Perusahaan: Microsoft

  • Microsoft Setop Dukungan Windows 10 pada 14 Oktober 2025, Apa Masih Aman Digunakan? – Page 3

    Microsoft Setop Dukungan Windows 10 pada 14 Oktober 2025, Apa Masih Aman Digunakan? – Page 3

    Buat kamu yang belum sempat melakukan upgrade ke Windows 11, berikut beberapa langkah untuk mendaftar program Pembaruan Keamanan Lanjutan:

    1. Pastikan Sistem Operasi sudah Menggunakan Versi Paling Baru

    Untuk memastikan hal ini, kamu perlu membuka ‘Settings > System > About’, lalu lihat versi apa yang digunakan di bagian bawah.

    2. Pastikan Mengakses dengan Akun ‘Administrator’

    Jika perangkat di rumah digunakan dalam beberapa akun berbeda, pastikan kamu menggunakan akun Administrator. Cara mengeceknya, buka ‘Settings> Your Info’.

    3. Daftar Program ESU

    Setelah melakukan dua langkah di atas, sekarang kamu bisa mendaftar program ESU dengan tekan tautan ‘Enroll Now’ dari menu ‘Update & Security’ yang ada di ‘Settings’.

    4. Pilih Metode Upgrade

    Apabila kamu dinyatakan layak untuk mendaftar, selanjutnya pilih opsi ‘Back up your PC Settings’ agar bisa mendapat layanan Pembaruan Keamanan Lanjutan secara gratis.

    5. Selamat, Kamu Terdaftar ESU

    Terakhir, jika proses pembaruan dari sistem telah selesai tanpa ada kendala koneksi dan semacamnya, tampilan akan menunjukkan ‘You’re enrolled in Extended Security Updates’, yang berarti kamu telah sukses mendaftar ESU.

  • Microsoft Berbisnis dengan Israel, Pegawai Senior Resign

    Microsoft Berbisnis dengan Israel, Pegawai Senior Resign

    Jakarta

    Seorang engineer senior Microsoft memutuskan mengundurkan diri setelah 13 tahun bekerja di raksasa software tersebut. Ia menuding Microsoft tetap menjual layanan cloud kepada militer Israel dan juga menolak membahas perang di Gaza secara terbuka.

    Scott Sutfin-Glowski, yang menjabat sebagai Principal Software Engineer, mengumumkan kepada rekan-rekannya bahwa minggu ini akan menjadi minggu terakhirnya di Microsoft.

    “Saya tidak bisa lagi menerima kenyataan bahwa saya turut memungkinkan terjadinya apa yang mungkin merupakan kekejaman terburuk di zaman kita,” tulis Sutfin-Glowski dalam surat pengunduran diri yang dikutip detikINET dari CNBC.

    Dalam surat tersebut, ia mengacu laporan Associated Press Februari lalu yang menyebut militer Israel punya sedikitnya 635 langganan layanan Microsoft dan menurutnya sebagian besar dari langganan itu masih aktif hingga kini. Pihak Microsoft menolak memberikan komentar terkait pengunduran diri tersebut.

    Langkah Sutfin-Glowski terjadi sehari setelah Presiden Donald Trump mengumumkan Israel dan Hamas telah menyetujui tahap pertama dari rencana perdamaian. Associated Press juga melaporkan pemerintah AS mengirim sekitar 200 tentara ke Israel untuk membantu mendukung kesepakatan gencatan senjata.

    Konflik tersebut telah menjadi sumber ketegangan yang berkepanjangan di internal Microsoft. Selama beberapa bulan terakhir, sejumlah karyawan menggelar protes terhadap kerja sama perusahaan dengan militer Israel. Lima orang karyawan dipecat karena aksi tersebut.

    September lalu, Microsoft mengumumkan menyetop penyediaan beberapa layanan untuk salah satu divisi Kementerian Pertahanan Israel, meski tidak menjelaskan secara rinci. Keputusan itu diambil setelah perusahaan menyelidiki laporan Guardian yang menyebut Unit 8200 milik militer Israel mengembangkan sistem untuk melacak panggilan telepon warga Palestina.

    Sutfin-Glowski juga menuduh perusahaan memutus saluran komunikasi internal yang sebelumnya digunakan karyawan untuk menyampaikan kekhawatiran soal penggunaan produk Microsoft oleh militer Israel.

