Perusahaan: Grab

  • Catat! Driver Ojol yang Malas-malasan Jangan Mimpi Dapet THR

    Catat! Driver Ojol yang Malas-malasan Jangan Mimpi Dapet THR

    Jakarta

    Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer memastikan, pemerintah dan aplikator sedang mematangkan rencana memberikan tunjangan hari raya (THR) ke ojek online (ojol). Namun, dia mengingatkan, tak semua mitra berhak menerimanya!

    Pertama, kata dia, pengemudi ojol yang menerima THR ataupun bonus adalah mereka yang rajin. Bukan yang malas-malasan. Hal tersebut bisa terlihat dari data perjalanan mitra setidaknya dalam setahun terakhir.

    “Itu kan nanti kawan-kawan aplikator ya, platform yang ngerti mana yang kerjanya tinggi, ya dia akan menjadi prioritas dibanding yang mereka yang kadang-kadang kerja, kadang nggak, nggak disamaratakan. Jadi mereka punya data soal itu, itu kita serahkan ke kawan-kawan platform digital,” ujar Noel, sapaan akrabnya, dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (28/2).

    Ojek online menjadi solusi transportasi yang praktis dan cepat bagi masyarakat. Yuk lihat kesibukan para driver di tengah tuntutan dapat tunjangan hari raya (THR). Foto: Grandyos Zafna

    Kedua, pengemudi tak boleh terdaftar di dua atau lebih aplikasi transportasi online seperti yang banyak ditemukan saat ini.

    “Kemudian juga kita coba mengusulkan yang dapat THR itu mereka yang single. Single aplikasi, jadi tidak tiga, kan ada yang Shopee, Grab, Gojek. Kita mau yang single. Karena kan nanti kalau ada tiga, tiga-tiganya diambil,” tuturnya.

    THR Ojol Masih Dimatangkan

    Noel mengatakan, pihaknya masih mematangkan sejumlah pembahasan serta negosiasi bersama pemerintah dan aplikator. Sehingga keputusan akhirnya masih memerlukan waktu.

    “Yang jelas secepatnya lah. Pokoknya kan target kita itu kan ya dalam dua minggu atau seminggu ini. Masih banyak yang kita negosiasikan lah ya,” ungkapnya.

    “Semoga ada hasil yang bisa membuat kawan-kawan driver ojol ini sedikit tersenyum lah ya. Doain aja, karena ini kan perjuangan kita, yang pasti ujungnya dapat hal yang positif lah untuk kawan-kawan driver lah. kita harus perjuangkan mereka. Karena bayangkan hampir 10 tahun ya mereka tidak dapat THR,” lanjutnya.

    Ojek online menjadi solusi transportasi yang praktis dan cepat bagi masyarakat. Yuk lihat kesibukan para driver di tengah tuntutan dapat tunjangan hari raya (THR). Foto: Grandyos Zafna

    Sejauh ini, menurut hasil pembahasan terakhir, ada tiga skema bonus yang kemungkinan besar akan diberikan aplikator ke mitra driver, yakni THR, bantuan hari raya atau bonus hari raya.

    Intinya, Noel menekankan, bagaimana pun keputusan akhirnya, THR harus diberikan dalam bentuk uang tunai, bukan sembako atau barang-barang lain.

    “Iya itu antara tiga itu. Tapi tetap kita maunya maunya, mau itu bantuan, mau THR, mau bonus, itu harus berupa uang. Saya tidak mau berupa sembako. Kita maunya mereka dibantu, dikasih THR-nya dengan bentuk uang,” kata dia.

    (sfn/din)

  • Siap-siap! Nasib THR Ojol Bakal Ditentukan 1-2 Minggu Lagi

    Siap-siap! Nasib THR Ojol Bakal Ditentukan 1-2 Minggu Lagi

    Jakarta

    Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) berjanji akan menentukan nasib tunjangan hari raya (THR) untuk ojek online (ojok) sebentar lagi. Bahkan, paling lama, dua pekan dari sekarang!

    Immanuel Ebenezer selaku Wakil Menteri Ketenagakerjaan mengatakan, pihaknya masih mematangkan sejumlah pembahasan serta negosiasi bersama pemerintah dan aplikator. Sehingga keputusan akhirnya masih memerlukan waktu.

    “Yang jelas secepatnya lah. Pokoknya kan target kita itu kan ya dalam dua minggu atau seminggu ini. Masih banyak yang kita negosiasikan lah ya,” ujar Noel sapaan akrabnya, dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (28/2).

    Ojek online menjadi solusi transportasi yang praktis dan cepat bagi masyarakat. Yuk lihat kesibukan para driver di tengah tuntutan dapat tunjangan hari raya (THR). Foto: Grandyos Zafna

    Noel memastikan, pemerintah berupaya memberikan senyuman untuk pengemudi ojek online saat menyambut Hari Raya Idulfitri dengan membawa kabar baik.

    “Semoga ada hasil yang bisa membuat kawan-kawan driver ojol ini sedikit tersenyum lah ya. Doain aja, karena ini kan perjuangan kita, yang pasti ujungnya dapat hal yang positif lah untuk kawan-kawan driver lah. kita harus perjuangkan mereka. Karena bayangkan hampir 10 tahun ya mereka tidak dapat THR,” ungkapnya.

    Sejauh ini, dia memastikan, menurut hasil pembahasan terakhir, ada tiga skema bonus yang kemungkinan besar akan diberikan aplikator ke mitra driver, yakni THR, bantuan hari raya atau bonus hari raya.

    Intinya, Noel menekankan, bagaimanapun keputusan akhirnya, THR harus diberikan dalam bentuk uang tunai, bukan sembako atau barang-barang lain.

    “Iya itu antara tiga itu. Tapi tetap kita maunya maunya, mau itu bantuan, mau THR, mau bonus, itu harus berupa uang. Saya tidak mau berupa sembako. Kita maunya mereka dibantu, dikasih THR-nya dengan bentuk uang,” tuturnya.

    “Ya pokoknya mau bentuknya bantuan, mau bentuknya THR, bonus tetap ujung-ujungnya adalah uang tunai,” tambahnya.

    Syarat Pengemudi Ojol Dapat THR

    Meski demikian, Noel memastikan, tak semua ojol berhak menerima THR dari aplikator. Pemerintah dan perusahaan terkait akan menetapkan sejumlah syarat.

    Pertama, pengemudi ojol yang menerima THR ataupun bonus adalah mereka yang rajin. Bukan yang malas-malasan dan ini akan dilihat dari data pergerakan pengemudi setidaknya dalam setahun ini.

