Perusahaan: Facebook

  • Puluhan Website Pemerintah India Arahkan Pengguna ke Situs Penipuan, Kok Bisa? – Page 3

    Puluhan Website Pemerintah India Arahkan Pengguna ke Situs Penipuan, Kok Bisa? – Page 3

    Dampak Mengerikan Judi OnlineJudol telah berkembang dengan modus yang semakin canggih. Kemudahan akses dan promosi manipulatif berupa kemenangan palsu juga semakin tersamarkan.

    Langkah ini telah menjebak banyak individu dalam lingkaran kecanduan. Hingga 27 Desember 2024, Kemkomdigi telah memblokir 5.512.602 konten terkait judol di berbagai platform digital. 

    Mediodecci mengungkapkan bagaimana judol memberi dampak buruk pada fisik, psikologis, maupun sosial masyarakat. 

    Data digital Indonesia per Januari 2024, katanya, tercatat ada 185 juta pengguna internet di Indonesia dengan waktu berselancar paling tinggi di dunia yaitu 7 hingga 8 jam perhari. Jumlah ini kurang lebih 70 persen dari jumlah penduduk.

    Sebanyak 139 juta di antaranya adalah pengguna media sosial dengan waktu menggunakannya 3 jam per hari. Dari 139 juta itu, 90 persen adalah pengguna aplikasi WhatsApp, 85 persen Instagram, dan selebihnya adalah pengguna Facebook dan TikTok. 

    “Pergerakan dana dari aktivitas-aktivitas tersebut sangat besar khususnya terkait judol. Dan 80 ribu yang tersasar adalah mereka yang masuk kategori anak-anak,” ujar Medidecci.

  • Zuckerberg Contek Elon Musk Demi Puaskan Donald Trump

    Zuckerberg Contek Elon Musk Demi Puaskan Donald Trump

    Jakarta

    Mark Zuckerberg selaku pemilik Meta melakukan perubahan besar. Meta akan menyingkirkan pemeriksa fakta atau fact checker dan secara drastis mengurangi penyensoran.

    Mereka juga merekomendasikan lebih banyak konten politik di platformnya, termasuk Facebook, Instagram, dan Threads. Dengan kata lain, platform Meta akan jauh lebih bebas dalam menampilkan konten dibandingkan sebelumnya.

    Dalam video, Zuckerberg berjanji memprioritaskan kebebasan bicara setelah kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih dan mengatakan bahwa, dimulai di AS, ia akan menyingkirkan pemeriksa fakta dan menggantinya dengan community notes atau catatan komunitas yang mirip dengan X.

    X, media sosial milik Elon Musk, bergantung pada pengguna lain untuk menambahkan peringatan dan konteks pada postingan kontroversial. Menurut Zuck, para pemeriksa fakta Meta terlalu bias secara politis.

    Meta memiliki lebih dari 3 miliar pengguna. Zuck menyebut akan bekerja dengan Trump untuk melawan pemerintah di seluruh dunia yang mengekang perusahaan-perusahaan Amerika dan mendorong lebih banyak sensor.

    Ia menyinggung Eropa sebagai tempat dengan makin banyak undang-undang yang melembagakan penyensoran dan mempersulit inovasi. Ia menambahkan Negara-negara Amerika Latin memiliki pengadilan rahasia yang dapat memerintahkan perusahaan untuk diam-diam menghapus sesuatu.

    “Ada juga banyak hal yang benar-benar buruk di luar sana, narkoba, terorisme, eksploitasi anak. Ini adalah hal-hal yang kami tanggapi dengan sangat serius, dan saya ingin memastikan bahwa kami menanganinya dengan bertanggung jawab,” katanya.

    Pilpres AS menurutnya jadi titik balik. “Pemilu baru-baru ini juga terasa seperti titik balik budaya menuju, sekali lagi, memprioritaskan kebebasan berbicara,” cetusnya. yang dikutip detikINET dari Guardian.

