Perusahaan: Google

  • Megathrust ‘Meledak’, Selatan Jawa Pernah Digulung Tsunami Raksasa

    Megathrust ‘Meledak’, Selatan Jawa Pernah Digulung Tsunami Raksasa

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sebagai negara yang berada di pertemuan tiga lempeng tektonik aktif dunia, yakni Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik, Indonesia memiliki tingkat kerawanan yang tinggi terhadap bencana gempa bumi dan tsunami, terutama di wilayah pesisir selatan Jawa. Namun, catatan sejarah mengenai peristiwa tsunami di wilayah ini masih sangat terbatas.

    “Artinya, kita bisa saja melewatkan ancaman besar yang pernah terjadi di masa lalu, sebagaimana kita lihat pada kasus tsunami raksasa Aceh 2004,” ungkap Periset Bidang Sedimentologi, Pusat Riset Kebencanaan Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Purna Sulastya Putra, dalam keterangan tertulis, Minggu (27/7/2025).

    Untuk mengisi kekosongan pengetahuan tersebut, tim BRIN melakukan riset paleotsunami, yaitu studi ilmiah untuk mendeteksi jejak tsunami purba berdasarkan data geologi melalui lapisan sedimen yang tersimpan di tanah dan batuan. Riset ini memungkinkan tim bisa memetakan peristiwa tsunami yang terjadi bahkan ribuan tahun lalu.

    Berdasarkan survei lapangan yang telah dilakukan sejak 2006 hingga 2024, tim mencatat adanya lapisan endapan tsunami purba, salah satunya diperkirakan berasal dari kejadian tsunami sekitar 1.800 tahun yang lalu. Endapan tersebut tersebar di wilayah selatan Jawa, seperti Lebak, Pangandaran, Kulon Progo, hingga Pacitan.

    Temuan endapan tsunami dengan umur yang sama di berbagai lokasi sepanjang selatan Jawa mengindikasikan bahwa peristiwa tersebut sangat besar (tsunami raksasa), kemungkinan merupakan akibat dari gempa megathrust bermagnitudo 9 atau lebih, seperti yang terjadi pada tsunami Aceh 2004.

    Untuk melengkapi temuan tersebut, pada Mei 2025, BRIN melanjutkan kegiatan survei di wilayah selatan Kulon Progo, Bantul, dan Gunung Kidul, dengan fokus pencarian jejak tsunami yang lebih muda usianya, karena secara hipotesis perulangan gempa besar dengan magnitudo >9.0 di selatan Jawa adalah sekitar 675 tahun sekali.

    Foto: Titik lokasi pusat megathrust. (Dok. Google Maps)
    Titik lokasi pusat megathrust. (Dok. Google Maps)

    “Metode yang digunakan adalah pemboran tangan, trenching atau pembuatan kolam paritan, dan pemetaan LiDAR,” jelas Purna.

    “Ekspedisi kami kali ini difokuskan untuk mencari jejak paleotsunami yang usianya lebih muda dari sekitar 1.800 tahun yang lalu, agar kami bisa merekonstruksi berapa kali tsunami raksasa akibat gempa megathrust bermagnitudo lebih dari 9 pernah terjadi di selatan Jawa,” ujar Purna.

    Hasil trenching di kawasan Kulon Progo membuahkan hasil berupa ditemukannya tiga lapisan pasir yang diduga kuat sebagai endapan tsunami purba. Lapisan tersebut mengandung foraminifera laut dan memiliki struktur khas akibat hempasan gelombang besar.

    Purna menerangkan bahwa salah satu lapisan yang ditemukan diduga berasal dari kejadian tsunami sekitar 1.800 tahun lalu. Ia juga menambahkan bahwa terdapat lapisan-lapisan lain yang usianya lebih muda, yang mengindikasikan bahwa tsunami besar kemungkinan telah terjadi berulang kali di wilayah tersebut.

    Saat ini, proses analisis terhadap sampel-sampel sedimen tersebut masih berlangsung. Sampel dengan analisis radiocarbon dating sedang dikirim ke laboratorium luar negeri untuk mengetahui waktu kejadian tsunami purba.

    “Temuan paleotsunami ini bukan sekadar catatan akademik. Data tersebut sangat penting untuk menyusun zonasi wilayah rawan bencana, menjadi pertimbangan tata ruang dan pembangunan wilayah pesisir, serta meningkatkan kesadaran publik termasuk simulasi evakuasi tsunami (tsunami drill), khususnya di kawasan wisata Pantai,” tegas Purna.

    Dirinya berharap, temuan ini menjadi bagian dari pengambilan kebijakan berbasis data ilmiah. Sehingga, mitigasi bencana dapat dilakukan secara lebih tepat, efektif, dan menyeluruh.

