Perusahaan: PT Bank Permata Tbk

  • Prabowo Panggil Sri Mulyani hingga Erick Thohir, Bahas Apa? – Page 3

    Prabowo Panggil Sri Mulyani hingga Erick Thohir, Bahas Apa? – Page 3

    Sebelumnya, momentum perayaan Hari Raya Idul Adha diperkirakan berpotensi memberikan dorongan konsumsi domestik, terutama di sektor makanan dan minuman, transportasi, dan jasa keagamaan.

    Meskipun dampaknya tidak sebesar momen Ramadan-Idulfitri, ekonom Permata Bank, Josua Pardede melihat bahwa konsumsi daging, aktivitas perjalanan domestik (mudik lokal), serta kegiatan sosial-keagamaan seperti kurban dan sedekah tetap menstimulasi ekonomi.

    “Apalagi, pemerintah juga menggelontorkan stimulus sejak 5 Juni yang meliputi diskon transportasi, listrik, bansos, hingga subsidi upah. Kombinasi ini bisa menjadi faktor penopang untuk menjaga laju pertumbuhan ekonomi kuartal II agar tetap mendekati target 5%, setelah pada kuartal I hanya tumbuh 4,87% yoy,” ungkap Josua kepada Liputan6.com di Jakarta, dikutip Senin (2/6/2025).

    Namun, Josua memperkirakan daya beli belum sepenuhkan akan pulih pada momen Idul Adha.

    Ia mengutip Survei Konsumen pada April 2025 dari Bank Indonesia, dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang mengalami penurunan dari 127,3 di Maret menjadi 124,4 di April, menandakan optimisme konsumen mulai melemah, terutama pada kelompok pendapatan menengah ke bawah.

    Adapun Indeks Pembelian Barang Tahan Lama (Durable Goods) dan Indeks Ekspektasi Penghasilan yany juga menurun, mencerminkan tekanan pada daya beli menjelang pertengahan tahun.

     

  • Ekonom Proyeksi Deflasi pada Mei 2025, Akibat Harga Cabai Turun?

    Ekonom Proyeksi Deflasi pada Mei 2025, Akibat Harga Cabai Turun?

    Bisnis.com, JAKARTA — Konsensus ekonom meramalkan akan terjadi deflasi secara bulanan pada Mei 2025. Penurunan harga cabai disinyalir menjadi penyebab deflasi tersebut.

    Berdasarkan proyeksi 14 ekonom yang dihimpun Bloomberg, median atau nilai tengah IHK pada Mei 2025 berada di zona deflasi sebesar 0,14% month to month (MtM). Nilai tersebut menurun dibandingkan realisasi inflasi sebesar 1,17% MoM pada bulan sebelumnya atau April 2025.

    Dilihat secara tahunan atau year on year (YoY), 25 ekonom memproyeksi median IHK pada Mei 2025 berada di zona inflasi sebesar 1,87%. Nilai tersebut melandai dibandingkan realisasi inflasi sebesar 1,95% YoY pada April 2025.

    Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede sendiri memperkirakan terjadi deflasi 0,27% MtM pada Mei 2025 akibat lonjakan musiman selama periode Lebaran.

    “Penurunan harga ini terutama didorong oleh normalisasi harga pangan pasca-Idulfitri, termasuk penurunan harga komoditas volatile [harga bergejolak] seperti cabai merah dan cabai rawit,” ujar Josua dalam keterangannya, dikutip Minggu (1/6/2025).

    Sementara itu, komoditas pangan utama seperti beras dan produk unggas diperkirakan masih mencatatkan inflasi dalam skala moderat.

    Di luar kelompok pangan bergejolak, harga yang diatur pemerintah (administered prices) juga mengalami deflasi meski tidak sedalam kelompok pangan.

    Penyebabnya, sambung Josua, disebabkan oleh turunnya harga BBM non-subsidi akibat pelemahan harga minyak global di April serta penurunan tarif angkutan udara menyusul berakhirnya lonjakan permintaan saat Lebaran.

