Perusahaan: Google

  • Gen AI di Smartphone Melejit, 2028 HP Rp 1 Jutaan Sudah Punya Fitur AI

    Gen AI di Smartphone Melejit, 2028 HP Rp 1 Jutaan Sudah Punya Fitur AI

    Jakarta

    Teknologi Generative AI (Gen AI) di smartphone berkembang jauh lebih cepat dari prediksi awal. Riset terbaru Counterpoint mengungkapkan bahwa dalam empat tahun ke depan, fitur Gen AI tidak lagi eksklusif untuk ponsel flagship. Bahkan, mulai 2028 smartphone seharga Rp 1 jutaan (di bawah USD 100) diperkirakan sudah dibekali fitur AI canggih yang saat ini hanya ada di kelas atas.

    Hal tersebut tertuang dalam riset terbaru Counterpoint bertajuk Tren AI & Indonesia
    Smartphone Market Overview. Menurut Ridwan Kusuma, Research Associate Counterpoint, dunia kini memasuki fase baru di mana kemampuan AI pada ponsel meningkat secara masif berkat perpaduan on-device AI dan cloud AI.

    Lebih lanjut Ridwan menjelaskan bahwa AI bukanlah teknologi baru, namun skala dan kemampuannya berbeda jauh dengan era 2024 ke atas.

    “Investasi AI kini mencapai ribuan triliun rupiah secara global. Kita berada di era Gen AI, dengan model yang dilatih miliaran data dan mampu memahami bahasa, gambar, video, serta konteks personal pengguna,” ujarnya di acara Indonesia Gadget Awards 2025 yang digelar Gizmologi dan Gadgetdiva di Jakarta, Kamis malam (13/11/2025).

    Kapabilitas Gen AI mencakup:

    Text understanding dan text summarization,Image/video generation,Live translation,Pembuatan emoji atau avatar kustom,Personalisasi pengalaman sesuai perilaku pengguna,AI assistant seperti Gemini dan Apple Intelligence.

    “Tipe kemampuan seperti ini belum ada di smartphone keluaran 2018 ke bawah,” tambah Ridwan.

    Penggunaan fitur AI di smartphone Foto: Adi Fida Rahman/detikINETFitur Gen AI Masuk Semua Segmen Harga

    Counterpoint mencatat pergeseran signifikan dalam distribusi smartphone AI di dunia:

    2023 – Gen AI hanya ada di smartphone premium (>USD 400).2024-2025 – mulai hadir di kelas mid-range (USD 200-399).2028 (forecast) – smartphone di bawah USD 100 sudah akan memiliki fitur AI generatif.

    Pendorong utama fenomena ini adalah perkembangan cloud AI yang mampu menurunkan biaya komputasi di smartphone. Dengan beban pemrosesan yang dipindahkan ke cloud, produsen dapat menghadirkan fitur AI canggih meski chipset perangkatnya tidak terlalu mahal.

    “Cloud AI menurunkan cost di perangkat, tapi memberikan kapabilitas besar,” jelas Ridwan.

    Dalam grafik riset Counterpoint menunjukkan kompetisi yang semakin ketat di antara pemain besar seperti Apple, Samsung, Xiaomi, Oppo, vivo, Honor, Huawei, realme, OnePlus, dan Google.

    Tren hingga 2029 memprediksi Apple dan Google tetap dominan berkat integrasi software-hardware yang kuat, sementaraSamsung tumbuh signifikan melalui ekosistem Galaxy AI.Xiaomi, Oppo, Vivo, Realme, dan Honor memperluas fitur AI ke segmen menengah.

    “Adopsi Gen AI menjadi standar wajib di hampir seluruh lini smartphone global,” ujar Ridwan.

    Grafik implementasi AI di smartphone Foto: CounterpointNegara Berkembang Jadi Pasar Paling Antusias

    Survei global Counterpoint menunjukkan bahwa pengguna memilih smartphone berbasis Gen AI karena beberapa alasan utama:

    Meningkatkan efisiensi (58%),Menghasilkan konten berkualitas tinggi,Mengoptimalkan pengalaman penggunaan,Membantu mengambil keputusan,Memperbaiki kualitas foto dan video.

    Menariknya, tingkat antusiasme tertinggi justru datang dari negara berkembang.

    “Indonesia dan Thailand termasuk pasar yang paling terbuka dan cepat mengadopsi fitur Gen AI,” ungkap Ridwan. Pengguna di kawasan ini menganggap AI sebagai fitur yang benar-benar meningkatkan produktivitas dan hiburan.

    (afr/afr)

  • Transaksi Video Commerce Melonjak 90%, Penggerak E-Commerce RI

    Transaksi Video Commerce Melonjak 90%, Penggerak E-Commerce RI

    Bisnis.com, JAKARTA — Google mengungkap fitur video commerce menjadi motor penggerak pertumbuhan industri e-commerce pada tahun ini, dengan total transaksi yang terjadi melalui fitur tersebut meningkat 90% dibandingkan tahun lalu. 

    Google membaca pola bebelanja masyarakat bergeser dari yang awalnya hanya melihat katalis produk menjadi menonton video untuk mendapat informasi yang lebih lengkap.

    Country Director Google Indonesia, Veronica Utami mengatakan video commerce memberikan perubahan yang signifikan di e-commerce dan membuat transaksi menjadi lebih aktif. ”Video commerce sudah mendorong peningkatan masif dari tahun ke tahun dan mencapai angka fenomenal 2,6 miliar transaksi,” kata Veronica dilansir dari Antara, Jumat (14/11/2025).

    Veronica mengatakan transaksi melalui format video interaktif melonjak 90% dengan total mencapai 2,6 miliar transaksi dalam setahun terakhir sehingga menjadikan Indonesia pemimpin regional di Asia Tenggara untuk sektor ini. Dia menegaskan, fenomena ini menjadi bukti perubahan signifikan perilaku belanja masyarakat.

