Perusahaan: Microsoft

  • Kami yang Akan Beli X.com

    Kami yang Akan Beli X.com

    Bisnis.com, JAKARTA — CEO OpenAI Sam Altman menolak tawaran senilai US$97,4 miliar atau Rp1.594 triliun yang diajukan Elon Musk dan konsorsium untuk mengakuisisi OpenAI. 

    Sam bahkan menantang akan mengeluarkan uang dengan nilai yang sama untuk membeli X.com, platform media sosial milik Elon Musk. 

    Melansir Bloomberg pada Selasa (11/2), dengan tawaran tersebut, Musk berharap dapat mengembalikan OpenAI menjadi kekuatan open-source yang berfokus pada keselamatan untuk selamanya, menurut sebuah pernyataan.

    Adapun, Altman segera merespons rencana Musk tersebut melalui unggahannya di media sosial X. 

    “Tidak, terima kasih tetapi kami akan membeli twitter (X.com) seharga US$9,74 miliar jika Anda mau,” ujar Altman.

    Rob Rosenberg, pendiri Telluride Legal Strategies mengatakan, sulit untuk menentukan seberapa serius tawaran Musk dan apa motivasinya untuk mengajukannya. Sekalipun tidak berhasil, langkah Musk berpotensi mempersulit upaya OpenAI untuk bertransisi dari entitas nirlaba menjadi raksasa AI nirlaba bernilai miliaran dolar – sebuah transformasi yang ditentang Musk. 

    “Saya pikir dia mencoba membuat pernyataan dan memberikan lebih banyak perhatian pada fakta bahwa OpenAI masih berada pada jalur untuk beralih dari perusahaan nirlaba menjadi perusahaan nirlaba,” kata Rosenberg.

    Dalam pernyataannya, Toberoff menunjukkan satu motivasi dalam penawaran tersebut: untuk memberikan tekanan dari luar pada OpenAI sementara OpenAI menentukan nilai untuk sebagian bisnisnya sambil bertransisi ke entitas nirlaba.

    “Nilai tersebut tidak dapat ditentukan oleh orang dalam yang melakukan negosiasi di kedua sisi meja yang sama. Bagaimanapun, masyarakat adalah pihak yang diuntungkan oleh OpenAI Inc., dan kesepakatan antar orang dalam tidak akan menguntungkan kepentingan publik,” katanya.

    Musk dan Altman telah lama berselisih mengenai arah yang diambil OpenAI sejak didirikan. Musk menuduh startup tersebut telah mengabaikan semua kepura-puraan untuk bertindak sebagai badan amal demi memberi manfaat bagi umat manusia dengan fokus pada keterbukaan dan keamanan. 

    OpenAI menolak karakterisasi tersebut, dan tahun lalu mengatakan bahwa Musk mengecam upaya sebelumnya yang gagal untuk menjadikan perusahaan itu bagian dari produsen mobilnya, Tesla Inc. 

    Dalam satu dekade sejak OpenAI dimulai sebagai organisasi nirlaba – ketika Musk dan Altman bekerja sama sebagai pendiri – OpenAI telah mengambil miliaran dolar investasi luar dari Microsoft Corp. dan lainnya. 

    Dalam versi revisi gugatan yang awalnya dia ajukan pada bulan Agustus, Musk menyebut kemitraan OpenAI dengan Microsoft sebagai monopoli yang secara aktif mencoba menghilangkan pesaing, seperti xAI, dengan mengambil janji dari investor untuk tidak mendanai mereka. Gugatan yang direvisi berisi 26 tuntutan hukum dan sepanjang 107 halaman, dibandingkan dengan 15 tuntutan dalam pengaduan asli yang setebal 83 halaman.

  • Tolak Tawaran Trump, Elon Musk Tegaskan Tak Akan Beli Saham TikTok – Halaman all

    Tolak Tawaran Trump, Elon Musk Tegaskan Tak Akan Beli Saham TikTok – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Miliarder kondang Elon Musk menegaskan tidak tertarik untuk mengakuisisi atau membeli saham TikTok.

    Pernyataan itu dilontarkan setelah Presiden Donald Trump memberikan saran kepada Musk untuk mengajukan tawaran pembelian bisnis aplikasi TikTok di pasar AS, sebagaimana dikutip dari New York Post.

    Bahkan untuk memperpanjang proses negosiasi antara perusahaan di bawah naungan ByteDance asal China tersebut dengan investor AS termasuk Elon Musk, pemerintahan Trump mencabut blokir terhadap TikTok pada 19 Januari 2025 lalu.

    Namun sayangnya usulan Donald Trump ditolak oleh Elon Musk, pemilik perusahaan Tesla Inc itu mengatakan tidak tertarik mengakuisisi TikTok. 

