PKPU Ditolak, Dahlan Iskan Gagal Tagih Utang Rp 54,5 M ke PT Jawa Pos
Tim Redaksi
SURABAYA, KOMPAS.com
– Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan gagal menagih utang dividen sebesar Rp 54,5 miliar kepada PT Jawa Pos, perusahaan yang pernah dibesarkannya.
Hal tersebut terjadi setelah Pengadilan Niaga Surabaya menolak permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan Dahlan Iskan terhadap PT Jawa Pos.
Putusan dengan nomor perkara 32/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Sby itu dibacakan pada 12 Agustus 2025 melalui sistem e-court.
Majelis hakim yang diketuai Ega Shaktiana menyatakan, seluruh dalil Dahlan Iskan terbukti tidak memenuhi syarat Undang-Undang Kepailitan dan PKPU.
Dalam amar putusannya, pengadilan menolak permohonan PKPU dan menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 3,38 juta.
PT Jawa Pos juga terbukti tidak memiliki utang dividen kepada Dahlan Iskan.
Dividen yang dimaksud telah dibayarkan PT Jawa Pos kepada Dahlan melalui forum RUPS yang sah.
“Pemohon PKPU (Dahlan Iskan) telah menerima seluruh dividen berikut bunganya secara langsung ke rekening yang bersangkutan,” tutur majelis hakim dalam pertimbangannya.
Majelis juga menyebut, termohon PKPU (PT Jawa Pos) tidak sedang memiliki utang maupun fasilitas kredit dalam bentuk apapun kepada PT Bank Permata Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, PT Akcaya Press, dan PT Strategi Madani Utama.
Majelis hakim berpendapat bahwa utang-utang tersebut merupakan kewajiban dari entitas hukum lain.
Sebelumnya, Dahlan Iskan mengajukan PKPU dengan tuduhan adanya utang dividen PT Jawa Pos kepada dirinya sejak 2003 hingga 2016 senilai Rp 54,5 miliar, serta utang kepada sejumlah kreditur lain.
Pengacara PT Jawa Pos E.L Sajogo membenarkan putusan Pengadilan Niaga Surabaya itu.
Menurut dia, dalil-dalil yang diajukan Dahlan Iskan telah terbukti tidak benar.
“Dalil-dalil tersebut dapat berpotensi mencemarkan nama dan citra baik dari PT Jawa Pos, sehingga dapat menimbulkan kerugian akibat perbuatan melawan hukum,” katanya.
Bukti yang diunggah di sistem
e-court
oleh pihak Dahlan Iskan disebut bersifat rahasia dan tidak dapat diajukan sebagai bukti di muka persidangan.
Kliennya tetap menghargai jasa yang telah diberikan oleh seluruh pihak yang pernah menjabat sebagai direksi, dewan komisaris, maupun pemegang saham, termasuk Dahlan Iskan pada PT Jawa Pos maupun di setiap anak usaha PT Jawa Pos.
Namun, PT Jawa Pos tidak mentoleransi tindakan yang dilandasi dengan iktikad tidak baik dan perbuatan melawan hukum yang dapat merugikan perusahaan.
“Selain itu, kami juga akan mengambil sikap tegas dan mempertimbangkan untuk melakukan upaya-upaya hukum yang dipandang perlu,” ujarnya.
Dalam rangkaian perkara ini, Dahlan Iskan sempat disebut tersangka oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jatim dalam kasus penggelapan dan pemalsuan.
Terpisah, kuasa hukum Dahlan Iskan, Boyamin Saiman menganggap biasa putusan majelis hakim Pengadilan Niaga Surabaya terkait permohonan PKPU kliennya.
“Pak Dahlan sudah melakukan upaya hukum yang beradab,” katanya.
Dia menolak disebut berupaya merusak reputasi PT Jawa Pos dalam rangkaian perkara hukum yang sedang berjalan. “Justru proses hukum yang baik akan memperbaiki citra,” katanya.
Di sisi lain, pihaknya menunggu dengan senang hati jika pihak PT Jawa Pos akan melakukan upaya hukum untuk menuntut kliennya. “Kami menunggu dengan senang hati,” ujar Boyamin.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Perusahaan: PT Bank Permata Tbk
-
/data/photo/2023/09/14/650272558772e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
PKPU Ditolak, Dahlan Iskan Gagal Tagih Utang Rp 54,5 M ke PT Jawa Pos Surabaya 21 Agustus 2025
-

Bertepatan dengan HUT ke-80 RI, QRIS Resmi dapat Digunakan di Jepang
Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menyampaikan QRIS resmi dapat digunakan di Jepang mulai 17 Agustus 2025, atau bertepatan dengan peringatan hari kemerdekaan ke-80 RI. Hal ini menandai perluasan QRIS ke luar Asean, setelah sebelumnya dengan Thailand, Malaysia, dan Singapura.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan, sejak diluncurkan enam tahun lalu, QRIS telah menjadi game changer bagi ekosistem pembayaran digital dan memperkuat kedaulatan ekonomi Indonesia, yang kini telah mencapai 57 juta pengguna.
“Pengembangan inovasi fitur QRIS secara berkelanjutan terus dilakukan untuk memperluas akseptasi dan mendukung inklusi ekonomi dan keuangan digital. Salah satu inovasi dimaksud adalah QRIS Antarnegara,” kata Perry dalam keterangannya, Minggu (17/8/2025).
Menurutnya, inisiasi ini menjadi bukti komitmen BI dan industri sistem pembayaran Indonesia untuk terus memperluas jaringan pembayaran digital di kancah internasional. Dengan begitu, masyarakat dapat dengan mudah bertransaksi lintas negara.
Pada tahap awal, Perry menyebut masyarakat Indonesia dapat menggunakan QRIS di 35 merchants di Jepang dengan memindai JPQR Global menggunakan aplikasi pembayaran domestik.
Aplikasi pembayaran domestik yang dimaksud yakni PT Bank Central Asia Tbk., PT Bank CIMB Niaga Tbk., PT Bank Mega Tbk., PT Bank Sinarmas Tbk., PT Espay Debit Indonesia Koe, PT Dompet Anak Bangsa, dan PT Netzme Kreasi Indonesia.
Kemudian, PT Bank Permata Tbk., PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Pembangunan Daerah Bali, PT Bank Syariah Indonesia Tbk., PT Bank OCBC NISP Tbk., PT Bank Tabungan Negara Tbk., dan PT Bank SMBC Indonesia Tbk.