    Laporan “e-Conomy SEA 2025” menunjukkan pertumbuhan pendapatan digital di Asia Tenggara stabil di angka 15% per tahun, dengan e-commerce dan video commerce menjadi pendorong utama diversifikasi sumber pendapatan baru.

    Diketahui berbagai platform e-commerce saat ini telah memiliki video commerce. Shopee memiliki fitur Shopee Live untuk penjual dan pembeli melakukan interaksi langsung dalam format video.

    TikTok Shop dan Tokopedia juga memiliki live shopping di mana seller dapat mempromosikan produk mereka dan berinteraksi dengan lebih aktif. Lazada dan Blibli telah memungkinkan pengguna menonton dan langsung membeli produk yang sedang ditampilkan saat live streaming.

    Sebelumnya, nilai transaksi ekonomi digital atau gross merchandise value (GMV) di kawasan Asia Tenggara diperkirakan mencapai US$99 miliar atau sekitar Rp1.656 triliun (kurs Rp16.737 per dolar AS) pada 2025. 

    Proyeksi ini tercantum dalam laporan bertajuk e-Conomy SEA 2025 yang dirilis oleh Google, Temasek, dan Bain & Company. Laporan tersebut menunjukkan bahwa ekonomi digital Asia Tenggara terus tumbuh pesat dengan pertumbuhan dua digit setiap tahunnya, meski menghadapi tekanan makroekonomi global.

    GMV kawasan tercatat sebesar US$76 miliar atau sekitar Rp1.271 triliun pada 2023, kemudian naik 15% menjadi US$87 miliar atau sekitar Rp1.455 triliun pada 2024, dan kembali diproyeksikan meningkat 14% menjadi US$99 miliar atau sekitar Rp1.656 triliun pada 2025.

    Penambahan negara seperti Brunei, Kamboja, Laos, dan Myanmar dalam analisis terbaru menunjukkan kontribusi sekitar 2% terhadap total GMV regional.

    Sektor e-commerce tetap menjadi penyumbang terbesar dengan nilai GMV diperkirakan mencapai US$185 miliar atau sekitar Rp3.096 triliun pada 2025, naik dari US$181 miliar atau sekitar Rp3.029 triliun pada 2024.

    Sektor perjalanan (travel) dan pariwisata digital yang sempat tertekan akibat pandemi kini menunjukkan pemulihan kuat dengan GMV mencapai US$51 miliar atau sekitar Rp853 triliun, sementara transportasi dan layanan makanan digital menyumbang US$34 miliar atau sekitar Rp569 triliun.

    Adapun sektor media daring mencatat nilai transaksi sekitar US$31 miliar atau sekitar Rp519 triliun pada tahun yang sama.

    Dari sisi pendapatan (revenue), ekonomi digital Asia Tenggara juga menunjukkan tren positif. Total pendapatan tercatat sebesar US$76 miliar atau sekitar Rp1.271 triliun pada 2023, naik menjadi US$87 miliar atau sekitar Rp1.455 triliun pada 2024, dan diperkirakan mencapai US$100 miliar atau sekitar Rp1.674 triliun pada 2025.

    Pertumbuhan ini sejalan dengan peningkatan efisiensi monetisasi di berbagai platform digital, dari e-commerce hingga media daring, yang kini makin canggih berkat integrasi teknologi seperti kecerdasan buatan (AI).

  • Politisi PDIP, Ribka Tjiptaning Dilaporkan ke Bareskrim, Ini Awal Mulanya

    Politisi PDIP, Ribka Tjiptaning Dilaporkan ke Bareskrim, Ini Awal Mulanya

    Jakarta: Aliansi Rakyat Anti-Hoaks (ARAH) melaporkan politikus PDIP, Ribka Tjiptaning ke Bareskrim Polri, Rabu, 12 November 2025. Laporan itu berkaitan dengan pernyataan Ribka yang menyebut Presiden ke-2 RI, Soeharto, sebagai “pembunuh jutaan rakyat” dalam polemik pengusulan almarhum Soeharto menjadi pahlawan nasional.

    Koordinator ARAH, Muhammad Iqbal, menjelaskan bahwa laporan itu dibuat karena pernyataan Ribka dinilai menyesatkan dan berpotensi melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

    “Pernyataan itu lebih menjurus pada ujaran kebencian dan berita bohong, karena sampai hari ini tidak ditemukan putusan terkait yang menyatakan almarhum Soeharto membunuh jutaan rakyat,” ujar Iqbal di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu.

    Iqbal menyebut, pelaporan tersebut didasari video pernyataan Ribka yang beredar di berbagai platform media, termasuk TikTok dan pemberitaan sejumlah media nasional pada 28 Oktober 2025.

    Ia menegaskan, langkah ARAH tidak mewakili keluarga Cendana, melainkan atas nama masyarakat yang peduli terhadap kebenaran informasi publik. “Tidak (bukan keluarga Soeharto). Kami dari Aliansi Rakyat Anti-Hoaks,” tegas Iqbal.
     

    ARAH melaporkan Ribka dengan dugaan pelanggaran Pasal 28 juncto Pasal 45 UU ITE tentang penyebaran informasi bohong yang dapat menimbulkan kebencian atau permusuhan di masyarakat.
     
    Ucapan Ribka tentang Soeharto

    Sebelumnya, Ketua DPP PDIP, Ribka Tjiptaning menyampaikan penolakannya atas pengusulan nama Presiden ke-2 RI, Soeharto sebagai pahlawan nasional. 

    “Kalau pribadi (Soeharto dapat gelar pahlawan), oh saya menolak keras. Iya kan? Apa sih hebatnya si Soeharto itu sebagai pahlawan. Hanya membunuh jutaan rakyat Indonesia,” katanya. 

    Ia juga menyinggung soal dugaan pelanggaran HAM di era Soeharto.”Udahlah pelanggar HAM. Belum ada pelurusan sejarah, udahlah enggak pantas jadi pahlawan nasional,” ujar Ribka. 