    Musk juga mengaku tak punya rencana apapun seandainya membeli TikTok, lantaran ia tidak menggunakan aplikasi video pendek sehingga tidak familiar dengan format yang ditawarkan aplikasi TikTok.

    “Saya belum mengajukan penawaran untuk TikTok dan saya tidak punya rencana apa pun jika saya memiliki TikTok,” kata Musk dalam sebuah video yang dirilis daring pada hari Sabtu oleh The WELT Group, yang dimiliki oleh perusahaan media Jerman Axel Springer.

    “Saya pribadi tidak menggunakan TikTok, jadi saya tidak begitu mengenalnya,” paparnya.

    CEO TikTok Tegaskan Tak Akan Jual Aplikasi

    Sebagai informasi, konflik panas yang menimpa TikTok bermula ketika AS menuduh China melakukan pencurian data. 

    Tudingan ini diperkuat usai tim peneliti menemukan source code di TikTok yang menunjukkan aplikasi tersebut memanen data seperti lokasi, perangkat yang digunakan, dan aplikasi apa saja yang ada di dalam HP pengguna.

    Dengan memanfaatkan data tersebut, AS khawatir warga negaranya dapat dikontrol oleh pemerintah China. Lantaran pemerintah negeri tirai bambu ini kerap memanfaatkan algoritma di media sosial, untuk membawa pengaruh ke pengguna.

    Buntut masalah ini Presiden Joe Biden menandatangani undang-undang pada April yang mengharuskan ByteDance menjual TikTok kepada pemilik non-China. 

    Apabila ByteDance menolak aturan tersebut, maka aplikasi TikTok terancam dilarang beroperasi di AS.

    Namun pasca Donald Trump diangkat sebagai presiden baru AS, Trump berambisi menyelamatkan TikTok agar bisa kembali diakses oleh ratusan juga masyarakat AS. Sebagai imbalan Trump menginginkan saham aplikasi media sosial ini setidaknya 50 persen agar dimiliki oleh investor Amerika Serikat. 

    Sejauh ini beberapa perusahaan sudah menyatakan ketertarikan untuk memegang operasional TikTok di AS. Termasuk, Oracle, Amazon, dan Microsoft, adalah beberapa nama yang tertarik.

    Merespons permintaan itu, CEO TikTok Shou Chew menolak perintah Trump yang mengharuskan perusahaan menjual separuh saham. Sebagai gantinya, TikTok mendorong pemerintah AS untuk bekerjasama membentuk usaha patungan atau joint venture.

    Joint venture itu nantinya akan bermarkas di AS dengan tugas mengawasi keamanan data, menurut sumber yang familiar dengan proposal tersebut.

    “Sekarang ada proses yang harus ditindaklanjuti dan akan memastikan hasil akhirnya, sembari mempertahankan operasional TikTok,” kata juru bicara TikTok.

  • Badan Intelijen Korsel Sebut DeepSeek China Berlebihan Pakai Data Pengguna

    Badan Intelijen Korsel Sebut DeepSeek China Berlebihan Pakai Data Pengguna

    Bisinis.com, JAKARTA — Badan intelijen Korea Selatan menuduh aplikasi AI Tiongkok DeepSeek “berlebihan” dalam mengumpulkan data pribadi dan menggunakan semua data masukan untuk melatih dirinya sendiri.

    Dilansir dari reuters, Senin (10/2/2025) BIN Korea Selatan telah mengirimkan pemberitahuan resmi ke instansi pemerintah Korea Selatan minggu lalu yang mendesak mereka untuk mengambil tindakan pencegahan keamanan terhadap aplikasi kecerdasan buatan tersebut.

    Korea Selatan masuk ke dalam negara-negara yang menolak DeepSeek, dan menganggap teknologi tersebut sebagai ancaman. 

    Sementara itu, laporan Bain & Company menyebut di balik kontroversinya, DeepSeek berhasil menarik perhatian industri.

    Dengan kurang dari 200 karyawan dan didukung oleh dana kuantitatif High-Flyer (US$8 miliar aset yang dikelola), perusahaan ini merilis model open-source-nya, DeepSeek R1, satu hari sebelum pengumuman proyek Stargate senilai US$500 miliar dari OpenAI.

    Adopsi DeepSeek yang pesat menegaskan dampak potensialnya. Dalam hitungan hari, aplikasi ini menjadi aplikasi gratis teratas di toko aplikasi AS, melahirkan lebih dari 700 turunan open-source (dan terus bertambah), serta diintegrasikan ke dalam platform AI Microsoft, AWS, dan Nvidia.

    Kinerja DeepSeek tampaknya didasarkan pada serangkaian inovasi teknik yang secara signifikan mengurangi biaya inferensi sekaligus meningkatkan efisiensi pelatihan.