    Pada Kamis, di luar salah satu gedung kantor pusat Microsoft di Redmond, sekelompok karyawan dan anggota komunitas menggelar aksi dengan membentangkan spanduk yang menyerukan agar perusahaan menghentikan kerja sama dengan Israel. Aksi itu diorganisasi kelompok No Azure for Apartheid, yang sejak lama mendesak Microsoft mendengarkan lebih dari 1.500 karyawan yang menandatangani petisi mendukung gencatan senjata di Gaza.

    “Hari ini, gencatan senjata di Gaza akhirnya diberlakukan setelah dua tahun genosida. Namun kekejaman, pelanggaran hak asasi manusia, kejahatan perang, apartheid, dan pendudukan masih terus berlanjut,” tulis Sutfin-Glowski.

    (fyk/fyk)

  • Beda Pandangan Jensen Huang dan Bill Gates Soal Profesi yang Paling Dibutuhkan di Era AI

    Beda Pandangan Jensen Huang dan Bill Gates Soal Profesi yang Paling Dibutuhkan di Era AI

    Bisnis.com, JAKARTA — Di tengah kekhawatiran akan gelombang pemangkasan pekerjaan akibat kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), dua tokoh besar dunia teknologi, Jensen Huang dan Bill Gates, menyampaikan pandangan berbeda soal profesi yang paling dibutuhkan di masa depan.

    CEO Nvidia Jensen Huang menilai justru pekerja terampil seperti teknisi listrik, tukang ledeng, dan tukang kayu akan menjadi pemenang utama di era AI, bukan pekerja kantoran atau profesional di bidang teknologi.

    Huang mengatakan pembangunan infrastruktur fisik untuk menopang perkembangan AI akan memicu lonjakan permintaan terhadap tenaga kerja di sektor keterampilan teknis. 

    “Segmen pekerja terampil di setiap ekonomi akan mengalami masa keemasan. Pembangunan pusat data AI akan terus berkembang, berlipat ganda setiap tahun,” kata Huang dikutip dari laman Investopedia pada Sabtu (11/10/2025).

    Menurutnya, ekspansi besar-besaran data center untuk mendukung teknologi AI global akan membutuhkan jutaan tenaga konstruksi dan teknisi. Bahkan, banyak dari pekerjaan tersebut menawarkan penghasilan lebih dari US$100.000 per tahun atau sekitar Rp1,6 miliar tanpa memerlukan gelar sarjana.

    Pandangan Huang sejalan dengan kekhawatiran sejumlah pemimpin bisnis lainnya. CEO BlackRock, Larry Fink, misalnya, telah memperingatkan pemerintah Amerika Serikat mengenai potensi kekurangan tenaga kerja terampil karena kebijakan imigrasi yang ketat dan menurunnya minat generasi muda terhadap pekerjaan di bidang keterampilan praktis.

    “Saya sudah mengatakan kepada tim Trump bahwa kita akan kekurangan teknisi listrik untuk membangun pusat data AI. Kita benar-benar tidak punya cukup banyak orang,” kata Fink.

    Laporan McKinsey menunjukkan, satu pusat data seluas 250.000 kaki persegi bisa menyerap hingga 1.500 pekerja konstruksi selama masa pembangunan. Setelah beroperasi, setiap pusat data mempekerjakan sekitar 50 staf pemeliharaan tetap, yang kemudian turut menciptakan sekitar 3,5 lapangan kerja tambahan di sektor lain.

    Dengan proyeksi belanja modal global untuk pusat data mencapai US$7 triliun atau sekitar Rp112 kuadriliun pada 2030, permintaan terhadap pekerja di sektor konstruksi dan keterampilan praktis diperkirakan melonjak tajam.

    Namun, data terbaru dari Yale Budget Lab menunjukkan dampak AI terhadap pasar kerja secara keseluruhan belum signifikan. Meski terjadi pergeseran pekerjaan yang sedikit lebih cepat dibandingkan masa transisi teknologi sebelumnya, belum ada tanda-tanda penghapusan besar-besaran terhadap profesi yang ada saat ini.

    Sementara itu, pendiri Microsoft Bill Gates justru memiliki pandangan berbeda. Dia percaya profesi programmer akan tetap menjadi salah satu pekerjaan yang paling aman dari disrupsi AI, bahkan hingga seratus tahun ke depan.

    Melansir The Economic Times (11/9/2025), Gates mengatakan meskipun AI mampu membantu pekerjaan teknis seperti menulis kode sederhana atau debugging, kemampuan manusia dalam berpikir kreatif dan mengambil keputusan tidak bisa tergantikan oleh mesin.

