Perusahaan: Grab

  • Aplikator Harus Jadi Perusahaan Transportasi

    Aplikator Harus Jadi Perusahaan Transportasi

    Jakarta

    Pakar transportasi ITB Sony Sulaksono Wibowo mengatakan, sulit bagi perusahaan berbasis e-commerce seperti Gojek dan Grab, memenuhi tuntutan mitra driver ojek online (ojol) yang menginginkan THR (Tunjangan Hari Raya). Kata Sony, perusahaan e-commerce atau disebut aplikator, bisa memenuhi tuntutan itu jika mereka berstatus sebagai perusahaan transportasi.

    “Jika mitra aplikator (driver) ingin diperlakukan seperti pegawai, punya upah minimum, THR, dan jaminan lainnya, maka para aplikator itu harus jadi perusahaan transportasi, bukan lagi perusahaan yang berbasis e-commerce. Dari dulu mereka tidak mau,” ungkap Sony dalam keterangannya.

    Sony menambahkan, perusahaan seperti Gojek dan Grab dari awal sudah menyatakan sebagai perusahaan e-commerce dengan karakteristik utamanya adalah dikelola secara virtual dengan minimum pegawai, tapi jaringannya luas.

    “Ini yang nanti akan menjadi bisnis besar yang didukung dengan teknologi komunikasi dan informasi yang sudah sangat canggih,” sambung dia.

    Di e-commerce, lanjut Sony, kita bisa jadi pedagang besar tanpa harus punya toko atau barang yang dijual. “Kita bisa jadi perusahaan layanan pengantaran orang dan barang tanpa harus punya banyak driver dan kendaraan,” terang Sony.

    Dikatakan bahawa bisnis e-commerce di Indonesia belum ada aturan yang jelas. Saat ini yang mengatur hanya Kementerian Komunikasi dan Digital, tetapi itu ternyata hanya mengatur terkait masalah penggunaan.

    Sebelumnya beberapa waktu lalu massa driver ojol melakukan demo besar-besaran. Mereka menuntut agar diberikan THR dan menuntut dua aturan agar dihapuskan lantaran membuat mereka menjadi seperti budak.

    “Yang pasti adalah tuntutan kami bahwa kami akan harus mendapatkan THR berupa uang, bukan berupa bahan pokok,” ujar Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiat seperti dikutip dari CNBC Indonesia.

    Selain THR, driver ojol juga menuntut dihapuskannya dua aturan yang disebut aceng dan slot. Dua aturan itu disebut merugikan driver dan membuat mereka seolah merasa diperbudak.

    Kata Lily, aceng adalah angkutan yang tarifnya hanya Rp 5.000. Lily menilai aceng sangat merugikan lantaran tarif yang ditetapkan murah, meskipun jarak tempuhnya jauh. Aceng yang dimaksud merujuk pada Program Mitra GoFood Jarak Dekat.

    Sedangkan sistem slot yang ada di GoRide dianggap membatasi jangkauan pengemudi dan juga mengurangi pendapatan. Ia menilai ada pengkotak-kotakan wilayah dengan sistem slot ini.

    (lua/lth)

  • DPR Sebut Grab-Gojek Tak Peduli Nasib Driver Ojol, Beberkan Buktinya

    DPR Sebut Grab-Gojek Tak Peduli Nasib Driver Ojol, Beberkan Buktinya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Anggota Komisi V DPR RI Adian Napitupulu mengatakan aplikator transportasi online seperti Gojek dan Grab tidak peduli dengan masalah yang kerap menimpa pekerja ojek online (ojol) di lapangan.

    Ia mencontohkan fenomena penangkapan kendaraan roda dua (R2) dan roda empat (R4) di bandara seluruh Indonesia yang dulu sempat heboh. Adian mengatakan para driver ojol yang tertangkap kerap mendapat perlakuan tak semestinya.

    “Kalau di Soekarno-Hatta itu lebih keras lagi tuh. Mereka [driver ojol] ditangkap, ditahan 6 jam, disuruh push-up. Sampai akhirnya saya telpon Dirut Angkasapura 2 kalau tidak salah dan saya bacakan pasal bahwa itu termasuk pasal penyanderaan” kata Adian dalam RDPU dengan sejumlah perusahaan ojol pada Rabu (5/3) kemarin.