    (wur/wur)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Data Pribadi Anda Bocor di Internet, Begini Cara Ceknya

    Data Pribadi Anda Bocor di Internet, Begini Cara Ceknya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kasus kebocoran data kini masih marak terjadi. Data pribadi kita seperti alamat email, kata sandi, nomor telepon, hingga informasi lainnya dapat terekspos dan rentan dimanfaatkan oleh pihak tak bertanggung jawab.

    Data yang bocor bisa saja digunakan untuk tindak kejahatan seperti penipuan, yang pada akhirnya bisa merugikan bahkan membahayakan diri korbannya.

    Lalu bagaimana cara kita tahu data pribadi kita bocor atau tidak?

    Berikut kami rangkum cara mengetahui data pribadi kita bocor atau tidak, dikutip dari berbagai sumber.

    1. Cek data bocor via Google

    Cara pertama yang dapat dilakukan untuk mengecek data bocor adalah dengan mengecek melalui Google dan memeriksa akun Gmail pribadi.

    – Buka akun Gmail Anda

    – Pada bagian menu di sebelah atas, klik tombol ‘Manage your Google Account’

    – Geser ke menu Security sampai menemukan opsi ‘See if your email address is on the dark web’

    – Klik ‘Run Scan’

    – Apabila data Anda ditemukan bocor, maka hasil scan akan menampilkan akun-akun Anda yang terindikasi bocor e dark web.

    2. Periksadata

    Pendiri komunitas ethical hacker, Teguh Aprianto, membuat situs yang dapat mendeteksi data seseorang bocor atau tidak.

    Situs yang dilengkapi tools khusus ini dinamai periksadata.com. Berikut cara cek kebocoran data pribadi di internet menggunakan Periksa Data:

    – Buka situs Periksa Data di periksadata.com

    – Masukkan alamat email Anda pada kolom yang tersedia

    – Klik “Periksa Sekarang’ hasilnya.

    3. Have I Been Pwned (HIBP)

    HIBP adalah situs populer yang sudah ada sejak lama. Situs ini mengumpulkan data-data yang berasal dari berbagai kejadian peretasan dan Anda bisa mengecek apakah email yang dipakai ada dalam database peretasan tersebut.

    Database yang dipakai HIBP juga bisa diakses lewat situs lain, salah satunya periksadata.com buatan Ethical Hacker Indonesia. Berikut cara mudah menggunakannya:

    – Buka situs haveibeenpwned.com

    – Masukkan email Anda dan klik “pwned?”

    – Tunggu proses selesai dan akan muncul keterangan soal kebocoran data pribadi Anda

    4. Firefox Monitor

    Jika Anda pengguna Mozilla Firefox, Anda bisa dengan mudah cek kebocoran data pribadi di internet menggunakan situs buatan mereka yang diberi nama Firefox Monitor. Caranya pun mudah dengan hanya memasukkan email Anda, berikut langkah-langkah yang perlu dilakukan:

    – Buka situs monitor.firefox.com di browser

    – Masukkan email dan klik “Check for Breaches”

    – Tunggu, lalu akan muncul di layar apakah data pribadi Anda bocor di internet atau tidak.

    5. F-Secure

    Kemudian, Anda juga bisa memanfaatkan situs F-Secure untuk mengecek apakah data bocor atau tidak. Namun tak perlu khawatir, email yang Anda lacak di situs ini tidak akan tersimpan di F-Secure.

    – Buka f-secure.com/en/home/free-tools/identity-theft-checker di browser perangkat

    – Masukkan email dan tekan ‘Check for Breaches’

    – Centang ‘I’m not robot’

    – F-Secure akan memberitahu berapa banyak kebocoran data pribadi yang terjadi.

    6. Avast

    Cara lain yang tak kalah mudah untuk cek kebocoran data pribadi di internet adalah dengan menggunakan Avast. Melalui situs keamanan lintas platform ini, Anda bisa mengecek kebocoran data pribadi di internet dengan mudah.

    Menggunakan Avast, Anda akan mendapatkan laporan berapa kali password email bocor. Avast juga menginformasikan email Anda bocor saat terhubung dengan situs apa saja, misalnya Gmail hingga berbagai layanan e-commerce.

    Berikut cara mudah cek kebocoran data pribadi di internet menggunakan Avast:

    – Buka situs resmi Avast di avast.com/hackcheck/

    – Masukkan email Anda di kolom yang sudah disediakan

    – Klik “Check Now” dan Anda akan menerima hasilnya

    7. DeHashed

    Anda dapat melacak data pribadi yang bocor di internet dengan memasukkan email, username, IP, nama, alamat, hingga nomor telepon di DeHashed.

