Perusahaan: Microsoft

  • Bukan Malaysia, Tetangga RI Mendadak Kebanjiran Uang Rp 51 Triliun

    Bukan Malaysia, Tetangga RI Mendadak Kebanjiran Uang Rp 51 Triliun

    Jakarta, CNBC Indonesia – Thailand tengah menjadi magnet investasi pusat data di Asia Tenggara. Badan Investasi Thailand (Board of Investment/BOI) mengumumkan persetujuan empat proyek pusat data dengan nilai investasi mencapai US$ 3,1 miliar atau sekitar Rp 51 triliun.

    Investasi ini termasuk pembangunan pusat data berkapasitas 84 megawatt senilai 26,7 miliar baht oleh DAMAC Digital dari Dubai.

    Selain itu, ada proyek hyperscale data centre dengan beban TI sebesar 200 MW dari investor lokal senilai 54,9 miliar baht.

    BOI juga menyetujui serangkaian langkah untuk mempercepat proyek senilai US$ 9,2 miliar yang sempat tertunda.

    Inisiatif ini diluncurkan bulan lalu dan mencakup pemberian enam lisensi untuk memangkas hambatan terkait ketersediaan listrik, akses lahan industri, hingga pengurusan visa dan izin kerja.

    “Langkah ini akan memperkuat kepercayaan investor terhadap kerangka investasi Thailand dan berkontribusi pada peningkatan lapangan kerja serta pengembangan ekonomi yang lebih luas,” kata Kepala BOI, Narit Therdsteerasukdi, dikutip dari Reuters, Selasa (11/11/2025).

    Sebelumnya dikabarkan bahwa Malaysia disebut-sebut jadi salah satu raja pusat data dunia baru.

    Malaysia diketahui jadi salah satu pilihan investasi raksasa teknologi dunia. Dari Microsoft, Amazon dan Alphabet yang merupakan induk perusahaan Google, begitu juga sejumlah perusahaan besar asal China yakni Tencent, Huawei, dan Alibaba.

    Para investor nampaknya tertarik dengan berbagai fasilitas yang ditawari Malaysia. Misalnya harga tanah, listrik yang jauh lebih murah, serta potensi permintaan AI dari lokal.

    Hingga Desember 2024 lalu, Reuters mencatat 12 pusat data dan operasional berada di Johor Malaysia. Total kapasitasnya mencapai 369,9 mW.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Raksasa Teknologi Geber Kabel Bawah Laut Demi AI

    Raksasa Teknologi Geber Kabel Bawah Laut Demi AI

    Jakarta

    Lebih dari 95% lalu lintas data dan panggilan suara internasional mengalir melalui hampir 1 juta mil kabel komunikasi bawah laut. Kabel-kabel ini membawa komunikasi pemerintahan, transaksi keuangan, email, panggilan video, dan layanan streaming di seluruh dunia.

    Kabel telekomunikasi bawah laut komersial pertama digunakan untuk telegraf dan dibentangkan melintasi Selat Inggris antara Dover (Inggris) dan Calais (Prancis) tahun 1850. Teknologinya kemudian berkembang jadi kabel yang dapat mengirim percakapan telepon dan paling baru serat optik untuk menghantarkan data dan internet.

    “Sekitar sepuluh tahun lalu, muncul satu kategori besar baru, yakni para pemain webscale seperti Meta, Google, Amazon, dan lainnya, yang kini mewakili sekitar 50% dari total pasar,” kata Paul Gabla, Chief Sales Officer di Alcatel Submarine Networks. Alcatel adalah produsen dan pemasang kabel bawah laut terbesar di dunia.

    Permintaan terhadap kabel bawah laut terus meningkat seiring dengan perlombaan para raksasa teknologi mengembangkan model kecerdasan buatan (AI) yang membutuhkan komputasi besar, sekaligus menghubungkan jaringan data center yang terus berkembang.

    Menurut perusahaan penyedia data telekomunikasi TeleGeography, investasi untuk proyek kabel bawah laut baru diperkirakan mencapai sekitar USD 13 miliar antara 2025-2027, hampir dua kali lipat dari total investasi antara 2022-2024.