    Yang menarik, kata Adian, pihak aplikator tak peduli dengan peristiwa tersebut. Sikap itu tak cuma ditunjukkan saat insiden penangkapan di bandara, tetapi juga dalam masalah sehari-hari yang dihadapi pengemudi ojol saat bekerja.

    “Mereka [aplikator] enggak peduli mobilnya [driver ojol] rusak. Mereka tidak peduli SIM-nya habis. Mereka tidak peduli olinya kurang. Mereka tidak peduli apapun yang terjadi di jalanan,” Adian menambahkan.

    Di saat bersamaan, Adian menyoroti soal potongan yang ditetapkan aplikator untuk pekerja ojol. Ia mengatakan nilainya terus bertambah dan sekarang sudah mencapai 20%. Padahal dulunya ‘cuma’ 10%.

    Adian mendesak tarif potongan aplikasi diturunkan kembali menjadi 10%. Sebab, para apliktor tidak punya tanggung jawab apapun, termasuk menyiapkan pool, montir, hingga mengurus saat driver bermasalah.

    “[Aplikator] engga ngurus [saat driver ojol] ketangkap, enggak [berbuat] apa-apa tiba-tiba dapat [potongan] 20%,” ucapnya.

    Jika tidak diatur, Adian menilai akan membuat perlakuan tidak adil pada perusahaan angkutan offline. Ia menilai perlakukan aplikator ke mitra driver ojol berbeda dengan perusahaan transportasi offline ke sopir mereka.

    Penyedia transportasi offline, kata Adian, bertanggung jawab dalam mengurus sopir, mulai dari kendaraan yang digunakan hingga masalah yang dialami di lapangan.

    (fab/fab)

  • Driver Ojek Online Akan Dapat THR Tunai, Aturannya Sedang Difinalisasi – Halaman all

    Driver Ojek Online Akan Dapat THR Tunai, Aturannya Sedang Difinalisasi – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengusulkan agar tunjangan hari raya (THR) untuk pengemudi ojek online (ojol) diberikan oleh perusahaan aplikasi ride hailing dalam bentuk uang tunai.

    Namun, dia menegaskan masih dibutuhkan lebih banyak waktu untuk memastikan formula akhir untuk pembayaran THR untuk driver ojek online. 

    “Kita mintanya nanti (THR untuk ojol) adalah dalam bentuk uang tunai,” ujar Yassierli dalam konferensi pers di kantor Kemenaker, Jakarta, Rabu (5/3/2025). 

    Pihaknya saat ini masih terus melakukan finalisasi aturan untuk THR ojol.

    Menurut dia, THR untuk ojol merupakan inisiatif kebijakan baru dari pemerintah. Sehingga Kemenaker ingin ada proses meaningful participation dari seluruh pihak terkait.

    Yassierli menegaskan, pemerintah bisa saja memaksa aplikator untuk membayar THR driver ojek online. Namun ia tidak mau melakukan itu, karena ingin mengedepankan dialog dan musyawarah.

    “Kita (pemerintah) bisa saja memaksakan satu sisi (aplikator wajib memberi THR ojol), tapi sekali lagi yang kita utamakan adalah dialog,” kata Yassierli.

    “Kita selalu mengutamakan bagaimana dialog. Nah ini kalau ditanya Bu Dirjen, saya sendiri sudah beberapa kali bertemu dan kita ingin memastikan sebelum nanti kita umumkan, kita berharap tidak lama lagi,” kata Yassierli.

    “Itu adalah hasil dari sebuah musyawarah, dari suatu proses musyawarah, dari kita hadir dengan pengusaha atau aplikatornya dan juga dengan pengemudi online-nya. Ini yang kita harapkan. Saya optimis, tidak lama lagi itu kita akan selesai,” ujarnya.

    Yassierli mengungkapkan, formula pembayaran THR untuk ojol saat ini masih dibahas. Ia mengakui skema pembayaran merupakan hal yang kompleks karena terkait aplikasi jasa online.

    Dengan demikian, perlu waktu untuk memastikan formula yang diambil nantinya sesuai untuk driver maupun penyedia jasa aplikator. 