Selanjutnya, PT Finnet Indonesia, PT Airpay International Indonesia, PT Bank Danamon Indonesia Tbk., PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk., dan PT MNC Teknologi Nusantara.
Adapun, perluasan QRIS ini merupakan sinergi BI bersama Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI). Harapannya, perluasan layanan ini dapat memberikan kenyamanan dan efisiensi transaksi bagi masyarakat, serta meningkatkan hubungan ekonomi Indonesia dan Jepang.
Perry mengatakan, jangkauan merchant di Jepang ke depannya akan terus diperluas. Dengan begitu, masyarakat Indonesia semakin mudah bertransaksi di Jepang menggunakan QRIS.
Selanjutnya, implementasi juga akan akan diperluas kepada merchant di Indonesia sehingga masyarakat dari Jepang dapat bertransaksi di Indonesia dengan memindai QRIS menggunakan aplikasi pembayaran dari negaranya.
BI mencatat hingga Juni 2025, implementasi QRIS Antarnegara menunjukkan hasil positif. Kerja sama QRIS Antarnegara dengan Thailand tercatat mencapai 994.890 transaksi dengan nominal sebesar Rp437,54 miliar sejak diluncurkan Agustus 2022.
Volume transaksi QRIS Antarnegara Indonesia-Malaysia mencapai 4,31 juta transaksi dengan nominal sebesar Rp1,15 triliun sejak diluncurkan Mei 2023.
QRIS Antarnegara dengan Singapura yang diluncurkan pada tanggal 17 November 2023 pun telah mencatatkan 238.216 transaksi dengan nominal sebesar Rp77,06 miliar.
-

Rupiah menguat didukung potensi BI tahan suku bunga acuan
Sumber foto: Antara/elshinta.com.
Rupiah menguat didukung potensi BI tahan suku bunga acuan
Dalam Negeri
Editor: Sigit Kurniawan
Rabu, 13 Agustus 2025 – 18:10 WIBElshinta.com – Research and Development Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX) Taufan Dimas mengatakan penguatan nilai tukar (kurs) didukung antisipasi pasar terkait potensi Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan.
“Pasar mengantisipasi Bank Indonesia akan mempertahankan suku bunga acuan di level 6,25 persen pada RDG (Rapat Dewan Gubernur) 19–20 Agustus 2025 pekan depan,” katanya kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.
Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan hari Rabu di Jakarta menguat sebesar 88 poin atau 0,54 persen menjadi Rp16.202 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya Rp16.290 per dolar AS.
Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini juga menguat ke level Rp16.237 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.298 per dolar AS.
Ekspektasi ini dinilai menjaga daya tarik imbal hasil rupiah, dan mendorong aliran dana asing ke pasar obligasi pemerintah.
Optimisme tersebut turut diperkuat persepsi stabilitas kebijakan moneter BI di tengah ketidakpastian global.
Melihat dari faktor global, kinerja rupiah diuntungkan pelemahan dolar AS pasca rilis data Consumer Price Index (CPI) dan Producer Price Index (PPI) AS pada Juli 2025 yang melambat, yakni inflasi di angka 2,7 persen year on year (yoy) dari perkiraan 2,8 persen. Hal ini memicu ekspektasi pasar atas kemungkinan pemangkasan suku bunga The Fed pada kuartal IV-2025.
“Melemahnya CPI menandakan tekanan harga di AS mulai mereda, sehingga mengurangi tekanan terhadap mata uang negara berkembang,” ujar Taufan.
Sentimen risk-on global juga meningkat setelah data manufaktur Tiongkok menunjukkan perbaikan, lanjutnya, sehingga mendorong arus modal masuk ke emerging markets.
Kombinasi ekspektasi kebijakan moneter BI, pelemahan dolar, dan optimisme global ini dianggap menjadi katalis utama yang mengangkat kurs rupiah di tengah dinamika fluktuasi pasar.
Senada, Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede menilai penguatan rupiah karena faktor CPI AS. Berdasarkan angka tersebut, Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyebutkan bahwa pemotongan 50 basis points (bps) oleh The Fed perlu dipertimbangkan, sejalan dengan tekanan Presiden AS Donald Trump agar pelonggaran lebih agresif.
Efeknya, lanjut Josua, Asia-Pacific Currencies (Asia FX) serempak menguat dengan Rupiah dan Baht memimpin, sementara imbal hasil UST 10Y cenderung turun.
Melihat dari sisi domestik, minat asing ke Surat Berharga Negara (SBN) meningkat. Lelang SBN terbaru membukukan penawaran Rp162 triliun, tertinggi sejak tahun 2016. Selain itu, yield Indo 10Y stabil turun, sehingga menambah pasokan valas dan menopang rupiah.
Arus pada SBN pasca lelang dan antisipasi Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2026 disebut menjadi penentu tambahan. “Dampaknya ke rupiah akan terbatas selama disiplin fiskal (lebih kecil dari 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto/PDB) terjaga,” ungkap Josua.
Sumber : Antara
-

Ini 4 Catatan Ekonom ke Sri Mulyani Sebelum Lanjutkan Efisiensi APBN Lagi
Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah akan melanjutkan efisiensi belanja seiring dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.56/2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara alias APBN. Terdapat beberapa catatan yang harus diperhatikan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto guna memastikan efisiensi berjalan pada jalur yang benar.
Untuk diketahui, PMK tersebut mengatur ihwal efisiensi belanja yang ditujukan untuk menjaga keberlanjutan fiskal dan mendukung program prioritas pemerintah.
Menariknya di dalam beleid itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tidak memasukkan anggaran belanja lainnya dalam pos anggaran yang kena efisiensi. Itu artinya ada pengurangan pos anggaran dari 16 menjadi 15 pos yang diefisiensi kalau membandingkannya dengan jumlah yang tertera dalam Surat Menkeu No: S-37/MK.02/2025.
Adapun kalau merujuk beleid baru tersebut, pos-pos anggaran yang kena efisiensi antara lain alat tulis kantor; kegiatan seremonial; rapat, seminar, dan sejenisnya; kajian dan analisis; diklat dan bimtek; honor output kegiatan dan jasa profesi; percetakan dan souvenir; sewa gedung, kendaraan, dan peralatan.
Selanjutnya, lisensi aplikasi; jasa konsultan; bantuan pemerintah; pemeliharaan dan perawatan; perjalanan dinas; peralatan dan mesin; infrastruktur.
Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede memberikan empat poin catatan bagi pemerintah untuk melaksanakan efisiensi belanja ke depannya. Pertama, penerapan efisiensi jangan diberlakukan secara keseluruhan di seluruh pos anggaran atau across-the-board.
Sebab, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1/2025 yang menjadi acuan efisiensi belanja pemerintah pada awal tahun ini memasukkan pembangunan infrastruktur dan pengadaan peralatan/mesin ke dalam area identifikasi.
“Sehingga ada risiko salah sasaran bila pemangkasan tak berbasis output,” jelas Josua kepada Bisnis, Senin (11/8/2025).
Kedua, percepatan realokasi dan lelang agar pergeseran ke belanja modal atau capital expenditure (capex) tidak menimbulkan pengeluaran yang rendah (low disbursement) pada paruh kedua. Josua mewanti-wanti pemerintah agar menggunakan mekanisme ‘blokir-buka’ anggaran yang cepat, bukan penahanan berkepanjangan.
Ketiga, layanan dasar yang meliputi pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, serta proyek yang didanai skema khusus seperti pinjaman/hibah/BLU/SBSN sesuai koridor Inpres/PMK.
Keempat, penguatan terhadap reviu belanja secara kuartalan berbasis kinerja. Hal itu termasuk koordinasi dengan daerah saat penyesuaian transfer ke daerah (TKD).
“Agar efisiensi benar-benar menekan biaya input seremonial/operasional, bukan mengorbankan output pelayanan publik atau serapan capex yang menopang investasi,” ujar Josua.
Menurut pengamatan Josua, arah kebijakan efisiensi yang diatur pada PMK No.56/2025 dalam melanjutkan mandat Inpres No.1/2025 itu relatif tepat sasaran. Sebab, PMK yang baru diterbitkan Sri Mulyani pada akhir Juli lalu itu secara eksplisit menyasar pos-pos dengan efek berganda atau multiplier effect rendah di belanja barang/jasa dan sebagian belanja modal (perjalanan dinas, rapat/semiloka, sewa, jasa profesional, iklan/publikasi, pengadaan kendaraan, percetakan/souvenir, dan lain-lain).
Di sisi lain, efisiensi yang dicanangkan pemerintah itu dinilai sambil tetap melindungi belanja pegawai dan bantuan sosial.
Sebagai informasi, Inpres No.1/2025 yang diterbitkan Presiden Prabowo sebelumnya menargetkan efisiensi total Rp306,7 triliun, yang meliputi anggaran kementerian/lembaga Rp256,1 triliun, serta Rp50,6 triliun pada TKD.
Efisiensi pada PMK itu juga, lanjut Josua, memprioritaskan agar pemangkasan tidak berasal dari pinjaman/hibah, Rupiah Murni Pendamping, PNBP-BLU yang disetor ke kas negara, maupun proyek yang menjadi underlying SBSN—sehingga ruang fiskal dialihkan ke program prioritas Presiden tanpa menurunkan layanan dasar.
Di sisi lain, PMK baru itu juga merinci 15 jenis belanja sebagai objek efisiensi yang dinilai teknisnya untuk mendorong “value for money”.
Belum Ada Penjelasan Rinci Efisiensi Anggaran Lanjutan
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara masih enggan menjelaskan lebih lanjut perincian efisiensi APBN yang dilanjutkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto setelah pelaksanaan pertama di awal tahun ini.
Namun demikian, Suahasil menjelaskan bahwa kementeriannya bakal mengumumkan lebih lanjut soal implementasi PMK tersebut. Mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) itu menuturkan, efisiensi akan terus dilakukan karena merupakan keinginan setiap lembaga.
“Kalau efisiensi kan memang sudah menjadi keinginan kita setiap lembaga. Terus mencari efisiensi dalam anggaran. Jadi lanjut terus aja, dalam pelaksanaan, dalam perencanaan,” tuturnya di Istana Kepresidenan.
Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, PMK Nomor 56/2025 itu mengatur bahwa anggaran belanja yang terdampak efisiensi antara lain anggaran belanja kementerian atau lembaga, dan efisiensi transfer ke daerah.
“Hasil efisiensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) utamanya digunakan untuk kegiatan prioritas Presiden yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” tertulis dalam beleid itu, dikutip pada Rabu (6/8/2025).
Menariknya di dalam beleid itu, Sri Mulyani tidak memasukkan anggaran belanja lainnya dalam pos anggaran yang kena efisiensi. Itu artinya ada pengurangan pos anggaran dari 16 menjadi 15 pos yang terkena efisiensi kalau membandingkannya dengan jumlah yang tertera dalam Surat Menkeu No: S-37/MK.02/2025.
Meski demikian, aturan baru tersebut belum menyebut secara spesifik berapa nilai besaran anggaran yang terdampak efisiensi. PMK itu hanya menekankan bahwa Menteri Keuangan (Menkeu) bisa menyesuaikan item anggaran yang terkena efisiensi sesuai arahan presiden.
Selain itu, meski tetap merujuk kepada kebijakan efisiensi anggaran yang ditetapkan oleh presiden, Menteri Keuangan berhak menetapkan besaran efisiensi anggaran dan menyampaikannya kepada masing-masing kementerian dan lembaga.
-

Kurva Terbalik Efisiensi Anggaran, Defisit APBN Justru Membengkak
Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) secara agresif melakukan efisiensi belanja untuk mendukung program prioritas Presiden Prabowo Subianto. Ironisnya, aksi gencar efisiensi belanja itu dilakukan ketika outlook defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 terkerek naik dari 2,53% menjadi 2,78% dari produk domestik bruto (PDB).
Pelebaran ruang fiskal di tengah beban anggaran yang cukup besar dan penerimaan pajak yang terkontraksi hingga 7% pada semester 1/2025, tentu berisiko. Outlook defisit anggaran yang mencapai 2,78% dari PDB juga tercatat tertinggi dalam tiga tahun terakhir.
Risiko lainnya, pemerintah harus menambah utang yang diperkirakan mencapai Rp772,9 triliun sampai akhir tahun. Meski lebih rendah dari target senilai Rp775,9 triliun, outlook utang pemerintah 2025 diperkirakan mengerek rasio utang terhadap PDB hingga 41,6%. Alhasil, sebagai jalan pintas, pemerintah kemudian menggunakan sisa anggaran lebih alias SAL tahun 2024 senilai Rp85,6 triliun untuk meminimalkan risiko fiskal akibat pembengkakan utang dan menjaga defisit di bawah 3% dari PDB.