    Menurutnya, menghapus beberapa batasan pada konten tentang topik seperti gender dan imigrasi akan memastikan orang dapat berbagi keyakinan dan pengalaman mereka. Fokus filter akan dialihkan hanya untuk menangani pelanggaran ilegal atau tingkat keparahan tinggi.

    Meta akan mengandalkan pengguna untuk melaporkan pelanggaran dengan tingkat keparahan yang lebih rendah sebelum mengambil tindakan. “Dengan menguranginya, kami akan mengurangi jumlah penyensoran di platform kami secara drastis,” katanya.

    (fyk/rns)

  • Belum Sebulan Dipasang, Pagar Pembatas di Waduk Bunder Gresik Ambruk, Diduga Dirusak Orang

    Belum Sebulan Dipasang, Pagar Pembatas di Waduk Bunder Gresik Ambruk, Diduga Dirusak Orang

    Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Willy Abraham

    TRIBUNJATIM.COM, GRESIK – Pagar pembatas di waduk Bunder Gresik ambruk. Peristiwa ini ramai menjadi perbincangan di platform media sosial, salah satunya Facebook (FB).

    Pagar dengan kawat berduri itu memang belum satu bulan dipasang memanjang. Mulai dari dekat taman Bunder sampai ke selatan. Pagar tersebut roboh, ada yang besinya lepas dari pondasi bawah.

    Diketahui pada akhir tahun lalu, memang di sekitar waduk Bunder menjadi tempat berjualan. Mulai dari minuman ringan, buah-buahan dan lain sebagainya. Tempat berjualannya ada yang menggunakan rombong, atau pick up.

    Kemudian dipasang pagar besi dengan kawat berduri. Aktivitas pedagang dadakan itu tak seramai beberapa waktu lalu.

    Pantauan di lapangan, masih ada satu pedagang buah yang nekat berjualan memanfaatkan pagar besi kawat berduri sebagai cantolan. Sehingga dagangan buahnya mendekati jalan raya Cerme yang ramai kendaraan.

    Kondisi pagar pembatas di waduk Bunder Gresik yang ambruk (TRIBUNJATIM.COM/WILLY ABRAHAM)

    Kondisi pagar besi kawat berduri yang ambruk ini mendapat perhatian dari warga. Salah satunya Miftahul warga Padeg. Bapak satu anak ini, setiap berangkat kerja melihat pagar besi yang ambruk semakin panjang.

    “Mungkin dirusak orang, semoga pihak terkait segera memperbaiki,” kata pria berusia 26 tahun ini.

    Dikonfirmasi terpisah, Kabid SDA Dinas PUTR Kabupaten Gresik Ubaidilah mengatakan, pagar tersebut merupakan wewenang dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo.

    “Rencana perbaikan ada, tapi saat ini pagar besi tersebut masih untuk pengamanan aset dan keamanan teknis oleh BBWS,” kata Ubaid sapaan akrabnya. 

  • Karyawan Takut Instagram-Facebook Kini Sarang Tukang Bohong

    Karyawan Takut Instagram-Facebook Kini Sarang Tukang Bohong

    Karyawan Takut Instagram-Facebook Kini Sarang Tukang Bohong

    Tech

    8 jam yang lalu

  • Antara Trump, Denmark dan Aspirasi Kemerdekaan

    Antara Trump, Denmark dan Aspirasi Kemerdekaan

    Jakarta

    Grinlandia, atau Geenland ,sudah menjadi incaran Donald Trump sejak masa jabatan pertamanya sebagai presiden Amerika Serikat pada tahun 2019. Ketika keinginannya itu ditolak oleh Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen, dia sontak membatalkan kunjungan kenegaraan ke Kopenhagen.

    Jelang pelantikan Trump pada 20 Januari mendatang, gagasan membeli wilayah konstituen Kerajaan Denmark itu kembali merebak.