    “Itu yang sebagai bagian dari yang sedang kita bahas sekarang. Jadi mencari formula yang kemudian bisa mengcover kompleksitas tadi. Jadi kompleksitasnya itu dari jenis angkutannya, layanannya, kemudian jam kerjanya,” paparnya.

    “Ini yang kemudian butuh waktu untuk kita keluar dengan sebuah formula,” lanjut Yassierli. 

    Dia memastikan respons beberapa pengusaha aplikator menyatakan siap dengan THR ojol. Hal itu terbukti dari interaksi dan diskusi saat pembahasan aturan berlangsung. Pihak aplikator juga, menurutnya, tidak bersikukuh untuk menegaskan kebijakan tertentu.

    “Beberapa pengusaha responnya siap. Buktinya beberapa kali kami diskusi itu ada sebuah terkait dengan kontennya itu menurut saya terjadi diskusi. Jadi bukan kekeuh-kekeuhan tapi kemudian mencoba saling memahami,” kata dia.

    Tuntutan agar pengemudi ojol mendapatkan THR semakin kuat setelah berbagai serikat pekerja dan komunitas pengemudi menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Kemnaker, menuntut agar pemerintah segera menetapkan aturan yang mengakomodasi hak mereka sebagai pekerja di sektor transportasi daring.

    Dalam aksi tersebut, Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati menegaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, pengemudi ojol seharusnya dikategorikan sebagai pekerja karena mereka menghasilkan jasa dan menerima upah, sehingga sudah sewajarnya jika mereka mendapatkan THR seperti pekerja lainnya.

    “Berdasarkan UU Nomor 13, driver ojol ini sudah termasuk pekerja karena memiliki unsur pekerjaan (menghasilkan barang dan/atau jasa), serta upah (sebagai hak pekerja/buruh yang diterima sebagai imbalan dari pengusaha),” ujar Lily.

    Wakil Menteri Immanuel Ebenezer Gerungan juga menegaskan, tuntutan THR bagi pengemudi ojol merupakan hal yang rasional dan harus diperjuangkan, mengingat kontribusi besar mereka dalam sektor transportasi serta ketidakpastian kondisi kerja yang seringkali merugikan pengemudi.

    “Situasi yang dihadapi oleh jutaan pengemudi ojol di Indonesia terus memburuk,” ungkapnya.

    “Setiap hari para pengemudi ojol berhadapan dengan situasi jam kerja panjang tanpa kepastian upah, risiko keselamatan di jalan yang tak dijamin, sanksi-sanksi sepihak dari perusahaan aplikasi serta perburukan kondisi kerja yang disebabkan oleh skema-skema program yang tidak manusiawi dari perusahaan aplikasi,” tambah Lily.

    Selepas demonstrasi para driver ojol di Kemnaker, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk mengatakan pihaknya sedang menyiapkan Tali Asih Hari Raya dan Grab Indonesia bakal memberikan Bantuan Hari Raya (BHR). 

    Namun, dua aplikator itu tidak merinci apakah pemberian yang disiapkan bagi mitra itu sudah pasti berbentuk uang atau bukan.

    Begitu pula dengan berapa nominal yang akan diberikan GoTo dan Grab. GoTo dan Grab hanya menegaskan masih terus berkomunikasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan terkait desakan pemberian THR bagi driver ojol.(tribun network/rhm/dod)

  • Gojek Cs Minta Status Mitra & Tarif Ojol Diatur di UU LLAJ

    Gojek Cs Minta Status Mitra & Tarif Ojol Diatur di UU LLAJ

    Bisnis.com, JAKARTA — Tiga perusahaan penyedia jasa transportasi online PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO), PT Grab Teknologi Indonesia dn PT Teknologi Perdana Indonesia (Maxim Indonesia) bersama komisi V DPR RI membahas usulan dan masukan terkait UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). 

    Sejumlah masukan dan usulan disampaikan seperti terkait dengan status hukum mitra pengemudi dan aplikator, standarisasi dan jaminan keselamatan roda dua, model bisnis sharing economy, hingga tarif dasar untuk roda empat. 

    Presiden Gojek Catherine Hindra Sutjahyo menyampaikan bahwa regulasi saat ini belum memiliki landasan yang jelas. Namun, pihaknya mengusulkan agar roda dua tetap diperkenankan mengangkut penumpang sesuai dengan kondisi Indonesia. 