    “Menulis kode bukan sekadar mengetik. Itu adalah proses berpikir mendalam, memahami masalah, membuat keterhubungan, dan menemukan solusi baru,” kata Gates.

    Dia menilai AI memang kuat, tetapi juga berisiko bila tidak dimanfaatkan secara bijak. 

    Menurut laporan World Economic Forum (WEF), AI berpotensi menghilangkan 85 juta pekerjaan pada 2030, namun di saat bersamaan menciptakan 97 juta jenis pekerjaan baru, terutama di bidang teknologi dan industri masa depan.

    Selain programmer, Gates menyebut bahwa profesi di bidang energi dan biologi juga relatif aman dari ancaman AI karena memerlukan keahlian manusia yang kompleks dan tak bisa ditiru algoritma.

    Dia menjelaskan, meski AI dapat membantu menganalisis data besar dan mendukung diagnosis penyakit, mesin belum mampu melakukan penemuan ilmiah atau berpikir kritis layaknya manusia. Begitu pula di sektor energi, di mana pengambilan keputusan strategis dan kemampuan analitis manusia tetap krusial.

  • Agentforce IT Service Ubah Sistem Pengaduan Jadi Percakapan Instan 24/7

    Agentforce IT Service Ubah Sistem Pengaduan Jadi Percakapan Instan 24/7

    Bisnis.com, JAKARTA — Salesforce meluncurkan Agentforce IT Service, solusi baru untuk mengubah sistem pengaduan Teknologi Informasi (TI) tradisional berbasis tiket menjadi layanan percakapan instan yang tersedia 24 jam setiap hari.

    Solusi ini memungkinkan tim TI mengotomatiskan penanganan insiden dan permintaan layanan secara cepat, sehingga karyawan tak lagi perlu menunggu antrean panjang hanya untuk menyelesaikan kendala kerja.

    Selama bertahun-tahun, sistem IT Service Management (ITSM) berbasis tiket kerap membuat frustrasi tim IT dan karyawan perusahaan karena memperlambat produktivitas. Sistem ITSM yang dirancang untuk menangani ribuan permintaan, justru sering kali menimbulkan antrean panjang dan proses bolak-balik yang memperlambat penyelesaian pekerjaan.

    Akibatnya, rata-rata karyawan kehilangan 352 jam setiap tahun hanya untuk mengatasi tantangan IT yang umum maupun kompleks, kondisi ini berdampak pada kerugian yang bernilai miliaran dolar dan membebani sumber daya IT perusahaan.

    “Model ITSM lama yang terfragmentasi sudah tidak relevan lagi. Agentforce IT Service membawa revolusi layanan berbasis percakapan dan agen AI yang membuat tim TI jauh lebih efisien,” ujar Muddu Sudhakar, SVP & GM IT & HR Service di Salesforce dalam siaran pers yang diterima Bisnis, Jumat (10/10).

    Dengan sistem baru ini, karyawan dapat mengajukan permintaan melalui Slack, Microsoft Teams, atau portal karyawan, dan langsung berinteraksi dengan agen AI tanpa harus berpindah aplikasi.

    Agentforce

    Agen AI akan menangani berbagai tugas rutin seperti menjawab pertanyaan, menyelesaikan masalah, hingga mengalihkan kasus kompleks ke perwakilan manusia.

    Salesforce, pemimpin global di bidang kecerdasan buatan (AI) CRM, menyebut pendekatan “agentik” ini dapat memangkas biaya operasional hingga 30 persen dan memulihkan lebih dari 300 jam kerja karyawan setiap tahun yang sebelumnya terbuang karena masalah TI.

    “Kami melihat Agentic IT Service sebagai peluang untuk meningkatkan efisiensi dan peran tim IT kami,” kata VP of Communications and Operations EPB Rich Carpenter di Tennessee, salah satu pengguna awal solusi ini.

    Menurut dia, dengan menghadirkan otomatisasi dan kecerdasan ke dalam alur kerja, pihaknya dapat menyelesaikan masalah lebih cepat dan memberi tim TI lebih banyak waktu untuk fokus pada pekerjaan bernilai tinggi.

    Secara terpisah, Kepala Operasional Sistem Informasi di Piedmont Healthcare Jim Kowalczyk menyebutkan layanan Agentforce IT Service terbaru dari Salesforce merupakan suatu terobosan besar.

    “Dalam dunia pelayanan medis, employee experience bukan lagi sekadar soal kenyamanan, Ini menjadi sebuah kebutuhan penting yang berdampak langsung terhadap kualitas perawatan pasien,” ujarnya.