    Grinlandia bukan satu-satunya wilayah negara lain yang ingin dicaplok pemerintahan Trump. Sejak kemenangannya pada pemilu November lalu, Trump telah menuntut kendali atas Terusan Panama dan bahkan penggabungan Kanada ke dalam wilayah Amerika Serikat.

    Di tengah perdebatan tersebut, putra sang presiden, Donald Trump Junior, berkunjung ke Grinlandia dalam kapasitas “sebagai wisatawan saja,” kata dia kepada stasiun radio lokal setelah mendarat di bandar udara Nuuk, ibu kota Greenland.

    Sebelum kepergian putranya, Trump sempat mengunggah video yang menunjukkan seorang simpatisan Partai Republik meminta AS membebaskan Grinlandia dari “pemerintahan kolonial” Denmark.

    Trump menjanjikan perlindungan bagi Greenland dan sekitar 56.000 penduduknya. Namun hingga kini, dia belum mengungkapkan alasan di balik niatan tersebut.

    AS telah mengoperasikan pangkalan udara di barat laut Grinlandia sejak tahun 1951. Dilihat secara ekonomi dan geopolitik, negeri es itu akan menambah jangkauan AS di wilayah Arktik yang kaya sumber daya alam. Di sana, Rusia dan Cina juga semakin giat menegaskan klaim teritorial pada saat lapisan es mencair. AS sendiri termasuk negara Arktik karena terhubung melalui negara bagian Alaska.

    Aspirasi kemerdekaan Grinlandia

    Aaja Chemnitz, seorang anggota parlemen Denmark yang berasal dari Grinlandia, menolak kampung halamannya dijadikan instrumen geopolitik. “Saya tidak ingin menjadi pion dalam mimpi liar Trump untuk memperluas imperialisme AS dan memasukkan negara kita ke dalamnya,” tulis Chemnitz di Facebook.

    Klaim teritorial AS atas Greenland datang pada saat ketika seisi negeri sedang ingin melepas ikatan dengan Kerajaan Denmark. Dalam pidato Tahun Barunya, Perdana Menteri Múte Egede menyerukan “langkah-langkah penting menuju kemerdekaan. Masa depan negara adalah milik kita!,” serunya.

    Pulau yang dihuni bangsa Inuit ini sempat dijajah oleh Denmark dan Norwegia pada abad ke-18, sebelum akhirnya kembali dikuasai kerajaan di Kopenhagen. Setelah Perang Dunia Kedua, Denmark mengabulkan tuntutan dekolonialisasi Grinlandia secara resmi.

    Tetapi pada saat yang sama, perempuan Inuit dipaksa menggunakan alat kontrasepsi dan anak-anak dideportasi ke daratan Denmark tanpa persetujuan orang tua mereka. Sejarah tersebut ikut melandasi keinginan banyak warga Grinlandia untuk akhirnya melepaskan diri dari Denmark.

    Ketika parlemen baru terpilih di daerah otonom pada bulan April, para pendukung kemerdekaan berharap adanya upaya yang lebih signifikan. PM Egede mengatakan dalam pidato bahwa parlemen telah mulai menyusun konstitusi untuk Grinlandia yang berdaulat.

    Denmark tegaskan klaim teritorial

    Salah satu isu yang ramai dibahas menyangkut kemampuan Grinlandia untuk merdeka secara ekonomi. Selama ini, pemerintah di Kopenhagen mengirimkan dana senilai sekitar 550 juta euro, sekitar sepertiga dari total anggaran negara, setiap tahunnya.

    Denmark tidak berniat membebaskan Grinlandia, terutama karena sumber daya alam dan nilai geostrategisnya. Sikap itu diperjelas oleh Menteri Pertahanan Troels Lund Poulsen yang tak lama setelah ucapan Trump menerbitkan daftar belanja untuk memperkuat infrastruktur militer di Grinlandia.