    “Aturan mengenai aspek keselamatan supaya ada standarisasi dan jaminan keselamatan untuk mitra juga,” kata Catherine, Rabu (5/3/2025). 

    Selain itu, dia juga mengusulkan untuk adanya fleksibilitas memaksimalkan roda dua sebagai layanan first mile dan last mile angkutan umum sehingga menjadi satu ekosistem transportasi. 

    Kemudian, Director Commercial and Business Development Grab Indonesia Kertapradana menyatakan bahwa perusahaan aplikator harus diakui sebagai penyedia platform bagi masyarakat dalam memperoleh dan menyediakan layanan transportasi. 

    Mereka juga meminta agar regulasi mempertimbangkan model bisnis berbasis sharing economy, di mana kendaraan tetap menjadi aset pribadi pengemudi.

    “Mengcapture model bisnis yang ada saat ini telah terbukti memajukan ekosistem transportasi dan pengantaran digital yakni memperbolehkan platform tidak hanya koperasi dan badan hukum tapi juga individu dan umkm dalam menyediakan layanan transportasi ke masyarakat,” kata dia. 

    Sementara itu usulan lain datang dari Head of Legal Maxim Indonesia Dwi Putratama terutama terkait dengan tarif dasar dan hubungan kemitraan antara pengemudi Ojek Online (ojol) dan aplikator. 

    Maxim menyoroti bahwa hubungan antara pengemudi dan aplikator saat ini tidak dikategorikan sebagai hubungan kerja konvensional, melainkan kemitraan. Hal ini telah ditegaskan dalam Peraturan Menteri (PM) 118/2018 dan PM 12/2019 yang mengatur transportasi roda dua. 

    Maxim mendorong agar regulasi ke depan lebih jelas dalam mengatur status kemitraan guna memberikan kepastian hukum bagi semua pihak.  

    “Mengenai tarif roda empat, pada saat ini ketidak seragaman tarif untuk roda empat atau angkutan sewa khusus menimbulkan ketidakpastian bagi mitra dan aplikator,” kata Dwi. 

    Saat ini, lanjutnya, sembilan daerah telah mengeluarkan aturan tarif dasar yang berbeda-beda. Maxim mengusulkan agar regulasi tarif layanan roda empat disentralisasi oleh pemerintah pusat guna menghindari disparitas antarwilayah.  

    Maxim juga mengusulkan pembentukan badan atau organisasi independen yang memiliki mandat khusus dalam mengatur, mengawasi, dan memberikan solusi bagi transportasi berbasis aplikasi. Badan ini diharapkan dapat meningkatkan koordinasi dan menghindari tumpang tindih kebijakan antar kementerian dan lembaga.

  • Potongan Ojol Buat Gojek-Grab Naik Terus, DPR Minta Turun Jadi Segini

    Potongan Ojol Buat Gojek-Grab Naik Terus, DPR Minta Turun Jadi Segini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Jatah potongan aplikator untuk pekerja ojek online (ojol) yang mencapai 20% diminta untuk turun hingga 10%. Hal ini diungkapkan Anggota Komisi V DPR Adian Napitupulu dalam RDPU dengan sejumlah perusahaan ojol pada Rabu (5/3/2025).

    Ia menegaskan bahwa aplikator berbeda dengan perusahaan transportasi offline. Pasalnya, pemain ride-hailing tidak bertanggung jawab terkait masalah yang dialami driver ojol..

    “Dulu banyak sekali R4 (roda empat) dan R2 (roda dua) yang ditangkap di bandara. Ditangkap di bandara Soekarno Hatta, di Halim, Adi Sucipto, di Surabaya dan sebagainya. Lalu saya mendatangi mereka. Kalau di Soekarno-Hatta itu lebih keras lagi tuh. Mereka ditangkap, ditahan 6 jam, disuruh push-up. Sampai akhirnya saya telepon Dirut Angkasapura 2 kalau tidak salah dan saya bacakan pasal bahwa itu termasuk pasal penyanderaan” jelas Adian.