    Jakarta: Aliansi Rakyat Anti-Hoaks (ARAH) melaporkan politikus PDIP, Ribka Tjiptaning ke Bareskrim Polri, Rabu, 12 November 2025. Laporan itu berkaitan dengan pernyataan Ribka yang menyebut Presiden ke-2 RI, Soeharto, sebagai “pembunuh jutaan rakyat” dalam polemik pengusulan almarhum Soeharto menjadi pahlawan nasional.
     
    Koordinator ARAH, Muhammad Iqbal, menjelaskan bahwa laporan itu dibuat karena pernyataan Ribka dinilai menyesatkan dan berpotensi melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
     
    “Pernyataan itu lebih menjurus pada ujaran kebencian dan berita bohong, karena sampai hari ini tidak ditemukan putusan terkait yang menyatakan almarhum Soeharto membunuh jutaan rakyat,” ujar Iqbal di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu.

    Iqbal menyebut, pelaporan tersebut didasari video pernyataan Ribka yang beredar di berbagai platform media, termasuk TikTok dan pemberitaan sejumlah media nasional pada 28 Oktober 2025.
     
    Ia menegaskan, langkah ARAH tidak mewakili keluarga Cendana, melainkan atas nama masyarakat yang peduli terhadap kebenaran informasi publik. “Tidak (bukan keluarga Soeharto). Kami dari Aliansi Rakyat Anti-Hoaks,” tegas Iqbal.
     

     
    ARAH melaporkan Ribka dengan dugaan pelanggaran Pasal 28 juncto Pasal 45 UU ITE tentang penyebaran informasi bohong yang dapat menimbulkan kebencian atau permusuhan di masyarakat.
     

    Ucapan Ribka tentang Soeharto

    Sebelumnya, Ketua DPP PDIP, Ribka Tjiptaning menyampaikan penolakannya atas pengusulan nama Presiden ke-2 RI, Soeharto sebagai pahlawan nasional. 
     
    “Kalau pribadi (Soeharto dapat gelar pahlawan), oh saya menolak keras. Iya kan? Apa sih hebatnya si Soeharto itu sebagai pahlawan. Hanya membunuh jutaan rakyat Indonesia,” katanya. 
     
    Ia juga menyinggung soal dugaan pelanggaran HAM di era Soeharto.”Udahlah pelanggar HAM. Belum ada pelurusan sejarah, udahlah enggak pantas jadi pahlawan nasional,” ujar Ribka. 
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (PRI)

  • ​Revisi UU Penyiaran Mengedepankan Keadilan bagi Industri Media

    ​Revisi UU Penyiaran Mengedepankan Keadilan bagi Industri Media

    Jakarta: Anggota Komisi I DPR RI, Amelia Anggraini, menekankan pentingnya revisi UU No. 32/2002 tentang Penyiaran. Salah satu yang menjadi perhatian ialah agar tercipta regulasi yang adil terhadap semua pelaku media, baik konvensional maupun digital.

    “Salah satu semangat utamanya adalah menutup kesenjangan regulasi agar konten pada platform OTT (over the top) maupun UGC (user generated content) tunduk pada pedoman yang sejalan dengan roh P3SPS yakni proporsional, terukur, dan tidak mematikan inovasi. Prinsipnya sederhana, satu publik, satu standar perlindungan,” jelas Amelia.

    Pandangan itu disampaikan Amelia saat menyampaikan keynote speech pada Sekolah P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) Angkatan LIV bertajuk ‘Mewujudkan Siaran yang Melindungi Publik’, di Kantor KPI Pusat, Rabu 12 November 2025.

    Menurut Amelia, terjadinya perubahan lanskap media yang cepat membuat batas antara siaran linear dan konten daring semakin tipis dengan tantangan yang semakin berlapis. 

    Ia juga mecontohkan negara yang sudah menerapkan pengaturan terkait penyiaran melalui media digital antara lain Uni Eropa dengan Audiovisual Media Service Directive (AVMSD) dan Digital Service Act (DSA), Inggris Raya dengan Online Safety Act, Kanada dengan Online Streaming Act, serta Australia dengan eSafety (Safety by Design).

    “Indonesia punya kekuatan rujukan sendiri yaitu P3SPS dan KPI, yang apabila dikontekstualkan ke ranah digital akan menjadi model Asia yang berakar pada nilai-nilai kita, yakni keberagaman, kesantunan atau kesopanan, dan tanggung jawab sosial,” jelas Amelia.

    Adanya Sekolah P3SPS, kata Amelia, dapat menjadi pagar moral, standar profesional, dan kontrak sosial antara industri dan masyarakat.
     

    Amelia menyampaikan tiga hal yang bisa dijadikan kompas arah mutu siaran. Pertama, kualitas merupakan amanah publik, yang berarti bahwa kualitas siaran tidak lahir dari sensor, melainkan dari tanggung jawab editorial. 

    Kedua, kesetaraan standar lintas platform, yang juga berarti kesetaraan beban tanggung jawab bagi semua platform penyiaran. Terakhir, ruang aman untuk inovasi yang bertanggungjawab. Hal ini berarti bahwa kebebasan, bisa bekerja optimal bila ada pedoman atau rambu-rambunya.

    Amelia menyerukan seluruh pemangku kepentingan berperan penting dalam mewujudkan siaran yang melindungi publik. Sementara industri penyiaran juga diharapkan menjadikan P3SPS bukan sekadar kewajiban, melainkan keunggulan kompetitif dengan mengintegrasikan etika ke dalam proses produksi dan pengawasan mutu. 

    Adapun para kreator dan pemengaruh diminta menjaga tanggung jawab digital dengan mengutamakan akurasi dibanding sensasi. Ia juga meminta akademisi dan KPID untuk terus memperkuat riset berbasis bukti guna mendukung kebijakan yang tepat sasaran.

    Dalam kesempatan ini, Amelia meminta KPI untuk terus melanjutkan kegiatan Sekolah P3SPS. Menurutnya, sekolah ini dapat menjadi motor perubahan dan kolaborasi lintas sektor.

