut baik untuk bangsa dan negara.

    Janji itu disampaikan Jokowi kala Agus bertemu Presiden RI ke-7 tersebut di Istana Bogor pada 2019 silam.

    Dalam pertemuan ini, Agus sendiri sudah menyatakan penolakan terhadap proyek kereta yang diberi nama Whoosh itu karena sudah dianggap tidak layak diteruskan.

    “Pak Presiden waktu itu memberikan penjelasan bahwa ini tidak akan rugi, ini pasti baik buat bangsa ini karena berteknologi tinggi, dan seterusnya,” papar Agus, dikutip dari tayangan yang diunggah di kanal YouTube Forum Keadilan, Jumat (17/10/2025).

    Selanjutnya, Agus Pambagio juga mengungkap ekspresi Jokowi saat diberitahu bahwa proyek kereta cepat ini tidak feasible (layak, bisa dilakukan, dan berpeluang berhasil, red).

    Saat itu, Jokowi hanya senyum dan tetap yakin bahwa proyek tersebut tidak akan merugi.

    “Tipikal Pak Jokowi, senyum gitu. Nggak ada yang aneh-aneh, ‘bisa kok ini’, gitu. Pokoknya, jalan,” ujarnya.

    Agus mengaku, saat akan bertanya lagi kepada Jokowi setelah menyampaikan penolakan proyek KCJB ini, dirinya justru dikode oleh anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) untuk tidak bertanya.

    “Saya kan mau tanya lagi, saya dicolek, diinjak sama Pak Wantimpres. Ya sudah saya diam. Yang teman-teman lain juga banyak mungkin mau tanya,” ungkapnya.

    Kemudian Agus juga mengungkap bahwa Jokowi mengaku, itu adalah idenya sendiri untuk menggandeng China/Tiongkok dalam proyek Whoosh, padahal sebelumnya sudah ada feasibility study bersama Jepang.

    Feasibility study adalah metode analisis yang bertujuan untuk mengevaluasi peluang keberhasilan suatu proyek.

    Menurut Agus, Jokowi kemungkinan memilih China karena merasa lebih nyaman.

    Apalagi, selama dua periode (2014-2019 dan 2019-2024), ayah Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka itu memang dekat dengan China, lantaran ada banyak proyek bantuan dari negara yang berjuluk Negeri Tirai Bambu ini.

    Agus Pambagio juga menanggapi penolakan Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa terhadap usulan pembayaran utang proyek Whoosh dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    Purbaya menyebut, penolakan membayar utang Whoosh dengan APBN dikarenakan proyek tersebut saat ini dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara BUMN (BUMN) yang berada di bawah naungan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI) Danantara.

    Dengan penolakan dari Menteri Keuangan RI ini, Agus menilai, utang Whoosh tidak akan bisa terlunasi.

    “Enggak terbayar, terus siapa yang mau bayar?” tutur Agus.

    Agus mengaku, dirinya juga sudah menolak ketika PT Kereta Api Indonesia (KAI) menggantikan posisi PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) sebagai lead konsorsium yang menggarap proyek KCJB.

    Sebab, saat dirinya masuk tim transformasi PT KAI bersama Mantan Menteri Perhubungan RI Ignasius Jonan, keduanya sudah berhasil membawa PT KAI dari rugi Rp800 miliar menjadi untung sekitar Rp2 atau 3 triliun.

    Lantas, jika saat itu KAI disuruh membiayai proyek KCJB alias Whoosh, Agus mempertanyakan pendapatan dari mana, dan bahkan bisa kembali minus alias merugi lagi. 

    Menurut Agus, wajar jika Danantara-lah yang harus membayar beban utang proyek Whoosh.

    Namun, ia menyarankan, Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa rapat bersama Komisi XI DPR RI dan Danantara untuk mencari solusi terkait proyek Whoosh.

    “Saya sarankan, dalam dua, tiga hari ini, Menteri Keuangan duduk bareng Danantara, kalau perlu Komisi XI DPR saksikan,” kata Agus.

    Agus menyebut, dengan beban utang mencapai Rp116 triliun dengan bunga kurang lebih Rp2 triliun per tahun, maka proyek Whoosh sangat memberatkan keuangan negara.

