Perusahaan: Gojek

  • Wacana THR untuk Pekerja Gig: Pendapat Serikat Pekerja, Ekonom hingga Mantan Menaker – Halaman all

    Wacana THR untuk Pekerja Gig: Pendapat Serikat Pekerja, Ekonom hingga Mantan Menaker – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Momen Lebaran Idul Fitri  2025  sudah dekat. Bagi para karyawan, pegawai atau pekerja formal, momen lebaran identik dengan Tunjangan Hari Raya (THR) yang banyak ditunggu untuk memenuhi berbagai kebutuhan.

    Belakangan muncul wacana dan tuntutan THR untuk para mitra ride hailing seperti driver ojek online dan kurir antaran barang online.

    Mereka adalah pekerja dalam ekonomi gig, yakni individu yang memperoleh penghasilan berdasarkan tugas atau proyek tertentu tanpa hubungan kerja tetap.

    Di Indonesia, profesi ini mencakup mitra pengemudi dan kurir, pekerja lepas  seperti desainer, penulis, programmer; penyedia jasa (teknisi, tukang, tenaga kecantikan), pekerja kreatif (influencer, content creator), instruktur dan konsultan online, serta pelaku bisnis di ekosistem marketplace.

    Penelitian terbaru School of Business and Management Bandung Institute of Technology (SBM ITB) tahun 2023 menunjukkan, sektor ekonomi gig berkontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

    Nilainya mencapai sekitar Rp 382,62 triliun atau setara dengan 2 persen dari total PDB Indonesia tahun 2022.

    Salah satu manfaat signifikan dari ekonomi gig bagi pekerja adalah kebebasan dalam menentukan waktu dan tempat kerja, yang tidak tersedia dalam pekerjaan formal.

    Dengan fleksibilitas ini, banyak pekerja gig dapat menyeimbangkan pekerjaan mereka dengan komitmen lain, seperti pendidikan, pengasuhan anak, atau pekerjaan sampingan lainnya.

    Selain memberikan fleksibilitas, ekonomi gig juga berkontribusi dalam pengembangan keterampilan pekerja. Dalam beberapa kasus, keterampilan yang diperoleh di sektor gig bahkan dapat membuka peluang bagi mereka untuk memulai usaha sendiri.

    Polemik mengenai status mitra dan tuntutan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) kepada aplikator terus menjadi sorotan di berbagai media massa di Indonesia.

    Seiring dengan berkembangnya ekonomi digital, muncul perdebatan mengenai apakah mitra pengemudi seharusnya diklasifikasikan sebagai pekerja tetap atau masih tetap dalam hubungan kemitraan sebagaimana yang berlaku saat ini. 

    Terhadap tuntutan THR ini, Pemerintah mulai terlibat dan berencana mewajibkan pemberian THR bagi mitra platform digital yang menuai pro dan kontra. 

    Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) mendesak pemerintah agar menetapkan regulasi yang mewajibkan perusahaan ride-hailing memberikan THR dalam bentuk tunai, bukan insentif. 

    Namun, kebijakan ini dinilai dapat menjadi beban tambahan bagi perusahaan dan berisiko menghambat pertumbuhan industri ini ke depan.

    Apalagi saat ini, perusahaan berbasis platform digital masih menghadapi tantangan keuangan, meskipun beberapa sudah mencapai profitabilitas. Jika biaya tambahan seperti THR diwajibkan, tentu akan menambah beban baru dan keberlangsungan jangka panjang perusahaan akan terkena dampaknya.

    Bisa saja perusahaan memilih untuk menaikkan harga tarif layanan yang pada akhirnya berdampak pada konsumen.

    Perusahaan juga bisa melakukan penghapusan program-program benefit untuk Mitra yang selama ini telah diberikan, atau bahkan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja secara massal untuk mengurangi biaya operasional.

    Belajar dari kasus di Inggris, ketika Uber diwajibkan membayar tunjangan tambahan bagi mitranya, harga layanan naik sebesar 10-20 persen.

    Namun, dampaknya adalah penurunan permintaan hingga 15 persen, yang justru merugikan pengemudi dan perusahaan. Jika kebijakan serupa diterapkan di Indonesia, ada potensi efek domino yang dapat menekan industri ini secara keseluruhan.

    Beberapa kota dan negara telah mengalami dampak negatif akibat reklasifikasi pekerja gig yang terlalu kaku. 

    Di Spanyol, setelah pemerintah menerapkan undang-undang ketenagakerjaan yang mewajibkan pengemudi menjadi karyawan tetap, beberapa platform ride-hailing utama seperti Uber dan Deliveroo mengurangi jumlah pengemudi hingga 50 persen.

    Akibatnya, banyak pekerja gig kehilangan pekerjaan dan fleksibilitas yang mereka andalkan untuk mencari penghasilan tambahan.

    Di Kota New York, penerapan regulasi upah minimum bagi pekerja gig menyebabkan biaya operasional meningkat hingga 15 persen, membuat platform menaikkan komisi dan mengurangi jumlah insentif bagi mitra pengemudi.

    Beberapa pengemudi mengalami penurunan pendapatan bersih akibat lonjakan biaya layanan.

    Tuntutan THR bagi mitra pengemudi platform digital di Indonesia menimbulkan polemik di kalangan industri dan akademisi.

    Direktur Eksekutif Modantara, Agung Yudha menyoroti industri on-demand telah berupaya menjaga kesejahteraan mitra melalui berbagai program seperti bantuan modal usaha dan beasiswa.

    Dia mengingatkan bahwa regulasi yang tidak seimbang dapat menghambat pertumbuhan bisnis dan berisiko mengurangi program kesejahteraan jangka panjang bagi mitra.

    Selain itu, sektor ini telah berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional dengan fleksibilitas kerja yang menjadi daya tarik utama.

    Data menunjukkan bahwa jutaan pekerja gig, termasuk 1,8 juta di layanan ride-hailing, bergantung pada model bisnis ini, dan kebijakan yang tidak tepat dapat menyebabkan mereka kehilangan akses terhadap sumber pendapatan utama mereka.