    “Siaran yang melindungi publik bukan tujuan akhir, tapi jalan panjang menuju peradaban informasi yang dewasa. Di jalan itu, P3SPS adalah kompasnya, KPI adalah penjaganya, DPR adalah pengawal regulasinya, dan insan penyiaran adalah penggerak utamanya. Mari kita jaga kompas itu bersama-sama dengan integritas, profesionalisme, dan keberpihakan pada publik,” tukasnya.

    Jakarta: Anggota Komisi I DPR RI, Amelia Anggraini, menekankan pentingnya revisi UU No. 32/2002 tentang Penyiaran. Salah satu yang menjadi perhatian ialah agar tercipta regulasi yang adil terhadap semua pelaku media, baik konvensional maupun digital.
     
    “Salah satu semangat utamanya adalah menutup kesenjangan regulasi agar konten pada platform OTT (over the top) maupun UGC (user generated content) tunduk pada pedoman yang sejalan dengan roh P3SPS yakni proporsional, terukur, dan tidak mematikan inovasi. Prinsipnya sederhana, satu publik, satu standar perlindungan,” jelas Amelia.
     
    Pandangan itu disampaikan Amelia saat menyampaikan keynote speech pada Sekolah P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) Angkatan LIV bertajuk ‘Mewujudkan Siaran yang Melindungi Publik’, di Kantor KPI Pusat, Rabu 12 November 2025.

    Menurut Amelia, terjadinya perubahan lanskap media yang cepat membuat batas antara siaran linear dan konten daring semakin tipis dengan tantangan yang semakin berlapis. 
     
    Ia juga mecontohkan negara yang sudah menerapkan pengaturan terkait penyiaran melalui media digital antara lain Uni Eropa dengan Audiovisual Media Service Directive (AVMSD) dan Digital Service Act (DSA), Inggris Raya dengan Online Safety Act, Kanada dengan Online Streaming Act, serta Australia dengan eSafety (Safety by Design).
     
    “Indonesia punya kekuatan rujukan sendiri yaitu P3SPS dan KPI, yang apabila dikontekstualkan ke ranah digital akan menjadi model Asia yang berakar pada nilai-nilai kita, yakni keberagaman, kesantunan atau kesopanan, dan tanggung jawab sosial,” jelas Amelia.
     
    Adanya Sekolah P3SPS, kata Amelia, dapat menjadi pagar moral, standar profesional, dan kontrak sosial antara industri dan masyarakat.
     

     
    Amelia menyampaikan tiga hal yang bisa dijadikan kompas arah mutu siaran. Pertama, kualitas merupakan amanah publik, yang berarti bahwa kualitas siaran tidak lahir dari sensor, melainkan dari tanggung jawab editorial. 
     
    Kedua, kesetaraan standar lintas platform, yang juga berarti kesetaraan beban tanggung jawab bagi semua platform penyiaran. Terakhir, ruang aman untuk inovasi yang bertanggungjawab. Hal ini berarti bahwa kebebasan, bisa bekerja optimal bila ada pedoman atau rambu-rambunya.
     
    Amelia menyerukan seluruh pemangku kepentingan berperan penting dalam mewujudkan siaran yang melindungi publik. Sementara industri penyiaran juga diharapkan menjadikan P3SPS bukan sekadar kewajiban, melainkan keunggulan kompetitif dengan mengintegrasikan etika ke dalam proses produksi dan pengawasan mutu. 
     
    Adapun para kreator dan pemengaruh diminta menjaga tanggung jawab digital dengan mengutamakan akurasi dibanding sensasi. Ia juga meminta akademisi dan KPID untuk terus memperkuat riset berbasis bukti guna mendukung kebijakan yang tepat sasaran.
     
    Dalam kesempatan ini, Amelia meminta KPI untuk terus melanjutkan kegiatan Sekolah P3SPS. Menurutnya, sekolah ini dapat menjadi motor perubahan dan kolaborasi lintas sektor.
     
    “Siaran yang melindungi publik bukan tujuan akhir, tapi jalan panjang menuju peradaban informasi yang dewasa. Di jalan itu, P3SPS adalah kompasnya, KPI adalah penjaganya, DPR adalah pengawal regulasinya, dan insan penyiaran adalah penggerak utamanya. Mari kita jaga kompas itu bersama-sama dengan integritas, profesionalisme, dan keberpihakan pada publik,” tukasnya.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (RUL)

  • HP Android Berubah Total Bikin Pengguna Marah, Google Buka Suara

    HP Android Berubah Total Bikin Pengguna Marah, Google Buka Suara

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pada akhir Agustus lalu, Google mengumumkan perubahan besar pada ekosistem aplikasi Android yang membuat banyak pengguna dan pengembang independen murka.

    Pasalnya, mulai tahun depan, Android akan memblokir kemampuan pengguna untuk menginstal aplikasi buatan pengembang yang tidak terverifikasi. Padahal, selama ini salah satu keuntungan sistem Android adalah memungkinkan instal aplikasi di luar toko resmi Play Store atau kerap diistilahkan ‘sideloading’.

    Setelah mendapat kritik keras dari pengguna dan pengembang, Google akhirnya mengumumkan konsesi besar melalui unggahan di blog resminya. Raksasa Mountain View tersebut mengatakan sedang membangun “alur lanjutan” baru yang akan memungkinkan “pengguna berpengalaman untuk menerima risiko menginstal software yang tidak terverifikasi.”

    Google mengatakan alur lanjutan baru ini ditujukan bagi para pengembang dan pengguna berpengalaman yang “memiliki toleransi risiko lebih tinggi dan menginginkan kemampuan untuk mengunduh aplikasi yang belum terverifikasi.”

    Perusahaan tersebut menyatakan bahwa mereka “merancang alur ini secara khusus untuk melawan paksaan” guna memastikan bahwa “pengguna tidak tertipu untuk melewati pemeriksaan keamanan saat berada di bawah tekanan penipu.”