Di sisi lain, melalui implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.56/2025 yang mengatur efisiensi belanja, pemerintah sejatinya telah memberikan sinyal bahwa efisiensi anggaran kemungkinan terjadi lebih radikal atau sebaliknya, karena dalam Pasal 4 ayat 6 PMK tersebut, pelaksanaan efisiensi akan memperhitungkan penerimaan pajak secara keseluruhan.
“PMK ini menegaskan bahwa pelaksanaan kebijakan efisiensi harus mempertimbangkan pencapaian target penerimaan perpajakan secara keseluruhan,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Deni Surjantoro kepada Bisnis belum lama ini.
Aturan PMK Efisiensi
Sekadar informasi bahwa pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.56/2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara alias APBN.
Lewat aturan tersebut, Kemenkeu menekankan bahwa efisiensi belanja dimaksudkan untuk menjaga keberlanjutan fiskal dan mendukung program prioritas pemerintah. Cakupan anggaran belanja yang terdampak efisiensi antara lain anggaran belanja kementerian atau lembaga, dan efisiensi transfer ke daerah.
Menariknya di dalam beleid itu, Sri Mulyani tidak memasukkan anggaran belanja lainnya dalam pos anggaran yang kena efisiensi. Itu artinya ada pengurangan item belanja kena efisiensi dari 16 menjadi 15 pos dibandingkan yang tertera dalam Surat Menkeu No: S-37/MK.02/2025.
Adapun kalau merujuk beleid baru tersebut, pos-pos anggaran yang kena efisiensi antara lain, alat tulis kantor; kegiatan seremonial; rapat, seminar, dan sejenisnya; kajian dan analisis; diklat dan bimtek; honor output kegiatan dan jasa profesi; percetakan dan souvenir; sewa gedung, kendaraan, dan peralatan. Selanjutnya, lisensi aplikasi; jasa konsultan; bantuan pemerintah; pemeliharaan dan perawatan; perjalanan dinas; peralatan dan mesin; infrastruktur.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
Meski demikian, aturan baru tersebut juga tidak menyebut secara spesifik berapa nilai besaran anggaran yang terdampak efisiensi. PMK itu hanya menekankan bahwa Menteri Keuangan (Menkeu) bisa menyesuaikan item anggaran yang terkena efisiensi sesuai arahan presiden.
Selain itu, meski tetap merujuk kepada kebijakan efisiensi anggaran yang ditetapkan oleh presiden, aturan itu memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menetapkan besaran efisiensi anggaran dan menyampaikannya kepada masing-masing kementerian atau lembaga.
Catatan Ekonom Soal Efisiensi
Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede memberikan empat poin catatan bagi pemerintah untuk melaksanakan efisiensi belanja ke depannya. Pertama, penerapan efisiensi jangan diberlakukan secara keseluruhan di seluruh pos anggaran atau across-the-board.
Sebab, Instruksi Presiden (Inpres) No.1/2025 yang menjadi acuan efisiensi belanja pemerintah pada awal tahun ini memasukkan pembangunan infrastruktur dan pengadaan peralatan/mesin ke dalam area identifikasi. “Sehingga ada risiko salah sasaran bila pemangkasan tak berbasis output,” jelas Josua.
Kedua, percepatan realokasi dan lelang agar pergeseran ke belanja modal atau capital expenditure (capex) tidak menimbulkan pengeluaran yang rendah (low disbursement) di paruh kedua. Josua mewanti-wanti pemerintah agar menggunakan mekanisme ‘blokir-buka’ anggaran yang yang cepat, bukan penahanan berkepanjangan.
Ilustrasi pembangunan
Ketiga, layanan dasar yang meliputi pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, serta proyek yang didanai skema khusus seperti pinjaman/hibah/BLU/SBSN sesuai koridor Inpres/PMK. Keempat, penguatan terhadap reviu belanja secara kuartalan berbasis kinerja. Hal itu termasuk koordinasi dengan daerah saat penyesuaian transfer ke daerah (TKD).
“Agar efisiensi benar-benar menekan biaya input seremonial/operasional, bukan mengorbankan output pelayanan publik atau serapan capex yang menopang investasi,” ujar Josua.
Menurut pengamatan Josua, arah kebijakan efisiensi yang diatur pada PMK No.56/2025 dalam melanjutkan mandat Inpres No.1/2025 itu relatif tepat sasaran. Sebab, PMK yang baru diterbitkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akhir Juli lalu itu secara eksplisit menyasar pos-pos dengan efek berganda atau multiplier effect rendah di belanja barang/jasa dan sebagian belanja modal (perjalanan dinas, rapat/semiloka, sewa, jasa profesional, iklan/publikasi, pengadaan kendaraan, percetakan/souvenir, dan lain-lain).
Penerimaan Pajak Jadi Kunci
Sementara itu, peneliti Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menuturkan bahwa defisit anggaran dipengaruhi oleh beberapa faktor. Tahun depan, pemerintah akan melanjutkan sejumlah program unggulan atau prioritas yang mulai dijalankan tahun ini.
Program tersebut menurutnya juga akan mengalami penyesuaian target penerima, yang berpotensi bertambah. Peningkatan jumlah penerima ini akan mendorong kebutuhan anggaran lebih besar untuk belanja prioritas.
Di sisi lain, tantangan pada pos penerimaan pajak diperkirakan masih akan berlanjut tahun depan. Indikator tax buoyancy yang rendah menunjukkan bahwa pertumbuhan PDB belum mampu secara signifikan meningkatkan penerimaan pajak. Kondisi ini dipengaruhi antara lain oleh tingginya tingkat informalitas di sektor usaha serta kebutuhan pemberian insentif pajak.
Terkait efisiensi, pemerintah akan mengarahkannya pada pos-pos yang tidak berhubungan langsung dengan program prioritas, seperti perjalanan dinas, rapat, seminar, dan belanja barang.
“Namun, porsi pos-pos ini relatif kecil terhadap total anggaran, sehingga dampak efisiensinya terhadap penurunan belanja secara keseluruhan tidak signifikan. Hal ini karena belanja terbesar tetap dialokasikan untuk program-program utama yang tidak termasuk dalam kebijakan efisiensi.”
-
.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Rupiah menguat sejalan potensi pemotongan suku bunga Fed
Sumber foto: Antara/elshinta.com.
