Perusahaan: LinkedIn

  • Merek HP Pembunuh Flagship Mau Masuk RI, Nilainya Tembus Rp 21 Triliun

    Merek HP Pembunuh Flagship Mau Masuk RI, Nilainya Tembus Rp 21 Triliun

    Jakarta, CNBC Indonesia – Merek HP asal Inggris, Nothing, disinyalir akan masuk ke pasar Indonesia. Merek yang digadang-gadang sebagai ‘pembunuh’ HP flagship tersebut sudah membuka lowongan kerja di LinkedIn untuk posisi di Indonesia sejak beberapa bulan lalu.

    Adapun kedua lowongan yang ada adalah Marketing Lead dan PR & Influencer Manager. Keduanya masih membuka perekrutan hingga berita ini dirilis. Bisa diartikan belum ada yang mengisi posisi tersebut.

    Di tengah kabar yang belum terkonfirmasi tersebut, Nothing dikabarkan mendapat pendanaan baru sebesar US$200 juta (Rp3,2 triliun) dari grup investor yang dipimpin Tiger Global.

    Pendanaan baru ini membuat valuasi Nothing melonjak menjadi US$1,3 miliar (Rp21 triliun), dikutip dari Reuters, Selasa (16/9/2025).

    Seperti pabrikan HP lain, Nothing dilaporkan berupaya untuk mengintegrasikan teknologi kecerdasan buatan (AI) ke lini ponselnya.

    Saat ini industri ponsel memang masih didominasi pabrikan AS (Apple), Korea Selatan (Samsung), dan China (Xiaomi, Oppo, Vivo, Transsion). Masih kurang merek-merek Eropa yang terdengar gaungnya di pasar global.

    Beberapa pabrikan Eropa yang berupaya menyaingi para pemain utama adalah Fairphone, HMD Global, serta Nothing.

    Nothing sendiri didirikan oleh Carl Pei, pengusaha asal Swedia, pada 2020 silam. Sebelumnya, Carl Pei mendirikan OnePlus, yakni perusahaan smartphone asal China.

    Nothing pertama kali merilis smartphone pada 2022. Sejak saat itu, perusahaan juga memperluas portofolio produk dengan merilis earbuds.

    Reuters mencatat Nothing telah mengapalkan jutaan perangkat dengan total penjualan mencapai US$1 miliar (Rp16 triliun).

    “Agar AI bisa mencapai potensi maksimalnya, perangkat konsumen harus didefinisikan kembali bersamaan dengan teknologi tersebut,” kata Pei dalam sebuah pernyataan.

    “Kami memulai dengan smartphone, produk audio, smart watch. Di masa depan, sistem operasi kami akan ditelurkan dalam ke perangkat seperti smart glasses, robot humanoid, EV, dan lainnya,” ia menambahkan.

    Pemegang saham Nothing saat ini, GV, Highland Europe, EQT, Latitude, I2BF, dan Tapestry, turut berpartisipasi dalam seri pendanaan terbaru.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Modus Penipuan Terbaru Korbannya Banyak, Kenali Ciri Kena Catphising

    Modus Penipuan Terbaru Korbannya Banyak, Kenali Ciri Kena Catphising

    Jakarta, CNBC Indonesia – Anda perlu mengenali penipuan yang bisa menguras rekening, termasuk catphishing. Jadi Anda tak akan masuk dalam jebakan para penipu. Catphishing adalah gabungan dari kejahatan catfishing dan phishing.

    Catfishing merupakan modus penipuan dengan menggunakan informasi palsu. Biasanya memanfaatkan percintaan dengan menggunakan gambar dari media sosial, yang diambil dari hasil pencarian Google hingga dibuat memanfaatkan AI generatif.

    Phishing adalah kejahatan yang mungkin sering kita dengar. Penipuan ini dilakukan untuk mendapatkan akses ke perangkat korban untuk mencuri informasi, bisa melalui aplikasi atau situs berbahaya.

    Para penipu menggunakan catphishing akan mencoba masuk ke lingkungan sosial dan profesional korban. Artinya, dampaknya tidak hanya untuk individual, tetapi juga perusahaan.

    Kejahatan catphishing tidak mengincar potensi percintaan seperti catfishing. Namun akan dibuat layakanya pekerjaan biasa dengan informasi seperti dari LinkedIn.

    Tips Menghindar dari Catpishing

    Berikut beberapa cara yang dilakukan untuk menghindari penipuan, termasuk catpishing dikutip dari laman Sun Sentinal:

    Minta untuk melakukan video chat, Anda perlu khawatir jika orang tersebut terus menunda.
    AI generatif bisa meninggalkan jejak yang sangat terlihat. Misalnya dalam profil media sosialnya akan terlihat tampilan aneh atau gambar jari-jari yang berantakan.
    Hati-hati dengan cerita yang diungkapkan pihak tersebut. Misalnya cerita sedih untuk menarik hati Anda agar mempercayainya
    Jangan bagikan informasi pribadi apapun secara online dengan orang lain
    Gunakan platform seperti reverse Google Image untuk mencari apakah gambar yang Anda terima sudah pernah dipublikasikan pihak lain. Ini dilakukan untuk menilai keaslian profil seseorang

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Karyawan Senior PlayStation Dipecat Gara-Gara Komentar Soal Charlie Kirk – Page 3

    Karyawan Senior PlayStation Dipecat Gara-Gara Komentar Soal Charlie Kirk – Page 3

    Karyawan yang paling menjadi sorotan dalam kasus ini adalah Drew Harrison, yang merupakan seorang senior artist di Sucker Punch Productions.

    Dalam sebuah unggahan di Bluesky, Harrison dilaporkan melontarkan lelucon dengan mengatakan bahwa ia berharap nama penembak Charlie Kirk adalah “Mario”.

    Candaan itu merujuk pada kasus pembunuhan CEO United Healthcare sebelumnya, di mana tersangkanya kebetulan bernama Luigi Mangione.

    Namun, lelucon tersebut justru memicu kontroversi besar. Setelah unggahannya viral, Harrison mengaku ada pihak yang menghubungi perusahaannya terkait komentar itu. Tak lama kemudian, ia menyatakan bahwa dirinya telah dipecat.

    Sucker Punch Productions sendiri belum memberikan komentar resmi mengenai kasus ini. Meski begitu, Harrison sudah memperbarui profil LinkedIn miliknya dan menandai bahwa masa kerjanya di studio yang sudah berlangsung selama 10 tahun, kini telah berakhir.