    “AI meningkatkan kebutuhan kita terhadap infrastruktur bawah laut. Seringkali, ketika orang memikirkan AI, mereka membayangkan data center, komputasi, dan data. Namun kenyataannya, tanpa konektivitas yang menghubungkan pusat-pusat data itu, yang ada hanyalah gudang mahal,” kata Alex Aime, Wakil Presiden Investasi Jaringan Meta yang dikutip detikINET dari CNBC.

    Meta mengumumkan Project Waterworth, kabel 50.000 km yang akan menghubungkan lima benua, menjadikannya proyek kabel bawah laut terpanjang dunia. Meta akan menjadi pemilik tunggal Waterworth sebagai proyek multi tahun dengan nilai miliaran dolar.

    Amazon juga baru-baru ini mengumumkan proyek kabel bawah laut pertama milik sendiri, Fastnet. Fastnet akan menghubungkan pantai timur Maryland (AS) dengan County Cork (Irlandia), berkapasitas lebih dari 320 terabit per detik, setara menonton 12,5 juta film HD secara bersamaan.

    “Tanpa kabel bawah laut, kita harus bergantung pada satelit, memang bisa tapi satelit memiliki latensi dan biaya lebih tinggi serta kapasitas jauh lebih kecil dibandingkan kebutuhan pelanggan dan internet pada umumnya,” cetus Matt Rehder, Wakil Presiden Jaringan Inti di Amazon Web Services

    Google juga pemain besar, dengan lebih dari 30 proyek kabel bawah laut telah diinvestasikan. Salah satu proyek terbarunya adalah Sol, menghubungkan Amerika Serikat, Bermuda, Azores, dan Spanyol. Microsoft pun turut berinvestasi dalam infrastruktur serupa.

    (fyk/rns)

  • Microsoft Bangun Super AI Humanis, Fokus Bantu Manusia Bukan Gantikan

    Microsoft Bangun Super AI Humanis, Fokus Bantu Manusia Bukan Gantikan

    Liputan6.com, Jakarta – Microsoft memastikan pengembangan kecerdasan buatan superintelligent (super AI) tetap berfokus untuk mendukung manusia.

    Kepala Divisi Microsoft AI, Mustafa Suleyman, menyebut perusahaan sedang membangun sistem superintelligent AI berfungsi sebagai pendamping dan alat bantu prduktivitas, bukang pengganti manusia.

    Mengutip keterangan di situs Microsoft via The Verge, Selasa (11/11/2025), Microsoft sudah membentuk tim khusus untuk mengembangkan “humanist superintelligence”. Sistem ini dirancang dengan prinsip kemanusian dan tetap berada dalam kontrol manusia.

    “Teknologi ini akan dirancang secara hati-hati, memiliki konteks, dan bekerja dalam batas-batas tertentu,” tulis Suleyman.

    Suleyman sendiri memimpin pengembangan model AI internal Microsoft untuk pembuatan teks, suara, dan gambar sejak bergabung tahun lalu. Ia menegaskan, proyek superintelligent AI ini tidak difokuskan pada kompetisi menuju Artificial General Intelligence (AGI).

    Meski begitu, posisi Microsoft di ekosistem AI global semakin kuat. Melalui perjanjian baru, perusahaan berbasis di Redmond ini dapat mengambangkan AGI secara mandiri atau berkolaborasi dengan pihak ketiga.

    Pengamat teknologi Hayden Field menyebut, raksasa teknologi tersebut secara hukum dapat menggunakan kekayaan intelektual milik OpenAI dalam proses ini.

    Dalam visinya, Suleyman menggambarkan superintelligent AI \ humanis memiliki tiga fokus utama.

    Pendamping digital membantu manusia belajar, bekerja, dan meningkatkan produktivitas sehari-hari
    Asisten cerdas untuk mendukung layanan kesehatan dan pengambil keputusan medis
    Mesin yang mendorong inovasi riset ilmiah, termasuk pengembangan energi bersih

    “Di Microsoft AI, kami berpegang pada prinsip manusia jauh lebih penting daripada kecerdasan buatan,” tulis Suleyman. “Superintelligence yang kami kembangkan akan selalu menempatkan manusia di pusat ekosistemnya.”