    Kehebatan DeepSeek membuat bank asal Rusia,Sberbank berencana untuk berkolaborasi dengan para peneliti China dalam proyek kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

    Melansir Reuters, Kamis (6/2/2025), Rusia dan China telah lama membicarakan tentang kerja sama AI, termasuk dalam aplikasi militer.

    Wakil CEO Sberbank Alexander Vedyakhin mengatakan bahwa perusahaan memiliki banyak ilmuwan. “Melalui mereka, kami berencana untuk melakukan proyek penelitian bersama dengan para peneliti dari China,” kata Vedyakhin kepada Reuters.

    Sayangnya, Vedyakhin tidak menyebutkan dengan Sberbank berencana untuk bekerja sama di China. Meski begitu, dia mengatakan bahwa China adalah mitra Rusia dalam banyak isu agenda internasional.

    “Dan tingkat kerja sama ilmiah antara negara-negara kita dapat diperkuat melalui kolaborasi antara para ilmuwan kita,” ujarnya.

    Adapun, lanjutnya, Presiden Rusia Vladimir Putin telah menginstruksikan Sberbank, yang sedang dikenai sanksi Barat, untuk membangun kerja sama dengan China dan negara-negara BRICS lainnya dalam bidang AI untuk menantang dominasi AS.

    Seperti China, Rusia juga tengah berjuang untuk mengembangkan kapasitas komputasi dalam negeri karena sanksi yang membatasi impor perangkat keras Barat terbaru, dan tengah mencari solusi alternatif agar tetap kompetitif dalam perlombaan AI.

  • CEO TikTok Kasih Proposal Baru ke Donald Trump, Begini Isinya

    CEO TikTok Kasih Proposal Baru ke Donald Trump, Begini Isinya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Donald Trump mengambil langkah drastis saat resmi dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat (AS), yakni mencabut blokir terhadap TikTok yang dijadwalkan pada 19 Januari 2025 lalu.

    Trump memperpanjang negosiasi antara perusahaan di bawah naungan ByteDance asal China tersebut dengan pemerintah AS hingga 5 April 2025. Dalam masa diskusi, Trump mendorong agar kepemilikan TikTok di AS dibagi 50% ke investor AS.

    Beberapa perusahaan sudah menyiratkan ketertarikan untuk memegang operasional TikTok di AS. Menurut sumber dalam, Oracle, Amazon, dan Microsoft, adalah beberapa nama yang tertarik.

    Sementara itu, TikTok dan para pendukungnya mendorong solusi lain. Dikutip dari The Wall Street Journal, Senin (10/2/2025), pekan lalu CEO TikTok Shou Chew bertemu dengan pejabat senior Gedung Putih dan memberikan proposal baru.

    Proposal itu berisi dorongan untuk membentuk usaha patungan atau joint venture dengan investor AS. Joint venture itu akan bermarkas di AS dan mengawasi keamanan data, menurut sumber yang familiar dengan proposal tersebut.

    Adapun manajemen akan sepenuhnya berbasis di AS. Sementara dewan direksi mayoritas akan berisi orang-orang AS. Apakah investor-investor yang dimaksud termasuk pemerintah AS masih menjadi pertanyaan besar.

    Sebelumnya, pada awal pekan lalu Trump memerintahkan pembentukan dana lindung abadi atau Sovereign-Wealth Fund (SWF). Ia mengatakan dana investasi tersebut bisa untuk membeli TikTok.

    Trump juga mengutus Wakil Presiden AS JD Vance untuk mengawasi negosiasi dengan TikTok. Pasalnya, Vance memiliki latar belakang di modal ventura dan Silicon Valley yang bisa memfasilitasi kesepakatan dengan TikTok dan ByteDance.

    “Sekarang ada proses yang harus ditindaklanjuti dan akan memastikan hasil akhirnya, sembari mempertahankan operasional TikTok,” kata juru bicara TikTok.

    (fab/fab)

  • Memo Internal Bocor, Meta Bakal PHK Hampir 4.000 Karyawan?

    Memo Internal Bocor, Meta Bakal PHK Hampir 4.000 Karyawan?

    Liputan6.com, Bandung – Perusahaan teknologi multinasional asal Amerika Serikat, Meta Platforms, Inc (Meta) baru-baru ini dikabarkan akan melakukan PHK karyawan setidaknya hampir 5 persen atau sekitar 4.000 karyawan.

    Melansir dari Business Insider, pada Senin (10/2/2025) kabar rencana PHK karyawan tersebut berasal dari memo internal yang bocor dan dilihat oleh Business Insider. Karyawan yang terdampak PHK juga disebut berasal dari berbagai negara.

    Sementara itu, Business Insider mengungkap karyawan yang berada di Asia Pasifik mendapatkan informasi PHK lebih dahulu diikuti oleh beberapa karyawan di Eropa, Timur Tengah, Afrika, Amerika Utara, dan Amerika Latin.