  • Eksekutif Kunci AI Apple Robby Walker Resign, Merapat ke Meta?

    Eksekutif Kunci AI Apple Robby Walker Resign, Merapat ke Meta?

    Bisnis.com, JAKARTA— Salah satu eksekutif senior Apple yang membawahi divisi kecerdasan buatan (AI), Robby Walker dilaporkan akan meninggalkan perusahaan bulan depan. 

    Kabar ini pertama kali dilaporkan Bloomberg News dengan mengutip sumber yang mengetahui masalah tersebut. Kepergian Walker terjadi di tengah kritik terhadap pendekatan Apple yang dinilai terlalu hati-hati dalam mengembangkan teknologi AI. 

    Langkah lambat perusahaan membuat sejumlah pihak khawatir Apple bisa tertinggal dalam gelombang pertumbuhan industri terbesar dalam beberapa dekade terakhir.

    Apple baru merilis rangkaian Apple Intelligence tahun ini, termasuk integrasi dengan ChatGPT. Namun, pembaruan besar untuk asisten virtual Siri baru akan diluncurkan pada tahun depan.

    Walker telah bergabung dengan Apple sejak 2013. Berdasarkan profil LinkedIn miliknya, sejak April lalu dirinya menjabat sebagai Senior Director untuk tim Answers, Information, and Knowledge. 

    Sebelumnya, dia sempat memimpin pengembangan Siri, sebelum tanggung jawab itu dialihkan ke Craig Federighi, Kepala Divisi Perangkat Lunak Apple.

    Bloomberg melaporkan Walker bukan satu-satunya eksekutif AI yang hengkang. Beberapa nama lain seperti Ruoming Pang, Mark Lee, dan Tom Gunter juga sudah lebih dulu meninggalkan Apple untuk bergabung dengan Meta Platforms. 

    Ketiganya kini memperkuat tim Superintelligence Labs Meta. Pada Maret lalu, Bloomberg juga memberitakan CEO Tim Cook menunjuk Mike Rockwell, Wakil Presiden Vision Products Group, untuk mengawasi pengembangan Siri. 

    Langkah itu diambil setelah muncul keraguan terhadap kemampuan John Giannandrea, Kepala AI Apple, dalam mengeksekusi pengembangan produk. Di sisi lain, dalam acara peluncuran produk tahunan minggu lalu, Apple memperkenalkan lini iPhone 17, termasuk iPhone Air dengan desain lebih tipis, sekaligus menahan harga agar tetap stabil meskipun tertekan tarif impor dari Amerika Serikat. 

    Namun, acara tersebut dinilai minim bukti konkret mengenai strategi Apple untuk menyaingi pesaing seperti Google, yang sudah lebih dulu memamerkan kecanggihan model AI Gemini di ponsel andalannya.

  • Bagaimana Nasib Nepal Usai Ambruknya Pemerintahan Resmi?

    Bagaimana Nasib Nepal Usai Ambruknya Pemerintahan Resmi?

    Jakarta

    Perdana Menteri Nepal Khadga Prasad Oli mengundurkan diri pada Selasa (9/9), setelah gelombang protes anti-pemerintah yang berujung pada kerusuhan, menyeret negeri di Himalaya itu ke dalam gejolak politik baru.

    “Dengan mempertimbangkan situasi buruk di negara ini, saya mengundurkan diri efektif hari ini untuk memfasilitasi solusi atas masalah ini dan membantu menyelesaikannya secara politik sesuai dengan konstitusi,” tulis Oli dalam surat pengunduran dirinya kepada Presiden Ram Chandra Poudel.

    Pengunduran diri itu diumumkan setelah para demonstran membakar rumah pejabat tinggi Nepal, termasuk kediaman pribadi Presiden Poudel dan Menteri Dalam Negeri Ramesh Lekhak.

    Para pakar hukum tata negara memperingatkan Nepal berisiko menghadapi kekacauan politik berkepanjangan, kecuali segera dibentuk pemerintahan persatuan nasional.

    “Tidak ada ketentuan konstitusional yang jelas mengenai apa yang seharusnya terjadi selanjutnya dalam situasi seperti ini,” ujar Bipin Adhikari, profesor hukum tata negara di Universitas Kathmandu.

    Salah satu opsi yang mungkin, kata dia, adalah presiden menyerukan pembentukan pemerintahan konsensus nasional. “Perdana menteri harus dipilih dari parlemen sesuai konstitusi 2015, sambil memastikan tuntutan generasi muda Gen Z diakomodasi lewat keterwakilan mereka di dalam dialog ini,” ujarnya kepada DW.

    Kekosongan politik

    C.D. Bhatta, ilmuwan politik sekaligus manajer program senior di Friedrich Ebert Foundation (FES) Nepal, mengatakan kredibilitas seluruh kekuatan politik “menjadi tidak relevan.”

    “Semua pihak kini mencoba memanfaatkan situasi untuk memimpin pemerintahan,” ujarnya kepada DW. “Kita sudah memasuki kekosongan politik dan konstitusional.”

    Menurutnya, situasi harus segera ditangani oleh presiden dengan dukungan militer. “Satu-satunya opsi adalah membentuk pemerintahan sipil hingga terpilih pemerintahan baru, dengan dukungan penuh tentara Nepal yang masih menjadi satu-satunya kekuatan sah di negara ini.”

    Adhikari sependapat. “Pemerintahan ini harus mendapat dukungan militer Nepal, yang saat ini menjadi satu-satunya kekuatan yang mampu menjaga ketertiban,” katanya.

    Akar kerusuhan terbaru

    Nepal, negara pegunungan tanpa akses laut yang terjepit di antara India dan Cina, telah lama menghadapi ketidakstabilan politik dan krisis ekonomi selama dua dekade terakhir.

    Kerusuhan terbaru pecah setelah pemerintah memberlakukan larangan menyeluruh terhadap 26 platform media sosial yang belum terdaftar secara lokal — termasuk Facebook, X, YouTube, LinkedIn, dan WhatsApp — pekan lalu.

    Larangan diduga diputuskan setelah video unggahan anak-anak dan keluarga pejabat Nepal memicu amarah publik, karena menampilkan gaya hidup bertabur kemewahan di tengah kemiskinan.

    Dalam keterangannya, pemerintah beralasan platform-platform media sosial gagal mematuhi aturan baru yang mengharuskan perusahaan menunjuk kantor penghubung di Nepal.