    Pada saat yang sama, Kerajaan Denmark menepatkan simbol beruang kutub khas Grinlandia dan domba jantan dari Kepulauan Faroe ke dalam desain lambang nasional yang baru. “Kita saling memiliki,” kata Raja Frederik ke10 dalam pidato tahun barunya.

    Aspirasi warga Grinlandia kemungkinan besar akan disuarakan melalui pemilu. Apakah memilih kemerdekaan, penggabungan ke AS atau tetap bersama Denmark, pencairan Arktik akan semakin meningkatkan nilai strategis Grinlandia.

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Jerman

    (ita/ita)

  • Bos Big Tech Ramai-ramai Merapat ke Trump

    Bos Big Tech Ramai-ramai Merapat ke Trump

    Jakarta

    Langkah CEO Meta, Mark Zuckerberg, menghapuskan tim pemeriksa fakta dan menggantinya dengan catatan komunitas dinilai sebagai kemenangan terbaru bagi presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, dan penasihatnya, Elon Musk.

    Langkah induk perusahaan Facebook, Meta, untuk membentuk tim pemeriksa fakta muncul delapan tahun lalu setelah Trump secara mengejutkan memenangkan pemilu tahun 2016. Menurut para kritikus, hasil ini dimungkinkan oleh disinformasi yang merajalela di Facebook dan campur tangan oleh aktor asing, termasuk Rusia, di platform tersebut. Sekarang tim itu akan dihapus.

    Pemangkasan tim pengecek fakta ini terjadi beberapa hari sebelum pelantikan Trump, dan setelah beberapa pemimpin perusahaan teknologi AS menjalin hubungan dengannya.

    Sejak pemilihan umum pada November 2024, sejumlah tokoh senior telah bertemu dengan Trump di kediamannya di Florida, termasuk Zuckerberg dari Meta, CEO Apple Tim Cook, dan pendiri Amazon sekaligus eksekutif teknologi antariksa Jeff Bezos.

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Amazon dan Meta telah mengumumkan sumbangan sebesar $1 juta untuk dana pelantikan Trump, seperti yang dilaporkan dilakukan oleh Cook dari Apple, dalam kapasitas pribadinya.

    Sementara itu, Elon Musk, pemilik platform media sosial X dan orang terkaya di dunia saat ini, adalah salah satu penasihat terdekat Donald Trump.

    Bos Meta Mark Zuckerberg mengatakan keputusan itu adalah tentang “mengembalikan kebebasan berekspresi” di platformnya dan “mengurangi kesalahan” yang katanya dibuat oleh sistem moderasi konten otomatis, yang mereka yakini langkah itu sama saja dengan penyensoran dalam beberapa kasus, menuduh beberapa pemeriksa fakta dipengaruhi oleh bias mereka sendiri.

    Pentingnya pemeriksa fakta di media sosial

    Lembaga pemeriksa fakta independen di Inggris, Full Fact, mengatakan keputusan itu kemungkinan akan membantu misinformasi menyebar lebih mudah secara daring.

    “Keputusan Meta untuk mengakhiri kemitraannya dengan pemeriksa fakta di AS mengecewakan dan merupakan langkah mundur yang berisiko menimbulkan efek mengerikan di seluruh dunia,” ujar Chris Morris, kepala eksekutif Full Fact.

    “Dari menjaga pemilu hingga melindungi kesehatan masyarakat hingga meredakan potensi kerusuhan di jalanan, pemeriksa fakta adalah penanggap pertama di lingkungan informasi. Spesialis kami dilatih untuk bekerja dengan cara yang mempromosikan bukti yang kredibel dan memprioritaskan penanganan informasi yang berbahaya. Kami percaya masyarakat punya hak untuk mengakses keahlian kami,” ujarnya.

    Sementara Ethan Zuckerman, profesor kebijakan publik, mengatakan bahwa perubahan dalam pemeriksaan fakta adalah “keputusan yang memajukan tujuan bisnis Zuckerberg: pemeriksaan fakta sulit, mahal, dan kontroversial,” kata yang baru-baru ini menggugat Meta atas kebijakan algoritmanya, kepada AFP.