Rupiah menguat sejalan potensi pemotongan suku bunga Fed
Dalam Negeri
Editor: Sigit Kurniawan
Kamis, 07 Agustus 2025 – 14:05 WIBElshinta.com – Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede menganggap penguatan nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dipengaruhi kemungkinan pemotongan suku bunga The Fed dalam waktu dekat.
“Salah satu pejabat Fed, Lisa Cook, menyatakan bahwa laporan pekerjaan AS ‘mengkhawatirkan’, yang dapat menyebabkan pergeseran tren ekonomi AS. Pernyataannya meningkatkan kemungkinan anggota FOMC (Federal Open Market Committee) Fed untuk sepakat terkait dengan pemotongan suku bunga kebijakan dalam waktu dekat,” katanya, di Jakarta, Kamis.
Sentimen tersebut menyebabkan pelemahan dolar AS yang diikuti sentimen risiko di pasar saham AS.
Di sisi lain, pasar saat ini mengantisipasi pencalonan pengganti Adrianna Kugler untuk mendapatkan arahan yang lebih jelas tentang arah kebijakan FOMC ke depan.
“Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa ia akan menunjuk seorang calon untuk menggantikan Kugler pada akhir minggu ini, dan mengungkapkan bahwa ia telah mempersempit daftar kandidat pengganti Ketua Fed Jerome Powell menjadi empat finalis,” ujar dia.
Dia turut mengungkapkan bahwa penguatan kurs mata uang Indonesia didorong pula oleh meningkatnya permintaan rupiah, di tengah berbagai ketidakpastian di kawasan Asia.
“Rupiah diperkirakan akan bergerak dalam rentang Rp16.275-Rp16.400 per dolar AS,” ujar Josua.
Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Kamis pagi di Jakarta menguat sebesar 44 poin atau 0,27 persen menjadi Rp16.318 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.362 per dolar AS.
Sumber : Antara
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5308404/original/057136400_1754543531-1000072333__1_.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Buka Karya Kreatif Indonesia 2025, Bos BI Ungkap Alasan UMKM Pilar Ekonomi RI – Page 3
Diberitakan sebelumnya, Keputusan Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan (BI-Rate) menjadi 5,50%, serta langkah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menurunkan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) menjadi 4% diperkirakan membawa dampak positif bagi sektor riil, terutama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta sektor padat karya.
Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede menyatakan penurunan kedua indikator ini berpotensi mendorong permintaan kredit dari pelaku UMKM dan perusahaan padat karya, yang umumnya sangat sensitif terhadap perubahan suku bunga.
“Penurunan BI-Rate dan TBP berpotensi mendorong permintaan kredit, terutama dari sektor UMKM dan padat karya yang sensitif terhadap suku bungam,” kata Josua kepada Liputan6.com, Jumat (30/5/2025).
Bisa Ekspansi
Dia menuturkan, dengan biaya pinjaman yang lebih rendah, UMKM dapat lebih mudah mengakses pembiayaan untuk ekspansi atau menjaga arus kas, terutama dalam menghadapi tekanan biaya produksi pasca-kenaikan upah dan harga bahan baku.
Ia menambahkan, penurunan suku bunga juga akan mendorong sektor padat karya untuk mempertahankan tenaga kerja dan meningkatkan utilisasi kapasitas produksi. Hal ini dinilai dapat mempercepat pemulihan konsumsi rumah tangga serta meningkatkan penyerapan tenaga kerja.
“Di sektor padat karya, suku bunga yang lebih rendah dapat membantu perusahaan mempertahankan tenaga kerja dan meningkatkan utilisasi kapasitas, yang pada gilirannya mendukung pemulihan konsumsi rumah tangga dan penyerapan tenaga kerja,” ujarnya.
-

Sederet Fakta Kinerja Ekonomi Kuartal II/2025 yang Bikin Ekonom dan Pasar Terkejut
Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis data pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 di luar ekspektasi pasar yakni di angka 5,12%. Banyak pihak menyoroti data tersebut, meskipun kalau dilihat secara historis beda proyeksi pasar dengan BPS sudah beberapa kali terjadi.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS), Moh. Edy Mahmud, menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 ditopang oleh sejumlah komponen baik dari sisi lapangan usaha maupun pengeluaran. Pada dasarnya dari sisi pengeluaran seluruh komponen masih tumbuh positif, kecuali konsumsi pemerintah yang kontraksi.
“Komponen pengeluaran yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB adalah konsumsi rumah tangga dengan kontribusi sebesar 54,25% dan tumbuh 4,37% [YoY],” ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (5/8/2025).
Edy melanjutkan, konsumsi rumah tangga juga menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi dengan andil sebesar 2,64% dari total 5,12% pertumbuhan ekonomi nasional.
Menyusul dibelakangnya adalah Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi dengan porsi sebesar 27,83% terhadap pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan 6,99% yoy. Adapun, andil PMTB terhadap pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II/2025 adalah 2,06%.
Kontributor lain terhadap pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II/2025 adalah net ekspor sebesar 0,22%, dan sektor lain sebesar 0,22%. Komponen lain, yaitu konsumsi pemerintah tercatat masih terkontraksi 0,22%.
Sumber data: BPS
Edy menjelaskan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga terjadi seiring dengan meningkatnya belanja kebutuhan primer dan mobilitas rumah tangga. Dia menjelaskan, kebutuhan bahan makanan dan makanan meningkat karena aktivitas pariwisata selama periode libur hari besar keagamaan nasional dan juga hari libur sekolah.
“Mobilitas masyarakat yang meningkat mendorong peningkatan konsumsi untuk transportasi dan restoran,” lanjutnya.
Sementara itu, pertumbuhan PMTB didorong oleh investasi swasta dan pemerintah. Dia menjelaskan, belanja modal pemerintah pada kuartal II/2025 tumbuh 30,37% secara year on year terutama pada komponen mesin dan peralatan.
“Sementara itu, impor barang modal jenis mesin tumbuh 28,16% secara year on year,” ujarnya.
Beda Data Bukan Hal Baru
Perbedaan antara proyeksi ekonom dan realisasi pertumbuhan ekonomi yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sejatinya bukan hal baru. Fenomena anomali data antara konsensus ekonom dengan BPS pernah terjadi pada kuartal II tahun-tahun sebelumnya.
Dalam catatan Bisnis, pada kuartal II/2021 misalnya, kalangan ekonom meramalkan perekonomian Indonesia berada di angka 5,5%. Namun demikian BPS kemudian merilis data bahwa pertumbuhan ekonomi selama kuartal II/2021 tembus di angka 7,07%.