    Namun, para pengkritik menyebut langkah itu sebagai “serangan terhadap kebebasan berekspresi” sekaligus upaya membungkam kritik dan oposisi.

    “Larangan ini adalah upaya putus asa dari pemerintah yang tidak populer untuk membungkam lawan politiknya,” ujar Tara Nath Dahal, ketua LSM Freedom Forum Nepal, kepada DW.

    Analis menilai protes tidak semata-mata dipicu larangan media sosial, melainkan juga mencerminkan frustrasi dan kekecewaan yang meluas atas korupsi serta buruknya tata kelola.

    Aksi yang didorong kelompok muda berusia 18–30 tahun itu sejauh ini berlangsung tanpa kepemimpinan jelas. Banyak anak muda marah karena anak-anak elit politik hidup dalam kemewahan sementara mayoritas generasi muda kesulitan mencari pekerjaan layak.

    “Kami tidak menentang sistem politik atau konstitusi. Kami menentang pemerintahan kroni, partai politik, dan kepemimpinan mereka yang tidak kompeten,” kata seorang perwakilan gerakan protes yang enggan disebut namanya.

    “Kami menuntut tata kelola yang baik dan keadilan bagi mereka yang kehilangan nyawa dalam aksi ini. Kami tidak ingin wajah-wajah lama kembali mengisi jalur politik baru.”

    Tuntutan akuntabilitas

    Pada Senin (8/9), puluhan ribu warga turun ke jalan di ibu kota Kathmandu, mengepung gedung Parlemen.

    Aparat keamanan melepaskan tembakan ke arah massa, menewaskan sedikitnya 19 orang dan melukai sekitar 150 lainnya. Tidak lama berselang, gedung wakil rakyat itu hangus terbakar.

    Kelompok HAM menyerukan pertanggungjawaban dan investigasi independen atas brutalitas aparat keamanan.

    Nirajan Thapaliya, direktur Amnesty International Nepal, mengatakan organisasinya “sangat mengecam penggunaan senjata mematikan maupun non-mematikan secara melawan hukum oleh aparat keamanan di Nepal” dan mendesak otoritas untuk “mengendalikan diri secara maksimal.”

    Gelombang protes memaksa pemerintah mencabut larangan media sosial pada Selasa pagi, sebelum Oli menyerahkan pengunduran dirinya.

    Namun, kemarahan terhadap pemerintah tak kunjung mereda, dengan aksi-aksi protes tetap berlanjut di Kathmandu meski ada jam malam tanpa batas.

    Setelah pengunduran diri Oli, militer Nepal mengunggah imbauan di X agar masyarakat “menahan diri.”

    India, yang menampung ratusan ribu warga Nepal, menyatakan harapannya agar semua pihak di negara tetangga itu menahan diri dan menyelesaikan masalah lewat dialog.

    Kedutaan besar Australia, Finlandia, Prancis, Jepang, Korea Selatan, Inggris, Norwegia, Jerman, dan Amerika Serikat di Nepal juga mengeluarkan pernyataan bersama, mendesak semua pihak menahan diri, menghindari eskalasi, dan memastikan hak-hak fundamental dihormati.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Yuniman Farid

    Tonton juga video “Demo Berlanjut, Gen Z Nepal Minta Eks Ketua MA Jadi PM Sementara” di sini:

    (ita/ita)

  • 26 Medsos yang Sempat Diblokir di Nepal hingga Picu Ricuh, Instagram-YouTube Cs

    26 Medsos yang Sempat Diblokir di Nepal hingga Picu Ricuh, Instagram-YouTube Cs

    Bisnis.com, JAKARTA— Pemerintah Nepal sempat melakukan pemblokiran terhadap 26 platform media sosial. Larangan tersebut kini telah dicabut lantaran memicu demonstrasi besar-besaran di sana.  

    Adapun daftar media sosial tersebut antara lain Facebook, Messenger, Instagram, YouTube, WhatsApp, X (sebelumnya Twitter), LinkedIn, Snapchat, Reddit, Discord, Pinterest, Signal, Threads, WeChat, Quora, Tumblr, Clubhouse, Mastodon, Rumble, VK, Line, IMO, Zalo, Soul, Hamo Patro, dan BeReal. 

    Menurut laporan Kathmandu Post, Rabu (10/9/2025) pemblokiran tersebut awalnya dilakukan karena sejumlah platform besar tidak mematuhi kewajiban registrasi dengan pemerintah. 

    Tenggat waktu pendaftaran selama tujuh hari telah berakhir pada pekan lalu. 

    Perdana Menteri Nepal KP Sharma Oli yang kini telah mundur dari jabatannya, menekankan langkah tersebut bukan soal sensor, melainkan masalah kedaulatan dan penegakan hukum.

    “Kemandirian bangsa lebih penting daripada kehilangan pekerjaan segelintir orang. Tidak bisa diterima jika ada pihak yang melawan hukum, mengabaikan konstitusi, dan meremehkan martabat serta kedaulatan negara,” kata Oli dikutip dari laman The Economic Times.

    Tidak semua platform terkena dampak larangan. Beberapa aplikasi masih beroperasi karena telah memenuhi aturan registrasi, seperti halnya Viber, TikTok, Wetalk, hingga Nimbuzz.  

    Sementara itu, Telegram dan Global Diary sedang dalam proses pendaftaran dan berpotensi segera kembali tersedia secara resmi.

    Pemerintah berdalih sudah sejak lama meminta perusahaan media sosial mendirikan entitas hukum di Nepal. Namun, kritik menyebut pemblokiran ini terlalu tergesa-gesa, apalagi rancangan undang-undang yang menjadi dasar kebijakan Operation, Use, and Regulation of Social Media in Nepal belum disahkan oleh parlemen.

    Sebelumnya, Nepal diguncang gelombang protes besar yang menyebabkan belasan orang tewas dan memaksa Perdana Menteri KP Sharma Oli mundur dari jabatannya.

    Aksi ini dipicu protes pemblokiran media sosial, namun itu hanya sebagai pemicu. Alasan utama gelombang protes ini mirip dengan demonstrasi besar di Indonesia beberapa waktu lalu, yakni ketidakpuasan terhadap pemerintah dan maraknya korupsi di Nepal.