    Kemudian disebutkan rencana pemutusan hubungan kerja para karyawan tersebut merupakan sikap tegas perusahaan terhadap karyawan yang berkinerja buruk dan menyiapkan keuangannya untuk investasi AI besar-besaran tahun depan.

    Adapun CEO Mark Zuckerberg menyampaikan kepada staf pada bulan Januari bahwa ia akan menaikkan standar dan bergerak cepat untuk menyingkirkan para karyawan yang berkinerja buruk.

    Melalui laporan Business Insider, PHK karyawan tersebut dilakukan sebagai upaya Meta mempersiapkan keuangan mereka untuk rencana investasi kecerdasan buatan (AI) besar-besaran tahun ini.

    Sebelumnya, Meta melakukan perekrutan besar-besaran selama pandemi COVID-19 lalu ketika perusahaan besar seperti Microsoft, Amazon, Salesforce, dan lain-lainnya justru melakukan PHK dalam jumlah ribuan.

  • Tanda Kehancuran Elon Musk Makin Terlihat, Ini Bukti Terbaru

    Tanda Kehancuran Elon Musk Makin Terlihat, Ini Bukti Terbaru

    Jakarta, CNBC Indonesia – Miliarder Elon Musk mendapat keuntungan besar gara-gara mendukung kampanye Presiden AS Donald Trump. Saat ini, ia mengepalai Lembaga Efisiensi Pemerintah (DOGE) dan memiliki kekuasaan untuk merombak struktur pemerintahan agar lebih ramping.

    Ia juga memasukkan orang-orang dekatnya ke Gedung Putih, serta mengganti orang-orang lama. Tak cuma itu, DOGE juga berhasil meminta akses informasi sensitif negara, termasuk data pribadi jutaan masyarakat AS.

    Kendati demikian, tanda kehancuran Musk tampak lewat tekanan bertubi-tubi pada platform X miliknya. Platform tersebut menjadi salah satu tool penting dalam memenangkan Trump.

    Pekan lalu, kejaksaan Prancis mengatakan pihaknya membuka penyelidikan terhadap X atas dugaan bias algoritma. Hal ini diumumkan hanya beberapa hari sebelum AI Summit di Paris yang mengundang beberapa pemimpin negara dunia seperti Wakil Presiden AS JD Vance dan Perdana Menteri India Narendra Modi.

    Para eksekutif Google, Microsoft, dan raksasa teknologi lainnya juga dijadwalkan hadir dalam ajang besar di industri teknologi tersebut.

    Kantor kejaksaan di Paris mengatakan investigasi terhadap X dilakukan setelah menerima laporan dari regulator pada Januari lalu. Otoritas menilai bias algoritma pada X telah mendistorsi pengoperasian sistem pemrosesan data otomatis.

    X tidak merespons permintaan komentar.

    Investigasi di Prancis menandai daftar panjang kekhawatiran global terhadap kekuatan X. Secara pribadi, Musk telah menggunakan X untuk mendukung partai-partai sayap kanan dan gerakan-gerakan di berbagai negara termasuk Jerman dan Inggris, sehingga menimbulkan kekhawatiran tentang campur tangan asing yang tidak semestinya.

    Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri dan Pertahanan Jerman menyatakan akan mengambil tindakan keras kepada platform X milik Elon Musk. Mereka menyebut perkembangan di platform media sosial itu makin tak karuan.

    Musk dituduh mencampuri urusan politik Eropa, dengan intervensinya sejak September 2024, termasuk seruan agar Perdana Menteri Inggris Keir Starmer diganti.

    Musk juga melabeli Kanselir Jerman Olaf Scholz sebagai “orang bodoh yang tidak kompeten” dan mendesak pemungutan suara alternatif untuk Jerman yang beraliran sayap kanan.

    Anggota parlemen Perancis yang berhaluan tengah, Eric Bothorel, mengatakan bahwa ia telah menulis surat kepada unit kejahatan siber J3 di kantor kejaksaan Paris dengan kekhawatirannya bahwa X menggunakan algoritma yang bias, menurut laporan Franceinfo.

    “Jaksa dan asisten khusus dari unit kejahatan siber global sedang menganalisisnya dan melakukan pemeriksaan teknis awal,” kata kantor kejaksaan Paris melalui email kepada Reuters.

    “Saya mengirim surat ke kantor kejaksaan siber J3 mengenai hal ini pada 12 Januari,” tulis Bothorel di X.

    Sebagai informasi, Unit J3 dari kantor kejaksaan Paris tahun lalu memimpin penyelidikan terhadap bos Telegram Pavel Durov, yang ditangkap setelah mendarat di bandara Paris.

    Durov, yang dibebaskan dengan jaminan, membantah klaim tersebut, namun Telegram mengatakan pihaknya bekerja sama lebih erat dengan polisi untuk menghapus konten ilegal.