Tren serupa juga terjadi pada kuartal II/2022. Waktu itu rata-rata ekonom memproyeksikan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh di median angka 5,01% dan yang paling optimistik di kisaran 5,17%. Menariknya, BPS kemudian merilis pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2022 tembus di angka 5,44%.
Pada kuartal II/2023, BPS merilis pertumbuhan ekonomi 5,17%. Padahal kalangan pasar pada waktu itu memprediksi ekonomi akan tumbuh di kisaran 5%. Namun pada kuartal II/2024, gap antara proyeksi ekonom dengan realisasi agak menciut. Proyeksi ekonom waktu itu pertumbuhan ekonomi di angka 5%, sedangkan realisasi versi BPS 5,05%.
Sementara itu pada kuartal 2025, terjadi polemik karena deviasi antara proyeksi ekonom dengan realisasi pertumbuhan ekonomi mencapai 0,3%. Kalau menilik data Bloomberg, konsensus ekonom memperkirakan pertumbuhan ekonomi di angka 4,8%. Namun demikian, BPS merilis data pertumbuhan ekonomi 5,12%.
Pasar Terkejut
Adapun kalangan ekonom menyebut pasar cukup terkejut dengan pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) terkait kinerja ekonomi kuartal II/2025 yang tumbuh mencapai 5,12%. Estimasi optimistik mereka sebelumnya, pertumbuhan ekonomi hanya di angka 5%.
Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, proyeksi dari 30 ekonom maupun lembaga yang dihimpun Bloomberg menunjukkan, median atau nilai tengah pertumbuhan PDB kuartal II/2025 adalah adalah 4,8% yoy. Estimasi tertinggi yakni pertumbuhan hingga 5% sedangkan terendah 4,6% yoy.
Proyeksi pertumbuhan tertinggi 5% diramalkan oleh Gareth Leather dari Capital Economics, Ltd. dan Enrico Tanuwidjaja dari PT Bank UOB Indonesia, sedangkan terendah oleh Moody’s Analytics Singapore, Jeemin Bang sebesar 4,6%.
Bank-bank BUMN seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) memproyeksikan pertumbuhan sebesar 4,79% atau setara dengan nilai rata-rata konsensus para ekonom tersebut. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) meramalkan pertumbuhan lebih tinggi 4,9%.
Ilustrasi bursa
Salah satu ekonom yang proyeksinya dihimpun oleh Bloomberg, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede sebelumnya memperkirakan PDB kuartal II/2025 hanya tumbuh 4,76% yoy. Dia menyebut, data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis hari ini mengejutkan pasar.
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 sebesar 5,12% (yoy) yang diumumkan oleh BPS memang mengejutkan pasar, terutama karena seluruh estimasi konsensus Bloomberg berada di bawah angka tersebut—bahkan estimasi tertingginya hanya menyentuh 5,0%,” terang Josua kepada Bisnis, Selasa (5/8/2025).
Josua menuturkan data pertumbuhan yang dirilis BPS itu tidak hanya melampaui ekspektasi pasar, tetapi juga terjadi di tengah narasi yang kontras. Salah satunya adalah Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur yang masih berada di zona kontraksi selama kuartal tersebut, yakni berkisar 49.
Tidak hanya itu, persepsi umum menunjukkan konsumsi rumah tangga belum sepenuhnya pulih. “Maka, muncul pertanyaan fundamental: dari mana sebenarnya sumber pertumbuhan yang mengejutkan ini?,” ungkap Josua.
Pada sisi konsumsi rumah tangga, yang berkontribusi terbesar kepada PDB, pertumbuhannya secara tahunan hanya naik tipis dari 4,95% ke 4,97%. Namun, Josua melihat karakteristik pemulihannya cukup berbeda dari kuartal sebelumnya yakni kuartal I/2025.
BPS, terangnya, bersama-sama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sama-sama menyoroti pergeseran preferensi konsumsi dari belanja offline ke online. Data transaksi online dari e-commerce dan marketplace tumbuh sebesar 7,55% secara kuartalan, dan konsumsi elektronik (uang elektronik, kartu debit, kredit) tumbuh 6,26% secara tahunan, pada kuartal II/2025.
Josua mengatakan, data-data itu menunjukkan bahwa meskipun indeks penjualan eceran secara riil masih lemah, masyarakat mulai kembali aktif berbelanja melalui kanal digital, terutama saat momentum Idulfitri maupun libur sekolah.
Dia menilai kenaikan konsumsi itu lebih banyak karena faktor musiman dan pola belanja digital ketimbang karena kenaikan pendapatan yang merata.
“Namun, apakah ini berarti daya beli telah benar-benar pulih? Jawabannya masih relatif. Pertumbuhan konsumsi belum sepenuhnya solid di semua lapisan masyarakat, terlihat dari masih terbatasnya pertumbuhan konsumsi makanan pokok dan inflasi yang tetap rendah (1,87% yoy), yang bisa mencerminkan lemahnya pricing power produsen dan konsumen yang masih berhati-hati,” terangnya.
-

Ekonom: Pasar Terkejut BPS Rilis Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II/2025 5,12%
Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan ekonom menyebut pasar cukup terkejut dengan pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) terkait kinerja ekonomi kuartal II/2025 yang tumbuh mencapai 5,12%. Estimasi optimistik mereka sebelumnya, pertumbuhan ekonomi hanya di angka 5%.
Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, proyeksi dari 30 ekonom maupun lembaga yang dihimpun Bloomberg menunjukkan, median atau nilai tengah pertumbuhan PDB kuartal II/2025 adalah adalah 4,8% yoy. Estimasi tertinggi yakni pertumbuhan hingga 5% sedangkan terendah 4,6% yoy.
Proyeksi pertumbuhan tertinggi 5% diramalkan oleh Gareth Leather dari Capital Economics, Ltd. dan Enrico Tanuwidjaja dari PT Bank UOB Indonesia, sedangkan terendah oleh Moody’s Analytics Singapore, Jeemin Bang sebesar 4,6%.
Bank-bank BUMN seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) memproyeksikan pertumbuhan sebesar 4,79% atau setara dengan nilai rata-rata konsensus para ekonom tersebut. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) meramalkan pertumbuhan lebih tinggi 4,9%.
Salah satu ekonom yang proyeksinya dihimpun oleh Bloomberg, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede sebelumnya memperkirakan PDB kuartal II/2025 hanya tumbuh 4,76% yoy. Dia menyebut, data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis hari ini mengejutkan pasar.
