Perusahaan: Boeing

  • Tanda Tanya Siapa Matikan Sakelar Pengendali BBM di Air India

    Tanda Tanya Siapa Matikan Sakelar Pengendali BBM di Air India

    Jakarta

    Insiden jatuhnya pesawat Air India nomor penerbangan 171 yang menewaskan 260 orang pada Juni lalu masih diselidiki. Tim penyelidik menemukan kejanggalan terkait sakelar pengendali bahan bakar pesawat Air India.

    Hanya beberapa detik setelah lepas landas, kedua sakelar pengendali bahan bakar Boeing 787 Dreamliner berusia 12 tahun itu tiba-tiba berpindah ke posisi “mati” sehingga mesin kekurangan bahan bakar dan memicu kehilangan daya. Perpindahan pengendali bahan bakar ke posisi “mati” biasanya hanya dilakukan setelah mendarat.

    Rekaman audio kokpit merekam suara seorang pilot bertanya kepada pilot lainnya mengapa ia “mematikan sakelar”, yang dijawab oleh pilot tersebut bahwa ia tidak melakukannya. Rekaman tersebut tidak menjelaskan siapa yang mengatakan apa. Pada saat lepas landas, kopilot sedang menerbangkan pesawat, sedangkan kapten memantau.

    Sakelar-sakelar tersebut kemudian dinyalakan lagi, yang memicu penyalaan ulang mesin secara otomatis.

    Pada saat pesawat jatuh, diketahui satu mesin mendapatkan kembali daya dorong. Adapun mesin lainnya menyala kembali tetapi belum sempat mendapatkan daya dorong.

    Pesawat Air India dengan nomor penerbangan 171 hanya mengudara kurang dari satu menit sebelum jatuh di permukiman padat di Kota Ahmedabad, India. Peristiwa itu merupakan salah satu bencana penerbangan paling membingungkan di India.

    Para penyelidik sedang menyelidiki puing-puing dan perekam kokpit untuk memahami apa yang salah sesaat setelah pesawat lepas landas. Pesawat tersebut naik hingga 625 kaki dalam cuaca cerah, namun kehilangan data lokasi setelah 50 detik, menurut situs FlightRadar24.

    Laporan awal dari investigasi tersebut yang dipimpin otoritas India dengan beranggotakan para ahli dari Boeing, General Electric, Air India, regulator India, serta peserta dari AS dan Inggris menimbulkan beberapa pertanyaan.

    Penyelidik mengatakan sakelar bahan bakar dilengkapi pengunci tuas. Cara menyalakannya: sakelar harus ditarik ke atas untuk membuka kunci lalu dibalik. Mekanisme ini dirancang untuk mencegah sakelar diaktifkan atau dimatikan secara tidak disengaja, sebuah fitur keselamatan yang sudah ada sejak tahun 1950-an. Braket pelindung juga melindungi sakelar itu dari benturan yang tidak disengaja.

    “Hampir mustahil untuk menarik kedua tombol hanya dengan satu gerakan tangan, dan ini membuat kemungkinan terjadinya kecelakaan tergolong kecil,” ujar seorang investigator kecelakaan udara di Kanada, yang tidak ingin namanya dipublikasikan, kepada BBC.

    Hal inilah yang membuat kasus Air India menonjol.

    Jika salah satu pilot mematikan sakelar, baik disengaja maupun tidak, hal itu “menimbulkan pertanyaan: mengapa?”, kata Shawn Pruchnicki, mantan penyelidik kecelakaan pesawat dan pakar penerbangan di Ohio State University.

    “Apakah itu disengaja, atau karena kebingungan? Kemungkinannya kecil, karena para pilot tidak melaporkan hal yang tidak biasa.

    “Dalam banyak keadaan darurat di kokpit, pilot mungkin menekan tombol yang salah atau membuat pilihan yang salah. Tetapi tidak ada indikasi situasi seperti itu di sini, atau diskusi apa pun yang menunjukkan bahwa sakelar bahan bakar dinyalakan secara tidak sengaja,” katanya.

    “Kesalahan semacam ini biasanya tidak terjadi tanpa masalah yang jelas.”

    Selengkapnya di sini!

    Air India (Foto: BBC World)

    Peter Goelz, mantan direktur pelaksana badan penyelidik kecelakaan transportasi AS (NTSB), mengatakan: “Temuan ini sangat meresahkan, yaitu seorang pilot mematikan sakelar bahan bakar dalam hitungan detik setelah terbang.”

    “Kemungkinan ada lebih banyak informasi di perekam suara kokpit daripada yang dibagikan. Satu pertanyaan seperti ‘mengapa Anda mematikan sakelar?’ saja tidak cukup,” katanya.

    “Fakta yang baru diungkap ini menunjukkan seseorang di kokpit mematikan sakelar itu. Pertanyaannya adalah, siapa, dan mengapa? Kedua sakelar dimatikan lalu dihidupkan kembali dalam hitungan detik.”