    Alur ini akan mencakup “peringatan yang jelas” untuk memastikan bahwa pengguna “sepenuhnya memahami risiko yang ada” dengan menginstal aplikasi yang dibuat oleh pengembang yang belum terverifikasi. Pada akhirnya, pilihan untuk melakukannya tetap berada di tangan pengguna.

    Dikutip dari Android Authority, Kamis (13/11/2025), Google mengatakan sedang mengumpulkan masukan awal mengenai desain fitur ini dan akan membagikan detail lebih lanjut dalam beberapa bulan mendatang.

    Meskipun Google belum membagikan seperti apa alur baru ini, diharapkan akan lebih mudah dibandingkan menggunakan ADB (Android Debug Bridge) untuk memasang aplikasi.

    Sebelum pengumuman ini, satu-satunya metode yang diketahui memungkinkan bagi pengguna untuk memasang aplikasi dari pengembang yang tidak terverifikasi adalah menggunakan ADB, yang sederhana namun merepotkan.

    Tool seperti Shizuku sebenarnya bisa memasang aplikasi ADB tanpa menggunakan PC, tetapi siapa yang tahu berapa lama metode tersebut akan bertahan. Jadi, dengan pengumuman terbaru dari Google, pengguna tidak perlu lagi menggunakan metode rumit seperti itu untuk memasang software pilihan mereka.

    Google juga mengumumkan bahwa mereka mengajak para pengembang yang mendistribusikan aplikasi secara eksklusif di luar Play Store untuk bergabung dalam program akses awal verifikasi pengembang. Para pengembang dapat mendaftar di Konsol Pengembang Android untuk memverifikasi identitas mereka sebelum persyaratan verifikasi diberlakukan tahun depan.

    Undangan telah diluncurkan kepada para pengembang yang belum terverifikasi sejak 3 November. Sementara itu, pengembang yang mendistribusikan aplikasi melalui Play Store akan menerima undangan untuk mendaftar mulai 25 November 2025.

    Terakhir, unggahan blog Google menegaskan kembali alasannya menerapkan persyaratan verifikasi pengembang baru, yaknikeselamatan dan keamanan. Perusahaan ingin melindungi pengguna dari penipu, yang sering menggunakan taktik rekayasa sosial untuk mengelabui pengguna agar memasang perangkat lunak berbahaya dari luar toko aplikasi tepercaya.

    Postingan tersebut menyebutkan tren yang berkembang di Asia Tenggara, di mana penyerang menelepon korban dengan klaim rekening bank mereka telah dibobol, yang kemudian diarahkan untuk memasang “aplikasi verifikasi” berbahaya guna mengamankan dana mereka.

    Para penyerang kemudian mengarahkan korban untuk memberikan akses notifikasi kepada aplikasi berbahaya tersebut, yang memungkinkannya untuk mencegat kode otentikasi dua faktor dan informasi sensitif lainnya.

    Mewajibkan pengembang untuk memverifikasi identitas mereka akan mempersulit pelaku kejahatan siber untuk membuat aplikasi berbahaya baru setelah aplikasi sebelumnya dihapus. Hal ini karena pelaku kejahatan siber harus menggunakan identitas asli sebelum diizinkan mendistribusikan software, sehingga mempersulit mereka untuk meningkatkan skala serangan.

    Di sisi lain, penerapan persyaratan verifikasi meningkatkan hambatan masuk bagi para pengembang amatir dan pelajar, sehingga Google akan mengizinkan mereka membuat jenis akun khusus dengan persyaratan verifikasi yang lebih sedikit dan tanpa biaya pendaftaran sebesar US$25.

    Namun, jenis akun ini hanya dapat mendistribusikan aplikasi ke sejumlah perangkat terbatas, sehingga tidak dapat digunakan untuk menerbitkan aplikasi di toko aplikasi. Google menyatakan masih mengembangkan jenis akun ini dan sedang mempertimbangkan masukan dari komunitas untuk membantu membentuknya, sehingga berbagai hal dapat berubah sebelum persyaratan verifikasi berlaku.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Adopsi AI Indonesia Paling Tinggi, tapi Masih Jadi Konsumen

    Adopsi AI Indonesia Paling Tinggi, tapi Masih Jadi Konsumen

    Jakarta

    Indonesia menunjukkan lonjakan signifikan dalam adopsi kecerdasan buatan (AI). Ini terungkap berdasarkan laporan terbaru e-Conomy SEA 2025 yang dirilis hasil kolaborasi Google, Temasek, Bain & Company.

    Masifnya penggunaan teknologi AI ini membuat Indonesia berada pada posisi strategis sebagai pemimpin AI di kawasan Asia Tenggara.

    Country Director Google Indonesia, Veronica Utami mengungkapkan Indonesia termasuk ke dalam jajaran 20 besar negara tertinggi di dunia yang memanfaatkan Nano Banana dengan menghasilkan 18 juta image generation setiap harinya.

    “Minat dan adopsi AI yang sangat kuat dari konsumen juga mendorong momentum komersial dimana Indonesia menunjukkan momentum komersial terkuat untuk aplikasi AI di seluruh kawasan, dengan memimpin dalam pertumbuhan pendapatan aplikasi berbasis AI yang melonjak hingga 127% antara paruh pertama 2024 dan paruh pertama 2025, tertinggi di Asia Tenggara,” tutur Veronica di Kantor Google Indonesia, Jakarta, Kamis (13/11/2025).

    Lebih dari sekadar penggunaan harian, pemanfaatan teknologi teranyar ini terlihat di dunia kerja, yakni 79% pengguna aktif mempelajari dan meningkatkan keterampilan terkait AI.

    “Motivasi utama mereka adalah untuk meningkatkan efisiensi, menghemat waktu riset dan perbandingan (51%), mendapatkan rekomendasi yang lebih personal (35%), serta keamanan yang lebih baik (32%),” ucapnya.