  • Intel Buru Eks Insinyur yang Kabur Usai Gondol 18.000 Dokumen Rahasia

    Intel Buru Eks Insinyur yang Kabur Usai Gondol 18.000 Dokumen Rahasia

    Jakarta

    Intel Corporation menggugat mantan insinyur perangkat lunaknya, Jinfeng Luo, senilai USD 250.000 atau setara Rp 4 miliar (kurs Rp16.000 per dolar AS), atas dugaan pencurian puluhan ribu berkas internal yang banyak di antaranya diberi label “Rahasia Tinggi Intel”. Gugatan diajukan ke pengadilan federal California setelah Luo menghilang tanpa jejak sejak Juli 2024.

    Luo bergabung dengan Intel sejak 2014. Ia menerima surat pemberhentian kerja pada 7 Juli 2024 dan resmi keluar pada akhir bulan yang sama, menurut laporan The Mercury News. Pemberhentian ini terjadi di tengah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran Intel yang telah memangkas sekitar 35.000 posisi dalam dua tahun terakhir.

    Dokumen pengadilan mengungkapkan, seminggu sebelum keluar, Luo mencoba menyalin data dari laptop perusahaan ke drive penyimpanan eksternal. Upaya pertama ini diblokir sistem keamanan Intel. Tiga hari sebelum tanggal keluar resmi, ia mencoba lagi dan berhasil mentransfer data ke perangkat NAS (Network Attached Storage).

    Dalam hari-hari terakhirnya, Luo diduga mengunduh total sekitar 18.000 berkas rahasia, termasuk kekayaan intelektual penting perusahaan.Intel segera mendeteksi aktivitas akses tidak wajar dan meluncurkan penyelidikan internal. Selama lebih dari tiga bulan, perusahaan berulang kali menghubungi Luo melalui telepon, email, dan surat resmi, namun tidak mendapat respons apa pun. Sikap bungkam ini memaksa Intel mengajukan gugatan untuk memulihkan aset digital yang dicuri.

    “Ini merupakan pelanggaran serius terhadap kekayaan intelektual perusahaan di saat kami sedang menjalani restrukturisasi mendalam,” demikian pernyataan Intel dalam dokumen pengadilan dikutip dari Tomshardware.

    Insiden ini bukan yang pertama bagi Intel. Sebelumnya, seorang insinyur lain dijatuhi hukuman percobaan dua tahun dan denda USD 34.000 setelah menyalin data secara ilegal untuk melamar pekerjaan di Microsoft. Dokumen pengadilan bahkan menyebut Microsoft memanfaatkan informasi curian tersebut dalam negosiasi bisnis dengan Intel.

    Hingga kini, Jinfeng Luo masih berstatus “hilang” dan belum memberikan tanggapan atas tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Intel menuntut pengembalian penuh seluruh data yang dicuri sekaligus kompensasi finansial senilai USD 250.000.

    Krisis keuangan Intel yang mulai terlihat antara akhir Juli hingga awal Agustus 2024 diduga turut memengaruhi keputusan memecat Luo sebelum bukti pelanggaran sepenuhnya terverifikasi. Perusahaan asal Santa Clara itu tengah berjuang mempertahankan daya saing di tengah persaingan ketat pasar semikonduktor global.

    (afr/afr)

  • Raksasa Teknologi Guyur Miliaran Dolar untuk AI, Kapan Untungnya?

    Raksasa Teknologi Guyur Miliaran Dolar untuk AI, Kapan Untungnya?

    Jakarta

    Gelombang besar belanja AI di Silicon Valley tampaknya belum akan melambat dalam waktu dekat. Namun, kesabaran Wall Street untuk melihat hasilnya mulai menipis.

    Meta, Microsoft, Amazon, Apple, dan induk perusahaan Google, Alphabet, semuanya menyatakan minggu ini akan menggelontorkan lebih banyak dana untuk belanja modal, termasuk sewa dan peralatan bagi data center serta infrastruktur.