    Unit J3 telah menunjukkan kesediaan untuk menggunakan undang-undang baru dan agresif untuk menargetkan pemilik platform besar.

    Sebelumnya, X diblokir selama lebih dari sebulan di Brasil pada 2024 karena gagal menghentikan penyebaran informasi yang salah, sebelum akhirnya mematuhi perintah Mahkamah Agung yang mengizinkan jaringan tersebut dibangun kembali.

    Pengguna Ramai Tinggalkan X

    Pasca kemenangan Trump, X juga mengalami penurunan drastis pada basis pengguna aktifnya. Similarweb mengatakan 115.000 pengunjung web berbasis AS menonaktifkan akun X mereka pada 6 November 2024 lalu. Ini merupakan angka penurunan terbesar dalam satu hari sejak Elon Musk mengambil alih platform tersebut pada Oktober 2022.

    Banyak yang memilih beralih ke layanan pesaing X seperti Bluesky, Mastodon, hingga Threads. BlueSky merupakan aplikasi yang memiliki kaitan dengan pendiri Twitter, Jack Dorsey. Sementara Threads adalah aplikasi milik raksasa teknologi Meta, yang dari segi tampilan mirip dengan X.

    Dalam sebuah laporan, Bluesky memperkecil ketertinggalan dari Threads. Mashable menyebutkan BlueSky menambah 3,5 juta pengguna aktif harian beberapa dalam masa pemilu AS.

    Jumlah itu memperkecil ketertinggalan BlueSky menjadi hanya 1,5 kali lipat dari Threads. Basis pengguna BlueSky mengalami peningkatan signifikan selama pemilu Amerika Serikat (AS) 5 November 2024 lalu. Data Similarweb yang dikutip Financial Times menyebutkan peningkatan sejak saat itu mencapai 300%.

    Sementara itu, Mastodon mengatakan bahwa unduhan aplikasi resminya naik 47% di iOS. Sementara di Android naik 17%. Dengan demikian total pendaftaran bulanan naik sekitar 27% menjadi 90.000, dalam periode pemilu AS.

    (fab/fab)

  • Memo Internal Bocor, Meta Bakal PHK Hampir 4.000 Karyawan?

    Meta PHK 4.000 Karyawan di Seluruh Dunia, Terungkap dari Bocoran Memo Internal – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Perusahaan internet dan jejaring media sosial Meta Platform, Inc (Meta) yang merupakan induk Facebook dkk dikabarkan akan melakukan PHK karyawan.

    Mengutip Business Insider, Senin (10/2/2025), setidaknya hampir 4.000 karyawan yang akan terdampak kebijakan PHK ini. Jumlah tersebut setara dengan 5 persen karyawan.

    Laporan Mint menyebut, PHK akan dilakukan pada 10 Februari 2024. Informasi ini berdasarkan memo internal yang bocor dan dilihat oleh Business Insider.

    Karyawan yang terdampak PHK ini disebut berada di berbagai negara. Business Insider mengungkap, mereka yang berada di Asia Pasifik mendapatkan informasi PHK lebih dahulu, diikuti pekerja di Eropa, Timur Tengah, Afrika, Amerika Utara, dan Amerika Latin.

    Karyawan di Eropa seperti di Jerman, Prancis, Italia, dan Belanda akan dikecualikan dari PHK karena peraturan setempat akan mengikuti proses manajemen kinerja setempat.

    Langkah Meta PHK karyawan ini dilakukan saat perusahaan teknologi ini mengambil sikap tegas terhadap karyawan berkinerja buruk.

    Business Insider melaporkan, PHK juga dilakukan sebagai upaya Meta mempersiapkan keuangan mereka untuk rencana investasi kecerdasan buatan besar-besaran tahun ini.

    Laporan tersebut mengutip pernyataan dari CEO Meta Mark Zuckerberg. Saat itu, Zuckerberg mengatakan kepada stafnya pada Januari lalu melalui memo internal, bahwa perusahaan akan meningkatkan standar dan mengambil langkah cepat untuk menyingkirkan karyawan berkinerja buruk.

    Setelah Meta melakukan perekrutan besar-besaran selama pandemi Covid-19 lalu, perusahaan besar seperti Microsoft, Amazon, Salesforce, dan lain-lainnya justru mem-PHK karyawan dalam jumlah ribuan. 

     

  • Polri Dinilai Perlu Melakukan Reformasi Total Bukan Hanya Reposisi – Halaman all

    Polri Dinilai Perlu Melakukan Reformasi Total Bukan Hanya Reposisi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) jadi sorotan publik akhir-akhir ini.

    Hal itu menyusulnya munculnya berbagai kasus yang melibatkan polisi.