    Adapun secara tahunan, dia memproyeksikan inflasi melandai menjadi sekitar 1,7% YoY pada Mei 2025. Inflasi inti juga diproyeksikan turun tipis ke 2,43% YoY dari 2,48% YoY, seiring dengan turunnya harga emas domestik dan penguatan nilai tukar rupiah.

    “Jika proyeksi ini terealisasi, maka tren penurunan inflasi tetap konsisten dengan tekanan harga yang rendah di semester I-2025. Secara kumulatif, inflasi sejak awal tahun hingga Mei diperkirakan baru mencapai 1,29% YtD, relatif rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,” ujar Josua.

    Senada, Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) Andry Asmoro sendiri memperkirakan secara bulanan terjadi deflasi 0,18% MtM dan inflasi 1,8% YoY pada Mei 2025.

    “Tekanan deflasi menunjukkan stabilitas berkelanjutan dalam pasokan pangan dan normalisasi permintaan pasca-Lebaran,” ujar Andry dalam keterangannya, dikutip Minggu (1/6/2025).

    Lebih lanjut, dia memperkirakan inflasi inti akan tetap stabil di sekitar 2,5% YoY. Menurutnya, angka tersebut mencerminkan inflasi dasar yang terkendali di tengah permintaan domestik yang moderat.

    Adapun, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan Indeks Harga Konsumen (IHK) periode Mei 2025 pada Senin (2/6/2025) esok.

  • Jelang Peluncuran Insentif Ekonomi Juni, Indonesia Diproyeksi Deflasi pada Mei 2025

    Jelang Peluncuran Insentif Ekonomi Juni, Indonesia Diproyeksi Deflasi pada Mei 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Konsensus ekonom memproyeksikan akan terjadi deflasi secara bulanan pada Mei 2025. Sementara secara tahunan, inflasi diproyeksikan akan melandai.

    Proyeksi ini di tengah rencana pemerintah meluncurkan stimulus untuk menjaga roda ekonomi melalui enam paket kebijakan.  “Semua program stimulus ekonomi tersebut segera diterapkan mulai tanggal 5 Juni 2025,” ujar Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso  dalam keterangan resmi, Selasa (27/5/2025).

    Stimulus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi itu mencakup diskon tiket kereta api, angkutan laut hingga pesawat, diskon tarif tol, diskon tarif listrik, penebalan bantuan sosial dan pemberian bantuan pangan tambahan kartu sembako, bantuan subsidi upah (BSU), serta perpanjangan diskon iuran program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) di BPJS Ketenagakerjaan.

    Adapun, Badan Pusat Statistik (BPS) sendiri baru akan mengumumkan Indeks Harga Konsumen (IHK) periode Mei 2025 pada Senin (2/6/2025) esok.

    14 ekonom yang dihimpun Bloomberg memproyeksikan median atau nilai tengah IHK pada Mei 2025 berada di zona deflasi sebesar 0,14% month to month (MtM). Nilai tersebut menurun dibandingkan realisasi inflasi sebesar 1,17% MoM pada bulan sebelumnya atau April 2025.

    Adapun estimasi tertinggi diberikan oleh ekonom Standard Chartered Bank Aldian Taloputra sebesar 0,16%. Sementara estimasi terendah disampaikan oleh ekonom Maybank Securities Brian Lee Shun Rong sebesar -0,3%

    Dilihat secara tahunan atau year on year (YoY), 25 ekonom memproyeksi median IHK pada Mei 2025 berada di zona inflasi sebesar 1,87%. Nilai tersebut melandai dibandingkan realisasi inflasi sebesar 1,95% YoY pada April 2025.

    Estimasi tertinggi terpantau berada di angka 2,14% yang dikeluarkan oleh ekonom Standard Chartered Bank Aldian Taloputra. Sementara estimasi terendah di angka 1,7% oleh ekonom Maybank Securities Brian Lee Shun Rong dan ekonom Bank Pertama Josua Pardede.

    Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) Andry Asmoro sendiri memperkirakan secara bulanan terjadi deflasi 0,18% MtM dan inflasi 1,8% YoY pada Mei 2025.

    “Tekanan deflasi menunjukkan stabilitas berkelanjutan dalam pasokan pangan dan normalisasi permintaan pasca-Lebaran,” ujar Andry dalam keterangannya, dikutip Minggu (1/6/2025).

    Lebih lanjut, dia memperkirakan inflasi inti akan tetap stabil di sekitar 2,5% YoY. Menurutnya, angka tersebut mencerminkan inflasi dasar yang terkendali di tengah permintaan domestik yang moderat.

    Sementara Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede memperkirakan terjadi deflasi 0,27% MtM pada Mei 2025 akibat lonjakan musiman selama periode Lebaran.

    “Penurunan harga ini terutama didorong oleh normalisasi harga pangan pasca-Idulfitri, termasuk penurunan harga komoditas volatile seperti cabai merah dan cabai rawit,” ujar Josua dalam keterangannya.

    Dia menyebut komoditas pangan utama seperti beras dan produk unggas diperkirakan masih mencatatkan inflasi dalam skala moderat. Di luar kelompok pangan bergejolak, harga yang diatur pemerintah (administered prices) juga mengalami deflasi meski tidak sedalam kelompok pangan.

    Penyebabnya, sambung Josua, disebabkan oleh turunnya harga BBM non-subsidi akibat pelemahan harga minyak global di April serta penurunan tarif angkutan udara menyusul berakhirnya lonjakan permintaan saat Lebaran.

    Sedangkan secara tahunan, dia memproyeksikan inflasi melandai menjadi sekitar 1,7% YoY pada Mei 2025. Inflasi inti juga diproyeksikan turun tipis ke 2,43% YoY dari 2,48% YoY, seiring dengan turunnya harga emas domestik dan penguatan nilai tukar rupiah.

    “Jika proyeksi ini terealisasi, maka tren penurunan inflasi tetap konsisten dengan tekanan harga yang rendah di semester I-2025. Secara kumulatif, inflasi sejak awal tahun hingga Mei diperkirakan baru mencapai 1,29% YtD, relatif rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,” ujarnya.

  • Nasib Rupiah Usai BI Rate Turun dan Tekanan Dolar AS – Page 3

    Nasib Rupiah Usai BI Rate Turun dan Tekanan Dolar AS – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Bank Indonesia (BI) telah resmi mengurangi suku bunga acuan (BI-Rate) menjadi 5,50%. Langkah ini dianggap sebagai respons yang aktif dari Bank Indonesia terhadap kemungkinan pelonggaran moneter di tingkat global, serta menunjukkan keyakinan terhadap stabilitas ekonomi dalam negeri.

    Josua Pardede, Chief Economist dari Permata Bank, mengungkapkan bahwa penurunan BI-Rate dapat memberikan dampak negatif terhadap nilai tukar rupiah jika ekspektasi pasar tidak dikelola dengan baik. Padahal saat ini, dolar AS tengah menguat terhadap sejumlah mata uang lainnya. 

    “Secara eksternal, penurunan BI-Rate bisa memberi tekanan terhadap nilai tukar rupiah jika tidak diimbangi oleh ekspektasi pasar yang terjaga,” ujarnya kepada Liputan6.com dikutip Sabtu (31/5/2025). 

    Seperti diketahui, Indeks dolar AS (DXY) yang mengukur nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama lainnya menguat sebesar 0,22% secara mingguan yakni dari 99,11 menjadi 99,33.

    Namun, saat ini, situasi menunjukkan bahwa tekanan dari faktor eksternal mulai mereda, cadangan devisa mengalami penguatan, dan aliran modal portofolio kembali mengalir ke pasar domestik. “Dengan demikian, risiko depresiasi rupiah masih dalam batas terkendali,” tambahnya.