    “Itu kan nanti kawan-kawan aplikator ya, platform yang ngerti mana yang kerjanya tinggi, ya dia akan menjadi prioritas dibanding yang mereka yang kadang-kadang kerja, kadang nggak, nggak disamaratakan kali. Jadi mereka punya data soal itu, itu kita serahkan ke kawan-kawan platform digital,” tuturnya.

    Kedua, pengemudi tidak boleh terdaftar di dua atau lebih aplikasi transportasi online seperti yang banyak ditemukan saat ini.

    “Kemudian juga kita coba mengusulkan yang dapat THR itu mereka yang single. Single aplikasi, jadi tidak tiga, kan ada yang Shopee, Grab, Gojek. Kita mau yang single. Karena kan nanti kalau ada tiga, tiga-tiganya diambil,” kata Noel.

    (sfn/rgr)

  • Merasa Buntu Diperas Aplikator, Driver Ojol Demo ke Pemprov Jateng Minta Solusi
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        28 Februari 2025

    Merasa Buntu Diperas Aplikator, Driver Ojol Demo ke Pemprov Jateng Minta Solusi Regional 28 Februari 2025

    Merasa Buntu Diperas Aplikator, Driver Ojol Demo ke Pemprov Jateng Minta Solusi
    Tim Redaksi
    SEMARANG, KOMPAS.com –
    Puluhan pengemudi atau driver ojek online (ojol) dari Grab melakukan aksi untuk rasa di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Kamis (27/2/2025).
    Mereka merasa buntu karena terus menerus mendapat potongan dari aplikator. Namun upaya dialog dengan aplikator, Grab tidak kunjung membuahkan hasil bagi
    driver ojol
    selaku mitra Grab.
    Alhasil mereka memilih untuk berunjuk rasa dan melakukan audiensi ke Pemperintah Provinsi Jawa Tengah agar empat tuntutan utama kepada pihak aplikator dapat direspons.
    Pasalnya kebijakan perusahaan dinilai merugikan para driver ojol.
    Dalam aksi tersebut, mereka kompak memakai jaket Grab selama menyampaikan orasi dan tuntutannya. Lalu berdialog dengan Sekertaris Daerah (Sekda) Jawa Tengah, Sumarno di kantornya.
    “Tuntutannya itu ada empat, hapus program akses hemat, order gabungan dihapus, hapus slot, dan kembalikan vermuk (verifikasi muka) seperti semula,” jelas Ketua Serikat Penggerak Mitra Indonesia (SMPI) Rahmat di Kantor Gubernur Jateng, Kamis (27/2/2025).
    Tuntutan pertamanya yakni penghapusan pilihan fitur akses hemat yang memangkas pendapatan mereka karena jumlah potongan dari aplikator terus bertambah.
    Tak hanya itu, mereka mengeluhkan beban potongan Rp 13.000 ketika mitra telah menyelesaikan lebih dari tujuh orderan.
    “Jadi di sini kita sudah kerja, sudah dipotong 20 persen masih suruh bayar lagi. Artinya menggerus pendapatan,” keluh dia.
    Koordinator Aksi, Thomas mengaku telah menyampaikan keresahan tersebut ke aplikator soal kebijakan yang dianggap mengurangi pendapatan driver dalam jumlah besar.
    Namun lantaran upaya dialog dengan aplikator tidak pernah membuahkan hasil, dia berharap Pemprov Jateng dapat menjembatani perbaikan kebijakan bagi mitra Grab.
    “Misalnya dalam order gabungan. Semula ongkos dihitung dua kali, sekarang hanya dihitung satu kali orderan,” kata dia.
    Sekda Jateng Sumarno menyambut baik upaya audiensi yang diikuti perwakilan pengemudi ojol Grab dari Batang, Purwodadi, Tegal dan
    Semarang
    . Sumarno berjanji bahwa dalam waktu dekat Pemprov melalui dinas terkait akan berkomunikasi dengan pihak aplikator.
    “Kami akan mengakomodir harapan panjenengan semua sebagai warga Jawa Tengah. Mudah-mudahan upaya kita bersama bisa menghasilkan yang optimal dan harapan temen-temen semua bisa tercapai,” ucap Sumarno.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Formula Tuku Memikat Warga, dari Kedai Kecil hingga ‘Beli’ Stasiun

    Formula Tuku Memikat Warga, dari Kedai Kecil hingga ‘Beli’ Stasiun

    Jakarta

    Tuku, menjadi salah satu jenama kopi paling dicintai; setidaknya bagi warga Jakarta, dalam beberapa waktu terakhir. Nyaris tak pernah ada outlet Tuku di Jakarta yang sepi dari antrean muda-mudi pecinta kopi.

    Meski dimulai dari sebuah kios kopi mini; jika tak ingin disebut amat kecil, di Cipete, Jakarta Selatan, namun Tuku tumbuh dengan perlahan tapi pasti sebagai sebuah brand kopi.

    Dan kini, di usianya yang ke-10, Tuku menancapkan posisinya sebagai salah satu jenama kopi ternama Tanah Air dengan membeli hak penamaan stasiun MRT Jakarta di Cipete Raya. Asal tahu saja, sebelum Tuku, jenama yang melakukan hal serupa adalah perusahaan-perusahaan kakap sekelas BCA, BNI, Mandiri, Astra, Mastercard, hingga Grab dan Indomaret.

    Di tengah membanjirnya kedai-kedai kopi di Indonesia, bagaimana Tuku bisa menjadi salah satu yang paling diminati? Apa strategi dan formula jitu yang dipakai Tuku hingga sebesar sekarang? Dan apa pula tujuan Tuku setelah 10 tahun bertetangga?

    Simak wawancara kami dengan Andanu Prasetyo, Founder Tuku yang menemukan bisnis ini sebagai salah satu tugas kuliah 10 tahun lalu. Inilah Big Cheese: Menemukan Formula Ideal Bisnis Kopi Lokal.