    Bahkan, dikhawatirkan beban utang Whoosh akan menyerobot anggaran proyek pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto yang lain, seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Merah Putih.

    “Iyalah, segitu (utang Whoosh memberatkan negara). Nanti enggak kebagian tuh MBG, Koperasi Merah Putih,” tandas Agus.

    Adapun Purbaya menolak usulan pembayaran utang Whoosh dengan menggunakan APBN saat menanggapi opsi yang disampaikan Chief Operating Officer (COO) Danantara Dony Oskaria terkait pembayaran utang PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) oleh pemerintah.

    Menurut Purbaya, proyek Whoosh tersebut dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mana saat ini sudah berada di bawah naungan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).

    Danantara sendiri, kata Purbaya, sudah punya manajemen dan dividen sendiri.

    “Yang jelas sekarang saya belum dihubungi tentang masalah itu, tapi KCIC di bawah Danantara kan, kalau di bawah Danantara kan mereka sudah punya manajemen sendiri, punya dividen sendiri,” ujar Purbaya saat Media Gathering di Bogor, Jumat (10/10/2025).

    Purbaya juga mengungkap, Danantara sudah dapat mengantongi sebesar Rp80 triliun dari dividen dalam satu tahun. 

    Sehingga, kata dia, seharusnya utang Whoosh bisa teratasi tanpa harus pembiayaan dari pemerintah.

    “Jangan kita lagi, karena kan kalau enggak ya semua kita lagi termasuk dividennya. Jadi, ini kan mau dipisahin swasta sama government,” tegasnya.

  • Proyek Kereta Cepat Gak Bakalan Rugi

    Proyek Kereta Cepat Gak Bakalan Rugi

    GELORA.CO – Analis kebijakan publik Agus Pambagio mengungkap Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menjanjikan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) tidak akan merugi, meski studi kelayakan menunjukkan proyek itu tak feasible.

    Agus menceritakan janji itu disampaikan Jokowi saat pertemuan di Istana Bogor pada 2019.

    Saat itu, Agus menyatakan penolakan terhadap proyek kereta yang diberi nama Whoosh karena dianggap tidak layak diteruskan.

    “Pak Presiden waktu itu memberikan penjelasan bahwa ini tidak akan rugi, ini pasti baik buat bangsa ini karena berteknologi tinggi, dan seterusnya,” ujar Agus, dikutip dari kanal YouTube Forum Keadilan, Jumat (17/10/2025).

    Menurut Agus, saat diberitahu bahwa proyek KCJB tidak feasible, Jokowi hanya tersenyum dan tetap yakin proyek tersebut tidak akan merugi.

    “Tipikal Pak Jokowi, senyum gitu. Nggak ada yang aneh-aneh, ‘bisa kok ini’, gitu. Pokoknya, jalan,” kata Agus.

    Agus menambahkan, saat ia akan bertanya lagi mengenai proyek ini, anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) mengkode untuk tidak melanjutkan pertanyaan.

    “Saya kan mau tanya lagi, saya dicolek, diinjak sama Pak Wantimpres. Ya sudah saya diam,” ungkapnya.

    Lebih lanjut, Agus mengungkap bahwa Jokowi mengaku proyek ini adalah idenya sendiri untuk menggandeng China/Tiongkok, meski sebelumnya feasibility study telah dilakukan bersama Jepang.

    Pilihan itu diduga karena Jokowi merasa lebih nyaman bekerja dengan China, yang selama dua periode pemerintahannya menjadi mitra banyak proyek bantuan dan pembangunan.

    Apalagi, selama dua periode (2014-2019 dan 2019-2024), ayah Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka itu memang dekat dengan China, lantaran ada banyak proyek bantuan dari negara yang berjuluk Negeri Tirai Bambu ini.

    Agus Pambagio juga menanggapi penolakan Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa terhadap usulan pembayaran utang proyek Whoosh dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    Purbaya menyebut, penolakan membayar utang Whoosh dengan APBN dikarenakan proyek tersebut saat ini dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara BUMN (BUMN) yang berada di bawah naungan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI) Danantara.