    Agentforce IT Service juga dilengkapi AI Service Desk yang dirancang sesuai standar ITIL dan Configuration Management Database (CMDB) cerdas untuk mendeteksi, menganalisis, serta mencegah gangguan sistem sebelum meluas.

    Selain efisiensi, solusi ini menghadirkan pengalaman personal bagi pengguna. Misalnya, karyawan bisa menanyakan status upgrade laptop atau melaporkan gangguan jaringan langsung lewat chat, dan sistem akan memberikan jawaban real-time berdasarkan profil serta kebijakan perusahaan.

    Salesforce meluncurkan layanan ini dengan lebih dari 100 konektor dan integrasi siap pakai dari mitra global seperti Google, IBM, Microsoft, Oracle NetSuite, Workday, Zoom dan lainnya. Agentforce IT Service akan tersedia secara umum mulai Oktober 2025.

  • Jangan Tiru Bill Gates dan Mark Zuckerberg

    Jangan Tiru Bill Gates dan Mark Zuckerberg

    Jakarta

    Pendiri raksasa toko online Amazon, Jeff Bezos, membahas mengenai Mark Zuckerberg dan Bill Gates yang sukses luar biasa meski drop out kuliah. Keduanya drop out dari Harvard sementara Bezos sendiri lulusan Princeton University yang sama-sama bergengsi.

    Bezos menjelaskan bahwa meskipun mungkin untuk sukses sebagai wirausaha tanpa gelar, kejadian seperti itu jarang terjadi. Maka ia meminta anak muda jangan meniru mereka untuk drop out. “Itu akan selalu menjadi saran saya: Saya menyelesaikan kuliah, dan saya menikmati kuliah. Saya pikir itu membantu saya,” kata salah satu orang terkaya dunia itu.

    Zuckerberg mendirikan Facebook tahun 2004 dari kamar asramanya di Harvard, kemudian keluar untuk fokus pada perusahaan. Gates juga meninggalkan Harvard pada tahun 1975 untuk mendirikan Microsoft bersama Paul Allen. Keduanya baru berusia 19 tahun ketika mereka meluncurkan perusahaan masing-masing.

    Saat ini menurut Forbes, Zuckerberg adalah orang terkaya ketiga di dunia dengan kekayaan USD 244,3 miliar, sementara Gates berada di peringkat ke-17 dengan USD 106 miliar. Adapun Bezo adalah orang terkaya keempat dengan kekayaan USD 234 miliar. Bezos lulus dari Princeton pada tahun 1986 dengan gelar teknik. Ia baru meluncurkan Amazon di 1994 pada usia 30 tahun, setelah hampir satu dekade pengalaman kerja.

    Bezos mengatakan 10 tahun pengalaman kerjanya meningkatkan peluang Amazon untuk sukses. Bezos pun menyarankan anak muda untuk bekerja di perusahaan yang sukses terlebih dahulu guna meningkatkan peluang kesuksesan di masa depan.

    “Saya selalu menyarankan kepada kaum muda: Bekerjalah di perusahaan dengan praktik terbaik di mana Anda dapat mempelajari banyak hal mendasar seperti cara merekrut dengan baik, cara wawancara, dan lain-lain,” ujarnya.

    “Ada banyak hal yang akan Anda pelajari di perusahaan hebat yang akan membantu Anda, dan masih banyak waktu untuk memulai perusahaan setelah Anda menyerapnya,” imbuhnya yang dikutip detikINET dari VNExpress.

    Bahkan Gates juga menentang drop out ketika putri bungsunya, Phoebe Gates, juga mempertimbangkan untuk berhenti kuliah dan memulai bisnis. Jadi peluang orang yang lulus kuliah untuk sukses, lebih besar daripada mereka yang drop out.

    (fyk/fay)

  • Jutaan Pengguna Windows Dapat Peringatan, Coba Cek Perangkatmu!

    Jutaan Pengguna Windows Dapat Peringatan, Coba Cek Perangkatmu!

    Jakarta

    Kalau kamu menggunakan PC dengan Windows, kamu harus tahu bahwa tinggal 7 hari lagi sampai Microsoft mengakhiri dukungan gratis untuk platform Windows 10. Siapa pun yang masih menggunakannya setelah 14 Oktober berisiko tinggi terhadap bug dan serangan siber.

    Microsoft telah lama memperingatkan pengguna bahwa mereka perlu meningkatkan ke Windows 11 atau mempertimbangkan untuk mendaftar Extended Security Updates yang akan menjaga keamanan PC Windows 10 selama tiga tahun ke depan.