    (eds/eds)

  • Ragam Tuntutan Demo Ojol: Minta THR hingga Penghapusan Sistem Aceng dan Slot
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        28 Februari 2025

    Ragam Tuntutan Demo Ojol: Minta THR hingga Penghapusan Sistem Aceng dan Slot Megapolitan 28 Februari 2025

    Ragam Tuntutan Demo Ojol: Minta THR hingga Penghapusan Sistem Aceng dan Slot
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sejumlah pengemudi ojek online (ojol) yang mengatasnamakan Asosiasi Pengemudi Transportasi dan Jasa Daring Indonesia – Garda Indonesia melakukan aksi unjuk rasa di Jalan Merdeka Barat arah Istana Negara pada Kamis (27/2/2025). 
    Dalam aksi ini, pengemudi ojol membawa tiga tuntutan utama.
    Pertama, mereka meminta pemerintah memberi sanksi kepada perusahaan aplikator yang melanggar regulasi.
    Kedua, meminta potongan biaya aplikasi dikurangi dari 20 persen menjadi maksimal 10 persen.
    Ketiga, aplikator ojol diminta menghapuskan skema-skema program promo yang merugikan pengemudi ojol, seperti Argo Goceng (Aceng), Slot, dan sejenisnya.
    Salah seorang pengemudi ojol wanita bernama Karin meminta sistem layanan pesan antar makanan Aceng pada Gojek dan Slot pada Grab dihapuskan karena dinilai merugikan para pengemudi ojol.
    “Perempuan narik sampai tengah malam dibayar goceng, mending gua malak,” ucap Karin saat menyampaikan orasinya di lokasi, Kamis.
    Program promo Aceng dan Slot merupakan sistem zonasi. Para pengemudi ojol akan mendapatkan orderan jarak dekat dengan tarif Rp 5.000 sekali jalan.
    Karin mengaku sudah berkali-kali berunjuk rasa demi meminta payung hukum yang jelas untuk para pengemudi ojol, tetapi hasilnya nihil.
    Dengan adanya payung hukum yang jelas, aplikator diharapkan tidak membuat regulasi semena-mena, terutama dalam pemberlakuan promo seperti program Aceng dan Slot.
    Salah satu penanggung jawab aksi, Irpan Semadu, menuding pemerintah memandang pengemudi ojol lebih rendah daripada pembantu rumah tangga.
    “Pemerintah melihat kami (pengemudi ojek online) lebih rendah daripada pembantu rumah tangga,” kata Irpan saat orasi.
    Dia menilai para pengemudi ojol dibiarkan pemerintah untuk dieksploitasi oleh aplikator.
    “Kami 10 tahun dibiarkan dieksploitasi oleh aplikator layaknya pembantu rumah tangga. Namun, pembantu rumah tangga ada perlindungan hukum, kami enggak ada. Ini gila,” ucap dia.
    Massa juga meminta pemerintah memastikan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) bagi pengemudi ojol.
    “Pemerintah menuntut THR kepada seluruh perusahaan industri pabrik mereka bisa, kenapa satu perusahaan aplikator aja pemerintah tidak mampu mengeluarkan THR kepada driver driver-nya,” ujar pengemudi ojol bernama Beno di lokasi.
    Selain itu, mereka juga menuntut pemerintah memberikan payung hukum untuk para pengemudi ojol.
    “Kita sudah dari tahun 2017, bahkan Bapak Presiden Jokowi menjanjikan kita di 2018 akan diberikan payung hukum,” ucap Beno.
    Dengan adanya payung hukum yang jelas tidak akan membuat para aplikator semena-mena dalam memberlakukan regulasi.
    Salah satunya regulasi tentang pemotongan tarif aplikasi yang semula disepakati 20 persen, tetapi kini justru menjadi 30 persen.
    Namun, sampai saat ini pemerintah belum memberikan payung hukum yang jelas untuk para pengemudi ojol.
    “Tapi, sampai dia (Jokowi) lengser kembali di mana payung hukumnya? Sampai anaknya dijadikan wakil, hanya janji,” tutur Beno.
    Ketua Umum Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono, mendesak pemerintah untuk memotong biaya aplikasi layanan ojol menjadi maksimal 10 persen.
    “Kami meminta pemerintah untuk merevisi potongan aplikasi maksimal 10 persen demi keadilan driver ojek online,” ujar Igun.
    Aplikator dinilai telah melanggar kesepakatan bersama terkait biaya aplikasi. Namun pemerintah tidak mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran tersebut.
    “Biaya aplikasi yang dipotong aplikator hingga melebihi regulasi 20 persen, bahkan ada yang mencapai 50 persen, tetapi pemerintah tidak melakukan tindakan apa pun,” jelas dia.
    Para pengemudi ojol menuntut pemerintah memberikan sanksi tegas kepada perusahaan aplikator yang melanggar regulasi.
    “Karena jajaran Kementerian tidak ada yang mampu memberikan sanksi tegas dan tidak berdaya menertibkan regulasi terhadap perusahaan aplikator yang melanggar regulasi,” ungkap Igun.
    Garda Indonesia menuding, pemerintah sebagai lembaga pembuat regulasi tarif ojol dan potongan biaya aplikasi tak punya kekuatan memberikan sanksi tegas kepada perusahaan aplikator yang melanggar.
    Padahal, perusahaan tersebut dinilai mengeksploitasi mitra-mitranya, baik pengemudi maupun pedagang online.
    “Salah satu platform yang awal bisnisnya dimiliki oleh perusahaan lokal Indonesia kini sebagian besar kepemilikan bisnisnya sudah dimiliki oleh investor asing, sehingga saat ini dua perusahaan platform ini merupakan milik asing,” jelas Igun.
    Massa mengaku akan kembali melakukan demonstrasi lagi, jika tuntutan mereka tidak dikabulkan.
    “Minggu depan sudah memasuki bulan puasa, lalu Idul Fitri. Jadi, kita akan kembali menuntut turun ke jalan sekitar April-Mei,” kata Igun.
    Igun mengatakan, selama Ramadhan, pengemudi ojol akan berfokus mengejar pendapatan.
    Oleh karena itu, para ojol tidak akan kembali melakukan aksi unjuk rasa pada saat Ramadhan.
    “Kami berharap driver fokus cari nafkah selama Ramadhan,” tutur Igun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 5
                    
                        Demo Minta Sistem Aceng dan Slot Dihapus, Pengemudi Ojol: Narik Sampai Tengah Malam Dibayar Goceng
                        Megapolitan