    Meski momentum pengguna sangat kuat, laporan itu juga menyoroti tantangan yang masih dihadapi. Jumlah startup AI di Indonesia masih sekitar 45+ dan hanya menyumbang 4% dari total pendanaan untuk kawasan ASEAN-10, di mana angka itu jauh di bawah negara seperti Singapura (495+ startup) dan Malaysia (60+).

    “AI ini bukan sekedar fase teknologi, tetapi mentransformasi cara bisnis, cara kita beroperasi dan juga berkembang. Urgensinya bagi Indonesia itu jelas, kita harus secara strategis mengubah antusiasme dan keterbukaan pengguna dalam mengodopsi teknologi tersebut,” ungkap Veronica.

    Dalam laporan e-Conomy SEA 2025 ini menggarisbawahi urgensinya bahwa Indonesia perlu secara strategis mengubah antusiasme pengguna dan momentum pasar menjadi inovasi dalam negeri.

    Veronica mengungkapkan bahwa persoalan tersebut dapat diatasi dengan kolaborasi antara investor, pembuat kebijakan, dan pelaku bisnis untuk membangun infrastruktur, mengembangkan talenta, memastikan adopsi dan integrasi AI yang cerdas, serta memperkuat kepercayaan melalui tata kelola yang baik.

    “Indonesia berada pada posisi yang sangat kuat untuk mengamankan kepemimpinannya di masa depan Asia Tenggara yang digerakkan oleh AI,” ucapnya.

    (agt/rns)

  • Waspada Modus Penipu Curi Kartu Kredit, Jutaan Orang Jadi Korban

    Waspada Modus Penipu Curi Kartu Kredit, Jutaan Orang Jadi Korban

    Jakarta, CNBC Indonesia – Google menggugat sekelompok penjahat siber asing yang berada di balik operasi besar-besaran penipuan SMS (SMS phishing) atau yang dikenal dengan istilah “smishing.”

    Dalam gugatan yang diajukan, Google menyebut kelompok tersebut dikenal oleh para peneliti keamanan siber sebagai “Smishing Triad.”

    Organisasi ini, yang disebut Google berbasis di China, menggunakan perangkat phishing-as-a-service bernama “Lighthouse” untuk membuat dan melancarkan serangan melalui pesan teks palsu.

    Menurut Google, kelompok kejahatan ini telah menipu lebih dari satu juta korban di 120 negara.

    “Mereka memanfaatkan kepercayaan pengguna terhadap merek-merek ternama seperti E-ZPass, Layanan Pos AS (USPS), dan bahkan kami sendiri, Google,” kata Halimah DeLaine Prado, Penasihat Umum Google, dikutip dari CNBC Internasional, Kamis (13/11/2025).

    “Perangkat lunak ‘Lighthouse’ ini membuat berbagai template untuk menciptakan situs web palsu guna mencuri data pengguna,” imbuhnya.

    Google mengajukan gugatan berdasarkan Undang-Undang RICO (Racketeer Influenced and Corrupt Organizations Act), Undang-Undang Lanham, serta Undang-Undang Penipuan dan Penyalahgunaan Komputer (CFAA). Tujuan gugatan ini adalah untuk membongkar kelompok tersebut dan menonaktifkan platform Lighthouse.

    Pesan-pesan palsu itu biasanya berisi tautan berbahaya yang mengarahkan korban ke situs web tiruan untuk mencuri informasi finansial sensitif, termasuk nomor Jaminan Sosial, kredensial perbankan, dan data pribadi lainnya.

    Pesan tersebut sering kali muncul dalam bentuk peringatan penipuan palsu, pembaruan pengiriman, notifikasi biaya pemerintah yang belum dibayar, atau teks lain yang tampak mendesak.

    Masih menurut Google, kelompok kejahatan ini telah mencuri antara 12,7 juta hingga 115 juta kartu kredit hanya di Amerika Serikat (AS).

    “Tujuannya adalah mencegah penyebaran lebih lanjut, memberi efek jera bagi pelaku lain, serta melindungi pengguna dan merek yang disalahgunakan dalam situs palsu itu dari kerugian di masa depan,” ujar DeLaine Prado.

    Google menemukan lebih dari 100 template situs web yang dibuat oleh Lighthouse dengan meniru tampilan login Google untuk menipu korban agar percaya situs tersebut resmi.

    Penyelidikan internal dan eksternal juga menemukan sekitar 2.500 anggota sindikat berkomunikasi melalui kanal publik di Telegram untuk merekrut anggota baru, berbagi tips, serta menguji dan memelihara perangkat Lighthouse.

    DeLaine Prado menambahkan bahwa organisasi ini memiliki beberapa divisi, yakni kelompok data broker yang menyediakan daftar calon korban dan kontak, kelompok spammer yang mengirimkan pesan SMS, serta kelompok theft yang mengoordinasikan serangan menggunakan kredensial curian melalui kanal Telegram publik.

    Google menyatakan, perusahaan ini menjadi yang pertama di dunia yang mengambil langkah hukum terhadap penipuan berbasis SMS, sekaligus mendukung tiga rancangan undang-undang bipartisan di AS yang bertujuan memperkuat perlindungan terhadap penipuan dan serangan siber.

    “Gugatan ini hanyalah salah satu cara kami untuk menghentikan aksi tersebut, namun kami juga percaya aktivitas siber semacam ini membutuhkan pendekatan berbasis kebijakan,” jelas DeLaine Prado.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Laporan Baru: Investor Lebih Percaya Tanam Duit ke Startup Singapura

    Laporan Baru: Investor Lebih Percaya Tanam Duit ke Startup Singapura

    Jakarta, CNBC Indonesia – Banyak investor yang lebih percaya menanamkan investasi ke startup AI yang ada di Singapura. Ini terungkap dalam Laporan e-Conomy SEA 2025 dari Google, Temasek, Bain & Company.

    Dalam laporan itu, seluruh investor (100%) memperkirakan pendanaan akan meningkat di Singapura, baru diikuti Vietnam (79%) dan Malaysia (64%), sementara Indonesia hanya 50%.