    “Yang menarik adalah pihak aplikator enggak peduli peristiwa itu terjadi. Mereka tidak peduli sopirnya ditangkap, disuruh push-up di beberapa tempat, dipukuli dan sebagainya, mereka enggak peduli. Mereka enggak peduli mobilnya rusak. Mereka tidak peduli SIM-nya habis. Mereka tidak peduli olinya kurang. Mereka tidak peduli apapun yang terjadi di jalanan,” kata dia menambahkan.

    Hal ini berbeda dengan perusahaan tansportasi offline. Mereka akan mengurus sopir, mulai dari kendaraan yang digunakan hingga masalah yang dialami di lapangan.

    Namun, ternyata keuntungan para aplikator terus bertambah seiring berjalannya waktu. Adian mencatat perusahaan ojol mengantongi 10% yang kemudian bertambah terus hingga 20% bahkan lebih.

    Dia mendesak tarif itu diturunkan kembali menjadi 10%. Sebab, para apliktor tidak punya tanggung jawab apapun, termasuk menyiapkan pool, montir, hingga mengurus saat driver bermasalah.

    “Engga ngurus ketangkap, enggak apa-apa segala macam tiba-tiba dapat 20%,” ucapnya.

    Jika hal tersebut tidak diatur, Adian menilai akan membuat perlakuan tidak adil pada perusahaan angkutan lain. Dia menambahkan jangan sampai penindasan kepada supir terus berlangsung.

    “Kalau kita tidak atur ini percayalah kita baik pada mereka tapi berlaku tidak adil pada perusahaan angkutan yang lain,” tutur Adian.

    (fab/fab)

  • Supir dan Ojek Online Harus Dengarkan Cuap-cuap Adian Napitupulu Omeli Gojek, Grab dan Maxim

    Supir dan Ojek Online Harus Dengarkan Cuap-cuap Adian Napitupulu Omeli Gojek, Grab dan Maxim

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Anggota Komisi V DPR RI Adian Napitupulu mengkritik soal tarif pemotongan biaya aplikasi. Di mana dalam Keputusan Menteri Perhubungan Kepmenhub KP Nomor 1001 tahun 2022 regulasinya potongan biaya aplikasi maksimal 20 persen.

    “Dulu kalau kita tidak salah sempat 10 persen ya jatah aplikator. Dan dia naik terus 10, 15, hingga 20. Dalam praktiknya (bahkan) di atas 20 persen,” tegas Adian di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (5/3/2025).

    Hal tersebut dipaparkan Adian dalam rapat dengar pendapat umum Komisi V DPR RI dengan PT. Goto Gojek Tokopedia, PT. Grab Teknologi Indonesia dan PT. Teknologi Perdana Indonesia (Maxim Indonesia) terkait pembahasan dan mendengarkan masukan terkait penyusunan RUU tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

    Politikus PDIP ini menekankan jumlah tersebut sangat tidak adil. faktanya, para aplikator sama sekali tidak peduli terhadap keadaan para supir maupun kendaraan jasa angkutan umum berbasis online tersebut.

    “Dulu banyak sekali supir roda empat dan roda dua ditangkap di bandara. Soekarno Hatta, Halim dan sebagainya. kalau di Soetta itu lebih keras lagi. Mereka ditangkap, ditahan 6 jam disuruh push up. Sampai akhirnya saya telpon Dirut Angkasa Pura II kalau tak salah, dan saya bacakan pasal penyanderaan,” ungkap Adian.

    Yang menarik kata Adian adalah pihak aplikator tidak peduli supirnya ditangkap, disuruh push-up, dipukuli dan sebagainya.

    “Mereka tidak peduli mobilnya rusak, Simnya habis. mereka tak peduli olinya kurang, apapun yang terjadi di jalanan. Hal yang tak terjadi pada perusahaan angkutan yang lain. Taksi-taksi yang offline itu dia urus pullnya, olinya, tabrakan dia bertanggung jawab. Supirnya ditangkap dia urus ke polisi dan sebagainya,” ungkapnya.

  • DPR Sebut Potongan Aplikasi Ojol 30 Persen Rugikan Pengemudi – Halaman all

    DPR Sebut Potongan Aplikasi Ojol 30 Persen Rugikan Pengemudi – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM JAKARTA – Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Edi Purwanto mengatakan potongan aplikasi hingga 30 persen bagi mitra pengemudi ojek online (ojol) sangat merugikan pengemudi.