    Namun bagi mereka yang berada di wilayah sayap kanan, keputusan tersebut merupakan titik balik.”Bagi kami yang telah berjuang dalam perang kebebasan berbicara selama bertahun-tahun, ini terasa seperti kemenangan besar dan titik balik,” kata investor David Sacks, yang berminat mengambil alih portofolio kecerdasan buatan dalam pemerintahan Trump.

    Trump telah menjadi kritikus keras Meta dan Zuckerberg selama bertahun-tahun. Ia menuduh perusahaan tersebut bias terhadapnya dan mengancam akan membalas begitu kembali menjabat.

    Ketika ditanya oleh wartawan apakah menurutnya langkah pemeriksaan fakta tersebut merupakan respons atas ancamannya terhadap Zuckerberg, Trump menjawab: “Mungkin, ya.”

    Pemulihan hubungan antara Mark Zuckerberg dan Trump telah lama diprediksi. Meta baru-baru juga ini menempatkan sekutu Trump, Dana White, di jajaran direksi.

    Meta terapkan “catatan komunitas”

    Keputusan itu, dan langkah untuk memangkas operasi pengecekan fakta, muncul setelah pilihan Trump untuk Komisi Komunikasi Federal, Brendan Carr, menuduh Facebook, Google, dan Apple “memainkan peran utama” dalam “kartel sensor.”

    Sam Altman, CEO di OpenAI, juga telah mengirimkan sinyal mendekat kepada pemerintahan yang akan datang, dengan mengatakan kepada penyiar konservatif Fox News pada bulan Desember bahwa ia yakin Trump akan mempertahankan Amerika Serikat sebagai pemain terkemuka di sektor kecerdasan buatan.

    Profesor ilmu politik Universitas Brown, Wendy Schiller, mengaku tidak terkejut bahwa perusahaan media sosial seperti Meta mulai meninggalkan pemeriksaan fakta karena partai politik dan perusahaan media sosial berkembang pesat ketika ada perpecahan.

    Namun, ia menambahkan bahwa “hal yang menyelamatkan mungkin adalah masih ada sejumlah outlet media sosial yang kompetitif sehingga tidak ada satu orang atau perusahaan pun yang mengendalikan semua arus informasi, termasuk pemerintah.”

    Facebook akan mengganti program pemeriksaan fakta dengan fitur bergaya “catatan komunitas”, mirip dengan yang digunakan pada platform X milik Musk.

    Musk segera mengisyaratkan persetujuannya, menyebut perubahan itu “keren.”

    AFP saat ini bekerja dalam 26 bahasa dengan program pemeriksaan fakta Facebook, di mana Facebook membayar untuk menggunakan pemeriksaan fakta dari sekitar 80 organisasi di seluruh dunia pada platformnya, WhatsApp dan Instagram.

    ae/hp (AFP, dpa)

    (ita/ita)

  • Meta Ikuti X Bikin Community Notes

    Meta Ikuti X Bikin Community Notes

    Video Pengumuman Mark Zuckerberg: Meta Ikuti X Bikin Community Notes

    874 Views | Rabu, 08 Jan 2025 09:44 WIB

    Facebook akan mengalami perubahan fitur. Pengumuman ini disampaikan oleh CEO Meta Mark Zuckerberg. Zuckerberg mengatakan fitur pemeriksaan fakta akan diganti dengan catatan komunitas atau community notes seperti di X milik Elon Musk.

    Dinda Ayu/Reuters – 20DETIK

  • Ikuti X, Meta Ganti Pengecek Fakta dengan Community Notes

    Ikuti X, Meta Ganti Pengecek Fakta dengan Community Notes

    Jakarta

    Meta akan menghilangkan program pengecek fakta pihak ketiga di Facebook, Instagram, dan Threads. Program ini akan digantikan fitur Community Notes yang terinspirasi dari Twitter/X.