    Kini tim ‘Which?’ menawarkan saran baru menjelang penutupan besar-besaran tersebut.

    Melansir Mirror UK, Which? setelah Microsoft berhenti menyediakan dukungan gratis, mereka tidak akan lagi merilis pembaruan keamanan atau patch penting, yang berarti perangkat yang masih menjalankan OS ini akan menghadapi risiko yang jauh lebih besar.

    “Peretas dan penjahat sering kali menargetkan perangkat lunak yang tidak didukung untuk mengeksploitasi kelemahan dan mencuri data,” jelas Which?.

    Pejuang konsumen ini kemudian mendesak pengguna untuk bertindak sesegera mungkin guna memastikan mereka tetap terlindungi.

    “Riset kami menunjukkan jutaan orang mungkin belum siap menghadapi penghentian Windows 10 minggu depan. Jika Anda memiliki laptop atau PC di rumah yang menjalankan Windows, sekaranglah saatnya untuk memeriksa versi yang Anda gunakan dan jika itu Windows 10 atau yang lebih lama, buatlah rencana tindakan,” saran Lisa Barber, Editor Which? Tech.

    Apabila kamu tidak bertindak, risikonya kamu bisa menjadi lebih rentan terhadap peretas dan penipuan. Which? pun memberikan saran tentang apa harus dilakukan selanjutnya.

    Jika PC kamu mendukung Windows 11, saat ini kamu dapat meningkatkan versi dari Windows 10 secara gratis. Beralih ke Windows 10 mudah dilakukan, dan pengguna seharusnya sudah cukup familiar dengan Windows 11.

    Namun, jika kamu tidak dapat melakukan peningkatan, opsi terbaik berikutnya dalam kebanyakan kasus adalah memanfaatkan perpanjangan Windows 10 gratis selama satu tahun yang ditawarkan oleh Microsoft sebagai bagian dari program Extended Security Updates (ESU). Ini akan memberi pengguna ruang untuk mempertimbangkan alternatif jangka panjang mereka, baik itu beralih ke sistem operasi lain, atau membeli komputer atau laptop baru yang menjalankan Windows 11.

    Yang terpenting, perpanjangan satu tahun ini tidak akan terjadi secara otomatis. Pengguna harus menyetujuinya. Kamu dapat mendaftar secara gratis jika kamu setuju untuk mencadangkan pengaturan Windowske OneDrive.

    Jika tidak, kamu dapat menukarkan poin loyalitas Microsoft atau membayar biaya sekali saja.

    (ask/ask)

  • Manusia 2.700 T Mustahil Datang ke AS dengan Aturan Visa Baru

    Manusia 2.700 T Mustahil Datang ke AS dengan Aturan Visa Baru

    Jakarta

    CEO Nvidia, Jensen Huang, mengatakan bahwa dia dan keluarganya kemungkinan besar tidak akan bisa berimigrasi ke Amerika Serikat jika kebijakan imigrasi yang diterapkan pemerintahan Donald Trump saat ini sudah berlaku pada zaman itu.

    Trump sebelumnya mengumumkan bahwa perusahaan harus membayar biaya sebesar USD 100.000 untuk setiap visa kerja sementara H-1B, yang diberikan kepada tenaga profesional asing dengan keahlian khusus.

    Huang, yang lahir di Taiwan dan sempat tinggal di Thailand, pindah ke Amerika Serikat bersama kakaknya saat berusia sembilan tahun. Dua tahun kemudian, orang tuanya menyusul mereka. Huang saat ini adalah salah satu manusia terkaya di dunia dengan harta sekitar USD 164 miliar atau Rp 2.700 triliun.

    “Saya rasa keluarga saya tidak akan mampu membayar biaya sebesar 100 ribu dolar itu, jadi kesempatan bagi keluarga saya dan bagi saya sendiri untuk datang ke sini mungkin takkan pernah terjadi,” ujar Huang dalam wawancara dengan CNBC yang dikutip detikINET.

    Kenaikan biaya yang tinggi dan mendadak tersebut mengejutkan industri teknologi AS. Pasalnya mereka selama ini sangat bergantung pada tenaga kerja asing, terutama dari India dan China.

    Menurut U.S. Citizenship and Immigration Services, Amazon menjadi perusahaan dengan jumlah pemegang visa H-1B terbanyak pada tahun fiskal 2025, dengan lebih dari 10.000 sponsor. Perusahaan besar lainnya seperti Microsoft, Meta, Apple, dan Google juga termasuk di antara pemberi kerja utama, masing-masing dengan lebih dari 4.000 persetujuan visa.