    Hal ini disampaikan Edi dalam rapat Komisi V DPR dengan pihak Gojek, Grab, dan Maxim terkait revisi Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).

    Menurut Edi, beberapa pengemudi ojol sudah mengeluhkan kepadanya mengenai potongan aplikasi hingga 30 persen ini.

    “Saya alami sendiri, ini saya dari Pondok Ranji ke DPR Rp 194.742, lalu yang sopirnya itu hanya menerima Rp 143.221. Jadi potongannya itu Rp 51.521 atau setara dengan 26,5 persen. Ini jelas melanggar,” kata Edi di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (5/3/2025).

    Edi menjelaskan, berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 667 Tahun 2022, potongan maksimal oleh aplikator ditetapkan sebesar 15 persen.

    Namun, aturan tersebut direvisi melalui KP 1001 Tahun 2022 menjadi 20 persen.

    Meski demikian, potongan yang lebih besar dari ketentuan tersebut masih terjadi.

    Kondisi tadi tentu melanggar, akan tetapi memang landasan hukum kita yang memang ambigu, sehingga tindakan negara masih multitafsir dan tidak tegas.

    Begitu, ini yang kita dorong,” ujar Edi.

    Edi juga mengingatkan para penyedia layanan transportasi daring agar tidak semata-mata berorientasi pada keuntungan.

    Edi tetap mengapresiasi peran aplikator dalam membantu masyarakat, namun dia mendorong perlunya perbaikan sistem demi kesejahteraan para pengemudi.

    “Mudah-mudahan dengan revisi undang-undang ini ada jalannya untuk kita melakukan perubahan sehingga mampu memproteksi pengusaha sopir dan penumpang,” ucap Edi.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Aturan THR Ojol Siap Terbit, Menaker Minta Grab-GoTo Kasih Uang Tunai

    Aturan THR Ojol Siap Terbit, Menaker Minta Grab-GoTo Kasih Uang Tunai

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah serius menggodok aturan pemberian tunjangan hari raya (THR) untuk pekerja ojek online (ojol). Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengungkapkan bahwa tidak lama lagi regulasi mengenai THR untuk ojol bakal keluar. Saat ini sedang dalam bahasan mengenai besarannya berdasarkan berbagai faktor.

    “Jadi saya optimis tidak lama lagi itu kita akan selesai, Itu bagian dari yang sedang kita bahas sekarang. Jadi mencari formula yang kemudian bisa meng-cover kompleksitas tadi. Jadi kompleksitasnya itu dari jenis angkutannya, layanannya, jam kerjanya. Ini yang kemudian butuh waktu untuk kita keluar dengan sebuah formula,” katanya di kantor Kemnaker, Rabu (5/3/2025).

    Adapun pemerintah meminta THR-nya dalam bentuk uang tunai. Hal ini berbeda dengan sebelumnya dimana manajemen atau aplikator lebih memilih untuk memberikan kebutuhan pokok.

    “Ini yang kemudian terkait dengan formula yang kita butuh waktu melihat kompleksitas tadi. Kita mintanya nanti adalah dalam bentuk uang tunai. Yang namanya terkait dengan hari raya kita kejar, kita punya target waktu,” sebut Yassierli.

    Di luar dugaan, bukannya justru menolak, namun Ia mengklaim pengusaha justru menerima usulan tersebut, bahkan sudah ada diskusi yang cair antara pemerintah dan pengusaha dalam pembayarannya.

    “Jadi ini masih proses. Beberapa pengusaha responnya siap, buktinya beberapa kali kami diskusi ada kontennya, menurut saya terjadi diskusi. Jadi bukan kekeuh-kekeuhan, tapi kemudian mencoba saling memahami,” sebutnya.

    Dalam menghasilkan keputusan tersebut, Yassierli mengklaim untuk lebih mengutamakan dialog, sehingga keputusannya merupakan hasil dari sebuah musyawarah. Saat ini tengah dalam tahap solusi final.

    “Kita bisa saja Memaksakan satu sisi, tapi sekali lagi yang kita utamakan itu adalah Dialog Dan kami dari pemerintah Dari kementerian ketenangan kerjaan Mau rapat yang kesekian-kesekian Kita siap, tapi kita tentu punya batas waktu,” sebutnya.