    Prof. Dr. Aloysius Uwiyono dan ekonom Wijayanto Samirin menekankan bahwa mitra pengemudi tidak memenuhi unsur hubungan kerja berdasarkan regulasi ketenagakerjaan yang berlaku, sehingga THR tidak bisa dipaksakan tanpa implikasi hukum.

    Mantan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri berpendapat, status kemitraan mitra pengemudi tidak menjadikan mereka berhak atas THR, dan kebijakan populis tanpa dasar hukum dapat merugikan iklim investasi serta keberlanjutan industri digital.

    Jika sektor ini terhambat akibat regulasi yang kurang tepat, jutaan mitra berisiko kehilangan akses terhadap pekerjaan fleksibel yang telah menjadi sumber penghidupan mereka.

    Sebagai alternatif, dia menyarankan perlindungan sosial berbasis kontribusi bagi pekerja gig. Regulasi yang responsif dan inklusif menjadi kunci agar sektor ini tetap tumbuh tanpa mengorbankan kesejahteraan mitra maupun keberlanjutan industri.

    Sejauh ini, setiap platform ride-hailing memiliki pendekatan unik dalam mendukung mitra pengemudi mereka. Grab menawarkan berbagai keuntungan melalui GrabBenefits, termasuk diskon servis kendaraan, asuransi kesehatan dan kecelakaan, akses kredit, serta dana santunan bagi keluarga mitra dalam situasi darurat.

    Selain itu, Grab menyediakan program GrabScholar untuk beasiswa anak mitra, skema insentif berbasis performa, voucher sembako murah, serta pelatihan dan pengembangan keterampilan untuk membuka peluang usaha. Grab juga mendorong mitra mereka untuk bergabung dengan BPJamsostek.

    Sementara, Gojek menitikberatkan pada perlindungan mitra dengan asuransi kecelakaan, posko aman, serta program loyalitas berbasis insentif.

    Mereka juga menawarkan bantuan finansial seperti sembako murah dan akses kredit, serta fasilitas tambahan seperti diskon merchant dan layanan GoPay. 

    Sementara itu, Lalamove mengutamakan bonus misi dan insentif bagi pengemudi berperforma tinggi, serta akses informasi pesanan untuk memaksimalkan penghasilan.

    Mereka juga bekerja sama dengan BPJamsostek untuk perlindungan sosial dan memiliki program referral yang memberikan insentif bagi mitra yang mengajak rekan bergabung.

    Dialog yang terbuka tentang solusi menjadi hal yang tak terelakkan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan, terlebih pada momen penting seperti Hari Raya Lebaran.

    Menurut Prof Dr. Aloysius Uwiyono, dinamika pasar sebaiknya dibiarkan berkembang secara alami agar menciptakan ekosistem kemitraan yang kompetitif dan berkelanjutan. Hal ini menjadi faktor utama dalam menarik minat pelaku usaha serta investor dalam jangka panjang. 

    “Dalam konteks ini, peran pemerintah idealnya berfokus pada pengawasan untuk memastikan keseimbangan dan kepastian hukum tanpa melakukan intervensi langsung dalam hubungan privat kemitraan,” ujarnya memberikan saran.

    Wijayanto Samirin menekankan, status mitra pengemudi bervariasi, sebagian menjadikannya pekerjaan utama, sementara lainnya sebagai pekerjaan sampingan. Karena itu, solusi yang diterapkan harus mempertimbangkan kebutuhan yang beragam. 

    Ia juga mengingatkan bahwa fleksibilitas merupakan daya tarik utama pekerjaan ini, dan jika mitra diperlakukan seperti pekerja konvensional, mereka berisiko kehilangan fleksibilitas tersebut, atau bahkan jutaan mitra dapat kehilangan pekerjaan.

    Dalam kondisi ekonomi yang tidak menentu, Hanif mengingatkan bahwa beban finansial tambahan bagi perusahaan dapat berdampak negatif, seperti kenaikan tarif, pemotongan insentif, atau pengurangan jumlah mitra pengemudi.

    “Pemerintah untuk berhati-hati dalam menetapkan regulasi terkait THR agar tetap menjaga keseimbangan antara fleksibilitas kerja dan perlindungan bagi para pekerja,” saran Muhammad Hanif Dhakiri.

    Dengan memberikan manfaat yang lebih berkelanjutan dibanding THR, seperti insentif, perlindungan sosial, dana santunan, beasiswa untuk anak mitra, dan bantuan operasional, pekerja gig dapat menikmati manfaat yang lebih baik dalam jangka panjang tanpa mengorbankan fleksibilitas dan peluang kerja mereka.

    Sebagai industri yang terus berkembang, pendekatan ini memastikan bahwa ekosistem ekonomi gig tetap sehat dan inklusif bagi semua pihak.(tribunnews/fin) 

     

  • Menyorot THR untuk pekerja gig, hak atau beban?

    Menyorot THR untuk pekerja gig, hak atau beban?

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Menyorot THR untuk pekerja gig, hak atau beban?
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 25 Februari 2025 – 18:03 WIB

    Elshinta.com – Tak terasa moment Lebaran Idul Fitri  2025 sudah dekat. Bagi para karyawan, pegawai atau pekerja formal, momen lebaran identik dengan Tunjangan Hari Raya (THR) yang banyak ditunggu untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Lantas, bagaimana untuk pekerja lepas atau mitra kerja di era ekonomi gig atau sejenisnya?

    Ekonomi gig adalah sistem ekonomi di mana individu bekerja secara fleksibel berdasarkan proyek, tugas, atau permintaan tertentu, tanpa adanya kontrak kerja tetap seperti dalam pekerjaan konvensional.

    Pekerja dalam ekonomi gig— pekerja gig adalah individu yang memperoleh penghasilan berdasarkan tugas atau proyek tertentu tanpa hubungan kerja tetap.

    Di Indonesia, mereka mencakup berbagai profesi, seperti mitra pengemudi dan kurir, pekerja lepas (desainer, penulis, programmer), penyedia jasa (teknisi, tukang, tenaga kecantikan), pekerja kreatif (influencer, content creator), instruktur dan konsultan online, serta pelaku bisnis di ekosistem marketplace.