    5 Demo Minta Sistem Aceng dan Slot Dihapus, Pengemudi Ojol: Narik Sampai Tengah Malam Dibayar Goceng Megapolitan

    Demo Minta Sistem Aceng dan Slot Dihapus, Pengemudi Ojol: Narik Sampai Tengah Malam Dibayar Goceng
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Salah seorang pengemudi ojek
    online
    (ojol) wanita bernama Karin meminta sistem layanan pesan antar makanan Aceng pada Gojek dan Slot pada Grab dihapuskan karena dinilai merugikan para pengemudi ojol.
    Hal tersebut disampaikan Karin dalam aksi
    demo ojol
    yang dilakukan di depan Patung Kuda, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2025).
    “Perempuan narik sampai tengah malam dibayar goceng, mending gua malak,” ucap Karin saat menyampaikan orasinya di lokasi.
    Program promo Aceng dan Slot merupakan sistem zonasi. Jadi, para pengemudi mendapatkan orderan jarak dekat dengan tarif Rp 5.000 sekali jalan.
    Karin mengatakan, dirinya sudah berkali-kali melakukan demo meminta payung hukum yang jelas untuk para pengemudi ojol, namun hasilnya nihil.
    “Tujuh kali demo, enggak ada hasilnya,” ucap Karin.
    Dengan adanya payung hukum yang jelas, kata Karin, pihak aplikasi diharapkan tidak membuat regulasi semena-mena terutama dalam pemberlakuan promo seperti program Aceng dan Slot yang dinilai cenderung merugikan pengemudi.
    Di sisi lain, Karin menilai, aplikasi Grab begitu mudah memberikan
    suspend
    kepada pengemudi meski kesalahan yang dilakukan tidak fatal.
    “Grab sensitif banget kaya lagi PMS,” tutur Karin.
    Di sisi lain, Karin menyayangkan rekan ojol lainnya yang tidak ikut melakukan aksi demo.
    Padahal, mereka demo di Jalan Merdeka Barat untuk membela nasib para ojol ke depannya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 100 Ribu Ojol Ancam Kepung Istana, Apa yang Sebenarnya Dituntut?

    100 Ribu Ojol Ancam Kepung Istana, Apa yang Sebenarnya Dituntut?

    Jakarta

    Gabungan ojek online (ojol) seluruh Indonesia mengancam akan mengepung Istana Merdeka, Jakarta Pusat. Bahkan, tak tanggung-tanggung, mitra driver yang terlibat konon mencapai 100 ribuan orang! Apa yang sebenarnya mereka tuntut?

    Kepastian ojol akan menyerbu Istana Merdeka disampaikan Raden Igun Wicaksono selaku Ketua Umum Garda Indonesia. Dia menegaskan, gerakan tersebut akan dimotori aliansi di masing-masing wilayah.

    “Aksi demonstrasi ojol akan dimotori oleh masing-masing aliansi ojol provinsi di seluruh Indonesia, yang diperkirakan akan ada 100 ribu ojol seluruh Indonesia aksi serentak. Kami monitor untuk Jakarta akan dimotori Aliansi Pengemudi Online Bersatu (APOB) dengan tujuan Istana Merdeka,” ujar Igun kepada detikOto.

    Ojek online alias ojol. Foto: Grandyos Zafna

    Bukan hanya di Jakarta dan sekitarnya, aksi yang sama juga akan berlangsung di kawasan Jawa Tengah (Jateng). Sementara jumlah pesertanya diprediksi 5-6 ribuan mitra driver.

    “Diperkirakan ada 5 ribu ojol ikut bergabung, di Jawa Tengah ada SAKO yang rencana akan turunkan sekitar seribu ojol ke kantor Gubernur Jateng,” ungkapnya.

    Di kesempatan yang sama, Igun menjelaskan tuntutan di balik aksi besar-besaran tersebut. Dia dan mitra driver se-Indonesia ingin agar pemerintah menindak aplikator seperti Gojek dan Grab yang disebut-sebut telah melanggar Permenhub PM No.12 tahun 2019 dan Kepmenhub KP No.1001 tahun 2022.

    Kedua aturan tersebut, kata dia, berisi tentang tarif dan potongan aplikasi. Kini, menurut pengamatannya, aplikator terlalu semena-mena dalam memotong upah ojol. Bahkan, potongannya mencapai 30 persen atau lebih.

    “Hingga saat ini rekan-rekan pengemudi ojol/taxol/kurol masih mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari perusahaan-perusahaan aplikator besar yang berbisnis di Indonesia,” tuturnya.

    “Maka jalan represif lain akan kami tempuh berupa Aksi Mematikan Aplikasi Massal dan Aksi Demonstrasi serentak di Jawa, untuk Jabodetabek akan ada aksi demo ke Istana Merdeka menuntut Presiden RI agar bisa tegas kepada perusahaan-perusahaan aplikator yang melanggar regulasi,” kata Igun menambahkan.

    (sfn/rgr)

  • Wacana THR untuk Pekerja Gig: Pendapat Serikat Pekerja, Ekonom hingga Mantan Menaker – Halaman all

    Wacana THR untuk Pekerja Gig: Pendapat Serikat Pekerja, Ekonom hingga Mantan Menaker – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Momen Lebaran Idul Fitri  2025  sudah dekat. Bagi para karyawan, pegawai atau pekerja formal, momen lebaran identik dengan Tunjangan Hari Raya (THR) yang banyak ditunggu untuk memenuhi berbagai kebutuhan.

    Belakangan muncul wacana dan tuntutan THR untuk para mitra ride hailing seperti driver ojek online dan kurir antaran barang online.

    Mereka adalah pekerja dalam ekonomi gig, yakni individu yang memperoleh penghasilan berdasarkan tugas atau proyek tertentu tanpa hubungan kerja tetap.

    Di Indonesia, profesi ini mencakup mitra pengemudi dan kurir, pekerja lepas  seperti desainer, penulis, programmer; penyedia jasa (teknisi, tukang, tenaga kecantikan), pekerja kreatif (influencer, content creator), instruktur dan konsultan online, serta pelaku bisnis di ekosistem marketplace.

    Penelitian terbaru School of Business and Management Bandung Institute of Technology (SBM ITB) tahun 2023 menunjukkan, sektor ekonomi gig berkontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

    Nilainya mencapai sekitar Rp 382,62 triliun atau setara dengan 2 persen dari total PDB Indonesia tahun 2022.

    Salah satu manfaat signifikan dari ekonomi gig bagi pekerja adalah kebebasan dalam menentukan waktu dan tempat kerja, yang tidak tersedia dalam pekerjaan formal.

    Dengan fleksibilitas ini, banyak pekerja gig dapat menyeimbangkan pekerjaan mereka dengan komitmen lain, seperti pendidikan, pengasuhan anak, atau pekerjaan sampingan lainnya.

    Selain memberikan fleksibilitas, ekonomi gig juga berkontribusi dalam pengembangan keterampilan pekerja. Dalam beberapa kasus, keterampilan yang diperoleh di sektor gig bahkan dapat membuka peluang bagi mereka untuk memulai usaha sendiri.

    Polemik mengenai status mitra dan tuntutan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) kepada aplikator terus menjadi sorotan di berbagai media massa di Indonesia.

    Seiring dengan berkembangnya ekonomi digital, muncul perdebatan mengenai apakah mitra pengemudi seharusnya diklasifikasikan sebagai pekerja tetap atau masih tetap dalam hubungan kemitraan sebagaimana yang berlaku saat ini. 

    Terhadap tuntutan THR ini, Pemerintah mulai terlibat dan berencana mewajibkan pemberian THR bagi mitra platform digital yang menuai pro dan kontra. 

    Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) mendesak pemerintah agar menetapkan regulasi yang mewajibkan perusahaan ride-hailing memberikan THR dalam bentuk tunai, bukan insentif. 

    Namun, kebijakan ini dinilai dapat menjadi beban tambahan bagi perusahaan dan berisiko menghambat pertumbuhan industri ini ke depan.

    Apalagi saat ini, perusahaan berbasis platform digital masih menghadapi tantangan keuangan, meskipun beberapa sudah mencapai profitabilitas. Jika biaya tambahan seperti THR diwajibkan, tentu akan menambah beban baru dan keberlangsungan jangka panjang perusahaan akan terkena dampaknya.

    Bisa saja perusahaan memilih untuk menaikkan harga tarif layanan yang pada akhirnya berdampak pada konsumen.

    Perusahaan juga bisa melakukan penghapusan program-program benefit untuk Mitra yang selama ini telah diberikan, atau bahkan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja secara massal untuk mengurangi biaya operasional.

    Belajar dari kasus di Inggris, ketika Uber diwajibkan membayar tunjangan tambahan bagi mitranya, harga layanan naik sebesar 10-20 persen.

    Namun, dampaknya adalah penurunan permintaan hingga 15 persen, yang justru merugikan pengemudi dan perusahaan. Jika kebijakan serupa diterapkan di Indonesia, ada potensi efek domino yang dapat menekan industri ini secara keseluruhan.

    Beberapa kota dan negara telah mengalami dampak negatif akibat reklasifikasi pekerja gig yang terlalu kaku. 

    Di Spanyol, setelah pemerintah menerapkan undang-undang ketenagakerjaan yang mewajibkan pengemudi menjadi karyawan tetap, beberapa platform ride-hailing utama seperti Uber dan Deliveroo mengurangi jumlah pengemudi hingga 50 persen.

    Akibatnya, banyak pekerja gig kehilangan pekerjaan dan fleksibilitas yang mereka andalkan untuk mencari penghasilan tambahan.

    Di Kota New York, penerapan regulasi upah minimum bagi pekerja gig menyebabkan biaya operasional meningkat hingga 15 persen, membuat platform menaikkan komisi dan mengurangi jumlah insentif bagi mitra pengemudi.

    Beberapa pengemudi mengalami penurunan pendapatan bersih akibat lonjakan biaya layanan.

    Tuntutan THR bagi mitra pengemudi platform digital di Indonesia menimbulkan polemik di kalangan industri dan akademisi.

    Direktur Eksekutif Modantara, Agung Yudha menyoroti industri on-demand telah berupaya menjaga kesejahteraan mitra melalui berbagai program seperti bantuan modal usaha dan beasiswa.

    Dia mengingatkan bahwa regulasi yang tidak seimbang dapat menghambat pertumbuhan bisnis dan berisiko mengurangi program kesejahteraan jangka panjang bagi mitra.

    Selain itu, sektor ini telah berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional dengan fleksibilitas kerja yang menjadi daya tarik utama.

    Data menunjukkan bahwa jutaan pekerja gig, termasuk 1,8 juta di layanan ride-hailing, bergantung pada model bisnis ini, dan kebijakan yang tidak tepat dapat menyebabkan mereka kehilangan akses terhadap sumber pendapatan utama mereka.

    Prof. Dr. Aloysius Uwiyono dan ekonom Wijayanto Samirin menekankan bahwa mitra pengemudi tidak memenuhi unsur hubungan kerja berdasarkan regulasi ketenagakerjaan yang berlaku, sehingga THR tidak bisa dipaksakan tanpa implikasi hukum.

    Mantan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri berpendapat, status kemitraan mitra pengemudi tidak menjadikan mereka berhak atas THR, dan kebijakan populis tanpa dasar hukum dapat merugikan iklim investasi serta keberlanjutan industri digital.

    Jika sektor ini terhambat akibat regulasi yang kurang tepat, jutaan mitra berisiko kehilangan akses terhadap pekerjaan fleksibel yang telah menjadi sumber penghidupan mereka.

    Sebagai alternatif, dia menyarankan perlindungan sosial berbasis kontribusi bagi pekerja gig. Regulasi yang responsif dan inklusif menjadi kunci agar sektor ini tetap tumbuh tanpa mengorbankan kesejahteraan mitra maupun keberlanjutan industri.

    Sejauh ini, setiap platform ride-hailing memiliki pendekatan unik dalam mendukung mitra pengemudi mereka. Grab menawarkan berbagai keuntungan melalui GrabBenefits, termasuk diskon servis kendaraan, asuransi kesehatan dan kecelakaan, akses kredit, serta dana santunan bagi keluarga mitra dalam situasi darurat.

    Selain itu, Grab menyediakan program GrabScholar untuk beasiswa anak mitra, skema insentif berbasis performa, voucher sembako murah, serta pelatihan dan pengembangan keterampilan untuk membuka peluang usaha. Grab juga mendorong mitra mereka untuk bergabung dengan BPJamsostek.

    Sementara, Gojek menitikberatkan pada perlindungan mitra dengan asuransi kecelakaan, posko aman, serta program loyalitas berbasis insentif.

    Mereka juga menawarkan bantuan finansial seperti sembako murah dan akses kredit, serta fasilitas tambahan seperti diskon merchant dan layanan GoPay. 

    Sementara itu, Lalamove mengutamakan bonus misi dan insentif bagi pengemudi berperforma tinggi, serta akses informasi pesanan untuk memaksimalkan penghasilan.

    Mereka juga bekerja sama dengan BPJamsostek untuk perlindungan sosial dan memiliki program referral yang memberikan insentif bagi mitra yang mengajak rekan bergabung.

    Dialog yang terbuka tentang solusi menjadi hal yang tak terelakkan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan, terlebih pada momen penting seperti Hari Raya Lebaran.

    Menurut Prof Dr. Aloysius Uwiyono, dinamika pasar sebaiknya dibiarkan berkembang secara alami agar menciptakan ekosistem kemitraan yang kompetitif dan berkelanjutan. Hal ini menjadi faktor utama dalam menarik minat pelaku usaha serta investor dalam jangka panjang. 

    “Dalam konteks ini, peran pemerintah idealnya berfokus pada pengawasan untuk memastikan keseimbangan dan kepastian hukum tanpa melakukan intervensi langsung dalam hubungan privat kemitraan,” ujarnya memberikan saran.

    Wijayanto Samirin menekankan, status mitra pengemudi bervariasi, sebagian menjadikannya pekerjaan utama, sementara lainnya sebagai pekerjaan sampingan. Karena itu, solusi yang diterapkan harus mempertimbangkan kebutuhan yang beragam. 