    Pemerintah Nepal pekan lalu memutuskan memblokir 26 platform media sosial, termasuk Facebook, WhatsApp, dan Instagram. Alasannya, untuk menekan penyalahgunaan platform digital seperti penyebaran ujaran kebencian, hoaks, hingga kejahatan siber. Namun, kebijakan itu justru menyulut kemarahan publik, khususnya generasi muda.

    Sekitar 90% dari 30 juta penduduk Nepal terhubung dengan internet, sehingga pemblokiran tersebut dinilai membatasi ruang berekspresi dan menambah daftar panjang kekecewaan publik atas maraknya korupsi serta terbatasnya lapangan kerja.

    Kritikus menilai kebijakan itu bukan sekadar soal regulasi, melainkan upaya membungkam kampanye antikorupsi yang kian menguat. Walau larangan tersebut dicabut pada Senin malam, amarah massa terlanjur meledak.

    Senin lalu, bentrokan pecah di Kathmandu dan sejumlah kota lain. Polisi menembakkan gas air mata, meriam air, hingga peluru karet untuk membubarkan ribuan pengunjuk rasa. Sedikitnya 19 orang tewas dalam satu hari, dan jumlah korban jiwa meningkat menjadi 22 orang pada Selasa. Sejumlah demonstran berhasil menembus pagar gedung parlemen, memaksa aparat memberlakukan jam malam di sekitar pusat pemerintahan.

    Gelombang aksi tak berhenti. Selasa, massa membakar gedung parlemen di Kathmandu, markas partai politik, serta rumah beberapa tokoh, termasuk mantan perdana menteri Sher Bahadur Deuba. Laporan menyebutkan tiga orang tambahan tewas dan puluhan lainnya terluka. Rumah sakit kewalahan menangani korban dengan luka tembak dan cedera akibat peluru karet.

    Panglima Angkatan Darat Nepal, Jenderal Ashok Raj Sigdel, menyatakan bahwa demonstran telah melakukan penjarahan dan pembakaran, serta memperingatkan bahwa semua institusi keamanan, termasuk militer, siap turun tangan penuh jika kerusuhan berlanjut.

    Meski begitu, ia juga menyerukan dialog dengan para pengunjuk rasa sebagai jalan menuju penyelesaian politik atas krisis terburuk Nepal dalam beberapa dekade terakhir.

    Pemblokiran Medsos Bukan Isu Utama

    Kerusuhan besar di Nepal tidak semata-mata dipicu oleh pemblokiran media sosial. Melansir India Times, salah satu unggahan panjang di platform Reddit yang ditulis oleh seorang warga Nepal mengungkap bahwa larangan itu hanyalah pemicu dari ketidakpuasan yang jauh lebih dalam atas praktik korupsi, nepotisme, dan jurang ketidaksetaraan ekonomi.

    Menurut unggahan tersebut, pemerintah beralasan bahwa pembatasan akses berkaitan dengan masalah pajak dan registrasi. Namun, dugaan sebenarnya adalah upaya penyensoran, yakni memberi ruang bagi pemerintah untuk menghapus kritik di dunia maya sekaligus menjerat para pengkritik dengan hukuman penjara.

  • Kronologi Demo Chaos Nepal: Bendera One Piece, Rumah PM-Menkeu Dibakar

    Kronologi Demo Chaos Nepal: Bendera One Piece, Rumah PM-Menkeu Dibakar

    Jakarta, CNBC Indonesia – Demonstrasi berujung kerusuhan besar terjadi di Nepal. Protes telah menyeruak di seluruh negeri sejak Kamis pekan lalu dan makin menggila hingga sekarang.

    Lalu apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana kronologinya?

    Kronologi

    Mengutip AFP, Rabu (10/9/2025), demonstrasi Nepal bermula dari blokir yang dilakukan pemerintah ke dua lusin platform media sosial. Platform tersebut dianggap gagal memenuhi tenggat waktu pendaftaran di negara tersebut.

    Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi telah menginstruksikan otoritas telekomunikasi untuk menonaktifkan akses ke 26 platform tidak terdaftar yang beroperasi di negara tersebut. Ini terrmasuk Facebook, YouTube, X, dan LinkedIn milik Meta.

    “Platform media sosial yang tidak terdaftar akan dinonaktifkan mulai hari ini dan seterusnya,” kata juru bicara kementerian, Gajendra Kumar Thakur.

    “Platform-platform tersebut akan segera dibuka kembali setelah mereka mengajukan pendaftaran,” tambahnya.

    Pemblokiran merupakan keputusan kabinet setelah adanya perintah Mahkamah Agung pada September tahun lalu. Pada tahun 2023, negara tersebut mengeluarkan arahan yang mewajibkan platform media sosial untuk mendaftar dan membangun kehadiran lokal.

    “Meskipun telah ada beberapa pemberitahuan dan upaya, platform-platform besar belum mengajukan pendaftaran,” kata petugas informasi kementerian, Rabindra Prasad Poudel.

    “Jika sebuah platform media sosial digunakan di Nepal, platform tersebut harus diatur terhadap aktivitas ilegal atau konten yang tidak diinginkan,” tambahnya.

    Diketahui hanya lima platform, termasuk TikTok dan Viber, yang telah terdaftar secara resmi dan dua lainnya sedang dalam proses. Platform media sosial seperti Facebook, Instagram, dan X memiliki jutaan pengguna di Nepal dengan akun untuk hiburan, berita, dan bisnis.

    “Ini secara langsung melanggar hak-hak dasar publik,” kata Presiden Digital Rights Nepal, Bholanath Dhungana, mengatakan bahwa penutupan mendadak ini menunjukkan pendekatan “mengendalikan” pemerintah.

    “Meregulasi media sosial memang tidak salah, tetapi pertama-tama kita perlu memiliki infrastruktur hukum untuk menegakkannya. Penutupan mendadak seperti ini merupakan bentuk pengendalian,” tegasnya.

    Nepal telah membatasi akses ke platform daring populer di masa lalu. Akses ke aplikasi perpesanan Telegram diblokir pada bulan Juli, dengan alasan meningkatnya penipuan daring dan pencucian uang.

    Pada bulan Agustus tahun lalu, pemerintah mencabut larangan sembilan bulan terhadap TikTok. Ini setelah aplikasi itu setuju untuk mematuhi peraturan Nepal.

    Demo Pecah Bawa Bendera One Piece

    Hal ini kemudian membuat demo pecah menjadi kerusuhan. Para demonstran memulai protes mereka dengan menyanyikan lagu kebangsaan sebelum meneriakkan penolakan terhadap pemblokiran media sosial dan korupsi.