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 sebesar 5,12% (yoy) yang diumumkan oleh BPS memang mengejutkan pasar, terutama karena seluruh estimasi konsensus Bloomberg berada di bawah angka tersebut—bahkan estimasi tertingginya hanya menyentuh 5,0%,” terang Josua kepada Bisnis, Selasa (5/8/2025).
Josua menuturkan data pertumbuhan yang dirilis BPS itu tidak hanya melampaui ekspektasi pasar, tetapi juga terjadi di tengah narasi yang kontras. Salah satunya adalah Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur yang masih berada di zona kontraksi selama kuartal tersebut, yakni berkisar 49.
Tidak hanya itu, persepsi umum menunjukkan konsumsi rumah tangga belum sepenuhnya pulih. “Maka, muncul pertanyaan fundamental: dari mana sebenarnya sumber pertumbuhan yang mengejutkan ini?,” ungkap Josua.
Pada sisi konsumsi rumah tangga, yang berkontribusi terbesar kepada PDB, pertumbuhannya secara tahunan hanya naik tipis dari 4,95% ke 4,97%. Namun, Josua melihat karakteristik pemulihannya cukup berbeda dari kuartal sebelumnya yakni kuartal I/2025.
BPS, terangnya, bersama-sama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sama-sama menyoroti pergeseran preferensi konsumsi dari belanja offline ke online. Data transaksi online dari e-commerce dan marketplace tumbuh sebesar 7,55% secara kuartalan, dan konsumsi elektronik (uang elektronik, kartu debit, kredit) tumbuh 6,26% secara tahunan, pada kuartal II/2025.
Josua mengatakan, data-data itu menunjukkan bahwa meskipun indeks penjualan eceran secara riil masih lemah, masyarakat mulai kembali aktif berbelanja melalui kanal digital, terutama saat momentum Idulfitri maupun libur sekolah.
Dia menilai kenaikan konsumsi itu lebih banyak karena faktor musiman dan pola belanja digital ketimbang karena kenaikan pendapatan yang merata.
“Namun, apakah ini berarti daya beli telah benar-benar pulih? Jawabannya masih relatif. Pertumbuhan konsumsi belum sepenuhnya solid di semua lapisan masyarakat, terlihat dari masih terbatasnya pertumbuhan konsumsi makanan pokok dan inflasi yang tetap rendah (1,87% yoy), yang bisa mencerminkan lemahnya pricing power produsen dan konsumen yang masih berhati-hati,” terangnya.
Kinerja Investasi
Sementara itu, kontributor terbesar kedua terhadap pertumbuhan kuartal II/2025 yakni investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), turut menjadi pemicu dengan lonjakan pertumbuhan 6,99% yoy. Pada kuartal sebelumnya, pertumbuhan PMTB hanya 2,12% yoy.
Tidak hanya itu, BPS menyebut pertumbuhan PMTB adalah yang tertinggi sejak kuartal II/2021 yakni sebesar 7,54% yoy.
Josua menjelaskan bahwa lonjakan PMTB didorong oleh dua komponen utama. Salah satunya adalah belanja modal pemerintah melalui APBN yang melonjak 30,37% yoy. Kemudian, ledakan impor barang modal jenis mesin sebesar 31,9% yoy.
“Ini mencerminkan bahwa mesin pertumbuhan pada Q2 tidak hanya bertumpu pada konsumsi, tetapi juga pada dorongan permintaan investasi untuk proyek-proyek fisik dan ekspansi sektor swasta,” terang Josua.
Dengan demikian, Josua menyimpulkan pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 yang melebihi ekspektasi ditopang oleh lonjakan investasi fisik dan akselerasi belanja pemerintah, sementara konsumsi rumah tangga memang membaik namun belum bisa dibilang pulih secara struktural.
“Pergeseran konsumsi ke kanal digital menjadi salah satu pilar baru pertumbuhan, namun belum cukup kuat menjadi engine utama ekonomi tanpa didukung perbaikan pendapatan riil masyarakat. Oleh karena itu, ke depan, konsistensi stimulus fiskal, kestabilan harga pangan, dan insentif konsumsi akan menjadi kunci untuk menjaga pertumbuhan tetap di atas 5% pada semester II 2025,” terangnya.
Di Luar Ekspektasi
Tidak hanya itu, Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro juga mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi 5,12% yang dirilis BPS itu melebihi ekspektasi pasar, yakni per data konsensus ekonom yang dihimpun Bloomberg diestimasi hanya 4,8% yoy secara rata-rata.
Andry mengatakan bahwa pertumbuhan itu melonjak dari kuartal I/2025 yang hanya 4,87% yoy. Artinya, perkiraan sebelumnya pertumbuhan kuartal II/2025 melambat dari kuartal I/2025.
“[Pertumbuhan] didukung konsumsi rumah tangga yang lebih kuat dan kenaikan aktivitas investasi. Permintaan eksternal juga berkontribusi positif, dengan ekspor terakselerasi jelang penerapan tarif impor AS,” ujar Andry dalam keterangan tertulis, Selasa (5/8/2025).
Sebelumnya, BPS melaporkan PDB Indonesia tercatat sebesar Rp5.947 triliun atas dasar harga berlaku. Lalu, PDB atas harga konstan mencapai Rp3.396,3 triliun.
“Sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan 2/2025 bila dibandingkan dengan triwulan 2/2024 atrau secara YoY tumbuh sebesar 5,12%,” ujar Edy.
Kemudian, pertumbuhan secara kuartalan sebesar 4,04% apabila dibandingkan dengan kuartal I/2025.
-

Ekonomi RI Tumbuh 5,12% di Kuartal II-2025, Semua Kaget!
Jakarta, CNBC Indonesia – Semua kaget dengan rilis angka pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 yang telah diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 5,12%, Selasa (5/8/2025).
Kalangan ekonom kompak menyebut angka pertumbuhan itu di luar dugaan dan bahkan ada yang menyebut janggal.
Ekonom yang mengaku terkejut dengan angka itu ialah Kepala Ekonom BCA David Sumual. Angka pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 yang dirilis BPS hari ini memang jauh di atas ekspektasi nya yang memperkirakan hanya di kisaran 4,69%-4,81% karena masih besarnya tekanan indikator belanja masyarakat dan kinerja sektor manufaktur pada periode itu.
“Cukup suprising, tidak ada yang prediksi di atas 5%, apalagi 5,12%,” kata David kepada CNBC Indonesia, Selasa (5/8/2025).