    Dengan penolakan dari Menteri Keuangan RI ini, Agus menilai, utang Whoosh tidak akan bisa terlunasi.

    “Enggak terbayar, terus siapa yang mau bayar?” tutur Agus.

    Agus mengaku, dirinya juga sudah menolak ketika PT Kereta Api Indonesia (KAI) menggantikan posisi PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) sebagai lead konsorsium yang menggarap proyek KCJB.

    Sebab, saat dirinya masuk tim transformasi PT KAI bersama Mantan Menteri Perhubungan RI Ignasius Jonan, keduanya sudah berhasil membawa PT KAI dari rugi Rp800 miliar menjadi untung sekitar Rp2 atau 3 triliun.

    Lantas, jika saat itu KAI disuruh membiayai proyek KCJB alias Whoosh, Agus mempertanyakan pendapatan dari mana, dan bahkan bisa kembali minus alias merugi lagi. 

    Sekarang, Agus menilai, wajar jika Danantara-lah yang harus membayar beban utang proyek Whoosh.

    Namun, ia menyarankan, Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa rapat bersama Komisi XI DPR RI dan Danantara untuk mencari solusi terkait proyek Whoosh.

    “Saya sarankan, dalam dua, tiga hari ini, Menteri Keuangan duduk bareng Danantara, kalau perlu Komisi XI DPR saksikan,” kata Agus.

    Agus menyebut, dengan beban utang mencapai Rp116 triliun dengan bunga kurang lebih Rp2 triliun per tahun, maka proyek Whoosh sangat memberatkan keuangan negara.

    Bahkan, dikhawatirkan beban utang Whoosh akan menyerobot anggaran proyek pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto yang lain, seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Merah Putih.

    “Iyalah, segitu [utang Whoosh memberatkan negara]. Nanti enggak kebagian tuh MBG, Koperasi Merah Putih,” tandas Agus. (*)

  • Rosan kaji penyelesaian utang KCIC yang tak timbulkan permasalahan

    Rosan kaji penyelesaian utang KCIC yang tak timbulkan permasalahan

    Jakarta (ANTARA) – Chief Executive Officer (CEO) Danantara, Rosan Roeslani menyatakan pihaknya tengah melakukan kajian untuk mencari opsi penyelesaian utang Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) yang tidak menimbulkan permasalahan ke depannya.

    “Agar penyelesaiannya adalah penyelesaian yang komprehensif. Bukan hanya penyelesaian yang sifatnya bisa potensi problem lagi,” kata dia yang juga menjabat sebagai Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ditemui di Jakarta, Jumat.

    Disampaikannya, dalam penyelesaian utang tersebut, pihaknya tak hanya menghitung dari sisi finansial saja, melainkan komunikasi dengan Pemerintah China, dengan pertimbangan yakni, “Karena ini juga buat mereka menjadi hal yang sangat penting. Karena ini adalah program dari Presiden Xi Jinping pada waktu itu. Jadi, tolong bersabar,” ucap Rosan.

    Dia memastikan opsi penyelesaian utang yang diambil pihaknya nanti bisa berjalan dengan baik dan memberikan dampak positif kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI). Adapun untuk kajian opsi penyelesaian utang ini, kata Rosan akan selesai sebelum akhir tahun.

    Sebagai informasi, total investasi proyek KCIC mencapai sekitar 7,27 miliar dolar AS atau setara Rp120,38 triliun.

    Sekitar 75 persen dari nilai proyek tersebut dibiayai melalui pinjaman dari China Development Bank (CDB) dengan bunga 2 persen per tahun.

    Hingga kini, terdapat dua opsi penyelesaian utang yang tengah dikaji, yakni pelimpahan kepada pemerintah atau penyertaan dana tambahan ke PT KAI.

    Namun, opsi tersebut belum final dan tetap mendorong Danantara untuk mengambil peran utama dalam pembayaran.

    Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Bos Danantara Tak Mau Layanan KAI Turun Gegara Utang Kereta Cepat

    Bos Danantara Tak Mau Layanan KAI Turun Gegara Utang Kereta Cepat

    Jakarta

    Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) tengah menggodok opsi untuk penyelesaian utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh. Salah satu bahan pertimbangan utamanya ialah jangan sampai utang ini membebani PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI hingga membuat pelayanan turun.