    Mahasiswa Ikshama Tumrok, 20 tahun, mengatakan ia memprotes “sikap otoriter” pemerintah. Meniru Indonesia, dari beberapa laporan foto, pendemo membawa bendera one piece dalam aksi.

    Foto: Demo di Nepal. (X/Ayrtxn__)
    Demo di Nepal. (X/Ayrtxn__)

    “Kami ingin melihat perubahan. Orang lain telah mengalami ini, tetapi ini harus diakhiri oleh generasi kami,” katanya.

    Ada beberapa kasus korupsi yang dilaporkan dalam beberapa tahun terakhir, melibatkan menteri, mantan menteri, dan pejabat tinggi lainnya. Sejak larangan tersebut, video yang membandingkan perjuangan rakyat Nepal biasa dengan anak-anak politisi yang memamerkan barang-barang mewah dan liburan mahal telah menjadi viral di TikTok.

    “Ada gerakan-gerakan di luar negeri yang menentang korupsi, dan mereka khawatir hal itu juga akan terjadi di sini,” kata pengunjuk rasa Bhumika Bharati.

    Foto: Ricuh demonstran dalam protes di luar Gedung Parlemen di Kathmandu, Nepal, Senin (8/9/2025). (AFP/PRABIN RANABHAT)

    Senin, dilaporkan bagaimana aksi keras polisi membubarkan demonstran membuat 19 orang tewas. Polisi menggunakan peluru karet, gas air mata, meriam air, dan pentungan ketika para demonstran menerobos kawat berduri dan mencoba menyerbu area terlarang di dekat gedung parlemen.

    “Tujuh belas orang tewas,” ujar Shekhar Khanal, juru bicara kepolisian Lembah Kathmandu, kepada AFP.

    Dua orang lainnya tewas di Distrik Sunsari di Nepal timur, lapor media lokal. Khanal mengatakan sekitar 400 orang terluka, termasuk lebih dari 100 polisi.

    Beberapa saksi mengatakan mereka melakukan protes damai namun dibalas aparat dengan kekerasan. Dilaporkan bagaimana sirene meraung-raung di seluruh kota saat para korban luka dibawa ke rumah sakit.

    “Saya berada di sana untuk protes damai, tetapi pemerintah menggunakan kekerasan,” kata Iman Magar, 20 tahun, pendemo yang terkena tembakan di lengan kanannya.

    “Itu bukan peluru karet, melainkan peluru logam, dan peluru itu melukai sebagian tangan saya. Dokter mengatakan saya perlu menjalani operasi,” ujarnya.

    “Saya belum pernah melihat situasi yang begitu meresahkan di rumah sakit,” kata Ranjana Nepal, petugas informasi di Rumah Sakit Sipil, yang menerima banyak korban luka.

    Pada Senin malam, Menteri Dalam Negeri Nepal Ramesh Lekhak mengundurkan diri dalam rapat kabinet mendadak. PBB menuntut penyelidikan yang cepat dan transparan atas kekerasan tersebut.

    Selasa, Perdana Menteri Nepal KP Sharma Oli juga mengundurkan diri. Ia memberi surat resmi ke Presiden Nepal.

    “Saya telah mengundurkan diri dari jabatan perdana menteri efektif mulai hari ini… untuk mengambil langkah lebih lanjut menuju solusi politik dan penyelesaian masalah,” ujar politisi Partai Komunis itu.

    Ketidakpuasan semakin meningkat dengan ketidakstabilan politik, korupsi, dan lambatnya pembangunan ekonomi di negara Himalaya berpenduduk 30 juta jiwa ini. Menurut statistik pemerintah, penduduk berusia 15-40 tahun mencakup hampir 43% dari populasi sementara tingkat pengangguran berkisar sekitar 10% dan PDB per kapita menurut Bank Dunia hanya US$1.447 (sekitar Rp 23 juta)

    Negara ini menjadi republik federal pada tahun 2008 setelah perang saudara selama satu dekade dan kesepakatan damai yang membawa kaum Maois ke dalam pemerintahan, serta penghapusan monarki.

    Sejak saat itu, pergantian perdana menteri yang menua dan budaya tawar-menawar telah memicu persepsi publik bahwa pemerintah tidak peka ke kondisi masyarakat.

    Foto: Para demonstran merayakan setelah memasuki kompleks Parlemen selama protes terhadap pembunuhan 19 orang pada hari Senin setelah protes antikorupsi yang dipicu oleh larangan media sosial, yang kemudian dicabut, selama jam malam di Kathmandu, Nepal, 9 September 2025. (REUTERS/Adnan Abidi)

    Parlemen & Rumah PM Dibakar-Menkeu Diarak

    Di sisi lain kemarin,sejumlah video menunjukkan bagaimana demonstran Nepal membakar parlemen pada hari Selasa saat PM Oli mengundurkan diri. Para demonstran membanjiri jalan-jalan ibu kota Kathmandu di mana beberapa bersuka cita dan merayakan, yang lain membakar gedung-gedung pemerintah dan mengacungkan senapan otomatis.

    Pembakaran juga terjadi di rumah eks PM Oli. Bukan hanya itu, Menteri Keuangannya, Bishnu Prasad Paudel, juga dikejar di jalanan di Ibu Kota Kathmandu.

    Video menunjukkan Paudel, 65 tahun, berlari di jalanan Kathmandu dengan puluhan orang di belakangnya. Seorang pengunjuk rasa muda dari arah berlawanan melompat dan menendang sang menteri hingga jatuh, yang membuatnya kehilangan keseimbangan dan menabrak tembok merah.

    Video tersebut menunjukkan, menteri Nepal itu tidak membuang waktu dan langsung bangkit, lalu kembali berlari. Video terputus pada titik ini.

    “Para pengunjuk rasa, para pemimpin yang mereka percayai, dan tentara harus bersatu untuk membuka jalan bagi pemerintahan sementara,” ujar pengacara konstitusi Dipendra Jha.

    Analis Crisis Group, Ashish Pradhan, sependapat dengan hal tersebut. Ia mengatakan bahwa “pengaturan transisi sekarang perlu segera disusun dan melibatkan tokoh-tokoh yang masih memiliki kredibilitas di mata rakyat Nepal, terutama kaum muda negara ini”.