    Ia juga mengingatkan bahwa fleksibilitas merupakan daya tarik utama pekerjaan ini, dan jika mitra diperlakukan seperti pekerja konvensional, mereka berisiko kehilangan fleksibilitas tersebut, atau bahkan jutaan mitra dapat kehilangan pekerjaan.

    Dalam kondisi ekonomi yang tidak menentu, Hanif mengingatkan bahwa beban finansial tambahan bagi perusahaan dapat berdampak negatif, seperti kenaikan tarif, pemotongan insentif, atau pengurangan jumlah mitra pengemudi.

    “Pemerintah untuk berhati-hati dalam menetapkan regulasi terkait THR agar tetap menjaga keseimbangan antara fleksibilitas kerja dan perlindungan bagi para pekerja,” saran Muhammad Hanif Dhakiri.

    Dengan memberikan manfaat yang lebih berkelanjutan dibanding THR, seperti insentif, perlindungan sosial, dana santunan, beasiswa untuk anak mitra, dan bantuan operasional, pekerja gig dapat menikmati manfaat yang lebih baik dalam jangka panjang tanpa mengorbankan fleksibilitas dan peluang kerja mereka.

    Sebagai industri yang terus berkembang, pendekatan ini memastikan bahwa ekosistem ekonomi gig tetap sehat dan inklusif bagi semua pihak.(tribunnews/fin) 

     

  • Menyorot THR untuk pekerja gig, hak atau beban?

    Menyorot THR untuk pekerja gig, hak atau beban?

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Menyorot THR untuk pekerja gig, hak atau beban?
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 25 Februari 2025 – 18:03 WIB

    Elshinta.com – Tak terasa moment Lebaran Idul Fitri  2025 sudah dekat. Bagi para karyawan, pegawai atau pekerja formal, momen lebaran identik dengan Tunjangan Hari Raya (THR) yang banyak ditunggu untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Lantas, bagaimana untuk pekerja lepas atau mitra kerja di era ekonomi gig atau sejenisnya?

    Ekonomi gig adalah sistem ekonomi di mana individu bekerja secara fleksibel berdasarkan proyek, tugas, atau permintaan tertentu, tanpa adanya kontrak kerja tetap seperti dalam pekerjaan konvensional.

    Pekerja dalam ekonomi gig— pekerja gig adalah individu yang memperoleh penghasilan berdasarkan tugas atau proyek tertentu tanpa hubungan kerja tetap.

    Di Indonesia, mereka mencakup berbagai profesi, seperti mitra pengemudi dan kurir, pekerja lepas (desainer, penulis, programmer), penyedia jasa (teknisi, tukang, tenaga kecantikan), pekerja kreatif (influencer, content creator), instruktur dan konsultan online, serta pelaku bisnis di ekosistem marketplace.

    Penelitian terbaru yang dirilis oleh SBM ITB 2023 menunjukkan bahwa sektor ekonomi gig berkontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, yaitu sekitar Rp 382,62 triliun atau setara dengan 2 persen dari total PDB Indonesia tahun 2022.

    Salah satu manfaat signifikan dari ekonomi gig bagi pekerja adalah kebebasan dalam menentukan waktu dan tempat kerja, yang tidak tersedia dalam pekerjaan formal.

    Dengan fleksibilitas ini, banyak pekerja gig dapat menyeimbangkan pekerjaan mereka dengan komitmen lain, seperti pendidikan, pengasuhan anak, atau pekerjaan sampingan lainnya.

    Selain memberikan fleksibilitas, ekonomi gig juga berkontribusi dalam pengembangan keterampilan pekerja. Dalam beberapa kasus, keterampilan yang diperoleh di sektor gig bahkan dapat membuka peluang bagi mereka untuk memulai usaha sendiri.

    Polemik mengenai status mitra dan tuntutan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) kepada aplikator terus menjadi sorotan di berbagai media massa di Indonesia.

    Seiring dengan berkembangnya ekonomi digital, muncul perdebatan mengenai apakah mitra pengemudi seharusnya diklasifikasikan sebagai pekerja tetap atau masih tetap dalam hubungan kemitraan sebagaimana yang berlaku saat ini. 

    Terhadap tuntutan THR ini, Pemerintah pun mulai terlibat dengan menciptakan beberapa inisiatif hingga berencana mewajibkan pemberian THR bagi mitra platform digital yang tentunya juga menuai pro dan kontra.

    Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) mendesak pemerintah agar menetapkan regulasi yang mewajibkan perusahaan ride-hailing memberikan THR dalam bentuk tunai, bukan insentif. 

    Namun, kebijakan ini dinilai dapat menjadi beban tambahan bagi perusahaan dan berisiko menghambat pertumbuhan industri ini ke depan.

    Apalagi saat ini, perusahaan berbasis platform digital masih menghadapi tantangan keuangan, meskipun beberapa sudah mencapai profitabilitas.

    Jika biaya tambahan seperti THR diwajibkan, tentu akan menambah beban baru dan keberlangsungan jangka panjang perusahaan akan terkena dampaknya.

    Bisa saja perusahaan memilih untuk menaikkan harga tarif layanan yang pada akhirnya berdampak pada konsumen. Perusahaan juga bisa melakukan penghapusan program-program benefit untuk Mitra yang selama ini telah diberikan, atau bahkan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja secara massal untuk mengurangi biaya operasional.

    Belajar dari kasus di Inggris, ketika Uber diwajibkan membayar tunjangan tambahan bagi mitranya, harga layanan naik sebesar 10-20%.

    Namun, dampaknya adalah penurunan permintaan hingga 15%, yang justru merugikan pengemudi dan perusahaan. Jika kebijakan serupa diterapkan di Indonesia, ada potensi efek domino yang dapat menekan industri ini secara keseluruhan.

    Beberapa kota dan negara telah mengalami dampak negatif akibat reklasifikasi pekerja gig yang terlalu kaku. Contoh Spanyol, setelah pemerintah menerapkan undang-undang ketenagakerjaan yang mewajibkan pengemudi menjadi karyawan tetap, beberapa platform ride-hailing utama seperti Uber dan Deliveroo mengurangi jumlah pengemudi hingga 50%.

    Akibatnya, banyak pekerja gig kehilangan pekerjaan dan fleksibilitas yang mereka andalkan untuk mencari penghasilan tambahan.

    Kemudian, di New York, penerapan regulasi upah minimum bagi pekerja gig menyebabkan biaya operasional meningkat hingga 15%, yang membuat platform menaikkan komisi dan mengurangi jumlah insentif bagi mitra pengemudi. Beberapa pengemudi mengalami penurunan pendapatan bersih akibat lonjakan biaya layanan.