    Aadarsh Baijal, Senior Partner Bain & Company, mengatakan banyak investor berpikir bisa menemukan startup AI dengan fokus global di Singapura. Sebab negara itu punya rekam jejak dan telah membangun ekosistemnya.

    “Jadi, sebagian alasannya adalah karena fokus saat ini adalah membangun startup AI yang berpotensi memiliki basis target global dengan AI sebagai intinya. Mereka memperkirakan sebagian besar startup jenis ini akan muncul di Singapura,” kata Aadarsh, melalui sambungan video conference, Kamis (13/11/2025).

    Menurut Aadarsh, pertumbuhan terbesar akan lebih banyak terlihat di pasar Singapura. Sementara untuk Indonesia, dia mengatakan banyak investor yang melihat pertumbuhan pendapatan berasal dari pasar terbesar yakni Indonesia.

    Diharapkan juga akan ada pergeseran. Jadi bukan hanya berfokus pada pasar global, namun juga lebih banyak keterlibatan dan nuansa lokal.

    “Oleh karena itu, saya berharap akan melihat lebih banyak pendanaan yang keluar dari Singapura dan masuk ke pasar-pasar tersebut, dan sebagian besar akan masuk ke pasar-pasar yang lebih besar seperti Indonesia,” jelasnya.

    Dalam laporan yang sama juga disebutkan jumlah startup AI di Singapura berkisar lebih dari 495 perusahaan. Jauh lebih banyak dibandingkan negara lain di Asia Tenggara, seperti 60 Malaysia, 45 di Indonesia, 20 di Thailand, Vietnam sebanyak 40, dan Fillipina.

    Terkait hal ini, Country Director Google indonesia Veronica Utami mengatakan ada banyak faktor yang ingin disoroti oleh laporan itu. Termasuk mendorong banyak pemain untuk berinovasi dan produksi.

    “Kedua, juga dari sisi, ini perbedaan yang saya rasa cukup besar antara startup AI dan startup teknologi konvensional. Startup AI membutuhkan daya komputasi dengan pemrosesan tinggi, yang berarti juga memerlukan capital expenditure (capex) yang besar. Dan itu berlaku terus-menerus. Jadi, mungkin hambatan untuk masuk (barrier to entry) memang lebih tinggi. Itu hanya hipotesis saya,” jelas Veronica.

    Laporan itu juga melihat jumlah pendanaan di Indonesia mengalami penurunan sejak 2021. Saat itu sebanyak 649 pendaan tercatat, sementara selama enam bulan pertama tahun 2025 hanya 20 dan menurun dari tengah tahun kedua 2024 sebanyak 22 pendanaan.

    Tren yang sama juga terjadi di seluruh Asia Tenggara. Pada 2021 tercatat 2.697 investasi, menurun hingga 191 investasi pada pertengahan tahun pertama 2025.

    Aadarsh mengatakan penurunan itu bisa juga karena investor mencari apa yang bisa didapatkan setelah berinvestasi. Hal ini membuat mereka berhati-hati, termasuk mungkin beralih ke sektor lain untuk berinvestasi.

    “tetapi akan datang dalam bentuk baru, seperti di bidang AI atau di beberapa sektor yang sedang berkembang,” dia menjelaskan.

    (hsy/hsy)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Warga RI Kecanduan Nano Banana, 18 Juta Gambar Per Hari Dibuat Pakai AI Gemini

    Warga RI Kecanduan Nano Banana, 18 Juta Gambar Per Hari Dibuat Pakai AI Gemini

    Jakarta

    Masyarakat Indonesia rupanya salah satu pengguna Nano Banana paling tinggi di dunia. Google mengungkapkan jumlah fantastis AI generatif yang bisa membuat dan mengedit foto melalui perintas teks (prompt).

    Country Director Google Indonesia, Veronica Utama, mengatakan bahwa Asia Tenggara menjadi kawasan yang paling besar dalam memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan ini.

    “Minat konsumen terhadap Ai di kawasan ini melampui batas, bahkan tiga kali lipat atau tiga kali lebih tinggi dari rata-rata global. Indonesia sendiri termasuk dalam 20 besar dunia untuk minat pada AI multimodal,” ujar Veronica di Kantor Google Indonesia, Jakarta, Kamis (13/11/2025).

    Ia pun mengungkapkan fakta mengejutkan terkait pengguna Nano Banana di Indonesia.

    “Teman-teman tahu Nano Banana? yaitu fungsi image generation di Gemini dari Google, di mana engagement konsumen Indonesia akan Nano Banana ini tinggi dan juga konsisten. Rata-rata jumlah gambar yang di-generate melalui Nano Banana itu 18 juta per hari di Indonesia,” tuturnya.

    Veronica yang mengungkapkan laporan e-Conomy SEA 2025 hasil kolaborasi Google, Temasek, dan Bain & Company, mengatakan minat masyarakat Indonesia terhadap AI sedang tinggi-tingginya.

    “Kalau kita lihat aplikasi-aplikasi yang memasarkan fitur AI mereka, Indonesia ini menunjukkan momentum komersial yang paling kuat karena kita memimpin dalam pertumbuhan pendapatan yang datang dari aplikasi dengan fitur AI sebesar 127% dair tahun ke tahun,” paparnya.

    Lebih lanjut, Veronica menambahkan, masyarakat Indonesia memang memperlihatkan interaksi harian dan juga tingkat kepercayaan yang sangat tinggi terhadap AI. Disampaikannya, hal ini menandakan ada kesiapan pasar yang juga luar biasa.

    “Sebanyak 80% pengguna AI itu menyatakan bahwa mereka menggunakan, berinteraksi dengan alat dan fitur AI setiap hari. Ini artinya kita peringkat kedua tertinggi di seluruh Asia Tenggara dan selisihnya pun sedikit Vietnam di 81%. Motivasi utamanya untuk menggunakan AI atau bahkan membayar fitur AI ini adalah efisiensi,” paparnya.