    Pelacakan di DeHashed juga memungkinkan Anda untuk mengetahui apakah identitas nama Anda muncul di daftar yang diretas. Anda juga dapat melihat kata sandi ada di daftar akun mana saja. Berikut langkah yang bisa dilakukan:

    – Bukadehashed.com di browser perangkat

    – Masukkan email, username, IP, nama, alamat atau nomor telepon dan tekan ‘Search’

    – DeHashed akan memberitahu apakah data pribadi Anda telah bocor di internet atau tidak.

    – Perlu diingat bahwa dalam dunia digital, data pribadi Anda adalah harta karun. Jadi, lindungi semua data penting Anda. Tujuannya untuk mencegah serangan lebih lanjut dari penjahat siber.

    (pgr/pgr)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Revisi RUU Penyiaran, DPR Diminta Tiru Regulasi Model AS

    Revisi RUU Penyiaran, DPR Diminta Tiru Regulasi Model AS

    Jakarta, Beritasatu.com– Titik temu antara dua entitas besar, yakni platform digital dan penyiaran televisi konvensional, kini mengemuka dalam pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran. Konvergensi media menjadi isu sentral yang dinilai membutuhkan payung hukum yang tegas dan terintegrasi dalam satu regulasi nasional.

    Sejumlah pakar mendesak agar revisi UU Penyiaran mencantumkan secara eksplisit pasal-pasal yang mengatur konvergensi media. Hal ini menyusul tumbuh pesatnya platform digital seperti Google, Apple TV, YouTube, TikTok, dan layanan OTT (over the top), yang kini memiliki fungsi dan dampak serupa dengan lembaga penyiaran.

    “Platform digital tidak bisa terus dipisahkan dari penyiaran konvensional. Konvergensi sudah menjadi realitas, sehingga perlu diatur secara setara namun adil,” ujar pengamat komunikasi dan media Universitas Airlangga Surabaya,  Suko Widodo, kepada Beritasatu.com, Minggu (27/7/2025).

    Sebagai perbandingan, sambung Suko, di Amerika Serikat (AS), pengawasan atas seluruh bentuk penyiaran, baik digital maupun analog, dilakukan oleh Federal Communications Commission (FCC). Meskipun memiliki lembaga tunggal, regulasi di AS bersifat konvergen dan adaptif terhadap perkembangan teknologi.

    “Amerika Serikat sejak lama menerapkan satu regulasi menyeluruh, yang mengakomodasi penyiaran televisi, radio, hingga platform digital berbasis internet. Hal ini memudahkan pengawasan, perizinan, hingga perlindungan konsumen,” lanjut Suko.

    Sementara itu, di Indonesia, dualisme regulasi masih terjadi. Televisi tunduk pada UU Penyiaran, sementara platform digital cenderung mengacu pada UU ITE dan aturan turunan dari Kementerian Komdigi Ketiadaan pasal yang jelas tentang konvergensi media dinilai membuka celah ketimpangan pengawasan dan potensi pelanggaran.

    Anggota Komisi I DPR RI, Nurul Arifin, yang membidangi urusan penyiaran, juga mengakui perlunya sinkronisasi aturan.

    Nurul Arifin menilai lembaga penyiaran dan platform digital adalah dua entitas berbeda yang memerlukan dua pendekatan regulasi berbeda pula.

    “Perlu ada undang-undang masing-masing, baik untuk perlindungan hak cipta maupun untuk menjaga eksistensi lembaga penyiaran agar tidak tergusur oleh platform digital,” kata Nurul.

    Diketahui, revisi UU Penyiaran saat ini sedang memasuki tahap tanggapan publik yang dilakukan Panitia Kerja (Panja). Salah satu poin krusial yang menjadi perhatian adalah bagaimana menjembatani kepentingan industri penyiaran lama dan media digital baru secara adil dan setara.

  • Ahli Sebut Transfer Data Pribadi RI ke AS Keniscayaan Era Digital

    Ahli Sebut Transfer Data Pribadi RI ke AS Keniscayaan Era Digital

    Jakarta, Beritasatu.com – Guru Besar Ilmu Hukum Cyber dan Digital Universitas Padjajaran (Unpad) Ahmad M Ramli menilai, transfer data pribadi Indonesia ke Amerika Serikat (AS) merupakan suara keniscayaan di era digital. Menurut Ramli, transfer data pribadi tersebut sudah menjadi fenomena lumrah dan tak terhindarkan dalam transaksi bisnis internasional.