    Perubahan ini diumumkan langsung oleh Chief Global Affair Officer Meta Joel Kaplan yang baru saja menjabat. Dalam postingannya di blog Meta, Kaplan mengatakan program baru ini diharapkan bisa mengurangi kesalahan menindak konten yang sering dikeluhkan pengguna di platform milik Meta.

    “Kami melihat pendekatan ini berhasil di X – di mana mereka memberdayakan komunitas mereka untuk menentukan kapan postingan berpotensi menyesatkan dan membutuhkan lebih banyak konteks, dan orang-orang dari berbagai perspektif memutuskan jenis konteks apa yang bermanfaat bagi pengguna lainnya,” kata Kaplan, seperti dikutip dari The Verge, Rabu (8/1/2025).

    “Menurut kami ini akan menjadi cara yang lebih baik untuk mencapai tujuan awal kami dalam menyediakan informasi kepada orang-orang tentang apa yang mereka lihat – dengan cara yang tidak terlalu rentan terhadap bias,” sambungnya.

    Fitur Community Notes awalnya akan tersedia di Amerika Serikat dalam beberapa bulan ke depan, dan akan terus ditingkatkan dalam setahun ke depan. Ketika sebuah postingan menerima Community Notes, akan ada label yang menandakan bahwa ada informasi lebih lanjut yang tersedia.

    Sama seperti di X, Meta mengatakan fitur Community Notes di platform-nya membutuhkan persetujuan dari orang-orang dengan sudut pandang yang berbeda untuk menghindari rating yang bias.

    Perubahan sistem moderasi ini bertujuan untuk mengatasi keluhan pengguna bahwa Meta terlalu banyak menyensor konten yang dianggap tidak berbahaya di platform-nya, dan lambat dalam menanggapi pengguna yang akunnya dibatasi.

    Meta juga akan menghulangkan sejumlah batasan yang ada saat ini seputar topik seperti imigrasi dan identitas gender, serta mulai menampilkan konten politik di feed pengguna Facebook, Instagram, dan Threads dengan pendekatan yang lebih dipersonalisasi.

    Perusahaan besutan Mark Zuckerberg ini masih akan menggunakan sistem moderasi otomatis, namun sistem ini hanya akan fokus untuk menangani pelanggaran yang lebih berat seperti terorisme, eksploitasi seksual anak, obat-obatan terlarang, dan penipuan.

    Pelanggaran kebijakan yang tidak terlalu berat kini harus dideteksi dan dilaporkan oleh anggota komunitas sebelum Meta mengambil tindakan. Sebagian besar sistem Meta untuk memprediksi postingan yang mungkin melanggar kebijakan dan menurunkan peringkat konten tersebut juga akan dihilangkan.

    (vmp/vmp)

  • CEO X Linda Yaccarino Buka Suara soal Meta Setop Program Cek Fakta di Facebook dan Instagram – Page 3

    CEO X Linda Yaccarino Buka Suara soal Meta Setop Program Cek Fakta di Facebook dan Instagram – Page 3

    Unggahan blog Meta menyebut bahwa hal itu juga akan membatalkan perluasan misi aturan dan kebijakan, menyoroti penghapusan pembatasan pada subjek termasuk imigrasi, gender, dan identitas gender. 

    Perubahan ini terjadi ketika perusahaan teknologi dan para eksekutifnya bersiap untuk pelantikan Presiden AS Donald Trump pada 20 Januari 2025.

    Trump sebelumnya vokal mengkritik Meta dan pendekatannya terhadap moderasi konten, menyebut Facebook “musuh rakyat” pada Maret 2024.

    Tetapi hubungan antara keduanya kemudian membaik. Zuckerberg makan malam di perkebunan Trump di Mar-a-Lago pada November. Meta juga menyumbang USD 1 juta untuk dana pelantikan presiden.