    Veronica mengatakan 51% pengguna menyebutkan pengguna Ai ini mengalami penghematan waktu, terutama pada proses research dan benchmarking.

    “Pengguna AI di lingkungan kerja juga sudah tinggi. Kalau kitalihat 79% dari tenaga kerja kita jgua sudah terlibat dalam pembelajaran dan juga peningkatan keterampilan AI. Bahkan, keikutsertaan untuk pelatihan yang berkaitan AI generatif sudah meningkat tiga kali lipat di Indonesia,” pungkasnya.

    (agt/rns)

  • Ekonomi Digital RI Diproyeksikan Tembus Rp 1.672 Triliun di 2025

    Ekonomi Digital RI Diproyeksikan Tembus Rp 1.672 Triliun di 2025

    Jakarta

    Ekonomi digital Indonesia diperkirakan menembus angka USD 100 miliar atau sekitar Rp 1.672 triliun (kurs USD 1 = Rp 16.727) pada 2025 menurut laporan terbaru Google, Temasek, dan Brain & Company. Dibandingkan di tahun sebelumnya, ada kenaikan USD 10 miliar.

    Dari laporan yang sama, kawasan Asia Tenggara tengah berlari menuju era baru ekonomi digital dengan total nilai transaksi bruto (GMV) regional yang diproyeksikan melampaui USD 300 miliar. Khusus untuk Indonesia menyumbang porsi terbesar dari pertumbuhan itu, terutama lewat e-commerce, jasa keuangan digital, dan teknologi kecerdasan buatan (AI).

    Country Director Google Indonesia, Veronica Utami, mengatakan seperti laporan sebelumnya, pada kali ini masih menyoroti enam sektor, yakni e-Commerce, Jasa Keuangan Digital (DFS), Transportasi dan Makanan, Media Online, Perjalanan, dan Sektor Baru.

    “Ekonomi digital Indonesia sendiri tumbuh sebesar 14% dibandingkan tahun lalu. Artinya, Indonesia masih tetap menjadi ekonomi digital paling besar di Asia Tenggara dan GMV-nya sekarang mencapai hampir USD 100 miliar,” ujar Veronica di Kantor Google Indonesia, Kamis (13/11/2025).

    Sektor e-commerce masih menjadi tulang punggung utama. Namun, tren baru yang mencuri perhatian adalah video commerce, di mana penjual memanfaatkan format video dan live streaming untuk berjualan.

    Laporan Google, Temasek, dan Bain & Company ini menyebut, jumlah penjual yang menggunakan video commerce melonjak 75% secara tahunan, mencapai sekitar 800 ribu akun. Sementara itu, volume transaksinya naik 90% menjadi 2,6 miliar transaksi. Kategori fashion dan aksesori menjadi yang paling banyak diminati dalam format jualan video ini.

    “Sektor e-Commerce tetap menjadi kontributor terbesar GMV di Indonesia, dan diproyeksikan tumbuh lebih dari 14% sehingga mencapai USD 71 miliar. Ini adalah akselerasi signifikan dari tahun ke tahun dibandingkan tahun sebelumnya dan ini didorong oleh pesatnya pertumbuhan video commerce,” tutur Veronica.

    Dari sektor Transportasi dan Makanan, dijelaskan juga menunjukkan momentum yang stabil dan kuat dengan pertumbuhan 13% dari tahun ke tahun dan mencapai USD 10 miliar di 2025.

    Veronica memaparkan sektor Media Online yang mencakup gaming, periklanan, musik, hingga video on demand yang sifatnya langganan menunjukkan tren pertumbuhan sebesar 16% dan mencapai USD 9 miliar.

    Kemudian, sektor layanan keuangan digital (DFS) mencatatkan pertumbuhan dua digit yang tinggi di semua segmen. Sistem pembayaran nasional seperti QRIS mendorong inklusi keuangan lebih luas, sementara bank digital terus memperluas basis nasabahnya di luar kota besar.

    “Kalau kita lihat ini sektor yang paling menonjol performanya, adalah pembayaran digital yang kita melihat skala yang sangat luar biasa besar,” ucapnya.
    Meski begitu, laporan juga mengingatkan bahwa pendanaan bagi startup digital di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, masih relatif tertinggal dibanding kawasan lain. Artinya, para pelaku industri masih perlu bersaing ketat dalam menarik investasi baru.

    Country Director Google Indonesia Veronica Utami Foto: Agus Tri Haryanto/detikINET

    Kendati begitu, yang paling menonjol, Indonesia kini masuk fase baru yang disebut laporan itu sebagai ‘AI reality’. Pendapatan dari aplikasi berfitur AI tumbuh hingga 127%, menunjukkan bahwa kecerdasan buatan mulai dimanfaatkan secara nyata dalam bisnis dan layanan digital.

    AI dinilai bisa menjadi penggerak utama gelombang ekonomi digital berikutnya, mulai dari otomatisasi UMKM, customer service berbasis bahasa Indonesia, hingga solusi kesehatan dan pendidikan digital.

    “Kita juga sudah melihat bangkitnya generasi baru startup yang berbasis AI di kawasan kita,” kata Veronica.

    Meski pertumbuhannya menjanjikan, laporan e-Conomy SEA juga menyoroti sejumlah tantangan klasik, di antaranya keterbatasan talenta digital dan data scientist, regulasi data dan keamanan siber yang belum seragam, serta infrastruktur internet di luar kota besar yang masih timpang. Tanpa pembenahan di tiga aspek ini, potensi pertumbuhan bisa melambat dalam beberapa tahun ke depan.

    Analis Bain & Company menilai, Indonesia kini berada di titik krusial. Kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan startup lokal perlu diperkuat agar momentum pertumbuhan tidak hanya cepat, tapi juga berkelanjutan.

    Dengan dukungan kebijakan, investasi infrastruktur digital, dan pengembangan talenta AI, Indonesia berpeluang menjadi pusat ekonomi digital terbesar di kawasan, bahkan menembus panggung global.

    (agt/rns)