    Penelitian terbaru yang dirilis oleh SBM ITB 2023 menunjukkan bahwa sektor ekonomi gig berkontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, yaitu sekitar Rp 382,62 triliun atau setara dengan 2 persen dari total PDB Indonesia tahun 2022.

    Salah satu manfaat signifikan dari ekonomi gig bagi pekerja adalah kebebasan dalam menentukan waktu dan tempat kerja, yang tidak tersedia dalam pekerjaan formal.

    Dengan fleksibilitas ini, banyak pekerja gig dapat menyeimbangkan pekerjaan mereka dengan komitmen lain, seperti pendidikan, pengasuhan anak, atau pekerjaan sampingan lainnya.

    Selain memberikan fleksibilitas, ekonomi gig juga berkontribusi dalam pengembangan keterampilan pekerja. Dalam beberapa kasus, keterampilan yang diperoleh di sektor gig bahkan dapat membuka peluang bagi mereka untuk memulai usaha sendiri.

    Polemik mengenai status mitra dan tuntutan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) kepada aplikator terus menjadi sorotan di berbagai media massa di Indonesia.

    Seiring dengan berkembangnya ekonomi digital, muncul perdebatan mengenai apakah mitra pengemudi seharusnya diklasifikasikan sebagai pekerja tetap atau masih tetap dalam hubungan kemitraan sebagaimana yang berlaku saat ini. 

    Terhadap tuntutan THR ini, Pemerintah pun mulai terlibat dengan menciptakan beberapa inisiatif hingga berencana mewajibkan pemberian THR bagi mitra platform digital yang tentunya juga menuai pro dan kontra.

    Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) mendesak pemerintah agar menetapkan regulasi yang mewajibkan perusahaan ride-hailing memberikan THR dalam bentuk tunai, bukan insentif. 

    Namun, kebijakan ini dinilai dapat menjadi beban tambahan bagi perusahaan dan berisiko menghambat pertumbuhan industri ini ke depan.

    Apalagi saat ini, perusahaan berbasis platform digital masih menghadapi tantangan keuangan, meskipun beberapa sudah mencapai profitabilitas.

    Jika biaya tambahan seperti THR diwajibkan, tentu akan menambah beban baru dan keberlangsungan jangka panjang perusahaan akan terkena dampaknya.

    Bisa saja perusahaan memilih untuk menaikkan harga tarif layanan yang pada akhirnya berdampak pada konsumen. Perusahaan juga bisa melakukan penghapusan program-program benefit untuk Mitra yang selama ini telah diberikan, atau bahkan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja secara massal untuk mengurangi biaya operasional.

    Belajar dari kasus di Inggris, ketika Uber diwajibkan membayar tunjangan tambahan bagi mitranya, harga layanan naik sebesar 10-20%.

    Namun, dampaknya adalah penurunan permintaan hingga 15%, yang justru merugikan pengemudi dan perusahaan. Jika kebijakan serupa diterapkan di Indonesia, ada potensi efek domino yang dapat menekan industri ini secara keseluruhan.

    Beberapa kota dan negara telah mengalami dampak negatif akibat reklasifikasi pekerja gig yang terlalu kaku. Contoh Spanyol, setelah pemerintah menerapkan undang-undang ketenagakerjaan yang mewajibkan pengemudi menjadi karyawan tetap, beberapa platform ride-hailing utama seperti Uber dan Deliveroo mengurangi jumlah pengemudi hingga 50%.

    Akibatnya, banyak pekerja gig kehilangan pekerjaan dan fleksibilitas yang mereka andalkan untuk mencari penghasilan tambahan.

    Kemudian, di New York, penerapan regulasi upah minimum bagi pekerja gig menyebabkan biaya operasional meningkat hingga 15%, yang membuat platform menaikkan komisi dan mengurangi jumlah insentif bagi mitra pengemudi. Beberapa pengemudi mengalami penurunan pendapatan bersih akibat lonjakan biaya layanan.

    Tuntutan THR bagi mitra pengemudi platform digital di Indonesia menimbulkan polemik di kalangan industri dan akademisi.

    Agung Yudha, Direktur Eksekutif Modantara, menyoroti bahwa industri on-demand telah berupaya menjaga kesejahteraan mitra melalui berbagai program seperti bantuan modal usaha dan beasiswa.

    Ia mengingatkan bahwa regulasi yang tidak seimbang dapat menghambat pertumbuhan bisnis dan berisiko mengurangi program kesejahteraan jangka panjang bagi mitra.

    Selain itu, sektor ini telah berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional dengan fleksibilitas kerja yang menjadi daya tarik utama.

    Data menunjukkan bahwa jutaan pekerja gig, termasuk 1,8 juta di layanan ride-hailing, bergantung pada model bisnis ini, dan kebijakan yang tidak tepat dapat menyebabkan mereka kehilangan akses terhadap sumber pendapatan utama mereka.

    Prof. Dr. Aloysius Uwiyono dan ekonom Wijayanto Samirin menekankan bahwa mitra pengemudi tidak memenuhi unsur hubungan kerja berdasarkan regulasi ketenagakerjaan yang berlaku, sehingga THR tidak bisa dipaksakan tanpa implikasi hukum.

    Hanif Dhakiri, mantan Menteri Ketenagakerjaan, menegaskan bahwa status kemitraan mitra pengemudi tidak menjadikan mereka berhak atas THR, dan kebijakan populis tanpa dasar hukum dapat merugikan iklim investasi serta keberlanjutan industri digital.

    Jika sektor ini terhambat akibat regulasi yang kurang tepat, jutaan mitra berisiko kehilangan akses terhadap pekerjaan fleksibel yang telah menjadi sumber penghidupan mereka.

    Sebagai alternatif, ia menyarankan perlindungan sosial berbasis kontribusi bagi pekerja gig. Regulasi yang responsif dan inklusif menjadi kunci agar sektor ini tetap tumbuh tanpa mengorbankan kesejahteraan mitra maupun keberlanjutan industri.

    Sejauh ini, setiap platform ride-hailing memiliki pendekatan unik dalam mendukung mitra pengemudi mereka. Grab menawarkan berbagai keuntungan melalui GrabBenefits, termasuk diskon servis kendaraan, asuransi kesehatan dan kecelakaan, akses kredit, serta dana santunan bagi keluarga mitra dalam situasi darurat.