    Microsoft, Alphabet, Amazon, dan Meta semuanya memang mencatat pertumbuhan pendapatan tahunan dan melampaui ekspektasi Wall Street. Bisnis cloud Microsoft dan Google tumbuh 40% dan 34%, sementara penjualan Amazon Web Services meningkat 20% dari tahun lalu, menandakan banyak perusahaan makin bergantung pada layanan mereka di era AI.

    Mereka pun terus menanamkan puluhan miliar dolar ke infrastruktur AI dan data center yang dinggap penting untuk memasuki era baru internet. Jumlah uang yang terlibat sungguh mencengangkan.

    Google memperkirakan akan menghabiskan antara USD 91 hingga USD 93 miliar untuk belanja modal di 2025, naik dari perkiraan sebelumnya sebesar USD 85 miliar. Microsoft memperkirakan pengeluaran melonjak 74% menjadi USD 34,9 miliar tahun ini. Meta menghabiskan USD 19,37 miliar, naik dari 9,2 miliar tahun lalu.

    Sementara Amazon memperkirakan tagihan tahun 2025 akan mencapai USD 125 miliar. Bahkan Apple yang bukan penyedia layanan cloud besar, juga berencana meningkatkan belanja modal untuk investasi AI.

    Menurut Melissa Otto, kepala riset di S&P Global Visible Alpha, data center yang sudah ada perlu ditingkatkan agar mampu menangani beban kerja AI dan itulah yang memicu lonjakan besar pengeluaran.

    Para raksasa teknologi membenarkan pengeluaran itu dengan alasan permintaan jauh melampaui pasokan. “Secepat apa pun kami menambah kapasitas saat ini, kami langsung bisa memonetisasinya,” kata CEO Amazon Andy Jassy yang dikutip detikINET dari CNN.

    Wall Street menuntut jawaban besar dari Big Tech

    Namun Wall Street menginginkan lebih dari sekadar janji. Saham Meta anjlok hingga 13,5% pada Kamis, sementara saham Microsoft turun lebih dari 3%.

    Hampir semua pertanyaan pada Meta fokus pada bagaimana perusahaan memandang investasi AI dapat menghasilkan keuntungan, kapan produk dan model baru Superintelligence Lab dirilis, serta pendekatan umum mereka terhadap AI.

    Mark Zuckerberg mengatakan AI berguna untuk menjalankan asisten virtual dan membantu pengiklan merencanakan kampanye. Lebih dari 1 miliar orang menggunakan Meta AI setiap bulan dan AI menurutnya dapat membuka jalan bagi berbagai jenis produk baru dengan format konten berbeda.

    Untuk Microsoft, analis ingin tahu apakah klien benar-benar akan menepati komitmen pembelian dan apakah industri teknologi sungguh bisa menghasilkan keuntungan dari investasi AI. Amy Hood, CFO Microsoft, menyebut investasi perusahaan mencerminkan bisnis yang sudah dikontrak, menegaskan bahwa permintaan terus meningkat.

    Investor Google ingin tahu bagaimana AI mengubah cara perusahaan menghasilkan uang dari layanan pencarian. Chief Business Officer Google mengatakan perusahaan menghasilkan uang dalam jumlah yang hampir sama dari iklan yang muncul di bawah dan di dalam tanggapan AI seperti pada pencarian tradisional.

    Jawaban itu memuaskan sebagian analis. Optimisme itu dinilai akan bertahan selama perusahaan-perusahaan ini tetap mampu menumbuhkan produk-produk yang dulu membuat mereka menjadi raksasa teknologi dunia.