    Meskipun demikian, ia juga memperingatkan bahwa jika rupiah melemah, hal ini bisa meningkatkan biaya impor, terutama bagi sektor manufaktur dan infrastruktur yang masih bergantung pada barang modal dari luar negeri. Di sisi lain, sektor ekspor berpotensi mendapatkan keuntungan dari peningkatan daya saing harga, khususnya untuk komoditas dan produk manufaktur yang ditujukan untuk ekspor.

    Namun, potensi keuntungan tersebut tetap tergantung pada permintaan global dan adanya hambatan tarif di negara-negara tujuan ekspor. Dengan demikian, meskipun ada peluang, tantangan tetap ada dan perlu diperhatikan oleh pelaku pasar.

  • Penyaluran Kredit Perbankan Potensi Naik 11% pada Akhir 2025 – Page 3

    Penyaluran Kredit Perbankan Potensi Naik 11% pada Akhir 2025 – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede mengatakan, pemangkasan tingkat bunga penjaminan (TBP) menjadi 4,00 persen bukan jadi faktor utama pendorong kenaikan penyaluran kredit perbankan. Namun, lebih pada keseluruhan kondisi moneter dan sentimen kepercayaan nasabah. 

    Kendati begitu, angka penyaluran kredit perbankan kini tengah mengalami peningkatan. Per April 2025, kredit perbankan tumbuh 8,88 persen secara tahunan (YoY), dengan kontribusi terbesar dari kredit investasi yang tumbuh 15,2 persen. 

    “Jika tren penurunan suku bunga berlanjut, dan transmisi ke bunga kredit berlangsung efektif, maka kredit perbankan berpotensi tumbuh hingga 10-11 persen YoY di akhir 2025. Terutama didorong oleh sektor konsumsi dan perumahan,” kata Josua kepada Liputan6.com, Jumat (30/5/2025).

    Namun demikian, ia mengebut keberhasilan ini tetap bergantung pada beberapa faktor. Pertama, stabilitas nilai tukar dan inflasi yang terkendali. Sehingga menjaga ekspektasi forward rate tetap rendah. 

    Selanjutnya, soal ketersediaan permintaan kredit baru, khususnya dari rumah tangga kelas menengah dan sektor properti. 

    “Ketiga, persepsi risiko perbankan terhadap kualitas aset, di mana NPL (kredit macet) harus tetap terjaga di level sehat agar bank berani ekspansi,” ujar Josua. 

  • Suku Bunga Kian Murah, tapi Pelaku Usaha Masih Angkat Tangan – Page 3

    Suku Bunga Kian Murah, tapi Pelaku Usaha Masih Angkat Tangan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede menilai, respons perbankan terhadap penyesuaian suku bunga kredit biasanya memerlukan waktu 1 hingga 2 kuartal.

    Hal ini disebabkan oleh perbedaan struktur biaya dana di tiap bank serta intensitas kompetisi pasar. Namun, Josua menuturkan, penurunan suku bunga acuan yang diikuti oleh penurunan suku bunga dasar kredit (TBP) secara simultan berpotensi mempercepat penurunan biaya dana perbankan.

    Meski demikian, ia menekankan bahwa efektivitas transmisi tersebut sangat tergantung pada permintaan kredit dari sektor riil. Jika pelaku usaha masih bersikap wait-and-see akibat ketidakpastian global atau pemulihan konsumsi belum optimal, maka kredit tetap berpotensi stagnan meski bunga telah lebih murah.

    “Efektivitasnya akan sangat tergantung pada kondisi permintaan kredit di sektor riil,” ujar Josua kepada Liputan6.com, Jumat (30/5/2025).

    Di sisi lain, Josua juga menyoroti kondisi suku bunga simpanan perbankan yang kini berada di bawah tingkat inflasi. TBP bank umum saat ini tercatat sebesar 4,25%, sementara inflasi tahunan Mei 2025 berada di kisaran 2,7% year-on-year (yoy).

    Kondisi ini membuka potensi pergeseran dana masyarakat ke instrumen investasi non-penjaminan seperti reksa dana pasar uang, Surat Berharga Negara (SBN) ritel, atau Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi dan bersifat likuid. “Ada potensi pergeseran dana ke instrumen non-penjaminan seperti reksa dana pasar uang, SBN ritel, atau SRBI yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi dan bersifat likuid,” ujarnya.