    Tuntutan THR bagi mitra pengemudi platform digital di Indonesia menimbulkan polemik di kalangan industri dan akademisi.

    Agung Yudha, Direktur Eksekutif Modantara, menyoroti bahwa industri on-demand telah berupaya menjaga kesejahteraan mitra melalui berbagai program seperti bantuan modal usaha dan beasiswa.

    Ia mengingatkan bahwa regulasi yang tidak seimbang dapat menghambat pertumbuhan bisnis dan berisiko mengurangi program kesejahteraan jangka panjang bagi mitra.

    Selain itu, sektor ini telah berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional dengan fleksibilitas kerja yang menjadi daya tarik utama.

    Data menunjukkan bahwa jutaan pekerja gig, termasuk 1,8 juta di layanan ride-hailing, bergantung pada model bisnis ini, dan kebijakan yang tidak tepat dapat menyebabkan mereka kehilangan akses terhadap sumber pendapatan utama mereka.

    Prof. Dr. Aloysius Uwiyono dan ekonom Wijayanto Samirin menekankan bahwa mitra pengemudi tidak memenuhi unsur hubungan kerja berdasarkan regulasi ketenagakerjaan yang berlaku, sehingga THR tidak bisa dipaksakan tanpa implikasi hukum.

    Hanif Dhakiri, mantan Menteri Ketenagakerjaan, menegaskan bahwa status kemitraan mitra pengemudi tidak menjadikan mereka berhak atas THR, dan kebijakan populis tanpa dasar hukum dapat merugikan iklim investasi serta keberlanjutan industri digital.

    Jika sektor ini terhambat akibat regulasi yang kurang tepat, jutaan mitra berisiko kehilangan akses terhadap pekerjaan fleksibel yang telah menjadi sumber penghidupan mereka.

    Sebagai alternatif, ia menyarankan perlindungan sosial berbasis kontribusi bagi pekerja gig. Regulasi yang responsif dan inklusif menjadi kunci agar sektor ini tetap tumbuh tanpa mengorbankan kesejahteraan mitra maupun keberlanjutan industri.

    Sejauh ini, setiap platform ride-hailing memiliki pendekatan unik dalam mendukung mitra pengemudi mereka. Grab menawarkan berbagai keuntungan melalui GrabBenefits, termasuk diskon servis kendaraan, asuransi kesehatan dan kecelakaan, akses kredit, serta dana santunan bagi keluarga mitra dalam situasi darurat.

    Selain itu, Grab menyediakan program GrabScholar untuk beasiswa anak mitra, skema insentif berbasis performa, voucher sembako murah, serta pelatihan dan pengembangan keterampilan untuk membuka peluang usaha. Grab juga mendorong Mitra mereka untuk bergabung dengan BPJAMSOSTEK.

    Gojek, di sisi lain, menitikberatkan pada perlindungan mitra dengan asuransi kecelakaan, posko aman, serta program loyalitas berbasis insentif. Mereka juga menawarkan bantuan finansial seperti sembako murah dan akses kredit, serta fasilitas tambahan seperti diskon merchant dan layanan GoPay. 

    Sementara itu, Lalamove mengutamakan bonus misi dan insentif bagi pengemudi berperforma tinggi, serta akses informasi pesanan untuk memaksimalkan penghasilan.

    Mereka juga bekerja sama dengan BPJAMSOSTEK untuk perlindungan sosial dan memiliki program referral yang memberikan insentif bagi mitra yang mengajak rekan bergabung.

    Dialog yang terbuka tentang solusi menjadi hal yang tak terelakkan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan, terlebih pada momen penting seperti Hari Raya Lebaran.

    Menurut Prof Dr. Aloysius Uwiyono, dinamika pasar sebaiknya dibiarkan berkembang secara alami agar menciptakan ekosistem kemitraan yang kompetitif dan berkelanjutan. Hal ini menjadi faktor utama dalam menarik minat pelaku usaha serta investor dalam jangka panjang. 

    “Dalam konteks ini, peran pemerintah idealnya berfokus pada pengawasan untuk memastikan keseimbangan dan kepastian hukum tanpa melakukan intervensi langsung dalam hubungan privat kemitraan,” ujarnya memberikan saran.

    Wijayanto Samirin menekankan bahwa status mitra pengemudi bervariasi—sebagian menjadikannya pekerjaan utama, sementara lainnya sebagai pekerjaan sampingan. Oleh karena itu, solusi yang diterapkan harus mempertimbangkan kebutuhan yang beragam.

    Ia juga mengingatkan bahwa fleksibilitas merupakan daya tarik utama pekerjaan ini, dan jika mitra diperlakukan seperti pekerja konvensional, mereka berisiko kehilangan fleksibilitas tersebut, atau bahkan jutaan mitra dapat kehilangan pekerjaan.

    Dalam kondisi ekonomi yang tidak menentu, Hanif mengingatkan bahwa beban finansial tambahan bagi perusahaan dapat berdampak negatif, seperti kenaikan tarif, pemotongan insentif, atau pengurangan jumlah mitra pengemudi.

    “Pemerintah untuk berhati-hati dalam menetapkan regulasi terkait THR agar tetap menjaga keseimbangan antara fleksibilitas kerja dan perlindungan bagi para pekerja,” saran Muhammad Hanif Dhakiri.

    Dengan memberikan manfaat yang lebih berkelanjutan dibanding THR, seperti insentif, perlindungan sosial, dana santunan, beasiswa untuk anak Mitra, dan bantuan operasional, pekerja gig dapat menikmati manfaat yang lebih baik dalam jangka panjang tanpa mengorbankan fleksibilitas dan peluang kerja mereka.

    Sebagai industri yang terus berkembang, pendekatan ini memastikan bahwa ekosistem ekonomi gig tetap sehat dan inklusif bagi semua pihak.

    Sumber : Sumber Lain

  • Hak atau Beban Baru? Dilema Regulasi dan Dampaknya bagi Jutaan Mitra

    Hak atau Beban Baru? Dilema Regulasi dan Dampaknya bagi Jutaan Mitra

    PIKIRAN RAKYAT – Tak terasa momen Lebaran Idulfitri 2025  sudah dekat. Bagi para karyawan, pegawai atau pekerja formal, momen lebaran identik dengan Tunjangan Hari Raya (THR) yang banyak ditunggu untuk memenuhi berbagai kebutuhan. 

    Lantas, bagaimana untuk pekerja lepas atau mitra kerja di era ekonomi gig atau sejenisnya?

    Ekonomi gig adalah sistem ekonomi di mana individu bekerja secara fleksibel berdasarkan proyek, tugas, atau permintaan tertentu, tanpa adanya kontrak kerja tetap seperti dalam pekerjaan konvensional. 