    “Hal yang harus dipahami adalah, transfer data pribadi tak berarti kita mengalihkan pengelolaan seluruh data pribadi WNI kepada Pemerintah AS,” ujar Ramli kepada wartawan, Sabtu (26/7/2025).

    Ramli mengatakan, di era digital, mekanisme transfer data pribadi baik domestik maupun antarnegara sejatinya sudah berlangsung lama. 

    Menurut dia, transfer data pribadi ke  AS tak hanya dilakukan Indonesia, tetapi sudah dilakukan negara lain. Bahkan, negara-negara Uni Eropa yang melindungi data pribadinya secara ketat juga sudah membuat kesepakatan terkait data pribadi dengan Pemerintah AS.

    “Berkaca dari apa yang dilakukan Uni Eropa, mereka telah menjalin kesepakatan dengan AS dengan transaksi perdagangan senilai US$ 7,1 triliun. Bahkan, Komisi Eropa telah mengadopsi EU-US Data Privacy Framework (DPF) yang mulai berlaku sejak 10 Juli 2023,” tutur Ramli.

    Sementara, terkait kerja sama RI dengan Amerika, transfer data pribadi itu secara eksplisit disebut move personal data out dalam fact sheet (lembar fakta) Gedung Putih berjudul The United States and Indonesia Reach Historic Trade Deal. Dalam lembar Fakta, kata Ramli, secara jelas menyebut langkah menghapus Hambatan Perdagangan Digital antara Indonesia dan AS.

    “Poinnya adalah, Indonesia akan mempermudah transfer data pribadi ke AS dengan mengakui AS sebagai negara yang memiliki perlindungan data memadai di bawah hukum Indonesia,” ungkap dia.

    Menurut Ramli, hal tersebut merujuk pada mekanisme transfer data pribadi lintas negara secara kasus per kasus, untuk memastikan aliran data tetap sah dan terlindungi dalam era ekonomi digital. 

    Dia menegaskan, transfer data pribadi telah berlangsung di mana-mana. Misalnya, seseorang yang akan terbang ke New York dari Jakarta, maka akan terjadi transfer data pribadi yang bahkan bisa melibatkan bukan hanya satu negara. Belum lagi jika menggunakan maskapai yang berbeda.

    Contoh lain, misalnya pengguna internet di Indonesia yang menurut data APJII 2025 sebanyak 221,56 juta jiwa juga telah memberikan data pribadinya ke berbagai platform digital global untuk diproses dan ditransfer antarteritorial dan yurisdiksi.

    Pemberian data pribadi itu dilakukan mulai saat membuat akun email, Zoom, Youtube, WhatsApp, ChatGPT, Google Maps, atau lainnya.

    Ramli menegaskan, transfer data pribadi adalah keniscayaan. Menurutnya, tanpa proses ini, tidak akan ada layanan dan transaksi digital.

    “Dengan kesepakatan RI-AS ini, maka pekerjaan rumah besarnya adalah bagaimana negara melakukan pengawasan, monitoring, dan evaluasi dan menegakan kepatuhan UU PDP. Tujuannya, agar transfer data ke mana pun di dunia, tetap dilakukan secara akuntabel dan patuh hukum,” tegas Prof Ramli.

    Lebih lanjut, Ramli mengatakan pekerjaan rumah pemerintah setelah adanya kesepakatan dengan AS ini adalah bagaimana mengawasi praktik transfer data pribadi ke berbagai negara agar patuh pada ketentuan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.

    “Dalam kaitan ini, Lembaga Pelindungan Data Pribadi berperan sangat strategis untuk menjalankan ketentuan UU PDP secara optimal. Pemerintah sebaiknya tak menunda lagi terbentuknya Lembaga PDP ini,” pungkas Ramli.

  • OpenAI Luncurkan Agent ChatGPT di Aplikasi Versi Mac

    OpenAI Luncurkan Agent ChatGPT di Aplikasi Versi Mac

    JAKARTA – OpenAI mulai meluncurkan fitur Agent di aplikasi ChatGPT versi Mac. Dengan adanya fitur ini, ChatGPT dapat menjelajahi berbagai situs web, menganalisis data, hingga menghasilkan kode.

    Agent ChatGPT merupakan fitur yang menggabungkan sistem Penelitian Mendalam dan alat Operator berbasis tindakan. Berkat gabungan sistem ini, fitur tersebut dapat membaca dan menafsirkan konten web.

    Pada dasarnya, fitur ini dibuat untuk menyederhanakan berbagai alur kerja. Baik di versi aplikasi Mac ataupun versi web, Agent ChatGPT akan muncul dengan cara yang sama. Pengguna hanya perlu mengetik /agent untuk mengaktifkan fiturnya.