  • Bunga Kredit dan KPR Diramal Baru Turun Paling Cepat Akhir 2025 – Page 3

    Bunga Kredit dan KPR Diramal Baru Turun Paling Cepat Akhir 2025 – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Pemangkasan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) untuk simpanan rupiah di bank umum menjadi 4,00 persen oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bakal berpengaruh terhadap penurunan bunga kredit maupun kredit pemilikan rumah (KPR). Namun penyesuaiannya diprediksi tidak terjadi instan, atau bakal terjadi antara akhir 2025 atau awal 2026.

    Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede menilai, pemangkasan TBP LPS di bank umum merupakan kebijakan yang bersifat backward looking, atau berorientasi ke masa sebelumnya.

    Kebijakan itu jadi cerminan penyesuaian terhadap tren penurunan suku bunga simpanan di industri perbankan yang telah berlangsung, menyusul kebijakan akomodatif Bank Indonesia (BI) lewat pemangkasan suku bunga acuan.

    “Dengan kata lain, kebijakan ini lebih mencerminkan kondisi pasar yang telah terjadi, bukan menjadi pemicu awal perubahan suku bunga seperti halnya kebijakan suku bunga acuan BI-Rate yang bersifat forward looking,” kata Josua kepada Liputan6.com, Jumat (30/5/2025).

    Menurut dia, dampak penurunan tingkat bunga penjaminan di bank umum terhadap bunga kredit, termasuk KPR, tidak akan bersifat langsung.

    “Namun, ia memperkuat sinyal bagi perbankan untuk menyesuaikan suku bunga simpanan, terutama deposito, lebih lanjut. Penurunan biaya dana (cost of fund) ini pada akhirnya membuka ruang bagi penurunan bunga kredit,” imbuhnya.

     

  • BI Rate Turun Jadi 5,50%, Rupiah Masih dalam Zona Aman? – Page 3

    BI Rate Turun Jadi 5,50%, Rupiah Masih dalam Zona Aman? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Bank Indonesia (BI) resmi menurunkan suku bunga acuan (BI-Rate) menjadi 5,50%. Keputusan ini dinilai sebagai langkah proaktif Bank Indonesia dalam merespons potensi pelonggaran moneter global, sekaligus mencerminkan keyakinan terhadap stabilitas ekonomi domestik.

    Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, menjelaskan bahwa secara eksternal, penurunan BI-Rate bisa menimbulkan tekanan terhadap nilai tukar rupiah jika ekspektasi pasar tidak terjaga.

    “Secara eksternal, penurunan BI-Rate bisa memberi tekanan terhadap nilai tukar rupiah jika tidak diimbangi oleh ekspektasi pasar yang terjaga,” kata Josua kepada Liputan6.com, Jumat (30/5/2025).

    Namun, kondisi saat ini menunjukkan tekanan eksternal mulai mereda, cadangan devisa menguat, dan aliran modal portofolio kembali masuk ke pasar domestik.

    “Dengan demikian, risiko depresiasi rupiah masih dalam batas terkendali,” ujarnya.

    Meski begitu, ia mengingatkan bahwa pelemahan rupiah dapat meningkatkan biaya impor, terutama bagi sektor manufaktur dan infrastruktur yang masih bergantung pada barang modal dari luar negeri.

    Sebaliknya, sektor ekspor berpeluang meraih keuntungan dari sisi daya saing harga, khususnya komoditas dan manufaktur berorientasi ekspor. Namun, potensi tersebut tetap dipengaruhi oleh permintaan global dan hambatan tarif di negara tujuan ekspor.

     

  • Paket Stimulus Pemerintah Sasar Masyarakat Kelas Bawah, Ini Tanggapan Ekonom

    Paket Stimulus Pemerintah Sasar Masyarakat Kelas Bawah, Ini Tanggapan Ekonom

    Bisnis.com, JAKARTA — Langkah pemerintah dalam memberikan paket stimulus yang cenderung menyasar masyarakat kelas bawah pada kuartal II/2025 dinilai tepat untuk menjaga daya beli kelompok tersebut di tengah risiko perlambatan ekonomi.

    Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede menuturkan bahwa stimulus yang akan digelontorkan pemerintah pada kuartal II/2025 secara eksplisit menyasar masyarakat kelas bawah, seperti diskon tarif listrik untuk pelanggan

    Dia menuturkan, stimulus-stimulus tersebut bertujuan menjaga daya beli segmen yang paling rentan terhadap gejolak harga dan ketidakpastian ekonomi. Hal ini mengingat tingkat inflasi tetap terjaga rendah di 1,95% (year on year/YoY) tetapi komponen administered price dan harga emas mendorong tekanan harga.

    “Langkah ini dinilai tepat secara sosial dan politis karena menjangkau mayoritas rumah tangga yang terdampak perlambatan ekonomi dan melemahnya konsumsi barang tahan lama di segmen bawah,” kata Josua saat dihubungi, Selasa (27/5/2025).

    Berdasarkan survei konsumen Bank Indonesia, kelompok berpengeluaran rendah pada kisaran Rp1 juta—2 juta justru mengalami penurunan optimisme. Dengan demikian, dia menilai stimulus tersebut dapat menopang sisi permintaan agregat, khususnya pada sektor-sektor seperti makanan, transportasi, dan energi.

    Meski demikian, Josua menilai pemberian stimulus ini hanya akan memberikan efeknya yang terbatas terhadap percepatan pertumbuhan secara agregat. Dia mengatakan, langkah tersebut perlu didukung oleh kenaikan belanja modal pemerintah dan investasi swasta yang lebih agresif.

    Sementara itu, berkurangnya insentif yang akan diberikan kepada masyarakat kelas menengah berpotensi melemahkan kontribusi konsumsi rumah tangga sebagai mesin utama pertumbuhan. Konsumen kelas menengah, dengan pengeluaran Rp3 juta—5 juta memiliki peran penting dalam pengeluaran barang tahan lama, transportasi, dan rekreasi.

    Dia mengatakan, saat ini keyakinan konsumen kelas menengah secara keseluruhan tetap tinggi pada level 121,7. Josua mengatakan, kelompok berpengeluaran Rp4,1 juta—5 juta mencatatkan IKE dan Indeks Pembelian Barang Tahan Lama tertinggi, menandakan daya belinya cukup kuat dan sensitif terhadap stimulus.

    Namun, pelemahan stimulus untuk segmen menengah dapat memperlambat pemulihan konsumsi barang non-esensial seperti elektronik, perabot rumah tangga, dan rekreasi, yang telah menunjukkan tren penurunan berdasarkan survei penjualan eceran BI. Beberapa daerah bahkan mencatat kontraksi IPR (indeks penjualan ritel) tahunan di atas 10%.

    “Ketika konsumsi menengah melemah, multiplier effect terhadap sektor industri, jasa, dan investasi ikut teredam. Ini bisa berdampak pada perlambatan pertumbuhan PDB dari sisi permintaan, khususnya dalam komponen PMTB (Pembentukan Modal Tetap Bruto) dan sektor-sektor konsumsi yang padat karya,” jelas Josua.

    Josua melanjutkan, target pertumbuhan ekonomi sebesar 5% pada 2025 menjadi semakin menantang jika kebijakan fiskal tidak sepenuhnya bersifat ekspansif atau hanya terbatas pada segmen terbawah. Dia pun memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 pada kisaran 4,8%.

    Josua menuturkan, tanpa dorongan yang cukup dari kelas menengah—yang daya konsumsinya lebih besar dalam nominal dan berperan penting dalam sektor jasa dan manufaktur ringan—kontribusi terhadap pertumbuhan bisa tidak optimal. Apalagi, realisasi belanja negara hingga April 2025 masih relatif rendah. Hal tersebut mengindikasikan potensi pelemahan permintaan agregat dari sisi pemerintah.