    “Sekarang ada tekanan untuk mempercepat inovasi. Ada ruang baru dalam AI yang diyakini akan sangat berharga, jadi semua pihak berlomba untuk mengisinya,” kata Evan Schlossman dari SuRo Capital. “

    (fyk/rns)

  • Ada Konglomerat RI, Ini Daftar Crazy Rich Asia Serbu Data Center

    Ada Konglomerat RI, Ini Daftar Crazy Rich Asia Serbu Data Center

    Jakarta, CNBC Indonesia – Taipan di kawasan Asia tengah berlomba untuk membangun pusat data atau data center skala raksasa seiring ledakan kebutuhan komputasi kecerdasan buatan (AI). Dari Malaysia, India, Korea Selatan, Taiwan, hingga Thailand, proyek data center bernilai miliaran dolar bermunculan. Indonesia pun tak ketinggalan, dengan sejumlah konglomerat dalam negeri terjun memperlebar bisnis digital ini.

    Demam AI menjadi pemicu utama perlombaan tersebut. Perusahaan raksasa seperti Amazon, Google, Microsoft hingga Nvidia terus membutuhkan infrastruktur untuk melatih dan menjalankan model kecerdasan buatan, sehingga kapasitas data center global melonjak tajam.

    Menurut konsultan properti Cushman & Wakefield, kapasitas data center di Asia-Pasifik diproyeksikan melonjak lebih dari dua kali lipat menjadi lebih dari 29 gigawatt (GW) pada 2030 dari 12GW pada 2024.

    Di Malaysia, YTL Power International milik konglomerat Francis Yeoh menjadi salah satu pemain yang tampil menonjol. Perusahaan ini membangun kawasan pusat data seluas 664 hektare di Johor, bekerja sama dengan Nvidia untuk membangun infrastruktur AI. Dari total rencana investasi US$4,3 miliar, sekitar US$2,4 miliar sudah digelontorkan untuk membangun kapasitas 200MW.

    Johor kini muncul sebagai pusat baru data center karena pasokan lahan, listrik, dan air yang melimpah. PM Anwar Ibrahim bahkan menegaskan ambisi Malaysia menjadi negara terdepan AI pada 2030, demikian dikutip dari laporan Forbes, Senin (10/11/2025).

    Di India, taipan Gautam Adani bekerja sama dengan Google menggelontorkan US$15 miliar untuk membangun kampus pusat data terbesar di Andhra Pradesh. Mukesh Ambani juga berencana membangun pusat data AI berkapasitas 1GW di Gujarat.

    Korea Selatan menyaksikan SK Group bekerja sama dengan Amazon Web Services untuk membangun pusat data senilai US$5 miliar di Ulsan, sementara Kakao dan Samsung terus memperluas investasi infrastruktur komputasi canggih.

    Di Taiwan, Foxconn milik Terry Gou bersama Nvidia membangun fasilitas AI 100MW senilai US$1,4 miliar. Thailand pun bergerak cepat, dengan Central Pattana, Gulf Development, serta B.Grimm Power menggandeng mitra global untuk membangun pusat data di negara tersebut.

    Konglomerat RI Tak Mau Kalah

    Di Indonesia, sinyal perluasan data center juga terlihat. DCI Indonesia sudah menjadi salah satu operator pusat data terbesar di Asia Tenggara.

    Pada Agustus, DCI Indonesia menjadi perusahaan publik paling berharga kedua di Indonesia dengan kapitalisasi pasar lebih dari US$ 37 miliar.

    IPO pada 2021 menjadikan para pendirinya, Otto Toto Sugiri, Marina Budiman, dan Han Arming Hanafia,sebagai miliarder. Sugiri mengatakan perusahaan tersebut meningkatkan kapasitas untuk memenuhi lonjakan permintaan.

    DCI, yang saat ini memiliki kapasitas 119MW di Jakarta, berencana meningkatkan kapasitas lebih dari sepuluh kali lipat menjadi 1,9GW, termasuk fasilitas hyperscale baru di Pulau Bintan.

    Kesuksesan DCI menarik konglomerat lain masuk ke sektor ini, seperti Sinar Mas Group (Franky Widjaja) bermitra dengan K2 Strategic untuk membangun data center di kawasan Jakarta.

    Lalu ada Triputra Group (Theodore Rachmat) yang bekerja sama dengan ST Telemedia dari Singapura untuk membangun dan memperluas jaringan pusat data nasional. Selain itu, investor teknologi dan telekomunikasi besar RI juga tengah menyiapkan langkah serupa untuk menangkap peluang pertumbuhan AI.