    Mulai dari kasus pemerasan tersangka, penembakan polisi dengan polisi atau warga sipil, polisi menganiaya warga, dan aktivis, dugaan polisi jadi alat politik dan dugaan polisi melindungi kepentingan pengusaha. 

    Oleh karena itu, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menegaskan tidak heran kalau  publik mengaku tak puas dengan kinerja aparat penegak hukum khususnya Polri dan KPK.

    “Karena bertolak belakang dengan realitas di lapangan. Sebab pada realitasnya kedua lembaga tersebut (Polri dan KPK), kinerjanya sangat buruk,” ujar Ray saat menjadi narasumber di acara launching hasil survei ‘Civil Society for Police Watch soal ‘Pandangan Publik Terhadap Wacana Reposisi Polri’ di Hotel Ibis Budget Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (9/2/2025).

    Menurut Ray, Polri tidak saja dilakukan reposisi melainkan reformasi terhadap institusi Polri.

    Pasalnya, reformasi Polri merupakan langkah perbaikan terhadap kultur dan institusi pada kelembagaan kepolisian. 

    “Perbaikan terhadap Polri pada dasarnya adalah kebutuhan mendesak, karena pada hari ini penegakan hukumnya buruk, pemberantasan korupsinya buruk, perlindungan terhadap hak asasi manusia juga buruk. Maka dari itu, perlu melakukan perubahan, reformasi atau reposisi terhadap Polri,” imbuh Ray.

    Jika ditelisik lebih lanjut, jelas Ray, problem utama kita sebagai bangsa yakni budaya atau culture, termasuk budaya kepolisian.

    Menurut dia, hal tersebut harus menjadi perhatian serius pemerintah. Dia menilai budaya dan mentalitas tersebut yang kemudian melahirkan Polri yang koruptif.

    “Apa yang kita dapatkan dari Polri di bawah Presiden yakni 10 tahun, semisal era Jokowi? Yang kita rasakan yakni polisi akan menjadi alat kekuasaan, menjadi alat politik atau terlibat dalam politik praktis seperti parcok (partai cokelat) dalam pemilu,” pungkas Ray.

    Survei terbaru soal kepuasaan terhadap Polri

    Hasil survei terbaru Civil Society for Police Watch menunjukkan tingkat kepercayaan publik dan kinerja Polri masih di bawah angka 50 persen. 

    Karena itu publik pun mengusulkan sejumlah reposisi Polri yang diharapkan bisa berdampak pada perbaikan kinerja dan peningkatan kepercayaan publik untuk Polri.

    Reposisi yang diusulkan adalah agar Polri berada di bawah Kemendagri, Kejaksaan, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Hukum.

    Dari hasil survei itu menyebutkan sebanyak 28,7 persen responden yang percaya dengan Polri.

    Kemudian sebanyak 3,1 persen sangat percaya,  dan 16,3 persen yang percaya pada Polri.

    Lalu responden yang menjawab tidak percaya sebesar 10,6 persen, kurang percaya 34,1 persen.

    Responden yang menjawab tidak tahu/tidak menjawab sebesar 7,2 persen. 

    “Jika diakumulasikan, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Polri berada di angka 48,1 persen atau masih di bawah 50 persen,” ujar Inisiator dan Peneliti Civil Society for Police Watch, Hasnu, dalam rilis hasil survei bertajuk ‘Pandangan Publik Terhadap Wacana Reposisi Polri’ di Hotel Ibis Budget Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (9/2/2025).

    “Begitu juga dengan kinerja Polri yang masih di bawah angka 50 persen,” ujarnya menambahkan.

    Dari hasil survei, kata Hasnu, responden yang menjawab kinerja Polri cukup baik sebanyak 24,3 persen, sangat baik 4,3 persen dan baik 17,3 persen. 

    Hal ini berarti kinerja Polri berada di angka 45,9 persen.

    “Sementara yang menjawab kinerja Polri tidak baik sebanyak 1,6 persen, kurang baik 3,7 persen. Responden yang menjawab tidak tahu/tidak menjawab sebesar 48,8 persen,” tu tutur Hasnu.

    Hasnu mengatakan pihaknya juga memotret kondisi penegakan hukum di Indonesia dengan aktor utamanya Polri, Kejaksaan dan KPK.

    Dari hasil survei, menunjukkan responden yang menjawab cukup baik sebesar 29,1 persen, sangat baik 4,5 persen, dan baik 18,1 persen.

    Sementara yang menjawab tidak baik sebesar 2,3 persen, kurang baik 37,4 persen. Responden yang menjawab tidak tahu/tidak menjawab sebesar 8,6 persen.

    Dengan kondisi Polri seperti, kata Hasnu, publik pun ingin membuka wacana soal reposisi Polri yang saat ini berada di bawah presiden.