    Selain itu, Grab menyediakan program GrabScholar untuk beasiswa anak mitra, skema insentif berbasis performa, voucher sembako murah, serta pelatihan dan pengembangan keterampilan untuk membuka peluang usaha. Grab juga mendorong Mitra mereka untuk bergabung dengan BPJAMSOSTEK.

    Gojek, di sisi lain, menitikberatkan pada perlindungan mitra dengan asuransi kecelakaan, posko aman, serta program loyalitas berbasis insentif. Mereka juga menawarkan bantuan finansial seperti sembako murah dan akses kredit, serta fasilitas tambahan seperti diskon merchant dan layanan GoPay. 

    Sementara itu, Lalamove mengutamakan bonus misi dan insentif bagi pengemudi berperforma tinggi, serta akses informasi pesanan untuk memaksimalkan penghasilan.

    Mereka juga bekerja sama dengan BPJAMSOSTEK untuk perlindungan sosial dan memiliki program referral yang memberikan insentif bagi mitra yang mengajak rekan bergabung.

    Dialog yang terbuka tentang solusi menjadi hal yang tak terelakkan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan, terlebih pada momen penting seperti Hari Raya Lebaran.

    Menurut Prof Dr. Aloysius Uwiyono, dinamika pasar sebaiknya dibiarkan berkembang secara alami agar menciptakan ekosistem kemitraan yang kompetitif dan berkelanjutan. Hal ini menjadi faktor utama dalam menarik minat pelaku usaha serta investor dalam jangka panjang. 

    “Dalam konteks ini, peran pemerintah idealnya berfokus pada pengawasan untuk memastikan keseimbangan dan kepastian hukum tanpa melakukan intervensi langsung dalam hubungan privat kemitraan,” ujarnya memberikan saran.

    Wijayanto Samirin menekankan bahwa status mitra pengemudi bervariasi—sebagian menjadikannya pekerjaan utama, sementara lainnya sebagai pekerjaan sampingan. Oleh karena itu, solusi yang diterapkan harus mempertimbangkan kebutuhan yang beragam.

    Ia juga mengingatkan bahwa fleksibilitas merupakan daya tarik utama pekerjaan ini, dan jika mitra diperlakukan seperti pekerja konvensional, mereka berisiko kehilangan fleksibilitas tersebut, atau bahkan jutaan mitra dapat kehilangan pekerjaan.

    Dalam kondisi ekonomi yang tidak menentu, Hanif mengingatkan bahwa beban finansial tambahan bagi perusahaan dapat berdampak negatif, seperti kenaikan tarif, pemotongan insentif, atau pengurangan jumlah mitra pengemudi.

    “Pemerintah untuk berhati-hati dalam menetapkan regulasi terkait THR agar tetap menjaga keseimbangan antara fleksibilitas kerja dan perlindungan bagi para pekerja,” saran Muhammad Hanif Dhakiri.

    Dengan memberikan manfaat yang lebih berkelanjutan dibanding THR, seperti insentif, perlindungan sosial, dana santunan, beasiswa untuk anak Mitra, dan bantuan operasional, pekerja gig dapat menikmati manfaat yang lebih baik dalam jangka panjang tanpa mengorbankan fleksibilitas dan peluang kerja mereka.

    Sebagai industri yang terus berkembang, pendekatan ini memastikan bahwa ekosistem ekonomi gig tetap sehat dan inklusif bagi semua pihak.

    Sumber : Sumber Lain

  • Hak atau Beban Baru? Dilema Regulasi dan Dampaknya bagi Jutaan Mitra

    Hak atau Beban Baru? Dilema Regulasi dan Dampaknya bagi Jutaan Mitra

    PIKIRAN RAKYAT – Tak terasa momen Lebaran Idulfitri 2025  sudah dekat. Bagi para karyawan, pegawai atau pekerja formal, momen lebaran identik dengan Tunjangan Hari Raya (THR) yang banyak ditunggu untuk memenuhi berbagai kebutuhan. 

    Lantas, bagaimana untuk pekerja lepas atau mitra kerja di era ekonomi gig atau sejenisnya?

    Ekonomi gig adalah sistem ekonomi di mana individu bekerja secara fleksibel berdasarkan proyek, tugas, atau permintaan tertentu, tanpa adanya kontrak kerja tetap seperti dalam pekerjaan konvensional. 

    Di Indonesia, mereka mencakup berbagai profesi, seperti mitra pengemudi dan kurir, pekerja lepas (desainer, penulis, programmer), penyedia jasa (teknisi, tukang, tenaga kecantikan), pekerja kreatif (influencer, content creator), instruktur dan konsultan online, serta pelaku bisnis di ekosistem marketplace.

    Penelitian terbaru yang dirilis oleh SBM ITB 2023 menunjukkan bahwa sektor ekonomi gig berkontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, yaitu sekitar Rp 382,62 triliun atau setara dengan 2% dari total PDB Indonesia tahun 2022. 

    Pekerjaan ini menawarkan fleksibilitas bagi pekerjanya. Pekerja gig dapat menyeimbangkan pekerjaan mereka dengan komitmen lain, seperti pendidikan, pengasuhan anak, atau pekerjaan sampingan lainnya. Selain itu juga berkontribusi dalam pengembangan keterampilan pekerja. 

    Polemik

    Namun, di balik itu semua, polemik mengenai status mitra dan tuntutan pemberian THR kepada aplikator terus menjadi sorotan di Indonesia. Seiring dengan berkembangnya ekonomi digital, muncul perdebatan mengenai apakah mitra pengemudi seharusnya diklasifikasikan sebagai pekerja tetap atau masih tetap dalam hubungan kemitraan sebagaimana yang berlaku saat ini. 

    Pemerintah pun berencana mewajibkan pemberian THR bagi mitra platform digital. Rencana ini pun menuai pro dan kontra. Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) mendesak pemerintah agar menetapkan regulasi yang mewajibkan perusahaan ride-hailing memberikan THR dalam bentuk tunai, bukan insentif. 