    Sementara itu Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenzer Gerungan atau Noel mengakui bahwa selama 10 tahun terakhir atau di zaman Jokowi tidak ada THR.

    “Gebrakan baru lah ya, bayangkan 10 tahun THR tidak ada untuk aplikator, seandainya berhasil baru di eranya pak Prabowo, menterinya pak Yassierli dan wamennya saya tuh THR buat ojol, ini gebrakan luar biasa,” ujar Noel.

    (fab/fab)

  • Investor Grab-GoTo Ketahuan Pinjam Uang Rp 263 Triliun Buat Ini

    Investor Grab-GoTo Ketahuan Pinjam Uang Rp 263 Triliun Buat Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – CEO SoftBank Group Masayoshi Son berencana meminjam uang senilai US$16 miliar (Rp263 triliun) untuk berinvestasi di sektor kecerdasan buatan (AI). Hal tersebut diungkap eksekutif perusahaan ke pihak bank pada pekan lalu, menurut laporan The Information, berdasarkan beberapa sumber dalam.

    Investor teknologi asal Jepang tersebut juga akan meminjam dana tambahan sebesar US$8 miliar (Rp131 triliun) pada awal 2026 mendatang, menurut laporan The Information, dikutip dari Reuters, Senin (3/3/2025).

    Pada Januari lalu, Reuters melaporkan SoftBank sedang dalam diskusi untuk menambah investasi senilai US$25 miliar ke OpenAI, perusahaan di balik layanan populer ChatGPT. Investasi itu di luar komitmen SoftBank senilai US$15 miliar untuk Stargate.

    Laporan The Information sebelumnya menyebut SoftBank berencana menginvestasikan total US$40 miliar ke Stargate dan OpenAI. Untuk itu, SoftBank sudah mulai berdiskusi untuk meminjam dana senilai US$18,5 miliar, dibekingi aset publik perusahaan.

    Stargate merupakan joint venture yang dibentuk Oracle, OpenAI dan SoftBank. Lembaga itu berencana mengumpulkan US$500 miliar (Rp8.240 triliun) untuk membantu AS mengalahkan China dalam dominasi AI.

    Presiden Donald Trump secara langsung mengumumkan pembentukan Stargate di Gedung Putih pada Januari lalu. Namun, Elon Musk sempat sesumbar bahwa Trump telah tertipu. Pasalnya, Son dkk tak memiliki uang untuk Stargate.

    Sejak awal booming teknologi AI, Son menjadi salah satu figur publik yang blak-blakan mendukung adopsi teknologi canggih tersebut. Ia juga menilai AI akan lebih banyak membawa manfaat ketimbang risiko, seperti yang dikhawatirkan banyak pihak.

    SoftBank sendiri diketahui sebagai salah satu perusahaan modal ventura kawakan yang banyak mendanai startup-startup kawakan, termasuk GoJek dan Grab yang populer di Indonesia.

    (fab/fab)

  • Ramadan Dimulai, Begini Update Nasib THR Driver Ojol dari Kemnaker

    Ramadan Dimulai, Begini Update Nasib THR Driver Ojol dari Kemnaker

    Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia telah memasuki bulan suci Ramadan. Jika pekerja mendapatkan tunjangan hari raya (THR), para pengemudi online meminta hal serupa. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) pun memberikan kabar baik kepada para mitra pengemudi online.

    Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker, Indah Anggoro Putri mengatakan, pemerintah akan mengimbau para perusahaan aplikator digital untuk memberikan tunjangan atau bantuan hari raya bagi para mitra pengemudi.

    “Pemerintah menyambut Hari Raya Keagamaan tahun ini komit untuk memberikan sesuatu bagi para platform digital workers sebagai journey kita untuk mewujudkan kebijakan perlindungan bagi para platform digital workers,” ujarnya, dikutip, Sabtu (1/3/2025).

    Namun, Ia mengaku pihaknya masih mengkaji formula yang ideal dalam memberikan bantuan hari raya bagi mitra pengemudi. Sebab, belum ada data yang jelas dalam mengklasifikasi mitra yang aktif dan yang tidak. “Makanya ini belum di titik temunya nanti kita cari,” sebutnya.