    Dari hasil survei, mayoritas responden tetap ingin Polri berada di bawah presiden sebanyak sebesar 32,3 persen.

    “Hanya saja usulan di luar itu, banyak juga mendapatkan perhatian responden, yakni Polri di bawah Kemendagri 15,8 persen, di bawah Kejaksaan 24,6 persen, sementara yang menjawab Polri di bawah Kemenhan sebesar 15,2 persen, dan responden yang menjawab tidak tahu atau tidak menjawab sebesar 12,2 persen,” jelas Hasnu. 

    Dari hasil survei tersebut, kata Hasnu, publik juga menginginkan Polri berada di bawah kementerian/lembaga selain Presiden, Kemendagri, Kemenhan dan Kejaksaan.

    Responden menginginkan Polri di bawah Kementerian Hukum sebanyak 19,7 persen; di bawah Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan sebanyak 9,6 persen; di bawah TNI sebanyak 11,6 persen; dan lainnya 5,3 persen.  

    Sementara responden yang menjawab tidak tahu/tidak menjawab sebesar 38,6 persen.

    Survei ini dilakukan pada 1-7 Februari 2035 terhadap 1.700 responden yang merupakan warga Indonesia berusia lebih besar 17 tahun/sudah menikah dan tersebar di 28 provinsi.

    Responden dipilih menggunakan metode simple random sampling. Margin of error survei +/- 1,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

    Teknik pengumpulan informasi menggunakan wawancara tatap muka dan microsoft form. Surveyor minimal adalah mahasiswa yang sudah mendapatkan pelatihan survei dari tim pusat.

    Hasnu mengatakan perbaikan kinerja Polri menjadi hal penting ke depannya, termasuk diskusi reposisi Polri.

    Pasalnya, Polri dalam sistem peradilan pidana di Indonesia memiliki peran strategis seperti penegakkan hukum, melindungi hak asasi manusia, serta menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat.

    “Isu reposisi Polri ini kan muncul karena banyak isu-isu hukum yang terkait dengan oknum Polri, seperti isu dugaan bekingan judi online, dugaan pelibatan pada kartel narkoba, dugaan pemerasan, bekingan terhadap illegal logging (tambang, batu bara), represifitas terhadap mahasiswa dalam menangani aksi demonstrasi, kriminalisasi dan doxing terhadap aktivis HAM, aktivis lingkungan, dan jurnalis/media melalui UU ITE,” pungkas Hasnu.

     

  • Pengakuan Bill Gates Liar Banget di Masa Remaja

    Pengakuan Bill Gates Liar Banget di Masa Remaja

    Jakarta

    Dikenal genius sejak kecil, Bill Gates ternyata juga bandel di masa mudanya. Sang pendiri Microsoft belakangan memang banyak melakukan wawancara terkait penerbitan buku biografinya yang berjudul Source Code.

    Saat remaja, dia mengaku pernah mencoba alkohol, ganja, sampai LSD. Dia menghisap ganja di masa SMA agar terlihat keren di mata wanita. “Itu tidak berhasil tapi aku mencobanya,” cetusnya seperti dikutip detikINET dari Benzinga.

    Bill Gates mengaku terpengaruh Paul Allen, sobatnya yang bersamanya mendirikan Microsoft, juga idolanya musisi Jimi Hendrix. “Semua yang kulakukan, aku menyalahkan dia (Paul) dan Jimi Hendrix,” katanya dalam wawancara dengan majalah People.

    Gates yang saat ini berusia 69 tahun, mengungkap bahwa Paul yang memperkenalkannya pada seks, narkoba dan rock n roll. “Dia jauh lebih berpengalaman dariku di semua hal itu, di mana aku belum pernah mencoba dua yang pertama dan tak tahu sama sekali mengenai yang ketiga,” papar Gates.

    Saat pertama kalinya mencoba LSD, Gates berkisah dampaknya berlangsung lama di kepalanya. Paul juga menyuruhnya minum alkohol. “Dia memberiku banyak whisky yang rasanya tidak kusukai karena di malam itu, aku minum terlalu banyak,” tutur Gates.

    Paul Allen dua tahun lebih tua dari Bill Gates dan sama-sama pintar, tapi ternyata bandel. Gates mengaku berhenti memakai LSD saat berusia sekitar 21 tahun. Sekitar 10 tahun kemudian, dia menjadi miliarder termuda di dunia berkat kesuksesan Microsoft.

    Di buku biografinya itu, Bill Gates memang mengungkap banyak kisah riwayat hidupnya dengan cukup mendetail, terutama pada masa-masa sebelum dia mendirikan Microsoft.

    (fyk/fyk)

  • Bill Gates Bawa-Bawa Indonesia, Beberkan Tanda Kiamat Bumi

    Bill Gates Bawa-Bawa Indonesia, Beberkan Tanda Kiamat Bumi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Setiap tahun, aktivitas di Bumi menghasilkan 51 miliar ton gas rumah kaca. Sebanyak 7% berasal dari produksi lemak dan minyak dari hewan dan tumbuhan.