    Namun, kebijakan ini dinilai dapat menjadi beban tambahan bagi perusahaan dan berisiko menghambat pertumbuhan industri ini ke depan. Apalagi saat ini, perusahaan berbasis platform digital masih menghadapi tantangan keuangan, meskipun beberapa sudah mencapai profitabilitas. 

    Jika biaya tambahan seperti THR diwajibkan, tentu akan menambah beban baru dan keberlangsungan jangka panjang perusahaan akan terkena dampaknya.

    Studi kasus

    Direktur Eksekutif Modantara, Agung Yudha, mengatakan, kebijakan yang pernah diberlakukan di Inggris malah merugikan pengemudi dan pengusaha. Saat itu, Uber diwajibkan membayar tunjangan tambahan bagi mitranya, sehingga harga layanan naik sebesar 10-20%. 

    Namun, kebijakan ini malah berdampak pada penurunan permintaan hingga 15%, yang merugikan pengemudi dan perusahaan. Jika kebijakan serupa diterapkan di Indonesia, ada potensi efek domino yang dapat menekan industri ini secara keseluruhan.

    Hal yang sama juga terjadi di Spanyol, setelah pemerintah menerapkan undang-undang ketenagakerjaan yang mewajibkan pengemudi menjadi karyawan tetap. Uber dan Deliveroo mengurangi jumlah pengemudi hingga 50%. Akibatnya, banyak pekerja gig kehilangan pekerjaan dan fleksibilitas yang mereka andalkan untuk mencari penghasilan tambahan. 

    “Begitu pula yang terjadi di New York,” tambahnya. 

    Agung Yudha, menyoroti bahwa industri on-demand telah berupaya menjaga kesejahteraan mitra melalui berbagai program seperti bantuan modal usaha dan beasiswa. Menurut dia, kebijakan yang tidak tepat dapat menyebabkan para mitra pengemudi kehilangan akses terhadap sumber pendapatan utama mereka.

    Tak penuhi unsur

    Guru Besar Hukum Perburuhan Universitas Trisakti, Prof. Dr. Aloysius Uwiyono menekankan bahwa mitra pengemudi tidak memenuhi unsur hubungan kerja berdasarkan regulasi ketenagakerjaan yang berlaku, sehingga THR tidak bisa dipaksakan tanpa implikasi hukum. 

    Sebagai alternatif, ia menyarankan perlindungan sosial berbasis kontribusi bagi pekerja gig. Regulasi yang responsif dan inklusif menjadi kunci agar sektor ini tetap tumbuh tanpa mengorbankan kesejahteraan mitra maupun keberlanjutan industri.

    Sejauh ini, kata dia, setiap platform ride-hailing memiliki pendekatan unik dalam mendukung mitra pengemudi mereka. Grab menawarkan berbagai keuntungan melalui GrabBenefits, termasuk diskon servis kendaraan, asuransi kesehatan dan kecelakaan, akses kredit, serta dana santunan bagi keluarga mitra dalam situasi darurat. 

    Selain itu, Grab menyediakan program GrabScholar untuk beasiswa anak mitra, skema insentif berbasis performa, vocer sembako murah, serta pelatihan dan pengembangan keterampilan untuk membuka peluang usaha. Grab juga mendorong Mitra mereka untuk bergabung dengan BPJamsostek. 

    Sementara Gojek, menitikberatkan pada perlindungan mitra dengan asuransi kecelakaan, posko aman, serta program loyalitas berbasis insentif. Mereka juga menawarkan bantuan finansial seperti sembako murah dan akses kredit, serta fasilitas tambahan seperti diskon merchant dan layanan GoPay. 

    Kemudian, Lalamove mengutamakan bonus misi dan insentif bagi pengemudi berperforma tinggi, serta akses informasi pesanan untuk memaksimalkan penghasilan. Mereka juga bekerja sama dengan BPJamsostek untuk perlindungan sosial dan memiliki program referral yang memberikan insentif bagi mitra yang mengajak rekan bergabung.

    Perlu solusi

    “Dialog yang terbuka tentang solusi menjadi hal yang tak terelakkan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan,” katanya. 

    Sementara, ekonom Wijayanto Samirin mengatakan, dinamika pasar sebaiknya dibiarkan berkembang secara alami agar menciptakan ekosistem kemitraan yang kompetitif dan berkelanjutan. Hal ini menjadi faktor utama dalam menarik minat pelaku usaha serta investor dalam jangka panjang. 

    Dia menekankan, status mitra pengemudi bervariasi, sebagian menjadikannya pekerjaan utama, sedangkan lainnya sebagai pekerjaan sampingan. Oleh karena itu, solusi yang diterapkan harus mempertimbangkan kebutuhan yang beragam. 

    Ia juga mengingatkan bahwa fleksibilitas merupakan daya tarik utama pekerjaan ini, dan jika mitra diperlakukan seperti pekerja konvensional, mereka berisiko kehilangan fleksibilitas tersebut, atau bahkan jutaan mitra dapat kehilangan pekerjaan. (*) 

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Duh! Asosiasi Usul 2 Juta Ojol Matikan Aplikasi

    Duh! Asosiasi Usul 2 Juta Ojol Matikan Aplikasi

    Jakarta

    Asosiasi ojek online (ojol) Garda Indonesia sudah kehilangan rasa sabar dengan sikap pemerintah yang terkesan tak berdaya di hadapan aplikator seperti Gojek dan Grab. Itulah mengapa, mereka menyerukan mitra driver mematikan aplikasi serempak!

    Raden Igun Wicaksono selaku Ketua Umum Garda Indonesia mengatakan, aplikator telah melanggar Permenhub PM No.12 tahun 2019 dan Kepmenhub KP No.1001 tahun 2022 mengenai tarif potongan aplikasi.

    Mereka sudah berulang kali menuntut pemerintah untuk menghukum aplikator-aplikator yang melanggar aturan. Namun, hingga hari ini, pemangku kepentingan belum melakukan apa-apa.

    “Maka Garda Indonesia menyampaikan ‘Maklumat Mematikan Aplikasi Online Massal’ pada Kamis 27 Februari 2025, sebagai bentuk protes kepada pihak pemerintah yang tidak bisa menindak tegas perusahaan aplikator pelanggar regulasi yang sudah dibuat oleh pemerintah,” ujar Igun kepada detikOto, Senin (24/2).