    “Imigrasi adalah fondasi dari mimpi Amerika. Gagasan siapa pun bisa datang ke Amerika dan, lewat kerja keras serta sedikit bakat, membangun masa depan yang lebih baik bagi diri sendiri,” katanya sambil menambahkan bahwa orang tuanya datang ke Amerika agar keluarganya bisa menikmati peluang dan kehidupan yang lebih baik.

    Huang memastikan Nvidia, yang saat ini mensponsori sekitar 1.400 visa kerja, akan tetap menanggung biaya visa H-1B bagi para karyawan dari luar negeri. Ia berharap ada penyempurnaan kebijakan ke depan agar masih ada ruang bagi kesempatan dan keberuntungan.

    Meski mengakui keluarganya mungkin tak akan bisa datang ke AS dengan kebijakan baru itu, Huang menilai perubahan ini tetap memungkinkan Amerika menarik talenta terbaik dari seluruh dunia.

    Beberapa eksekutif teknologi lain justru mendukung kebijakan tersebut. CEO Netflix, Reed Hastings, menyebut aturan biaya baru ini sebagai solusi hebat. “Kebijakan ini akan membuat H-1B hanya digunakan untuk pekerjaan bernilai tinggi, menghapus sistem undian, dan memberi kepastian bagi pemegang visa,” tulis Hastings.

    Adapun CEO OpenAI, Sam Altman, juga mendukung langkah Trump. “Kita perlu menarik orang-orang paling cerdas ke negeri ini. Menyederhanakan proses dan memberi insentif finansial adalah langkah yang tepat,” ujar Altman.

    (fyk/fay)

  • GoTo Dukung Dewan Pers Gelar Literasi AI untuk Media demi Tekan Hoaks

    GoTo Dukung Dewan Pers Gelar Literasi AI untuk Media demi Tekan Hoaks

    Bisnis.com, JAKARTA – Dewan Pers bersama dengan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) mendukung jurnalisme yang etis dengan menggelar literasi media di era kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) di tengah masifnya penggunaan AI dan media sosial.

    Acara literasi media ini diselenggarakan di Gedung Dewan Pers, Jakarta, pada Kamis 9 Oktober 2025 dengan melibatkan sekitar 100 jurnalis media Indonesia level madya baik cetak, online, radio hingga televisi.

    Hadir sebagai pemateri yakni Plt. Direktur Ekosistem Media Kementerian Ditjen Komunikasi Publik dan Media Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Farida Dewi Maharani,  Ketua Komisi Kemitraan, Hubungan Antar Lembaga dan Infrastruktur Dewan Pers Rosarita Niken Widiastuti, dan Founder YouAI dan koresponden CNN Indonesia Roni Satria.

    Acara dibuka oleh Ketua Dewan Pers Prof Komaruddin Hidayat dan Direktur Public Affairs & Communications Goto Ade Mulya.

    Dalam sambutannya, Komaruddin mengatakan posisi AI sangat perlu menjadi perhatian bersama mengingat AI berpotensi disalahgunakan untuk menyebarkan berita palsu alias hoaks. Apalagi AI beroperasi tanpa etika sehingga kesadaran etika dari penggunanya menjadi penting.

    “AI itu merupakan smart servant [pelayan yang paling pintar]. Bahkan kadang lebih smart dari majikannya. Anda mencari informasi tinggal buka. Hanya tidak ada ethical consciousness [kesadaran etika],” kata Prof Komaruddin.

    “Yang punya etika bukan AI, tapi penggunanya, Maka itu etika rohnya. Etika tanpa hukum gak ada yang mengawal, tapi hukum tanpa etika itu juga bisa kehilangan ruh,” kata mantan Rektor UIN Jakarta dan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) ini.

    “Nah oleh karena itu, Dewan Pers bersama GoTo melakukan forum ini mengingatkan baik wartawan, masyarakat agar kritis dan bijak. Jadi pendekatan kritis ini penting sekali, melatih nalar dan kita juga punya tanggung jawab etika moral. Sekarang ini, mungkin ya, yang namanya etika moral itu agak terpinggirkan. Dan kami sedih sekali.”

    Ketua Komisi Kemitraan, Hubungan Antar Lembaga dan Infrastruktur Dewan Pers Rosarita Niken Widiastuti juga menekankan pentingnya etika di era AI dan medsos.

    Niken menegaskan potensi bias AI salah satunya menghasilkan konten yang menyesatkan. “Kalau kita mencari sesuatu dari AI dan dikasih referensi, kita harus cek referensinya,” katanya.