    Ada juga tombol Agent di bagian bawah kotak prompt yang bisa langsung diketuk. Setelah diaktifkan, pengguna dapat mengajukan perintah tugas yang diinginkan. Pengguna dapat menyesuaikan dan menyempurnakan hasil kerja Agent.

    OpenAI sempat mendemonstrasikan sejumlah kemampuan dari Agent. Fitur ini dapat membuat perencanaan pernikahan, mencarikan pakaian untuk berbagai tipe acara, merencanakan rute bepergian, memeriksa harga hotel, dan masih banyak lagi.

    Agent juga dapat mengambil data dari pihak ketiga, seperti Google Drive, dan menggunakan Terminal serta generator gambar OpenAI untuk membuat presentasi slide secara otomatis. Dengan kata lain, Agent juga dapat memenuhi kebutuhan bisnis pengguna.

    Agent ChatGPT dapat diakses oleh pelanggan ChatGPT Pro, Plus, dan Team. Pada akhir Juli, OpenAI berencana memperluas kemampuan Agent ke pengguna ChatGPT Enterprise dan Edu.

  • Bos Google Kasih Peringatan ke Pengguna HP Android, Jangan Diabaikan!

    Bos Google Kasih Peringatan ke Pengguna HP Android, Jangan Diabaikan!

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perdebatan soal mekanisme sideloading menjadi perdebatan, terutama dari segi keamanan. Di satu sisi, sideloading memberikan kebebasan dan fleksibilitas bagi pengguna untuk mangakses aplikasi buatan pengembang di luar toko aplikasi resmi. 

    Di sisi lain, tanpa kurasi dan perlindungan dari toko aplikasi resmi, ada risiko keamanan yang mengintai. Beberapa saat lalu, CEO Google Sundar Pichai memperingatkan para pengguna HP Android untuk tidak melakukan sideloading di perangkat mereka.

    Padahal, pengguna HP Android selama ini sudah ‘dimanjakan’ dengan mekanisme sideloading. Hal ini berbeda dengan iPhone yang selama ini dikenal ketat tak bisa melakukan sideloading.

    Kendati demikian, khusus di pasar Eropa, Apple mulai menguji coba kemampuan sideloading di iPhone melalui pembaruan iOS 17.5.

    Kembali ke pernyataan bos Google soal sideloading, Pichai memberikan peringatan ke semua pengguna HP Android bahwa aplikasi sideloading memiliki risiko yang tinggi karena rentan terinfeksi malware.

    Peringatan tersebut sejalan dengan alasan Apple tak mau memberikan izin sideloading, meski akhirnya menyerah setelah didesak regulasi Eropa.

    Undang-Undang Pasar Digital (DMA) yang ditetapkan oleh Uni Eropa akan memaksa Apple mengakomodir mekanisme sideloading pada perangkatnya. DMA menilai sideloading penting agar tak terjadi praktik monopoli.

    Debat soal sideloading bertumpu pada satu hal, yakni bagaimana menciptakan keseimbangan antara kebebasan pengguna dan keamanan pengguna.

    Selain memberikan kebebasan akses bagi pengguna,, sideloading juga turut mendukung para developer aplikasi independen yang tak mau terikat pada sistem aplikasi resmi di Google Play Store atau Apple App Store.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Cara Membedakan Gambar Asli dengan Gambar Buatan AI

    Cara Membedakan Gambar Asli dengan Gambar Buatan AI

    Bisnis.com, JAKARTA — Masyarakat makin sulit dalam mencari keaslian gambar di tengah penetrasi kecerdasan buatan (AI) yang makin gencar. Berikut beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk mengetahui sebuah gambar hasil AI atau asli. 

    Dilansir dari Techcrunch, Sabtu (26/07/25), peramban DuckDuckGo membantu pengguna dalam mendeteksi data buatan AI. Belum lama, DuckDuckGo meluncurkan pengaturan baru yang memungkinkan penggunanya menyaring gambar AI di hasil pencarian. 

    Perusahaan peramban tersebut menyatakan peluncuran fitur ini dilakukan untuk menanggapi masukan dari pengguna terkait gambar-gambar AI yang menghalangi mereka dalam menemukan apa yang hendak dicari.

    Fitur “Filter Gambar AI” terbaru ini dapat diakses setelah pengguna melakukan pencarian di DuckDuckGo dan membuka tab gambar. 

    Dari sana, pengguna akan melihat menu tarik-turun berjudul “Gambar AI”, kemudian mereka dapat memilih apakah ingin melihat konten AI dengan memilih “Tampilkan” atau “Sembunyikan”.

    Cara lain

    Selain menggunakan DuckDuckGo Anda juga dapat memperhatikan beberapa detail berikut untuk mengetahui apakah gambar tersebut asli atau buatan AI. 