    Lebih jauh, tekanan eksternal seperti kebijakan tarif Trump yang menurunkan permintaan ekspor Indonesia juga mempersempit ruang pertumbuhan dari sisi eksternal, sehingga beban mendorong pertumbuhan semakin bertumpu pada konsumsi domestik.

    “Tanpa peran aktif kelas menengah dan pelaku usaha yang biasa disasar lewat stimulus fiskal menengah, misalnya pemotongan PPh 21, insentif konsumsi kredit, maka proyeksi 5% menjadi terlalu optimistis kecuali didukung oleh akselerasi belanja modal publik dan pemulihan ekspor jasa,” ujarnya.

    Stimulus Pemerintah

    Sebagai informasi, Pemerintah telah mengummkan sejumlah paket stimulus yang akan diberikan kepada masyarakat pada kuartal II/2025. Gelontoran stimulus ini seiring dengan upaya pemerintah menjaga pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 pada kisaran 5% dengan memanfaatkan momentum liburan sekolah pada bulan Juni-Juli 2025.

    Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menjelaskan, stimulus Ekonomi kuartal II/2025 tersebut telah dibahas secara mendalam pada Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) tingkat Menteri pada Jumat (23/5/2025) lalu yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan dihadiri Menteri, Wakil Menteri, dan Pimpinan/Perwakilan K/L terkait.

    “Pada Rakortas tersebut telah disepakati bahwa semua program stimulus ekonomi tersebut akan segera diterapkan mulai tanggal 5 Juni 2025,” ujar pria yang akrab disapa Susi itu dalam keterangan resmi, Selasa (27/5/2025).

    Susi mengatakan, pemerintah menyiapkan 6 paket kebijakan stimulus ekonomi untuk kuartal II/2025.

    Berikut rincian stimulus ekonomi terbaru:

    1. Diskon Transportasi

    Terdapat 3 jenis Diskon Transportasi selama 2 bulan pada momen libur sekolah (sekitar awal Juni 2025—pertengahan Juli 2025) antara lain:

    Diskon Tiket Kereta sebesar 30%
    Diskon Tiket Pesawat berupa PPN DTP 6%
    Diskon Tiket Angkutan Laut sebesar 50%

    Penerapan Program oleh Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN.

    2. Diskon Tarif Tol

    Diskon Tarif Tol sebesar 20% untuk sekitar 110 Juta Pengendara selama 2 bulan pada momen Liburan Sekolah (sekitar awal Juni 2025—pertengahan Juli 2025).
    Skema program sama dengan pemberlakuan Diskon pada Nataru dan Lebaran.
    Penerapan Program oleh Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perhubungan.

    3. Diskon Tarif Listrik

    Diskon Tarif Listrik sebesar 50% kepada sekitar 79,3 Juta Rumah Tangga (Pelanggan ≤1300 VA)
    Pemberlakuan Diskon Listrik skemanya sama dengan Program Diskon Listrik pada Januari—Februari 2025 yang lalu, akan dimulai pada awal Juni 2025 s.d. akhir Juli 2025 (tanggal 5 Juni s.d. 31 Juli 2025)
    Penerapan Program oleh Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, PLN

    4. Penebalan Bantuan Sosial dan Pemberian Bantuan Pangan

    Tambahan Kartu Sembako Rp200.000 per bulan untuk sekitar 18,3 Juta KPM diberikan selama dua bulan
    Bantuan Pangan 10 kg Beras untuk sekitar 18,3 Juta KPM
    Penerapan Program oleh Kementerian Sosial, Bapanas (koordinasi dengan Kemenko Pangan, Kementerian Pertanian dan BULOG) terkait stimulus Bantuan Pangan dan SPHP selama 2 bulan (Juni—Juli 2025)