    Niken juga menjabarkan data Dewan Pers bahwa ada tren kenaikan jumlah pengaduan pers. Tahun 2022, total 691 kasus pengaduan, selesai sebanyak 663 kasus (95,9%) dan dalam proses ada 28 kasus. Pada 2023, naik menjadi 813 kasus, selesai 794 kasus (97,7%). Pada 2024 ada 678 kasus, selesai 667 kasus (98,4%) dan per 30 Juni 2025, ketika penetrasi AI meningkat, ada 625 kasus dengan kasus selesai: 424 (67,8%).

    “Tantangan yang dihadapi pers, banyak berita tidak akurat, tidak berimbang, jadi harus cover both side dan multiple side. Judul yang menyesatkan, dan kurangnya verifikasi informasi,” tegas Niken.

    Plt. Direktur Ekosistem Media Farida Dewi Maharani mengatakan pemerintah sangat berkomitmen dan sangat mendukung kebebasan pers. “Kita perlu memastikan transformasi ini berjalan sehat, adil, dan berkelanjutan. Hoax menjadi tantangan tersendiri, bagaimana media bisa memanfaatkan teknologi untuk melakukan pekerjaan dengan lebih efisien,” katanya.

    Dia menegaskan pentingnya kode etik karena jika tanpa kode etik maka publik akan bingung untuk membedakan mana informasi yang benar, mana yang tidak. “Sekarang siapapun bisa membuat media, maka menjamur media portal. Tapi sekarang ini media portal turun karena pas kita search sesuatu di Google sekarang itu ada overview, jadi gak masuk ke link-link. Publik sekarang ada di social media,” katanya.

    Foto: (Kiri ke kanan) Plt. Direktur Ekosistem Media Komdigi  Farida Dewi Maharani,  Head of Media Relations Goto Amanda Valani, Direktur Public Affairs & Communications Goto Ade Mulya, Ketua Dewan Pers Prof Komaruddin Hidayat, Ketua Komisi Kemitraan, Hubungan Antar Lembaga dan Infrastruktur Dewan Pers Rosarita Niken Widiastuti, dan Founder YouAI dan koresponden CNN Indonesia Roni Satria. (dok. Dewan Pers)

    Dalam kesempatan itu, Direktur GoTo Ade Mulya mengatakan bahwa dalam menghadapi tantangan ini, tidak bisa dilakukan secara sektoral, tapi butuh kolaborasi lintas sektor antara industri media, teknologi, pendidikan, dan masyarakat sipil.

    “Karena itu, kami merasa terhormat dapat menjadi bagian dari inisiatif Dewan Pers dalam memperkuat ekosistem media yang beretika dan bertanggung jawab. Kerja sama GoTo dan Dewan Pers lahir dari semangat yang sama: memastikan bahwa teknologi khususnya AI digunakan bukan untuk menggantikan peran jurnalis, tapi untuk memperkuat peran manusia dalam menjaga integritas dan kualitas informasi,” katanya.

    Dalam sesi kedua bertajuk Practical and Ethical Use of AI in Journalism yang dipandu Head of Media Relations Goto Amanda Valani, Roni mengatakan AI semestinya memang diperlakukan sebagai tools, atau alat sehingga perlakukan penggunaannya dengan memakai etika.

    “Kalau kita ngomongin etika, start from the human. Kalau dia mau attacking perusahaan/institusi terus pake prompt di Chatgpt, maka itu backfire ke dia-nya karena tidak mengikuti etika jurnalis. Kita nge-treat AI sebagai barang baru yang masuk. Ini hanya alat kok, kita yang punya etika, lakukan seperti biasa kita beretika melakukan prinsip jurnalisme,” kata dosen Prodi Penyiaran Multimedia Universitas Indonesia ini.

    Roni sebelumnya sudah mengikuti fellowship AI Journalism Lab: Adoption di New York yang digelar CUNY dan Microsoft pada Maret 2025 lalu serta developer dari VOBiasCheck, prototype custom GPT untuk mendeteksi bias, framing, dan narrow sourcing dalam naskah dan artikel. Dalam forum ini, Roni membantu para peserta untuk mempraktikkan langsung berbagai alat berbasis AI yang membantu kerja jurnalis menjadi lebih efisien.

  • Microsoft Siapkan Chip AI Sendiri, Mau Depak Nvidia?

    Microsoft Siapkan Chip AI Sendiri, Mau Depak Nvidia?