    Hal tersebut diungkap pendiri Microsoft sekaligus filantropis kawakan, Bill Gates, melalui blog personalnya.

    “Untuk memerangi perubahan iklim, kita harus mengubah angka tersebut ke nol,” kata dia, dikutip, Sabtu (2/3/2024).

    Kendati demikain, Gates sadar bahwa rencana untuk menghilangkan konsumsi lemak hewan bagi manusia tidak realistis. Pasalnya, manusia sudah tergantung dengan lemak hewan dengan alasan yang logis.

    Lemak hewan menyimpan nutrisi dan kalori yang dibutuhkan oleh manusia. Namun, ada cara yang bisa dilakukan untuk mengambil lemak tanpa memproduksi emisi, menyiksa hewan, dan menghasilkan zat kimia berbahaya.

    Solusinya, kata Gates, sudah ditemukan oleh startup bernama ‘Savor’. Gates turut menjadi salah satu investornya.

    Savor menciptakan lemak dari sebuah proses yang melibatkan karbondioksida dari udara dan hidrogen dari air. Senyawa tersebut lalu dipanaskan dan dioksidasi sehingga terjadi pemisahan komponen asam yang menciptakan formulasi lemak.

    Gates mengklaim lemak yang dihasilkan memiliki molekuk serupa yang ditemukan dari susu, keju, sapi, dan minyak nabati.

    Indonesia dan Malaysia Biang Kerok Masalah Sawit

    Selain produksi lemak hewan yang merusak lingkungan, Gates juga menyoroti faktor yang menciptakan dampak lebih besar yakni minyak sawit.

    “Saat ini, minyak sawit adalah lemak nabati yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia. Sebagian ditemukan pada makanan sehari-hari seperti kue, mie instan, krim kopi, makanan beku, hingga makeup, sabun badan, odol, deterjen, deodoran, makanan kucing, formula bayi, dan sebagainya. Bahkan, minyak sawit juga digunakan untuk biofuel dan mesin diesel,” ia menuturkan.

    Gates menegaskan bahwa masalah pada minyak sawit bukan soal penggunaannya, tetapi bagaimana proses menghasilkannya. Mayoritas jenis sawit asli jenis Afrika Barat dan Tengah tidak tumbuh di banyak wilayah. Pohon itu hanya tumbuh subur di tempat-tempat yang dilewati garis khatulistiwa.

    “Hal ini menyebabkan penggundulan hutan di area-area khatulistiwa untuk mengonversinya menjadi lahan sawit,” kata Gates.

    Proses ini berdampak buruk bagi keragaman alam dan menyebabkan pukulan telak bagi perubahan iklim. Pembakaran hutan menciptakan emisi yang banyak di atmosfer dan mengakibatkan peningkatan suhu.

    “Pada 2018, kehancuran yang terjadi di Malaysia dan Indonesia saja sudah cukup parah hingga menyumbang 1,4% emisi global. Angka itu lebih besar dari seluruh negara bagian California dan hampir sama besarnya dengan industri penerbangan di seluruh dunia,” Gates menjelaskan.

    Sayangnya, Gates mengakui bahwa peran minyak sawit sulit tergantikan. Sebab, komoditas sawit murah, tidak berbau, dan melimpah.

    “Minyak sawit juga satu-satunya minyak nabati dengan keseimbangan lemak jenuh dan tak jenuh yang hampir sama, itulah sebabnya minyak ini sangat serbaguna. Jika lemak hewan adalah bahan utama dalam beberapa makanan, maka minyak sawit adalah pemain tim yang dapat bekerja untuk membuat hampir semua makanan dan barang-barang non-makanan menjadi lebih baik,” Gates menjelaskan.

    Untuk alasan-alasan tersebut, Gates mengatakan sudah ada perusahaan-perusahaan yang mencoba mengatasinya. Salah satunya C16 Biosciences yang berupaya membuat alternatif minyak sawit.

    Sejak 2017, Gates mengatakan C16 mengembangkan produk dari mikroba ragi liar menggunakan proses fermentasi yang tidak menghasilkan emisi sama sekali.

    Meski secara kimiawi berbeda dari minyak sawit konvensional, namun minyak C16 mengandung asam lemak yang sama, sehingga dapat digunakan untuk aplikasi serupa.

    “Minyak ini sama alaminya dengan minyak sawit, hanya saja tumbuh pada jamur, bukan pada pohon. Sama dengan Savor, proses C16 sepenuhnya bebas dari pertanian. ‘Pertanian’-nya adalah sebuah laboratorium di tengah kota Manhattan,” kata Gates.

    (fsd/fsd)