    Namun, percepatan pembangunan pusat data yang sangat intensif ini menimbulkan kekhawatiran terkait pasokan listrik dan air. Beberapa pengembang, seperti YTL, berinvestasi pada energi surya, sementara yang lain menjajaki opsi lepas pantai, seperti rencana Samsung Electronics dan OpenAI untuk membangun pusat data terapung.

    Namun laporan PwC memperkirakan bahwa pada 2030, energi hijau hanya dapat menutupi kurang dari sepertiga tambahan kebutuhan listrik.

    “Kesenjangannya sangat besar, dan menutupnya adalah sesuatu yang sangat penting,” tulis laporan itu.

    Sejumlah analis juga mempertanyakan apakah ekspansi pusat data ini berpotensi menciptakan gelembung. Namun Jitesh Karlekar, direktur riset pusat data Asia-Pasifik di JLL, menilai bahwa dengan lompatan besar penggunaan AI di sektor kritis seperti kesehatan, pendidikan, dan pertahanan.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Ayo Daftar! Astra Daihatsu Buka Rekrutmen Lulusan S1, Penempatan Di Jakarta Utara

    Ayo Daftar! Astra Daihatsu Buka Rekrutmen Lulusan S1, Penempatan Di Jakarta Utara

    1. Customer Satisfaction Analyst

    Bertanggung jawab untuk mengembangkan kompetensi dan kualitas layanan Customer Service melalui kegiatan pelatihan, koordinasi data performa outlet, serta pengelolaan program pengembangan frontliner agar pengalaman pelanggan diseluruh jaringan Astra Daihatsu tetap unggul dan konsisten.

    Deskripsi Pekerjaan:

    a. Memberikan edukasi dan pelatihan kepada frontliner di Cabang Astra Daihatsu;

    b. Menjadi PIC untuk program On the Job Training Customer Relation Officer (CRO);

    c. Mengelola data performa Customer Service Cabang;

    d. Monitoring dan memastikan frontliner bekerja sesuai dengan SOP;

    e. Mengelola Customer Service Bank Data sebagai pusat informasi dan evaluasi performa layanan.

    Kualifikasi:

    a. Pendidikan min. S1 Ilmu Komunikasi atau jurusan lain yang relevan;

    b. Memiliki pemahaman yang kuat mengenai operasional dan standar layanan pelanggan (customer service);

    c. Memiliki kemampuan komunikasi dan presentasi yang baik;

    d. Memahami indikator SSI dan CSI Telesurvey, serta mampu menjaga hasil penilaian di atas standar nasional;

    e. Memiliki kemampuan analisis yang baik, teliti, dan berkomitmen terhadap keunggulan layanan;

    f. Memiliki inisiatif tinggi serta kemampuan bekerja sama secara kolaboratif.

     

    2. Data Analyst

    Bertanggung jawab dalam pengelolaan operasional Digital Channel Astra Daihatsu (Website, Apps, dan Chatbot), termasuk pengelolaan konten, pemantauan performa sistem, serta analisis data yang dihasilkan untuk memastikan setiap kanal digital berfungsi optimal dan menghasilkan leads yang direspon dengan cepat dan tepat.

    Deskripsi Pekerjaan:

    a. Mengelola operasional digital channel Astra Daihatsu (website, apps, chatbot);

    b. Membuat report dan analisis performa digital product Astra Daihatsu serta menyusun insight yang relevan;

    c. Melakukan pembaruan informasi pada website (produk, harga, outlet, dil) dan memastikan akurasi data.

    Kualifikasi:

    a. Pendidikan min. S1 Statistika atau bidang terkait;

    Wajib memahami & mengoperasikan Microsoft Excel;

    b. Memahami penggunaan Python dan Tableau untuk analisis data meniadi nilai tambah;

    c. Memiliki kemampuan analisis dan business understanding yang baik;

    d. Mampu berkoordinasi dan berkolaborasi dalam tim;

    e. Berinisiatif dan memiliki kemampuan komunikasi yang baik.