    1. Perhatikan Detail Tangan, Jari, Wajah dan Tubuh

    Gambar dari AI sering menunjukkan keanehan seperti jumlah jari yang tidak wajar (lebih atau kurang), tangan menyatu, mata tidak simetris, atau proporsi tubuh aneh. Telinga atau gigi bisa tampak buram atau terlalu rapi, dan ekspresi wajah cenderung kurang emosional atau canggung. 

    2. Amati Tekstur, Latar Belakang dan Pola

    Gambar AI sering menghasilkan tekstur kulit yang terlalu halus tanpa pori-pori alami, latar belakang “nyeleneh” seperti pola baju atau objek yang terputus tiba-tiba, atau background yang sekilas blur, berubah-ubah atau tidak konsisten. 

    3. Cek Cahaya dan Bayangan

    Foto asli memiliki logika pencahayaan dan bayangan yang konsisten, sedangkan gambar AI kadang-kadang menampilkan illuminasi yang janggal, bayangan tidak logis, atau pantulan yang aneh di permukaan benda.

    4. Teliti Tulisan, Logo atau Objek Kecil

    Gambar AI kadang gagal menampilkan teks atau logo dengan benar, misalnya huruf yang terdistorsi atau sulit dibaca. Detail kecil, seperti kancing, label, atau permukaan objek, sering tampak tidak wajar bila diperbesar.

    Jika analisis manual belum cukup, Anda dapat menggunakan beberapa alat deteksi online seperti  Sensity AI, Deepware, Hive Moderation, dan Undetectable AI

    Cukup unggah gambar dan biarkan sistem menganalisis kemungkinan gambar tersebut dibuat oleh AI atau manusia. Alat-alat ini memeriksa pola, warna, hingga metadata untuk memberikan skor estimasi keaslian gambar. 

    Anda juga dapat menggunakan fitur Google Images dan TinEye Lakukan pencarian gambar terbalik untuk menemukan asal usul dan konteks gambar. Gambar AI biasanya belum banyak beredar di internet atau memiliki riwayat publikasi yang sangat baru. (Muhamad Rafi Firmansyah Harun)

  • Google Keep Versi Terbaru, Material Design 3 Kini Dilengkap Kata Sandi

    Google Keep Versi Terbaru, Material Design 3 Kini Dilengkap Kata Sandi

    Bisnis.com, JAKARTA — Aplikasi catatan buatan Google, Keep, meluncurkan pembaruan Material Design 3 Expressive yang disertai perlindungan kata sandi dalam aplikasinya. Membuat data Anda tersimpan lebih aman.

    Pembaruan tersebut menghadirkan bahasa desain material yang terbaru, menekankan elemen desain yang lebih ekspresif dengan warna lebih cerah dan tata letak dinamis.

    Pembaruan Material Design 3 Expressive nantinya akan menampilkan bilah pencarian yang lebih tebal dengan ikon hamburger di sebelah kiri. Kolom pencarian juga akan menampilkan Google Keep saat aplikasi dimuat sebelum beralih ke “Cari Keep”.

    Ikon yang difungsikan untuk beralih dari satu kolom diubah menjadi multi-kolom yang terdapat di bagian sebelah kanan.

    Pada fitur pencatatan juga disediakan beberapa perubahan lainnya, seperti, posisi tombol-tombol yang lebih rapi di dalam wadah, termasuk yang ada di kiri bawah layar. Tombol pin, pengingat, dan arsip di pojok kanan atas layar juga ditempatkan dalam satu lingkaran.

    Namun, dilansir dari Phone Arena (25/07/25), tampilan dan pembaruan tersebut sayangnya belum dimunculkan di semua perangkat Android. Ini mengisyaratkan Google belum mengaktifkan pembaruan server, sehingga tampilan baru Material Design 3 Expressive belum disebarluaskan secara umum.

    Artinya, pengguna Android yang belum mendapatkan update Google Keep terbaru perlu bersabar menanti Google menerapkan pembaruan tersebut.

    Aplikasi Google Keep tersedia untuk iOS dan Android, berfungsi sebagai alat bantu bagi penggunanya dalam membuat daftar atau catatan. Dalam catatannya bahkan dapat disisipkan file gambar yang baru diambil dari kamera, atau juga dari galeri aplikasi bawaan smartphone dan Google Photos.

    Tidak hanya mencatat, pengguna juga dapat merekam rapat dan mendapatkan transkrip tertulisnya dengan aplikasi itu. pengingat tugas pun dapat dibuat di sini.