    5. Bantuan Subsidi Upah (BSU)

    Bantuan Subsidi Upah sebesar Rp150.000 per bulan untuk sekitar 17 Juta Pekerja dengan gaji sampai dengan Rp3,5 juta atau sebesar UMP/Kota/Kab yang berlaku, serta 3,4 Juta Guru Honorer selama 2 bulan (Juni—Juli 2025)
    Bantuan BSU akan disalurkan satu kali penyaluran pada bulan Juni 2025
    Penerapan Program oleh Kementerian Keuangan, Kementerian Ketenagakerjaan dan BPJS Ketenagakerjaan (untuk Pekerja), Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dan Kementerian Agama (untuk Guru Honorer)

    6. Perpanjangan Diskon Iuran JKK

    Perpanjangan Diskon 50% dilakukan kembali selama 6 bulan bagi Pekerja Sektor Padat Karya (Periode Agustus 2025 sampai dengan Januari 2026)
    Penerapan Program oleh Kementerian Ketenagakerjaan dan BPJS Ketenagakerjaan.

  • Konsorsium Bank Mega salurkan pinjaman Rp2 triliun untuk BRMS

    Konsorsium Bank Mega salurkan pinjaman Rp2 triliun untuk BRMS

    Pemberian fasilitas kredit tersebut merupakan wujud dukungan nyata Bank Mega dan konsorsium dalam memajukan industri pertambangan di dalam negeri…,

    Jakarta (ANTARA) – Konsorsium Bank Mega menyalurkan pinjaman kepada PT Bumi Resources Minerals Tbk (kode saham: BRMS) dengan total nilai Rp2 triliun atau sekitar 121 juta dolar Amerika Serikat (AS) (dengan asumsi kurs Rp16.500 per dolar AS).

    Fasilitas pendanaan ini memiliki jangka waktu 12 bulan dan suku bunga 9,75 persen per tahun. Sebagian besar dari pinjaman tersebut, yakni senilai 46 juta dolar AS, akan digunakan untuk mendanai konstruksi proyek tambang emas bawah tanah di Palu serta aktivitas pengeboran di Gorontalo.

    Corporate Syndication Head Bank Mega Antonius Prabowo Argo dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, mengatakan bahwa Bank Mega selaku Mandated Lead Arranger and Bookrunner (MLAB) menyambut baik dengan adanya penandatanganan pembiayaan bersama ini.

    “Pemberian fasilitas kredit tersebut merupakan wujud dukungan nyata Bank Mega dan konsorsium dalam memajukan industri pertambangan di dalam negeri sehingga memberikan kontribusi positif bagi kemandirian bangsa dan memberikan manfaat luas bagi kesejahteraan masyarakat,” kata Antonius.

    Direktur Utama & Chief Executive Officer BRMS Agus Projosasmito mengatakan, pihaknya menargetkan produksi emas dengan kadar yang lebih tinggi dari tambang bawah tanah di Palu dapat dimulai pada 2027.

    Sebagian dari fasilitas pinjaman juga diperlukan untuk mendanai kegiatan pengeboran eksplorasi di proyek tembaga di Gorontalo.

    “Kami berharap untuk dapat menambah jumlah cadangan dan sumberdaya mineral yang ada dari kegiatan pengeboran tersebut,” ujar Agus.

    Sementara itu, Direktur & Chief Financial Officer BRMS Charles Gobel menambahkan bahwa fasilitas pinjaman dari konsorsium Bank Mega ini merupakan langkah awal dalam pendanaan proyek-proyek mineral BRMS di Palu, Gorontalo, Banten, dan Aceh.

    “Saat ini kami juga dalam proses untuk mendapatkan fasilitas pendanaan lanjutan untuk pengembangan proyek-proyek mineral tersebut sampai selesai,” kata Charles.

    Selain digunakan untuk mendanai proyek tambang emas, sebesar 75 juta dolar AS dari total pinjaman yang didapatkan BRMS juga akan digunakan untuk melunasi pinjaman sejumlah 75 juta dolar AS.

    Jumlah pinjaman yang akan dilunasi tersebut terdiri dari 26 juta dolar AS dari BNI, 28 juta dolar AS dari Bank Permata, dan 21 juta dolar AS dari Bank Mega.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025