  • Satya Nadella Ungkap Tantangan Terbesar AI Bukan Chip, Tapi…

    Satya Nadella Ungkap Tantangan Terbesar AI Bukan Chip, Tapi…

    Jakarta

    Di tengah perlombaan global membangun infrastruktur AI, isu terbesar bukan lagi ketersediaan chip, tapi listrik. Hal itu diungkapkan CEO Microsoft Satya Nadella dalam wawancara bersama CEO OpenAI Sam Altman, menyoroti krisis energi yang kini membatasi laju inovasi kecerdasan buatan.

    “Masalah terbesar kami sekarang bukan kelebihan chip, tapi daya listrik. Kami punya banyak GPU di inventori yang belum bisa dipasang karena tak ada daya yang cukup,” kata Nadella dalam sesi di kanal Bg2 Pod di YouTube.

    Kondisi ini menggambarkan pergeseran besar: jika dulu kendala utama adalah kelangkaan GPU, kini perusahaan teknologi justru memiliki stok chip yang tak bisa digunakan karena keterbatasan pasokan energi di pusat data (data center).

    AI generatif yang membutuhkan daya komputasi masif telah membuat konsumsi listrik data center melonjak drastis. Di Amerika Serikat, total konsumsi listrik pusat data pada 2024 mencapai 183 terawatt-jam — sekitar 4% dari total konsumsi nasional, dan diperkirakan akan lebih dari dua kali lipat pada 2030.

    Bahkan, menurut proyeksi terbaru, tugas-tugas AI saja bisa menghabiskan energi setara 22% dari seluruh rumah tangga AS pada 2028, demikian dikutip detikINET dari Techspot, Minggu (9/11/2025).

    Beberapa kompleks data center baru kini dirancang untuk menggunakan hingga 2 gigawatt listrik, setara kebutuhan satu negara bagian kecil. Fenomena ini mendorong operator pusat data berebut membangun “warm shells” — fasilitas siap pakai yang telah memiliki pasokan daya dan sistem pendingin sebelum GPU dipasang.

    Akibatnya, sebagian infrastruktur cloud milik raksasa teknologi kini mangkrak selama berbulan-bulan, menunggu pasokan listrik baru. Nadella mengakui hal itu sebagai hambatan terbesar Microsoft saat ini.

    Masalah ini juga mulai dirasakan masyarakat umum. Beberapa negara bagian di AS melaporkan kenaikan tagihan listrik hingga 36%, yang sebagian dipicu oleh ekspansi besar-besaran fasilitas AI.

    (asj/asj)

  • Cara Menghilangkan Rumus di Excel dengan Berbagai Metode

    Cara Menghilangkan Rumus di Excel dengan Berbagai Metode

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Cara menghilangkan rumus di Excel menjadi langkah penting bagi pengguna yang ingin menjaga konsistensi data setelah proses perhitungan selesai. Melalui panduan berikut, CNBC Indonesia merangkum berbagai cara menghilangkan rumus di Excel berdasarkan sumber resmi dari Microsoft dan pakar Excel internasional.

    1. Menggunakan Fitur Paste Values (Cara Paling Umum)

    Metode paling mudah dan direkomendasikan oleh Microsoft adalah dengan menggunakan fitur Paste Values. Langkah-langkahnya:

    Pilih sel atau rentang sel yang berisi rumus.

    Tekan Ctrl + C untuk menyalin data.

    Klik kanan pada area yang sama atau di tempat lain.

    Pilih Paste Values (ikon clipboard dengan angka “123”).

    Dengan langkah tersebut, rumus akan otomatis diganti menjadi nilai hasil perhitungannya.

    2. Menghapus Rumus Tanpa Mengubah Nilai (Metode Alternatif)

    Selain Paste Values, Microsoft juga menyediakan opsi lain melalui menu Home > Copy > Paste > Values. Cara ini bekerja sama, hanya saja lebih mudah diakses untuk pengguna yang terbiasa dengan antarmuka pita (ribbon).