    Di Indonesia, mereka mencakup berbagai profesi, seperti mitra pengemudi dan kurir, pekerja lepas (desainer, penulis, programmer), penyedia jasa (teknisi, tukang, tenaga kecantikan), pekerja kreatif (influencer, content creator), instruktur dan konsultan online, serta pelaku bisnis di ekosistem marketplace.

    Penelitian terbaru yang dirilis oleh SBM ITB 2023 menunjukkan bahwa sektor ekonomi gig berkontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, yaitu sekitar Rp 382,62 triliun atau setara dengan 2% dari total PDB Indonesia tahun 2022. 

    Pekerjaan ini menawarkan fleksibilitas bagi pekerjanya. Pekerja gig dapat menyeimbangkan pekerjaan mereka dengan komitmen lain, seperti pendidikan, pengasuhan anak, atau pekerjaan sampingan lainnya. Selain itu juga berkontribusi dalam pengembangan keterampilan pekerja. 

    Polemik

    Namun, di balik itu semua, polemik mengenai status mitra dan tuntutan pemberian THR kepada aplikator terus menjadi sorotan di Indonesia. Seiring dengan berkembangnya ekonomi digital, muncul perdebatan mengenai apakah mitra pengemudi seharusnya diklasifikasikan sebagai pekerja tetap atau masih tetap dalam hubungan kemitraan sebagaimana yang berlaku saat ini. 

    Pemerintah pun berencana mewajibkan pemberian THR bagi mitra platform digital. Rencana ini pun menuai pro dan kontra. Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) mendesak pemerintah agar menetapkan regulasi yang mewajibkan perusahaan ride-hailing memberikan THR dalam bentuk tunai, bukan insentif. 

    Namun, kebijakan ini dinilai dapat menjadi beban tambahan bagi perusahaan dan berisiko menghambat pertumbuhan industri ini ke depan. Apalagi saat ini, perusahaan berbasis platform digital masih menghadapi tantangan keuangan, meskipun beberapa sudah mencapai profitabilitas. 

    Jika biaya tambahan seperti THR diwajibkan, tentu akan menambah beban baru dan keberlangsungan jangka panjang perusahaan akan terkena dampaknya.

    Studi kasus

    Direktur Eksekutif Modantara, Agung Yudha, mengatakan, kebijakan yang pernah diberlakukan di Inggris malah merugikan pengemudi dan pengusaha. Saat itu, Uber diwajibkan membayar tunjangan tambahan bagi mitranya, sehingga harga layanan naik sebesar 10-20%. 

    Namun, kebijakan ini malah berdampak pada penurunan permintaan hingga 15%, yang merugikan pengemudi dan perusahaan. Jika kebijakan serupa diterapkan di Indonesia, ada potensi efek domino yang dapat menekan industri ini secara keseluruhan.

    Hal yang sama juga terjadi di Spanyol, setelah pemerintah menerapkan undang-undang ketenagakerjaan yang mewajibkan pengemudi menjadi karyawan tetap. Uber dan Deliveroo mengurangi jumlah pengemudi hingga 50%. Akibatnya, banyak pekerja gig kehilangan pekerjaan dan fleksibilitas yang mereka andalkan untuk mencari penghasilan tambahan. 

    “Begitu pula yang terjadi di New York,” tambahnya. 

    Agung Yudha, menyoroti bahwa industri on-demand telah berupaya menjaga kesejahteraan mitra melalui berbagai program seperti bantuan modal usaha dan beasiswa. Menurut dia, kebijakan yang tidak tepat dapat menyebabkan para mitra pengemudi kehilangan akses terhadap sumber pendapatan utama mereka.

    Tak penuhi unsur

    Guru Besar Hukum Perburuhan Universitas Trisakti, Prof. Dr. Aloysius Uwiyono menekankan bahwa mitra pengemudi tidak memenuhi unsur hubungan kerja berdasarkan regulasi ketenagakerjaan yang berlaku, sehingga THR tidak bisa dipaksakan tanpa implikasi hukum. 

    Sebagai alternatif, ia menyarankan perlindungan sosial berbasis kontribusi bagi pekerja gig. Regulasi yang responsif dan inklusif menjadi kunci agar sektor ini tetap tumbuh tanpa mengorbankan kesejahteraan mitra maupun keberlanjutan industri.

    Sejauh ini, kata dia, setiap platform ride-hailing memiliki pendekatan unik dalam mendukung mitra pengemudi mereka. Grab menawarkan berbagai keuntungan melalui GrabBenefits, termasuk diskon servis kendaraan, asuransi kesehatan dan kecelakaan, akses kredit, serta dana santunan bagi keluarga mitra dalam situasi darurat. 

    Selain itu, Grab menyediakan program GrabScholar untuk beasiswa anak mitra, skema insentif berbasis performa, vocer sembako murah, serta pelatihan dan pengembangan keterampilan untuk membuka peluang usaha. Grab juga mendorong Mitra mereka untuk bergabung dengan BPJamsostek. 

    Sementara Gojek, menitikberatkan pada perlindungan mitra dengan asuransi kecelakaan, posko aman, serta program loyalitas berbasis insentif. Mereka juga menawarkan bantuan finansial seperti sembako murah dan akses kredit, serta fasilitas tambahan seperti diskon merchant dan layanan GoPay. 

    Kemudian, Lalamove mengutamakan bonus misi dan insentif bagi pengemudi berperforma tinggi, serta akses informasi pesanan untuk memaksimalkan penghasilan. Mereka juga bekerja sama dengan BPJamsostek untuk perlindungan sosial dan memiliki program referral yang memberikan insentif bagi mitra yang mengajak rekan bergabung.

    Perlu solusi

    “Dialog yang terbuka tentang solusi menjadi hal yang tak terelakkan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan,” katanya. 

    Sementara, ekonom Wijayanto Samirin mengatakan, dinamika pasar sebaiknya dibiarkan berkembang secara alami agar menciptakan ekosistem kemitraan yang kompetitif dan berkelanjutan. Hal ini menjadi faktor utama dalam menarik minat pelaku usaha serta investor dalam jangka panjang. 

    Dia menekankan, status mitra pengemudi bervariasi, sebagian menjadikannya pekerjaan utama, sedangkan lainnya sebagai pekerjaan sampingan. Oleh karena itu, solusi yang diterapkan harus mempertimbangkan kebutuhan yang beragam. 

    Ia juga mengingatkan bahwa fleksibilitas merupakan daya tarik utama pekerjaan ini, dan jika mitra diperlakukan seperti pekerja konvensional, mereka berisiko kehilangan fleksibilitas tersebut, atau bahkan jutaan mitra dapat kehilangan pekerjaan. (*) 

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News