    Proses kreatif juga dapat dilakukan dengan Google Keep, karena mendukung pengguna untuk menggambar, atau melakukan perekaman suara. Ini dapat membantu perekaman lagu, atau jika pengguna ingin menyimpan beberapa ide lirik yang baru saja terpikirkan.

    Aplikasi serbaguna ini juga cocok bagi pelaku bisnis yang berpengalaman, atau juga bagi desainer logo perusahaan untuk memvisualisasikan ide. Selain itu, Google Keep dapat dimanfaatkan untuk membuat daftar belanja dengan tampilan yang lebih menarik. (Muhamad Rafi Firmansyah Harun)

  • Era Taklid Digital: Otoritas Kebenaran Semu

    Era Taklid Digital: Otoritas Kebenaran Semu

    Jakarta

    Kecerdasan buatan (AI) generatif seperti ChatGPT, Google Gemini, atau Claude bukan lagi sekadar alat bantu teknologi. Ia telah menjadi entitas pengetahuan yang memiliki pengaruh luar biasa besar terhadap cara masyarakat berpikir, belajar, dan membentuk pandangan. Di ruang pendidikan, dampaknya sudah sangat terasa.

    Namun persoalan ini jauh lebih luas dari sekadar tugas siswa yang “dibantu” AI. Ia menyentuh ke dasar epistemologi: siapa yang sekarang kita anggap sebagai sumber kebenaran?

    Di masa lalu, otoritas pengetahuan cenderung berpusat pada para ahli ilmuwan, dosen, peneliti, cendekiawan yang mendapatkan kepercayaan karena proses panjang akademik dan etik yang mereka jalani.

    Kini, kepercayaan itu secara perlahan mulai bergeser ke arah algoritma. Masyarakat mulai taklid, atau mengikuti secara membuta, terhadap jawaban yang diberikan oleh AI. Ini adalah fenomena baru yang berpotensi mengguncang fondasi berpikir kritis dan budaya literasi.

    Mari kita akui: AI generatif memang mengagumkan. Ia bisa menulis esai panjang, merangkum jurnal ilmiah, menjawab soal matematika, bahkan membuat puisi dan kode program. Kecepatan dan kemudahannya membuat banyak orang merasa seperti menemukan “cahaya” baru dalam belajar. Tapi di sinilah letak masalahnya. Apa yang terlihat canggih, belum tentu selalu benar.

    AI tidak memiliki kesadaran, tidak mengenal nilai etika atau konteks sosial-politik, dan seringkali menyajikan jawaban yang terdengar meyakinkan meski secara substansi keliru atau menyesatkan.

    Sayangnya, sebagian besar pelajar (dan bahkan orang dewasa) belum dibekali dengan kecakapan digital dan kemampuan literasi kritis untuk menyaring informasi yang datang dari AI. Mereka menerima dan menyalin begitu saja.

    Dalam konteks ini, AI bukan lagi alat bantu, tapi sudah menjadi semacam “guru baru” yang tidak pernah dimintai pertanggungjawaban. Yang terjadi adalah taklid digital: sikap pasrah dan percaya buta pada sesuatu karena dianggap lebih pintar dan lebih tahu, tanpa proses berpikir ulang atau verifikasi.

    Kebenaran: Dari Ahli ke Algoritma

    Peralihan otoritas dari manusia ke mesin membawa risiko besar. Dalam masyarakat digital, kebenaran kini sering diukur dari seberapa cepat ia muncul di layar, bukan dari siapa atau bagaimana ia dihasilkan. Banyak orang lebih percaya pada jawaban instan dari AI ketimbang penjelasan panjang dari seorang guru atau buku ilmiah yang kredibel. Otoritas akademik dan keilmuan menjadi tumpul, digeser oleh “kemudahan”.

    Kita bisa menyaksikan ini pada banyak fenomena: mahasiswa lebih memilih tanya ChatGPT ketimbang berdiskusi dengan dosen; konten AI di media sosial dibagikan ribuan kali meski mengandung misinformasi; bahkan dalam diskusi publik, pendapat “kata AI” dianggap lebih sahih dibanding referensi ilmiah.

    Jika ini dibiarkan, masyarakat kita akan mengalami krisis epistemologis: kehilangan kemampuan membedakan antara opini dan fakta, antara yang kredibel dan yang palsu, antara ilmu dan ilusi. Kita sedang menyaksikan zaman ketika suara mesin dianggap lebih objektif daripada suara manusia, padahal AI belajar dari data manusia yang penuh bias dan kelemahan.

    Pendidikan yang Kehilangan Rohnya

    Di ruang kelas, para pendidik menghadapi dilema besar. Bagaimana bisa mengevaluasi proses belajar siswa jika seluruh tugas bisa dihasilkan oleh AI dalam hitungan detik? Bagaimana bisa mengembangkan daya nalar dan orisinalitas kalau siswa tidak lagi merasa perlu berpikir sendiri?