    3. Menggunakan Shortcut Keyboard

    Jika ingin lebih cepat, kamu bisa menggunakan kombinasi tombol berikut:

    Tekan Ctrl + C untuk menyalin sel berisi rumus.

    Tekan Ctrl + Alt + V untuk membuka menu Paste Special.

    Pilih opsi Values → tekan Enter.

    Cara ini terbukti lebih efisien, terutama saat mengolah data dalam jumlah besar.

    Menurut panduan dari situs Ablebits, metode ini merupakan cara cepat yang digunakan para profesional Excel.

    4. Menggunakan Fitur Convert to Values (Excel Online & Versi Terbaru)

    Pada beberapa versi terbaru Excel, terutama Microsoft 365 dan Excel Online, tersedia fitur langsung bernama Convert to Values yang bisa diakses dari menu konteks (klik kanan). Fitur ini berfungsi otomatis menggantikan seluruh rumus menjadi nilai akhir tanpa langkah tambahan.

    5. Menggunakan Power Query (Untuk Dataset Besar)

    Bagi pengguna tingkat lanjut, menghapus rumus dari dataset besar bisa dilakukan melalui Power Query. Caranya:

    Impor data ke Power Query Editor.

    Klik kanan kolom hasil perhitungan → pilih Remove Other Columns atau Keep Values.

    Tutup dan Load kembali ke Excel.

    Metode ini lebih aman karena tidak mempengaruhi data mentah dan cocok untuk laporan berskala besar.

    (dag/dag)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Microsoft Mulai Ditinggal di Eropa, Biang Keroknya Israel

    Microsoft Mulai Ditinggal di Eropa, Biang Keroknya Israel

    Jakarta, CNBC Indonesia – Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC) memutuskan untuk menghentikan penggunaan Microsoft Office dan beralih ke perangkat lunak alternatif asal Eropa.

    Langkah ini diambil di tengah meningkatnya kekhawatiran soal ketergantungan institusi Eropa pada teknologi Amerika Serikat.

    ICC bakal menggunakan openDesk, paket aplikasi perkantoran dan kolaborasi berbasis open source. Software ini disediakan oleh Center for Digital Sovereignty (ZenDiS) atas mandat Kementerian Dalam Negeri Federal Jerman.

    Pihak ICC mengonfirmasi proses migrasi ini kepada The Register, meski tidak memberikan perincian tambahan soal alasan maupun nilai kerja sama tersebut.

    Keputusan ICC muncul setelah memanasnya hubungan beberapa lembaga internasional dengan pemerintah AS.

    Ketegangan meningkat terutama sejak pemerintahan Donald Trump memberlakukan sanksi terhadap pejabat ICC.

    Sanksi itu terkait upaya ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu atas dugaan kejahatan perang di Gaza.

    Situasi ini juga sempat memicu insiden. Jaksa ICC Karim Khan dilaporkan kehilangan akses ke akun email Microsoft, meski Microsoft membantah telah menangguhkan layanan.

    Sementara itu, tren meninggalkan produk Microsoft sebenarnya bukan hal baru di Jerman. Kota Munich pernah beralih ke Linux dan LibreOffice meski kembali ke Windows pada 2020.

    Selain itu, negara bagian Schleswig-Holstein juga mengumumkan migrasi serupa dan baru saja menyelesaikan perpindahan 40.000 akun pemerintah ke sistem open source tahun ini.

    Kekhawatiran atas dominasi teknologi AS juga meningkat setelah berbagai gangguan layanan terjadi pada AWS dan Microsoft Azure, serta pengakuan Microsoft bahwa pihaknya tidak bisa menjamin kedaulatan data Eropa di bawah US Cloud Act, yang memungkinkan pemerintah AS mengakses data perusahaan Amerika di mana pun data tersebut berada.

    Dalam tanggapannya, Microsoft mengatakan tetap menghargai ICC sebagai pelanggan.

    “Kami menghargai hubungan kami dengan ICC sebagai pelanggan dan yakin tidak ada hal yang menghalangi kami untuk terus memberikan layanan kepada ICC di masa mendatang,” kata Microsoft.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]