    “Hingga saat ini rekan-rekan pengemudi ojol/taksol/kurol masih mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari perusahaan-perusahaan aplikator besar yang berbisnis di Indonesia ini,” tambahnya.

    Ojek online alias ojol. Foto: Rifkianto Nugroho

    Igun berharap, separuh dari seluruh ojol di Indonesia mau mematikan aplikasinya serempak pada Kamis (27/2). Maka, dengan demikian, orderan lumpuh dan masyarakat tak bisa menggunakan jasa ojol selama seharian penuh.

    “Target kami sekitar 2 juta dari 4 juta pengemudi online akan melumpuhkan aplikasi online seluruh Indonesia, dan kami Garda minta agar rekan-rekan pengemudi online bisa kompak solid mematikan aplikasinya,” ungkapnya.

    Dia menjelaskan, aksi tersebut untuk memberikan teguran keras ke pemerintah agar lebih memperhatikan nasib ojol di Indonesia. Kini, 30 persen dari penghasilan mitra driver dipangkas aplikator.

    “Sebagai contoh adanya program disebut slot dan aceng yang jelas melanggar tarif, ojol dibayar murah apabila ikut program slot dan aceng agar bisa dapat order terus menerus, namun pengemudi mendapatkan pembayaran tarif di bawah regulasi,” kata dia.

    (sfn/rgr)

  • Gerbang Terkunci saat Kebakaran Gudang Rongsokan di Klungkung Bali, Tukang Jahit Tewas – Halaman all

    Gerbang Terkunci saat Kebakaran Gudang Rongsokan di Klungkung Bali, Tukang Jahit Tewas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, KLUNGKUNG – Gudang rongsokan di Desa Gelgel, Klungkung, Bali dilalap api, Sabtu (22/2/2025) dini hari.

    Akibat peristiwa ini, seorang tukang jahit, Nurianto (37), warga asal Indramayu, Jawa Barat tewas.

    Warga mendapati api sudah berkobar hebat dan gerbang masih dalam keadaan terkunci.

    Saat peristiwa kebakaran, Nurianto berada di gudang rongsokan milik Sarifin itu.

    Kasi Humas Polres Klungkung, AKP Agus Widiono mengatakan diduga korban Nurianto tidak mampu menyelamatkan diri karena api dengan cepat berkobar dan melalap gudang rongsokan.

    KEBAKARAN JAKSEL Insiden kebakaran terjadi di kantor Gojek di Mal Pasaraya Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Kebakaran itu terjadi pada Rabu (19/2/2025) sekitar pukul 13.16 WIB. (Annas Furqon Hakim/TribunJakarta.com)

    Peristiwa kebakaran tersebut dilaporkan terjadi pukul 00.30 Wita.

    “Warga mendapati api sudah berkobar,” ujar Kasatpol PP dan Damkar Klungkung, Dewa Putu Suarbawa, Sabtu (22/2/2025).

    Banyaknya benda-benda yang mudah terbakar di lokasi tersebut, membuat api dengan cepat berkobar. 

    “Tim damkar saat tiba di lokasi, melihat api yang sudah besar dan melalap semua bahan bahan rongsokan. Tim damkar segera melakukan pemadaman,” jelasnya.

    Sebanyak 4 unit armada pemadam kebakaran dikerahkan untuk memadamkan api.

    Karena api yang sangat besar, Damkar Klungkung juga memohon bantuan armada Damkar Gianyar.

    “Tim damkar saat tiba di lokasi, sudah melihat api yang sudah besar dan sudah melalap semua bahan bahan rongsokan. Tim damkar segera melakukan pemadaman,” jelasnya.

    Petugas damkar baru berhasil memadamkan api 4 jam kemudian.

    KEBAKARAN GUDANG RONGSOKAN – Petugas pemadam kebakaran tengah memadamkan api di gudang rongsokan di Desa Gelgel, Klungkung, Bali, Sabtu (22/2/2025) dini hari. Jenazah yang ditemukan sudah berhasil diidentifikasi.

    Selain menyebabkan korban jiwa, musibah itu juga menyebabkan kerugian sekitar Rp100 juta.

    Sementara untuk pemicu kebakaran, masih didalami aparat kepolisian. 

    Sumber: (Tribun-Bali.com/Eka Mita Suputra)

  • Mau Jadi Driver Gojek? Ini Syarat dan Cara Daftarnya, Gratis?

    Mau Jadi Driver Gojek? Ini Syarat dan Cara Daftarnya, Gratis?

    PIKIRAN RAKYAT – Menjadi mitra driver Gojek bisa menjadi opsi yang menarik bagi banyak orang. Selain memiliki fleksibilitas dalam mengatur jadwal kerja, bergabung sebagai driver Gojek juga dapat memberikan pendapatan yang cukup.

    Akan tetapi, apa saja persyaratan dan langkah-langkah untuk mendaftar sebagai driver Gojek? Apakah prosesnya gratis? Simak panduan lengkapnya di bawah ini.

    Syarat Warga negara Indonesia Umur minimum 18 tahun dan maksimum 65 tahun pada saat pendaftaran e-KTP Asli SIM C/D Asli (dalam masa berlaku) STNK dan SKPD Asli (pajak 5 tahunan dalam masa berlaku) SKCK Asli / Legalisir Rekening bank Batas maksimal umur kendaraan 8 tahun (dihitung dari tahun pendaftaran) Maksimal CC tidak boleh lebih dari sama dengan 250 cc Kendaraan 4 Tak Bukan kendaraan motor tipe Trail, Sport, atau Touring. Cara Daftar Download aplikasi ‘Gojek Driver’ Jika sudah ter-install, klik ‘Daftar jadi mitra’ Input nomor HP dan klik check box Input kode OTP yang dikirim via WA/SMS Pilih jenis kendaraan Isi formulir identitas diri Akun GoPay akan diperbaharui ke GoPay Plus, klik ‘Boleh, silakan’ Klik ‘Hubungkan ke ‘GoPay Plus’ Unggah e-KTP Unggah foto wajah Unggah dokumen yang diperlukan Data yang dikirim akan melalui proses verifikasi. Pada menu ‘Daftar Jadi Mitra’, klik tombol ‘Perbarui’ untuk mengecek status pendaftaran. Biaya

    Apakah ada biaya untuk mendaftar sebagai mitra driver Gojek? Tidak ada. Pendaftaran ini sepenuhnya gratis, tanpa biaya apa pun. Jika menemukan adanya pungutan yang tidak sah, Sobat PR bisa melaporkannya.