    “Pemilihan baru-baru ini juga terasa seperti titik balik yang memprioritaskan kebebasan berbicara,” kata Zuckerberg dalam sebuah video.

    Penggantian Nick Clegg oleh Joel Kaplan sebagai Head of Global Affairs Meta juga diartikan sebagai sinyal perubahan pendekatan perusahaan terhadap moderasi dan perubahan prioritas politiknya.

    Kate Klonick, profesor hukum di St John’s University Law School, mengatakan perubahan tersebut mencerminkan tren yang tampaknya tak terhindarkan selama beberapa tahun terakhir, terutama sejak pengambilalihan X oleh Elon Musk.

    “Tata kelola pribadi ujaran di platform ini semakin menjadi poin politik,” katanya kepada BBC News.

    “Ketika perusahaan sebelumnya menghadapi tekanan untuk membangun kepercayaan dan mekanisme keamanan dalam menangani isu-isu seperti pelecehan, ujaran kebencian, dan disinformasi, perubahan radikal ke arah yang berlawanan kini tengah berlangsung,” Klonick memungkaskan.

  • Bos Facebook-Instagram Tiru Gaya Elon Musk Supaya Donald Trump Happy

    Bos Facebook-Instagram Tiru Gaya Elon Musk Supaya Donald Trump Happy

    Jakarta, CNBC Indonesia – Meta Platforms, perusahaan induk Facebook, Instagram, dan WhatsApp, merevisi aturan komunitas di semua platform media sosial milik mereka. Program cek fakta dihapus dan larangan konten sensitif diperlunak.

    Reuters menyatakan perubahan kebijakan di Meta adalah yang paling drastis dalam beberapa tahun terakhir. Langkah ini menandakan bahwa CEO Meta Mark Zuckerberg ingin memperbaiki hubungannya dengan Donald Trump, yang dalam waktu dekat akan dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat.

    Zuckerberg sebelumnya juga telah merekrut tokoh Partai Republik Joel Kaplan sebagai Kepala Urusan Global Meta dan mengangkat orang dekat Trump dan CEO UFC, Dana White, sebagai anggota komisaris Meta.

    “Kami mencapai titik sehingga terlalu banyak kesalahan dan terlalu banyak sensor. Ini saatnya untuk balik ke akar yaitu kebebasan berekspresi,” kata Zuckerberg.

    Trump menyambut baik perubahan kebijakan di Meta. “Mereka sudah berubah banyak, Meta. Orang itu [Zuckerberg] sangat mengesankan,” katanya. Sebelumnya, Trump padahal sempat melontarkan ancaman akan memenjarakan Zuckerberg. Trump mengatakan perubahan kebijakan ini “mungkin saja” adalah respons Zuckerberg atas ancaman tersebut.

    Instagram, Threads, dan Facebook akan mengganti program cek fakta mereka dengan sistem “catatan komunitas” seperti yang telah diterapkan di X, platform media sosial milik Elon Musk yang dulu bernama Twitter.

    Meta juga akan berhenti secara aktif mencari ujaran kebencian dan konten yang melanggar aturan. Pihak perusahaan hanya akan merespons laporan dari pengguna. Sistem blokir otomatis akan difokuskan ke potensi pelanggaran yang sangat berbahaya seperti terorisme, eksploitasi anak, penipuan, dan narkoba.

    Perubahan kebijakan saat ini hanya berlaku di Amerika Serikat. Meta belum memiliki rencana untuk mengakhiri program cek fakta di pasar lainnya, termasuk Uni Eropa.

    Di Uni Eropa, media sosial harus mentaati aturan Digital Services Act yang berlaku mulai 2023. Semua media sosial raksasa diwajibkan untuk menangani konten ilegal dan konten yang menimbulkan risiko kepada keamanan publik, di platform mereka. Jika gagal melaksanakan aturan itu, perusahaan terancam denda 6 persen dari pendapatan global.

    (dem/dem)