    KAI merupakan pemimpin perusahaan konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI). Sedangkan PSBI merupakan pemegang saham terbesar (60%) di PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), pengelola Whoosh.

    Chief Executive Officer (CEO) Danantara Rosan Perkasa Roeslani mengatakan, pihaknya menaruh perhatian besar terhadap potensi terdampaknya pelayanan kereta api atas beban utang tersebut.

    Oleh karena itu, Danantara saat ini tengah mengkaji sejumlah opsi penyelesaian utang secara komprehensif. Harapannya, opsi tersebut juga akan berdampak positif pada kinerja KAI sendiri.

    “Supaya ke depannya ini berjalan dengan baik, dan juga dampaknya ke KAI juga positif. Karena ini kan kalau nanti dampaknya KAI, dampaknya ke pelayanan kereta api yang lainnya,” ujar Rosan ditemui di Kantor Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Jakarta, Jumat (17/10/2025).

    Rosan mengatakan, pembahasan perlu dilakukan secara mendalam mengingat proyek tersebut melibatkan banyak kementerian/lembaga (KL). Setelah Danantara menyelesaikan kajiannya, pihaknya akan mempresentasikan hasilnya di hadapan KL terkait.

    Selain itu, Danantara juga menjalin komunikasi dengan pihak China, khususnya dengan National Development and Reform Commission (NDRC) atau Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional, menyangkut penyelesaian utang ini.

    “Kita akan presentasikan agar penyelesaiannya adalah penyelesaian yang komprehensif. Bukan hanya penyelesaian yang sifatnya bisa potensi, ‘oh problem lagi’, nggak. Kita mau komprehensif.” ujar Rosan.

    “Dan ini tidak hanya dari finansial, tapi kita juga komunikasi dengan pemerintah China, dengan NDRC-nya. Karena ini juga buat mereka menjadi hal yang sangat penting, karena ini adalah program dari Presiden Xi Jinping pada waktu itu,” sambungnya.

    Sebagai informasi, dalam catatan detikcom, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung mendapatkan pinjaman dari China Development Bank (CDB) untuk menutup cost overrun atau bengkak proyek Kereta Cepat sebesar Rp 6,98 triliun atau hampir Rp 7 triliun.

    Direktur Utama PT KAI, Bobby Rasyidin, menyebut utang dan kerugian PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) dapat menjadi bom waktu bagi perseroan. Hal itu ia ungkap dalam rapat perdananya bersama Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu.

    Mulanya, Bobby menjelaskan pihaknya akan mendalami persoalan beban keuangan KCIC. Ia memastikan dapat memahami permasalahan-permasalahan KAI dalam satu minggu, termasuk KCIC. Kemudian ia menyebut akan segera berkoordinasi dengan Danantara.

    “Kami yakin dalam satu minggu ke depan, kami bisa memahami semua kendala-kendala, permasalahan-permasalahan yang ada di dalam KAI ini. Terutama kami dalami juga masalah KCIC yang seperti yang disampaikan tadi, memang ini bom waktu,” ungkap Bobby dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/8/2025).

    Sepanjang semester I 2025 KCIC menelan kerugian hingga Rp 1,6 triliun. Pada periode yang sama, KAI mencatat total penyerapan kerugian mencapai Rp 1,424 triliun. Namun angka tersebut menyusut dibanding semester I tahun sebelumnya, yakni sebesar Rp 2,377 triliun.

    (kil/kil)

  • Bos Danantara Buka Suara soal Utang Kereta Cepat: Tolong Sabar, Lagi Dikaji

    Bos Danantara Buka Suara soal Utang Kereta Cepat: Tolong Sabar, Lagi Dikaji

    Jakarta

    Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) menegaskan bahwa proses pengkajian opsi untuk penyelesaian utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh masih berjalan. Dalam hal ini, langkah restrukturisasi masih belum pasti.