    Jakarta

    Ledakan permintaan komputasi AI global tengah mengubah peta persaingan pusat data. Selama ini, Nvidia menjadi raja berkat chip grafis (GPU) superkuat yang menjadi tulang punggung pelatihan model AI besar seperti ChatGPT. Namun dominasi itu tampaknya akan segera ditantang oleh para raksasa teknologi, termasuk Microsoft.

    Chief Technology Officer Microsoft, Kevin Scott, mengungkapkan bahwa Microsoft tengah menyiapkan langkah besar untuk mengurangi ketergantungan pada chip AI buatan pihak ketiga, termasuk Nvidia, demikian dikutip detikINET dari Techspot, Rabu (8/10/2025).

    Dalam sebuah diskusi di Italian Tech Week, Scott mengatakan Microsoft kini “tidak menaruh kepercayaan pada satu jenis akselerator AI,” melainkan memilih solusi terbaik dari sisi harga dan performa.

    Selama bertahun-tahun, GPU Nvidia memenuhi kebutuhan Microsoft dan berbagai perusahaan besar lain. Namun Scott menegaskan, Microsoft “akan mempertimbangkan apa pun yang bisa menjamin kapasitas komputasi cukup untuk memenuhi lonjakan permintaan AI.”

    Selain menggunakan chip dari Nvidia dan AMD, Microsoft juga mengembangkan prosesor internalnya sendiri, seperti Cobalt CPU berbasis Arm dan Maia AI Accelerator yang dirancang khusus untuk beban kerja kecerdasan buatan. Scott mengonfirmasi bahwa generasi penerus kedua chip ini sudah dalam tahap pengembangan, meski belum mengungkap detail lebih jauh.

    Langkah ini bukan sekadar soal efisiensi biaya, tapi bagian dari ambisi Microsoft untuk membangun sistem pusat data AI secara end-to-end, mulai dari jaringan, sistem pendingin, hingga desain chip, demi mencapai performa optimal tanpa batasan vendor luar.

    Microsoft sebelumnya juga mengumumkan proyek pusat data AI terkuat di dunia, yang disebut-sebut akan melampaui kemampuan superkomputer terbaik saat ini. Perusahaan bahkan tengah menguji teknologi pendingin mikrofluida (microfluidic cooling) untuk menangani panas ekstrem dari chip AI generasi baru.

    Meski banyak pihak memperingatkan adanya potensi “gelembung AI” yang bisa mengguncang industri TI, Scott menegaskan kapasitas komputasi global masih jauh dari cukup. Microsoft memperkirakan bakal terjadi “krisis kapasitas besar-besaran” dalam waktu dekat, seiring meningkatnya permintaan dari aplikasi seperti ChatGPT dan layanan AI generatif lainnya.

    (asj/asj)

  • 6 Cara Menghindari Penipuan Online dari Link Phishing di Email – Page 3

    6 Cara Menghindari Penipuan Online dari Link Phishing di Email – Page 3

    Berpindah sedikit dari landskap pembahasan penipuan berbasis phising, perkembangan virus seperti ‘malware’ dan ‘ransomware’ di Indonesia belakangan ini kian memperihatinkan.

    Menurut Head of Consulting PT Ensign InfoSecurity Indonesia, Adithya Nugraputra Rowi, di Indonesia setidaknya ada dua organisasi ancaman siber yang sering berbuat ulah, ‘Brain Cipher’ dan ‘LockBit Gang’.

    Melihat permasalahan yang muncul atas kasus peretasan melalui virus, perusahaan ketahanan data (data resilience) Veeam Software telah meluncurkan layanan Veeam Data Cloud di Indonesia.

    Kehadiran platform ini ditujukan untuk menjawab kebutuhan dari meningkatnya kasus kebocoran data yang secara langsung menyerang indeks kedaulatan dan keamanan data di tengah perkembangan era digital.

    Menurut Country Leader Veeam Indonesia, Laksana Budiwiyono, tindakan pencadangan atau backup data penting dilakukan sebab hal itu adalah solusi utama yang memudahkan korban ketika terjadi kasus peretasan dan penguncian data.

    Memahami permasalah tersebut, Veeam bekerjasama dengan Microsoft meluncurkan platform Software as a Service (SaaS) yang ditempatkan di pusat data lokal Microsoft Azure.

    Jadi, pada intinya layanan ini dibuat dengan tujuan menyediakan layanan pencadangan data serta saran profesional ketika terjadi kasus serangan siber, seperti kontaminasi dan penguncian virus ‘ransomware’.