    Foto: Menteri Keuangan Nepal, Bishnu Prasad Paudel, bersama istrinya, diarak massa dari rumahnya pada Selasa (9/9/2025), di tengah demo yang berujung kerusuhan. (X/@ashoswai)

    Balendra Shah, insinyur sekaligus rapper berusia 35 tahun yang terpilih sebagai wali kota Kathmandu pada tahun 2022, dan yang dipandang sebagai tokoh populer dalam transisi mendatang, menggunakan Facebook untuk menyerukan agar masyarakat “menahan diri”.

    “Kami telah menegaskan: ini murni gerakan Gen Z,” tulis Shah setelah pengunduran diri Oli, merujuk pada anak muda yang sebagian besar berusia 20-an.

    Diketahui, protes-protes keras yang dipicu oleh ketidakpuasan atas ketimpangan dan fasilitas mewah bagi anggota parlemen telah mengguncang Indonesia dalam beberapa pekan terakhir. Setahun yang lalu, pemberontakan rakyat yang dipimpin mahasiswa atas kuota pekerjaan menggulingkan pemimpin lama di Bangladesh.

    Foto: Asap mengepul setelah demonstran membakar gerbang utama Parlemen, selama protes terhadap pembunuhan 19 orang pada hari Senin setelah protes antikorupsi yang dipicu oleh larangan media sosial, yang kemudian dicabut, selama jam malam di Kathmandu, Nepal, 9 September 2025. (REUTERS/Adnan Abidi)

    (sef/sef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Unjuk Rasa Maut Renggut 19 Nyawa di Nepal, Menteri Dalam Negeri Mundur

    Unjuk Rasa Maut Renggut 19 Nyawa di Nepal, Menteri Dalam Negeri Mundur

    GELORA.CO – Menteri Dalam Negeri Nepal Ramesh Lekhak menyatakan pengunduran dirinya pada Senin malam waktu setempat usai mengaku bertanggung jawab penuh atas tindakan kekerasan pihak berwajib dalam unjuk rasa, dilaporkan Himalayan Times.

    Menurut pengelola rumah sakit, sekurangnya 17 orang tewas di beberapa rumah sakit di Kathmandu. Dua korban lainnya, yang ditembak dalam unjuk rasa di Itahari, juga dilaporkan tewas setelah dirawat di Sunsari.

    Dengan demikian, jumlah korban tewas akibat unjuk rasa di berbagai kota di Nepal saat ini menyentuh angka 19 jiwa.

    Lekhak mengajukan pengunduran dirinya saat rapat kabinet di Baluwatar, yang dipimpin oleh Perdana Menteri KP Sharma Oli.

    Sekurangnya 347 orang terluka, puluhan di antaranya dalam kondisi kritis, sementara berbagai rumah sakit dilaporkan penuh, menurut Kathmandu Post.

    Otoritas setempat masih belum mengeluarkan pernyataan apapun terkait korban jiwa yang jatuh dalam unjuk rasa.

    Namun, otoritas kemudian menerjunkan personel militer usai kekerasan polisi terhadap pengunjuk rasa. Keputusan tersebut diteken “usai pengunjuk rasa menerobos wilayah terlarang dan merangsek masuk ke kompleks Parlemen Federal”, sehingga memicu pemberlakuan jam malam.

    Otoritas setempat juga memberlakukan jam malam di Kathmandu.

    Dalam demonstrasi yang terjadi, para pengunjuk rasa “Generasi Z” mendobrak barikade polisi dan memanjat pagar kompleks parlemen di Kathmandu.

    Pihak keamanan membalas dengan menembakkan gas air mata dan meriam air untuk membubarkan pengunjuk rasa, yang sebelumnya berjanji akan melangsungkan protes secara damai, demikian dilaporkan media setempat serta yang tampak dari dokumentasi yang beredar secara daring.

    “Saya belum pernah melihat situasi sesulit ini di rumah sakit,” kata Ranjana Nepal, petugas informasi di fasilitas yang menerima banyak korban luka.

    “Gas air mata juga memasuki area rumah sakit, sehingga menyulitkan para dokter untuk bekerja,” ujarnya dari Rumah Sakit Sipil.

    Media Nepal melaporkan polisi menggunakan tembakan langsung terhadap para pengunjuk rasa, sebuah klaim yang tidak dapat segera diverifikasi.

    “Polisi telah menembak tanpa pandang bulu,” ujar seorang pengunjuk rasa kepada kantor berita ANI. “(Mereka) menembakkan peluru yang meleset dari saya, tetapi mengenai seorang teman yang berdiri di belakang saya. Ia terkena di tangan.”

    Protes yang merebak di berbagai kota di Nepal tersebut, antara lain ibu kota Kathmandu, kemudian Pokhara, Butwal, dan Biratnagar, para pengunjuk rasa mengecam korupsi di pemerintahan dan pelarangan media sosial.

    Pekan lalu, Nepal memblokir sejumlah media sosial besar setelah pengelolanya tak kunjung mendaftarkan aplikasi mereka kepada otoritas Nepal.

    Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi Nepal memberlakukan larangan tersebut setelah memberi waktu selama 7 hari sejak 28 Agustus kepada pengelola media sosial untuk mendaftar.

    Atas keputusan tersebut, berbagai media sosial terdampak pemblokiran di Nepal, antara lain Facebook, Instagram, WhatsApp, YouTube, X (dahulu Twitter), Reddit, dan LinkedIn.

    Pemerintah Nepal menjamin pemblokiran tersebut akan dicabut begitu pengelola sosial media mendaftarkan aplikasinya kepada pemerintah. Kebijakan tersebut dikecam oleh partai oposisi utama di Nepal.

    Situs media sosial seperti Facebook, WhatsApp dan X kembali beroperasi di Nepal pada Senin malam seperti dilaporkan NDTV. Di tengah meningkatnya ketegangan, Menteri Komunikasi, Informasi, dan Penyiaran Nepal Prithvi Subba Gurung mengatakan pemerintah telah memerintahkan instansi terkait untuk memulai proses pembukaan kembali situs media sosial.

    Penyelenggara protes, yang menyebar ke kota-kota lain di negara Himalaya tersebut, menyebutnya “demonstrasi oleh Gen Z”.

    Mereka mengatakan protes tersebut mencerminkan rasa frustrasi yang meluas di kalangan anak muda terhadap pemerintah dan kemarahan atas kebijakannya.

    “Ini adalah protes oleh generasi baru di Nepal,” ujar seorang pengunjuk rasa lainnya kepada ANI. Sekitar 90 persen dari 30 juta penduduk Nepal menggunakan internet.