    Lebih dari itu, sistem pendidikan kita bisa kehilangan ruhnya: pembelajaran sebagai proses membentuk manusia yang berpikir, bukan hanya menghasilkan output. Jika guru hanya menjadi pengawas dan siswa menjadi operator perintah ke AI, maka pendidikan telah dikerdilkan menjadi transaksi data semata. Ini bukan kemajuan, tapi kemunduran dalam bungkus teknologi.

    Jalan Tengah: Membebaskan dari Taklid Digital

    Solusinya bukan melarang AI. Itu akan sia-sia. Teknologi ini sudah menjadi bagian dari ekosistem kita, dan bahkan bisa menjadi alat pembelajaran yang sangat baik jika digunakan dengan benar.

    Tantangannya adalah bagaimana kita membangun budaya literasi digital yang kuat, serta menanamkan kembali pentingnya berpikir kritis, dialog, dan tanggung jawab intelektual.

    Guru dan dosen perlu mengubah pendekatan pengajaran. Alih-alih sekadar memberi tugas, mereka bisa mendorong proses pembuktian, refleksi, dan debat terbuka. Kurikulum perlu menyisipkan etika AI dan keterampilan menilai informasi. Dan yang paling penting, siswa harus diajak menyadari bahwa AI bukan sumber kebenaran mutlak. Ia hanya alat, bukan otoritas.

    Maichel Firmansyah. Alumnus Universitas Negeri Padang Departemen Sosiologi.

    (rdp/rdp)

  • Cara Mengubah Foto menjadi Video Pendek di Google Photos

    Cara Mengubah Foto menjadi Video Pendek di Google Photos

    Bisnis.com, JAKARTA — Google Photos meluncurkan fitur AI generatif terbaru yang dapat mengubah gambar diam menjadi klip video pendek dengan gerakan yang tampak alami. 

    Fitur mengubah foto ke video tersebut menggunakan model AI Veo 2 Google, yang juga digunakan di YouTube, Gemini, dan platform lain dalam ekosistem Google. Akan tetapi, fitur ini hanya mampu mengubah foto menjadi klip dengan durasi enam detik.

    Cara menggunakannya adalah dengan memilih terlebih dahulu gambar mana yang hendak diubah menjadi video. Lalu pilih “Subtle Movements” atau “I’m feeling lucky” untuk membuat subjek pada gambar bergerak. 

    Kedua opsi itu dibuat dengan model yang dirancang untuk menebak pergerakan apa yang mungkin terjadi berdasarkan objek visual tidak bergerak yang disertakan.

    Selain fitur tersebut, ada juga fitur Remix yang dapat mengubah foto yang dipilih pengguna menjadi model atau bentuk lainnya seperti gaya komik, anime atau animasi 3D.

    Kemampuan itu sebetulnya sudah cukup lama ditawarkan Google Gemini dan pesaingnya, tetapi kini terintegrasi langsung ke galeri foto, serta tidak membutuhkan prompt untuk melakukannya.

    Pembaruan tersebut hadir dalam tab Buat di dalam aplikasi, yang akan berfungsi sebagai pusat bagi alat-alat tersebut serta fitur AI lainnya yang mungkin akan dirilis Google di masa mendatang.

    Photo-to-Video AI generator dan Remix akan melengkapi opsi pembuat video kolase yang sudah ada. Model Veo yang dirancang semakin cerdas akan memperluas kemungkinan peningkatan AI seperti klip video yang diperluas, sulih suara, atau cerita multi-gambar.

    Perusahaan yang memiliki lebih dari satu miliar pengguna itu tidak mengklaim pembaruan ini sebagai revolusi kreatif, hanya sebagai peningkatan memori AI. Mereka juga menambahkan label dan tanda air SynthID untuk setiap video dan konten remix yang dibuat pengguna untuk mencegahnya mengelabui khalayak luas.

    Dikutip dari Techradar (25/07/25), Layanan-layanan AI terbaru Google Photos tersebut rencananya akan diluncurkan dalam waktu dekat di Amerika Serikat (AS) untuk Android dan iOS. Untuk negara lain tinggal menunggu gilirannya untuk merasakan pembaruan itu.

    Sebelum mengintegrasikan fitur berbasis Veo 2 pada Google Photos, perusahaan tersebut sudah terlebih dahulu mengembangkan model Google AI Veo 3, yang mampu mengubah teks prompt ke dalam bentuk video pendek, lengkap dengan dialog dan audio latarnya. (Muhamad Rafi Firmansyah Harun)