    Hal tersebut disampaikan oleh Chief Executive Officer (CEO) Danantara Rosan Perkasa Roeslani. Menurutnya, pembahasan perlu dilakukan secara mendalam mengingat proyek tersebut melibatkan banyak kementerian/lembaga (KL).

    “Untuk penyelesaian KCIC, opsi-opsi ini sedang kita kaji. Dan kalau opsi itu, penggajian itu sudah selesai, kita akan paparkan ke semua kementerian terkait. Karena kan ada Kementerian Perhubungan, ada Menko, ada Menteri Keuangan, dan ada DEN, Pak Luhut,” kata Rosan saat ditemui di Kantor Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Jakarta, Jumat (17/10/2025).

    Rosan mengatakan, pengkajian dilakukan agar masalah penyelesaian utang ini dapat diselesaikan secara komprehensif. Setelah Danantara menyelesaikan kajiannya, pihaknya akan mempresentasikan hasilnya di hadapan KL terkait.

    “Jadi kita akan presentasikan agar penyelesaiannya adalah penyelesaian yang komprehensif. Bukan hanya penyelesaian yang sifatnya bisa potensi ‘oh problem lagi’, nggak. Kita mau komprehensif. dan ini tidak hanya dari finansial,” ujarnya.

    Selain itu, Danantara juga menjalin komunikasi dengan pihak China, khususnya dengan National Development and Reform Commission (NDRC) atau Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional, menyangkut hal ini.

    Ia memastikan pembahasan utang Whoosh dilakukan secara mendalam dan terukur. Hal ini mengingat Whoosh menjadi salah satu hal yang sangat penting bagi China karena merupakan bagian dari porgram Presiden China Xi Jinping pada kala itu.

    Rosan juga menyinggung tentang dampak utang tersebut terhadap PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI. Jangan sampai nantinya penyelesaian utang ini malah akan menjadi beban baru bagi perusahaan pelat merah itu.

    “Jadi, tolong bersabar. Ini opsi saja kita sedang kaji semua. Dan bukan hanya dari semata-mata, kalau saya bilang dari finansial saja bukan seperti itu. Ini kelanjutannya seperti apa, dari segi supaya ke depannya ini berjalan dengan baik,” kata dia.

    “Dan juga dampaknya ke KAI juga positif. Karena ini kan kalau nanti dampaknya ke KAI, dampaknya ke pelayanan KA yang lainnya,” sambungnya.

    Rosan berharap, proses pengkajian internal ini dapat rampung sebelum akhir tahun. Barulah dari sana dilakukan penetapan dari skema penyelesaian utang kereta cepat.

    Sebagai informasi, China dikabarkan telah menyetujui langkah restrukturisasi utang proyek KCJB atau Whoosh. Namun proses restrukturisasi ini masih menunggu pembentukan tim restrukturisasi melalui penerbitan Keputusan Presiden (Keppres) dari Presiden Prabowo Subianto.

    Hal ini disampaikan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan. Sebagai pihak yang turun tangan langsung dalam realisasi awal proyek Whoosh di masa pemerintahan Presiden RI ke-7 Joko Widodo, Luhut telah berkoordinasi dengan pihak China menyangkut restrukturisasi tersebut.

    “China itu hanya bilang, ‘kita akan mau terus sampai ke Surabaya kalau kalian jadi menyelesaikan masalah restructuring ini segera’. Saya bilang waktu ke China 3 bulan lalu, ‘oke, tapi tinggal tunggu Keppres, supaya timnya dikerjakan’,” kata Luhut, dalam acara 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Kamis (16/10/2025).

    Menyangkut hal ini, Luhut telah berkomunikasi dengan Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani untuk segera memproses Keppres tersebut. Selaras dengan itu, Rosan sedang dalam tahap pembicaraan dengan Presiden Prabowo Subianto.

    “Kemarin saya sudah bilang sama Pak Rosan, saya bilang, Rosan, segera aja bikin itu (tim restrukturisasi) orangnya ini, ini, ini. Jadi teman-teman sekalian, apa yang nggak bisa diselesaikan? Wong negara sebesar ini, kewenangan di presiden, sepanjang kita kompak, apa sih yang tidak bisa?,” ujarnya.