    “Kami terpicu oleh larangan media sosial, tetapi itu bukan satu-satunya alasan kami berkumpul di sini,” kata mahasiswa Yujan Rajbhandari, 24 tahun. “Kami memprotes korupsi yang telah melembaga di Nepal.”

  • 64 Tahun, Bangun Jam 3 Pagi demi Cari Kerja, Ratusan Lamaran Ditolak

    64 Tahun, Bangun Jam 3 Pagi demi Cari Kerja, Ratusan Lamaran Ditolak

    Jakarta

    Bangun jam 3 pagi untuk cari kerja bukan hal mudah bagi siapa pun, apalagi untuk Matthew English, seorang akuntan berusia 64 tahun dari Alabama. Sejak Oktober 2024, setelah puluhan tahun berkarier di bidang akuntansi, Matthew sudah mengirim ratusan lamaran kerja, ikut banyak wawancara, dan menjajal berbagai strategi, tapi masih belum dapat kerja.

    Pikirannya tak pernah tenang setiap malam. Matthew sering bangun jam 3 pagi untuk mulai mencari kerja. Dia memikirkan pekerjaan mana yang harus dilamar, strategi baru yang bisa dicoba, atau sekadar email ucapan terima kasih yang harus dikirim setelah wawancara. Baginya, rutinitas ini sudah menjadi bagian hidup sehari-hari.

    Karena masih belum mendapat pekerjaan, tabungan Matthew pun harus terkuras untuk biaya hidup. Masalah finansial ini cukup menambah beban mental bagi Matthew. Ia harus hidup irit.

    “Tahun lalu saya tidak mampu membeli hadiah Natal untuk keluarga seperti biasanya, dan saya terpaksa memangkas sumbangan amal yang selama ini sangat penting bagi saya,” ujarnya dikutip dari Business Insider, Sabtu (6/9/2025).

    Matthew bercerita, awalnya hanya melamar posisi yang sesuai dengan pengalamannya di bidang akuntansi. Namun seiring waktu, ia melamar membuka banyak peluang lamaran, mulai dari freelance, hingga pekerjaan yang tak butuh keahlian khusus.

    Dalam satu kesempatan, ia bahkan melamar menjadi maskot sapi di sebuah restoran. Semua itu ia lakukan demi tetap bisa bertahan dan mencari celah untuk mendapatkan pekerjaan. Menurut Matthew, faktor usia menjadi hambatan terbesar ia mencari kerja.

    “Orang bisa saja menyukai CV saya, tapi ketika melihat saya beruban, botak, atau berkerut, itu pasti memberi kesan. Sulit dibuktikan, tapi saya yakin itu nyata,” katanya.

    Matthew English Foto: Dok. Business Insider

    Meski begitu, ia tidak menyerah. Matthew mencoba berbagai strategi: membuat jadwal lamaran yang konsisten, menyesuaikan CV dengan posisi yang dilamar, menghadiri job fair, aktif di LinkedIn, menggunakan berbagai situs lowongan kerja, dan memanfaatkan jaringan profesional serta pribadi.

    Menurutnya, jaringan adalah senjata paling ampuh. Beberapa wawancara yang ia dapatkan berasal dari bantuan teman atau kenalan yang memastikan CV-nya dilihat manajer HR.

    Bahkan ketika orang-orang dalam jaringannya bekerja di perusahaan yang sedang tidak membuka lowongan, mereka sering mengenalkannya kepada orang lain yang sedang mencari kandidat. Ia bahkan mencoba menjadi relawan di organisasi nirlaba dengan harapan bisa bertemu orang yang dapat membantu di masa depan.

    Matthew juga menggunakan ChatGPT untuk menelusuri lowongan, mencari tahu perusahaan lokal yang membutuhkan akuntan, atau mencari pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan. Semua itu dilakukan dengan harapan sedikit meningkatkan peluangnya mendapat kerja.

    Salah satu hal paling membuat frustrasi bagi Matthew adalah menunggu kabar dari perusahaan sampai berbulan-bulan. Ia perah ikut wawancara tatap muka beberapa kali, mengirim email ucapan terima kasih, namun baru dua bulan kemudian pihak perusahaan meminta maaf karena posisi yang dilamar sudah terisi. Ia merasa tidak dihargai.

    Baru-baru ini, ia mendapatkan pekerjaan kontrak tiga hari seminggu sebagai akuntan dengan gaji US$ 28 per jam. Meski begitu, ia masih membutuhkan pekerjaan penuh waktu. Beban keuangan yang menumpuk membuatnya yakin bahwa pensiun hanyalah mimpi yang sulit dicapai. Matthew menyebut pengalaman ini sebagai bukti bahwa sistem perekrutan saat ini rusak.

    Ia merasa bukan satu-satunya yang mengalami kesulitan ini, pekerja muda dan senior sama-sama menghadapi tantangan yang berat. Menurutnya, sistem ini perlu diperbaiki agar proses mencari kerja tidak menjadi siksaan bagi para pencari kerja yang serius dan berdedikasi.

    (fdl/fdl)

  • Cari Kerja Makin Susah, Waspada Modus Penipuan Loker Kuras Rekening

    Cari Kerja Makin Susah, Waspada Modus Penipuan Loker Kuras Rekening

    Jakarta, CNBC Indonesia – Penipuan lowongan pekerjaan tengah marak di level global, setelah para peretas dari Korea Utara membuat lowongan kerja palsu yang menargetkan industri kripto untuk menggesek uang korbannya.

    Berdasarkan laporan Reuters, peretas yang berpura-pura sebagai perekrut akan menghubungi targetnya melalui LinkedIn atau Telegram dengan penawaran lowongan kerja terkait blockchain.

    “Saat ini kami sedang memperluas tim kami,” demikian bunyi pesan LinkedIn tertanggal 20 Januari yang dikirimkan dari seorang perekrut yang mengaku mewakili Bitwise Asset Management kepada targetnya, Victoria Perepel, sebagaimana dilansir Reuters, Jumat (5/9/2025).

    “Kami secara khusus mencari individu yang memiliki minat yang besar terhadap pasar mata uang kripto,” tulis pesan tersebut.

    Setelah berbasa-basi singkat tentang pekerjaan dan kompensasi yang ditawarkan, perekrut akan mendorong calon pelamar untuk mengunjungi situs web yang kurang dikenal untuk mengikuti tes keterampilan dan merekam video. Pada titik ini, beberapa target mulai curiga.