    Pemberian tunjangan keagamaan bagi para pengemudi online, pemerintah akan memberikan dukungan dalam bentuk Surat Edaran (SE) yang bersifat imbauan untuk para perusahaan aplikator digital. SE tersebut akan keluar pekan depan.

    “Namanya (apakah Tunjangan Hari Raya atau Bantuan Hari Raya) masih dipikirkan. Kan ada istilah apalah artis buat nama. Kalau ini berarti banget. Lagi kita pikirkan,” ungkapnya.

    Indah menekankan, pemerintah serius untuk mendukung pemberian bantuan tersebut. “Makanya kami juga imbau agar mitra-mitra, stakeholders, dan juga kementerian lain yang memang memiliki data atau akses kepada jenis pekerjaan ini. Kita perkuat lah sharing data,” imbuhnya.

    Indah menambahkan, data yang akurat menjadi kendala. Sebab, besaran bantuan bagi mitra pengemudi aktif akan berbeda dengan mitra pekerja sampingan.

    “Kalau di kami 9,1 juta. Untuk semua ya. Tapi kan itu ada yang aktif dan tidak aktif. Nah, makanya ini yang sedang kami telusuri. Berapa yang aktif, berapa yang tidak aktif. Berarti nanti kalau yang akan dikasih itu hanya untuk yang memang pure jadi ojol, atau yang memang udah sampingan, kayak kantoran. Nah, itu dia lagi kita pikirkan kan. Bisa jadi semua, bisa jadi enggak,” jelasnya.

    Hingga saat ini, perusahaan aplikator digital dan pemerintah terus membangun komunikasi untuk menentukan formula besaran bantuan tersebut.

    “Cuma formula dan berapanya ini agak sulit. Ya, karena tadi itu jumlah angkanya belum ada data yang pasti. Kedua, ada yang aktif dan tidak aktif. Ini formulanya berapa dan bagaimana, Besaran mana sih besaran aktif atau tidak aktif, Ini kan juga menjadi hal yang harus didiskusikan. Jadi nanti kita omongin minggu depan ya,” pungkasnya.

    Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) dalam pertemuan dengan Kemnaker di pekan ini menyatakan akan tetap mengawal aturan Menaker terkait THR untuk ojol, taksol dan kurir.

    Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati menyampaikan, pihaknya mendesak pemerintah agar perusahaan platform wajib membayarkan THR dalam bentuk tunai, bukan berupa barang atau bingkisan lebaran. Selain itu THR ini bersifat wajib dibayarkan perusahaan platform kepada para pekerjanya yaitu pengemudi ojol, taksol dan kurir.

    “Kami menolak THR yang hanya sekedar imbauan. Kami juga menolak THR dalam istilah yang lain seperti Bantuan Hari Raya (BHR), Tali Kasih Hari Raya dan istilah lainnya yang menjadi alasan platform untuk menghindar dari kewajiban THR,” sebutnya.

    Menurutnya, THR merupakan hak mereka sebagai pekerja, bukan mitra. Apalagi di saat harga barang-barang kebutuhan yang sudah naik saat ini, THR sangat membantu dalam mempersiapkan kebutuhan menjelang Hari Raya seperti kebutuhan pokok dan biaya mudik.

    Ia mengungkapkan, pengemudi yang aktif maupun tidak, termasuk yang sudah dipecat atau PHK, istilahnya Putus Mitra (PM), mereka semua berhak mendapatkan THR.

    Perlu dicatat, ungkapnya, bahwa pengemudi yang putus mitra tidak mendapatkan pesangon seperti aturan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Bahkan sebaliknya, uang yang masih mengendap di saldo aplikasi pengemudi, otomatis hangus diambil platform dengan alasan denda.

    Tentu praktik seperti itu sangat tidak adil dan merugikan pengemudi ojol, taksol dan kurir.

    Demikian juga dengan pengemudi yang tidak aktif juga berhak atas THR. Karena selama ini mereka mengklaim sudah bekerja bagi platform dan sudah membeli atribut yang dijual platform seperti helm, jaket dan tas barang.

    “Maka kami tegaskan bahwa platform seperti Gojek, Grab, Maxim, Lalamove, Shopee Food, InDrive, Borzo, Deliveree dan lainnya wajib mematuhi hukum ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia dan wajib membayar THR,” pungkasnya.

    (luc/luc)