    Pastikan untuk mengikuti semua langkah di atas dan memastikan bahwa semua dokumen yang dibutuhkan telah disiapkan dan diunggah dengan jelas. Proses rekrutmen Mitra Gojek baru disesuaikan dengan kebutuhan di setiap wilayah dan dapat dibuka atau ditutup sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.

    Pendaftaran yang dilakukan calon mitra secara online melalui Aplikasi Gojek Driver akan diproses lebih lanjut jika terdapat kebutuhan untuk menambah jumlah driver di wilayah tempat calon mitra mendaftar.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Asosiasi Pesimis Ojol Dapet THR Tahun 2025, Ini Alasannya

    Asosiasi Pesimis Ojol Dapet THR Tahun 2025, Ini Alasannya

    Jakarta

    Asosiasi ojek online (ojol) Garda Indonesia mengaku ragu mitra driver bakal mendapat tunjangan hari raya (THR) tahun ini. Sebab, prosesnya masih berjalan dan Lebaran hanya tinggal menghitung pekan.

    Ketua Umum Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono berharap, ojol bisa mendapat THR 2025. Namun, dia juga sadar, aturan terkait belum ada. Sehingga akan sulit untuk mewujudkannya tahun ini.

    “Tahun ini THR sepertinya memang tidak akan diberikan ke pengemudi mitra karena regulasinya memang belum tersedia,” ujar Igun kepada detikOto, dikutip Kamis (20/2).

    Ojek online beroperasi menggunakan aplikasi dalam pelayanannya. Yuk lihat driver ojol ‘ngebid’ di tengah tuntutan dapat THR dari aplikator. Foto: Rifkianto Nugroho

    Igun menjelaskan, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) masih mengkaji aturan terkait. Sehingga, tahun ini, mereka kemungkinan hanya sebatas mengirim surat edaran ke aplikator seperti Gojek atau Grab.

    “Kemenaker masih proses mengkaji dan pada hari raya tahun ini hanya dapat berupa surat edaran dari Menteri Tenaga Kerja (Menaker) kepada seluruh aplikator, sehingga masih tidak ada kewajiban memberikan THR,” tuturnya.

    Di kesempatan yang sama, Igun berharap, ketika kelak ojol mendapat jatah THR dari aplikator, maka besarannya disesuaikan upah minimum provinsi atau UMP setempat.

    “Kami berpatokan pada parameter UMP yang berlaku pada masing-masing provinsi namun variabel rumusannya kami mempersilakan Kemenaker untuk berikan draft kepada kami dan stakeholder hingga tercapai kesepakatan,” kata dia.

    Sebagai catatan, gabungan driver ojol telah melakukan demo besar-besaran di Gedung Kemenaker, Jakarta Selatan, Senin (17/2). Mereka meminta pemerintah untuk ‘mendesak’ aplikator seperti Gojek-Grab agar memberikan THR ke mereka.

    Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengaku, sebelum ada demo besar-besaran, pihaknya telah melakukan pertemuan dengan perwakilan driver ojol untuk membahas rencana pemberian THR. Bukan sekali, pertemuan tersebut digelar hingga tiga kali!

    Selain dengan mitra ojol, Kementerian Ketenagakerjaan juga sudah dua kali bertemu perwakilan pengusaha. Dia mengklaim, pengusaha telah memahami permintaan tersebut.

    “Ya, ini kan kita sudah sampaikan sebenarnya terkait dengan THR kemarin. Pengusaha juga sudah katanya memahami,” jelasnya.

    Menaker dan Wamenaker Lesehan Temui Drivel Ojol Foto: Ignacio Geordy Oswaldo

    Meski sudah berkumpul dan ada kata memahami rencana pemberian THR itu, ia mengatakan sampai saat ini belum ada titik temu, terutama soal penentuan dan formula perhitungan THR bagi driver ojol.

    “Kami mencoba mencari formula terbaiknya itu yang kita tunggu nanti. Karena ini kan masalah keuangan mereka harus ada simulasi yang harus dipersiapkan kan? Kita tunggu nanti dari sini dalam beberapa hari akan finalisasi dengan pengusaha,” kata dia.

    (sfn/dry)

  • Kantor Gojek Terbakar: Tak Ada Korban, Bisnis Tak Terganggu
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        20 Februari 2025

    Kantor Gojek Terbakar: Tak Ada Korban, Bisnis Tak Terganggu Megapolitan 20 Februari 2025

    Kantor Gojek Terbakar: Tak Ada Korban, Bisnis Tak Terganggu
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Kantor Gojek
    di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, kembali beroperasi secara normal setelah terbakar pada Rabu (19/2/2025) sore.
    Josefhine Chitra, Head of Corporate Communications GoTo menyebut, tidak juga ada korban luka mapun korban jiwa atas kejadian tersebut.
    “Situasi sepenuhnya terkendali, tidak ada yang terluka, dan operasi bisnis kami tetap berjalan normal,” kata dia dalam keterangan resmi, Rabu (19/2/2025).
    Josefhine menyebut, titik api semula memang muncul di
    kantor Gojek
    .
    Kebakaran sempat dipadamkan para pegawai. Kemudian, pemadam kebakaran menyelesaikannya. 
    “Diketahui muncul titik api kecil di kantor GoTo, yang kemudian dengan cepat ditangani,” tambah dia.
    Sebelumnya, kebakaran terjadi pada sekitar pukul 13.16 dan dipadamkan pukul 13.40 WIB.
    Kebakaran kantor Gojek
    diduga disebabkan korsleting di ruang Air Handling Unit (AHU) yang berada di lantai 8.
    “Dugaan penyebab fenomena kelistrikan. Fenomena kelistrikan itu sudah mencakup korsleting, dan lain-lain,” kata Kasudin Gulkarmat Jakarta Selatan Syamsul Huda, Rabu.
    Karyawan semula mendapati asap yang mengepul di lantai 7, namun setelah ditelusuri titik api berasal dari lantai 8.
    “Dilanjutkan ke lantai 8 dan titik api ditemukan di ruang AHU dan langsung dilakukan pemadaman menggunakan APAR,” kata dia.
    Meski karyawan sempat panik karena kebakaran itu, beruntung tidak menyebabkan korban jiwa dan luka.
    Para karyawan di dalam gedung juga dengan sigap mengevakuasi diri mereka.
    Kerugian akibat kebakaran ini ditaksir mencapai Rp 100 juta.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kemenaker Bakal Terbitkan Surat Edaran (SE) THR Ojol Awal Ramadan