    “Mengapa tidak melakukan wawancara langsung saja melalui platform video yang lebih dikenal, seperti Google Meet atau Zoom?” Kata Olof Haglund pada 21 Januari ketika ia dihubungi oleh Wieslaw Slizewski, yang mengaku sebagai perekrut teknis dari platform perdagangan daring Robinhood.

    Slizewski menolak untuk mengalah dan bersikeras agar Haglund mengunduh kode untuk merekam video. “Kami mengikuti proses perekrutan yang terstruktur, dan penilaian video merupakan bagian penting dari evaluasi kami untuk memastikan konsistensi dan keadilan bagi semua kandidat,” ujar Slizewski dalam pesan LinkedIn.

    Haglund akhirnya mengakhiri wawancara, tetapi yang lain tidak. Seorang manajer produk untuk sebuah perusahaan mata uang kripto AS, yang berbicara dengan syarat anonim karena tidak ingin dikenal sebagai pencari kerja, mengatakan ia merekam video tersebut dan mengirimkannya kepada seseorang yang mengaku sedang merekrut untuk perusahaan mata uang kripto Ripple Labs.

    Malam itu, ketika ia menyadari bahwa ether dan Solana senilai US$ 1.000 hilang dari dompet digital yang ia simpan di komputernya, ia baru menyadari bahwa ia telah ditipu. Ketika ia mencari profil LinkedIn perekrut Ripple tersebut, profil tersebut sudah hilang.

    Dalam kasus lain, konsultan Ben Humbert sedang berbicara melalui LinkedIn dengan Mirela Tafili, seorang perekrut yang mengaku bertindak atas nama bursa mata uang kripto Kraken, mengenai peluang baru untuknya sebagai manajemen proyek.

    Tafili meminta Humbert untuk menyelesaikan “wawancara virtual singkat” dan memberikan tautan yang menurut Tafili akan membantu mereka “mempercepat proses” dan membawanya ke tahap berikutnya. Humbert mengatakan ia merasa curiga dan mengakhiri percakapan tersebut.

    Ripple dan Bitwise tidak membalas pesan Reuters yang meminta komentar terkait masalah itu. Dalam sebuah pernyataan, Robinhood mengatakan bahwa mereka “mengetahui adanya kampanye loker itu awal tahun ini yang mencoba menyamar sebagai beberapa perusahaan kripto, termasuk Robinhood”.

    Robinhood mengklaim telah mengambil tindakan untuk menonaktifkan domain web yang terkait dengan penipuan tersebut.

    Sementara itu, LinkedIn mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa akun-akun perekrut palsu yang diidentifikasi oleh Reuters “telah ditindaklanjuti sebelumnya.” Sefangkan Telegram mengatakan penipuan telah diberantas di mana pun saat ditemukan. Upaya Reuters untuk menghubungi para peretas tidak berhasil.

    SentinelOne dan Validin mengaitkan pencurian tersebut dengan operasi Korea Utara yang sebelumnya dijuluki “Contagious Interview”, membuka tab baruoleh perusahaan keamanan siber Palo Alto Networks.

    Para peneliti yang melacak kampanye penipuan tersebut menyimpulkan bahwa Korea Utara berada di baliknya berdasarkan beberapa faktor, termasuk penggunaan alamat protokol internet dan email yang terkait dengan aktivitas peretasan Korea Utara sebelumnya.

    Sebagai bagian dari penyelidikan mereka, para peneliti mengungkap berkas log yang secara tidak sengaja terekspos oleh para peretas yang menampilkan email dan alamat IP lebih dari 230 orang – pembuat kode, pemberi pengaruh atau influencer, akuntan, konsultan, eksekutif, pemasar, dan banyak lagi – yang menjadi sasaran antara bulan Januari dan Maret.

    Reuters menghubungi semua target untuk memberi tahu mereka tentang aktivitas berbahaya tersebut. Kesembilan belas orang yang berbicara kepada kantor berita Reuters semuanya mengonfirmasi bahwa mereka menjadi target sekitar waktu tersebut.

    Salah satu perusahaan yang disamarkan oleh para peretas mengatakan bahwa hal ini merupakan hal yang umum terjadi di dunia kripto. “Setiap hari ada sesuatu yang terjadi,” kata Nick Percoco, kepala keamanan Kraken.

    Misi Korea Utara untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak membalas pesan yang meminta komentar atas temuan Reuters. Pyongyang secara rutin membantah melakukan pencurian mata uang kripto.

    Target yang diidentifikasi oleh Reuters hanyalah “sebagian kecil” dari calon korban Contagious Interview, yang pada gilirannya mewakili sebagian kecil dari keseluruhan upaya pencurian mata uang kripto oleh Korea Utara, kata Aleksandar Milenkoski, peneliti senior di SentinelOne yang merupakan salah satu penulis pendamping laporan tersebut.

    “Mereka seperti kelompok penipu pada umumnya,” katanya. “Mereka mengincar jangkauan yang luas.”

    Percoco, eksekutif Kraken, mengatakan perusahaan mulai melihat penipuan rekrutmen akhir tahun lalu, dengan laporan yang terus berlanjut hingga Maret, April, dan Mei. Perusahaan menggunakan alat untuk mencari akun palsu yang mengaku sebagai perekrut, tetapi juga menerima laporan dari pihak luar yang akan menghubungi dan mengatakan, “Hei, saya sedang wawancara kerja dengan kalian, lalu ternyata penipuan sungguhan,” kata Percoco.

    Ia mengatakan sulit bagi perusahaan untuk mengawasi peniruan tersebut. “Siapa pun di luar sana dapat mengatakan bahwa mereka adalah perekrut,” katanya.

    Tuduhan bahwa Pyongyang menargetkan dunia blockchain dengan penipuan canggih bukanlah hal baru. Akhir tahun lalu, Biro Investigasi Federal AS atau FBI mengeluarkan peringatan publik bahwa Korea Utara “secara agresif” menargetkan industri mata uang kripto dengan skema rekayasa sosial yang “kompleks dan rumit”.

    Namun, laporan Reuters, yang diperkuat oleh tujuh target dengan tangkapan layar percakapan mereka dengan para peretas, memberikan detail yang sebelumnya tidak dilaporkan tentang bagaimana mereka mengelabui target, beserta rincian taktik mereka.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]