David mengatakan, komponen PDB yang tumbuhnya menurut BPS sangat tinggi hingga mampu mendorong ekonomi tumbuh 5,12% yoy di antaranya ialah pertumbuhan angka investasi yang mencapai 6,99%, tertinggi sejak kuartal II-2021.
“Investasi angkanya sangat akseleratif. Angka pertumbuhan kuartal I juga banyak revisi dan investasi memang kami juga expect akselerasi, tapi tidak setajam angka BPS,” ucap David.
Ia juga cenderung bertanya-tanya dengan melesatnya angka pertumbuhan industri pengolahan atau manufaktur yang pada kuartal II-2025 disebut BPS mencapai 5,68%, dari yang selama ini pergerakannya selalu di kisaran 4% sejak kuartal II-2022.
Head of Macro Economic & Financial Market Research Permata Bank Faisal Rachman juga mengaku terkejut dengan angka pertumbuhan kuartal II-2025. Ia mengatakan, pertumbuhan PDB Indonesia mengalami akselerasi yang signifikan melampaui ekspektasi pasar.
“Perekonomian Indonesia mencatat pertumbuhan yang lebih kuat dari perkiraan sebesar 5,12% yoy pada Triwulan II 2025, jauh di atas ekspektasi pasar yang memproyeksikan pertumbuhan tetap di bawah 5%,” tegas Faisal.
Ekonom Bank Danamon Hosianna Evalita Situmorang juga tak bisa menutupi keterkejutannya dengan angka realisasi investasi kuartal II-2025. Ia mengatakan, seharusnya kinerja PMTB pada kuartal II-2025 yang tumbuh cepat menurut BPS tak banyak berefek pada dorongan cepat ekonomi karena hanya terdiri dari belanja modal pemerintah berupa mesin dan impor barang modal meski bahan baku melambat.
“Cenderung enggak banyak spill over ke domestik pada semester I-2025 ini,” ucap Hosianna.
Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto juga mengungkapkan keterkejutannya dengan angka rilis BPS ini. Sebab, proyeksi secara keseluruhan para pelaku pasar keuangan tak ada yang menyebut ekonomi pada kuartal II-2025 bisa tembus di atas 5%.
“Suprising, karena ekspektasi kita di bawah 5%,” tutur Myrdal.
Dugaan Kejanggalan
Sementara itu, sejumlah ekonomi dari lembaga think tank, menganggap ada kejanggalan dari data ekonomi kuartal II-2025 ini. Misalnya, sebagaimana disampaikan Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira.
Sama seperti David Sumual yang turut mempertanyakan cepatnya pertumbuhan kinerja industri manufaktur, Bhima menyebut angka janggal pertumbuhan itu berlainan dengan data PMI Manufaktur yang malah kini tengah dalam zona pesimis.
Berdasarkan data S&P Global, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Juli 2025 tercatat sebesar 49,2, yang berarti berada di zona kontraksi. Ini menjadi bulan keempat berturut-turut PMI berada di bawah ambang ekspansi (50,0), menandakan pelemahan yang konsisten dalam aktivitas manufaktur nasional.
Sebelumnya, PMI manufaktur Indonesia tercatat di level 46,7 pada April, 47,4 pada Mei, dan 46,9 pada Juni 2025. Meskipun angka pada Juli menunjukkan sedikit perbaikan, posisi yang masih berada di bawah 50 menandakan bahwa pelaku industri tetap menghadapi tekanan, terutama dari sisi permintaan dan produksi.
“Pertumbuhan industri pengolahan tidak sinkron dengan data PMI Manufaktur. Ini ada yang janggal,” tegas Bhima.
Sementara itu, Head of Center Macroeconomics and Finance INDEF M. Rizal Taufikurahman mengingatkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,12% (yoy) pada kuartal II 2025 patut dicermati secara lebih kritis.
Ia menyebut, secara nominal, angka pertumbuhan ini memang di luar ekspektasi karena di kisaran 4,7-5,0%. Bahkan, mampu tumbuh tinggi di atas periode yang memiliki dorongan faktor musiman seperti pada kuartal I-2025 dengan capaian hanya 4,87%.
“Sangat mengejutkan, di luar ekspektasi,” tegas Rizal.
Namun, Rizal mengingatkan, jika dilihat dalam konteks historis, capaian ini sebenarnya masih merefleksikan pola pertumbuhan yang masih stagnan sejak pasca-pandemi.
“Artinya, kita tidak menyaksikan lonjakan pertumbuhan struktural, melainkan repetisi siklus musiman yang seringkali terdorong oleh momen Lebaran dan pola konsumsi jangka pendek, tanpa transformasi signifikan di sisi produktif,” paparnya.
“Ini menandakan bahwa struktur ekonomi nasional belum sepenuhnya pulih dalam kualitas, meskipun terlihat stabil dalam kuantitas,” tegas Rizal.
Lebih jauh, ia mengingatkan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan berasal dari lonjakan impor (11,65%), konsumsi rumah tangga, dan PMTB (investasi tetap bruto), bukan dari peningkatan ekspor bersih atau efisiensi belanja pemerintah di mana konsumsi pemerintah justru tumbuh negatif (-0,33%).
“Ini mengindikasikan bahwa permintaan domestik masih menjadi tulang punggung utama, sementara sisi produksi dan ekspor masih belum cukup kuat menopang pertumbuhan jangka menengah,” paparnya.
Ketergantungan terhadap sektor konsumsi dan importasi bahkan dapat memperlebar defisit transaksi berjalan dan meningkatkan tekanan terhadap neraca pembayaran bila tidak dibarengi dengan penguatan sektor tradable.
Dengan kata lain, ia melihat pertumbuhan Q2‑2025 lebih mencerminkan stabilitas struktural ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global, meskipun masih bergantung pada faktor musiman dan permintaan domestik,
Walaupun ia anggap angka ini belum terjadi pergeseran strategis menuju industrialisasi dan produktivitas sektor riil. Dengan kata lain, Rizal menekankan, pertumbuhan ekonomi kuartal II‑2025 sebesar 5,12% memang cukup impresif secara headline, tetapi belum menjawab tantangan struktural ekonomi Indonesia.
“Ketergantungan pada konsumsi dan investasi tanpa dukungan kuat dari sektor produksi dan ekspor yang dapat menjadikan capaian pertumbuhan rawan tidak sustain,” tegas Rizal.
(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]