    Kemenaker Bakal Terbitkan Surat Edaran (SE) THR Ojol Awal Ramadan

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) akan menerbitkan Surat Edaran (SE) sebagai pedoman pelaku usaha dalam memberikan tunjangan hari raya bagi pengemudi transportasi online, seperti ojek online, taksi online, dan kurir.

    Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker Indah Anggoro Putri menyampaikan, pedoman tersebut diperkirakan terbit pada awal Ramadan.

    Merujuk Kalender Hijriah Indonesia Tahun 2025 yang diterbitkan Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag), 1 Ramadan 1446H jatuh pada 1 Maret 2025. Itu artinya, SE tersebut diharapkan terbit pada akhir Februari 2025.

    “Insya Allah awal Ramadan [SE terbit],” kata Indah kepada Bisnis, dikutip Kamis (20/2/2025).

    Sejauh ini, Indah menyebut bahwa pihaknya masih mendiskusikan terkait skema pemberian THR kepada pengemudi transportasi online. Ada dua kemungkinan, yakni dalam bentuk uang tunai atau berupa barang.

    Selain itu, Kemnaker masih mempertimbangkan istilah yang tepat mengenai pemberian tunjangan hari raya ini. Sebab, pekerja dan pelaku usaha memiliki pendapat yang berbeda soal istilah tersebut.

    Indah mengungkap, manajemen aplikator ingin agar istilah yang digunakan adalah Bantuan Hari Raya (BHR), sedangkan para pekerja ingin menggunakan istilah THR.

    Untuk itu, pihaknya tengah mempertimbangkan istilah mana yang paling pas digunakan. “Kita masih mempertimbangkan mana yang lebih pas,” ujarnya.

    Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) sebelumnya memastikan bahwa formulasi pemberian THR untuk pengemudi transportasi online masih tersebut berjalan.

    Dia menyebut perusahaan aplikasi atau aplikator seperti Gojek maupun Grab Indonesia sudah merespons soal tuntutan dari mitra pengemudi terkait dengan THR ojol. 

    “Sudah ada  [respons dari aplikator], tapi kan kita coba mencari solusi yang terbaik ya,” kata Yassierli ke wartawan saat ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (19/2/2025). 

    Yassierli juga berkomunikasi dengan eselon I Kemnaker mengenai pemberian THR untuk pengemudi transportasi online. Kendati begitu, dia enggan untuk membeberkan progres pembahasan yang masih bergulir.

    “Belum bisa disampaikan [progres pembahasan],” pungkasnya. 

  • Menaker soal Progres Aturan THR Ojol: Masih Cari Solusi Terbaik

    Menaker soal Progres Aturan THR Ojol: Masih Cari Solusi Terbaik

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli masih menutup rapat informasi soal progres negosiasi dengan perusahaan aplikasi, terkait dengan pemberian tunjangan hari raya (THR) untuk para pengemudi ojek online (ojol). 

    Menaker Yassierli hanya memastikan bahwa formulasi pemberian THR untuk pengemudi atau driver ojol masih dirumuskan dan terus berjalan. 

    Dia menyebut perusahaan aplikasi atau aplikator seperti Gojek maupun Grab Indonesia sudah merespons soal tuntutan dari mitra pengemudi terkait dengan THR ojol.

    “Sudah ada  [respons dari aplikator], tapi kan kita coba mencari solusi yang terbaik ya,” kata Yassierli ke wartawan saat ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (19/2/2025). 

    Selain dengan perusahaan aplikasi, Yassierli menyebut terus berkomunikasi juga dengan pejabat eselon I Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) soal THR untuk ojol. Namun, dia masih menutup rapat progres pembahasan yang bergulir. 

    “Belum bisa disampaikan [progres pembahasan],” ujarnya.

    Meski demikian, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker Indah Anggoro Putri menyebut dalam waktu dekat akan meluncurkan Surat Edaran atau SE yang mengatur soal pemberian THR untuk ojol hingga kurir online. 

    Adapun, penetapan SE itu sebagai pedoman bagi pengusaha menyusun aturan THR kepada ojol, taksi online, dan kurir online. 

    “Dalam jangka pendek Insya Allah akan dikeluarkan SE Menteri Ketenagakerjaan tentang tunjangan hari raya,” kata Indah dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (18/2/2025).

    Kendati begitu, Kemenaker masih menemui tantangan dalam menerbitkan SE tersebut. Sebab, baik Kemenaker maupun pengusaha memiliki pendapat yang berbeda mengenai istilah THR.

    Dalam hal ini, kata Indah, Kemenaker ingin menggunakan istilah THR, sedangkan pelaku usaha mengharapkan agar istilah tersebut diganti dengan Bantuan Hari Raya (BHR). 

    “Kalau disebutnya THR, mereka [pengusaha] takutnya mengikat karena pekerja,” ujarnya. 

    Sebelumnya, para mitra pengemudi ojol berdemo di Kantor Kemnaker, Senin (17/2/2025). Korlap Aksi dan Ketua Serkat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati menjelaskan bahwa pihaknya bakal melakukan aksi damai menuntut agar para driver ojol bisa mendapat THR.

    “Yang pasti adalah tuntutan kami. Bahwa kami harus mendapatkan THR berupa uang, bukan berupa bahan pokok,” jelasnya saat ditemui di Kantor Kemnaker, Senin (17/2/2025).