    (kil/kil)

  • KAI Daop 7 Madiun Gelar Media Journey di Purwokerto untuk Perkuat Sinergi dengan Wartawan

    KAI Daop 7 Madiun Gelar Media Journey di Purwokerto untuk Perkuat Sinergi dengan Wartawan

    Kediri (beritajatim.com) – PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 7 Madiun menggelar kegiatan Media Journey bersama wartawan dari Blitar, Kediri, dan Madiun pada Rabu–Kamis, 15–16 Oktober 2025, di Purwokerto, Jawa Tengah. Program dua hari ini menjadi ajang mempererat hubungan antara KAI dan insan media sekaligus memperkuat citra positif perusahaan di mata publik.

    Manager Humas PT KAI Daop 7 Madiun, Rokhmad Makin Zainul, menjelaskan bahwa Media Journey bertujuan membangun hubungan harmonis dan berkelanjutan dengan jurnalis di wilayah kerja Daop 7. Menurutnya, hubungan baik dengan media sangat penting untuk mempermudah penyampaian informasi, klarifikasi isu, serta publikasi program dan layanan perusahaan.

    “Melalui kegiatan ini, kami ingin menjaga dan meningkatkan citra positif PT KAI, khususnya Daop 7 Madiun. Selain itu, kami ingin memberi kesempatan kepada rekan media untuk melihat langsung operasional, fasilitas, dan pelayanan KAI agar mereka dapat menyampaikan informasi yang akurat dan membangun kepada masyarakat,” ujar Zainul.

    Ia menambahkan, kegiatan tersebut juga menjadi sarana edukasi publik melalui pemberitaan positif dari media. Dengan begitu, KAI dapat terus dikenal sebagai penyedia layanan transportasi yang aman, nyaman, dan profesional. “Kami berharap informasi mengenai inovasi layanan, keselamatan perjalanan, hingga kontribusi sosial KAI bisa tersampaikan secara luas melalui media,” katanya.

    Rombongan wartawan berangkat dari Blitar, Kediri, dan Madiun menggunakan Kereta Api Kertanegara menuju Purwokerto. Setibanya di Stasiun Purwokerto, peserta disambut dengan sesi foto bersama di Museum Lokomotif dan dilanjutkan dengan sharing session seputar dunia perkeretaapian di kawasan wisata Baturaden.

    Pada hari kedua, para peserta diajak menikmati wisata alam dan edukasi, mulai dari offroad di kawasan Baturaden, kunjungan ke Balai Perkebunan Baturaden untuk melihat koleksi tanaman anggrek, hingga menjelajahi hutan pinus Limpakuwus di kaki Gunung Slamet. Salah satu momen paling berkesan bagi peserta adalah kunjungan ke Depo Lokomotif dan Kereta Purwokerto — salah satu fasilitas terbaik di Jawa Tengah.

    Di depo tersebut, wartawan mendapat penjelasan langsung mengenai proses penyimpanan, pemeriksaan, serta perawatan ringan lokomotif dan kereta penumpang. Fasilitas ini menjadi bagian penting dari sistem operasional KAI karena memastikan lokomotif selalu siap beroperasi dengan aman dan efisien. Depo Purwokerto sendiri berada di bawah Daop 5 Purwokerto dan berlokasi tidak jauh dari Stasiun Purwokerto, Kabupaten Banyumas.

    Kegiatan ditutup dengan city tour ke sentra batik Banyumas dan pusat oleh-oleh khas Purwokerto, termasuk mencicipi getuk goreng yang menjadi ikon kuliner setempat. Melalui rangkaian Media Journey ini, KAI berharap kemitraan dengan media semakin kuat dan terus berkontribusi dalam penyebaran informasi positif, edukatif, serta membangun kepercayaan masyarakat terhadap layanan transportasi kereta api di Indonesia.

    Zainul menegaskan bahwa KAI terbuka terhadap masukan dari media sebagai bagian dari evaluasi dan peningkatan pelayanan. “Kami percaya, suara media adalah cerminan publik. Karena itu, kegiatan seperti ini akan terus kami lakukan sebagai upaya membangun kepercayaan dan meningkatkan kualitas layanan,” tutupnya. [nm/beq]