    “Perekam suara akan mengungkapkan lebih banyak: apakah pilot yang sedang mengemudikan pesawat yang mencoba menyalakan kembali mesin, atau pilot yang sedang memantau?”

    Para penyelidik yakin perekam suara kokpit dengan audio dari mikrofon pilot, panggilan radio, dan suara kokpit di sekitarnya memegang kunci teka-teki ini.

    “Mereka belum mengidentifikasi [pemilik] suara-suara tersebut, itu yang sangat penting. Biasanya, ketika perekam suara ditinjau, orang-orang yang akrab dengan pilot hadir untuk membantu mencocokkan suara.

    “Sampai sekarang, kami masih belum tahu pilot mana yang mematikan dan menyalakan kembali sakelar itu,” kata Goelz.

    Singkatnya, para penyelidik mengatakan yang diperlukan sekarang adalah identifikasi suara yang jelas, transkrip rekaman suara kokpit lengkap dengan label siapa yang mengatakan apa, serta tinjauan menyeluruh terhadap semua komunikasi sejak pesawat keluar dari gerbang hingga saat jatuh.

    Mereka juga mengatakan hal ini menggarisbawahi perlunya perekam video kokpit, seperti yang direkomendasikan oleh NTSB. Rekaman video akan menunjukkan siapa yang mematikan sakelar bahan bakar.

    Sebelum menaiki pesawat nomor penerbangan 171, baik pilot maupun awak telah lulus uji napas dan dinyatakan layak terbang, menurut laporan tersebut. Para pilot, yang berbasis di Mumbai, telah tiba di Ahmedabad sehari sebelum penerbangan dan telah beristirahat dengan cukup.

    Namun, para penyelidik juga memfokuskan pada satu elemen dalam laporan tersebut.

    Disebutkan bahwa pada Desember 2018, Badan Penerbangan Federal AS mengeluarkan Buletin Informasi Kelaikan Udara Khusus (SAIB) yang menyoroti bahwa beberapa sakelar kontrol bahan bakar Boeing 737 dipasang dengan fitur pengunci dinonaktifkan.

    Meskipun masalah ini telah dicatat, kondisi tersebut tidak dianggap sebagai kondisi tidak aman yang memerlukan Arahan Kelaikan Udara (AD)sebuah peraturan yang dapat ditegakkan secara hukum untuk memperbaiki aspek ketidakamanan pada suatu produk.

    Desain sakelar yang sama digunakan pada pesawat Boeing 787-8, termasuk VT-ANB milik Air India yang jatuh. Karena SAIB bersifat imbauan, Air India tidak melakukan inspeksi yang direkomendasikan.

    Shawn Pruchnicki, mantan penyelidik kecelakaan pesawat, mengaku dirinya bertanya-tanya apakah ada masalah dengan sakelar kontrol bahan bakar.

    “Apa sebenarnya makna [laporan] ini? Apakah artinya dengan sekali tekan, sakelar itu dapat mematikan mesin dan memutus pasokan bahan bakar? Ketika fitur pengunci dinonaktifkan, apa yang sebenarnya terjadi? Mungkinkah sakelar itu otomatis mati dan mematikan mesin? Jika demikian, ini masalah yang sangat serius. Jika tidak, hal itu juga perlu dijelaskan,” paparnya.

    Namun, pakar lain tidak yakin hal itu merupakan masalah utama.

    “Saya belum pernah mendengar tentang hal ini, yang tampaknya merupakan laporan FAA yang tidak terlalu mencolok. Saya juga belum mendengar keluhan [tentang sakelar bahan bakar] dari pilotyang biasanya cepat angkat bicara. Ini patut diteliti karena sudah disebutkan, tetapi mungkin hanya pengalih perhatian,” kata Goelz.

    Kapten Kishore Chinta, mantan penyelidik di Biro Investigasi Kecelakaan Pesawat Udara India (AAIB), mempertanyakan apakah sakelar tersebut mati karena masalah pada unit kontrol elektronik pesawat.

    “Bisakah sakelar pemutus bahan bakar dipicu secara elektronik oleh unit kontrol elektronik pesawat tanpa gerakan pilot? Jika sakelar pemutus bahan bakar mati secara elektronik, maka itu perlu dikhawatirkan,” katanya kepada BBC.

    Laporan tersebut menyatakan sampel bahan bakar dari tangki pengisian bahan bakar “memuaskan”.

    Para ahli sebelumnya menduga kontaminasi bahan bakar sebagai kemungkinan penyebab kegagalan mesin ganda. Patut dicatat, belum ada peringatan yang dikeluarkan untuk Boeing 787 atau mesin GE GEnx-1B-nya. Kemungkinan kegagalan mekanis dikesampingkan untuk saat ini sambil menunggu penyelidikan lebih lanjut.

    Laporan tersebut juga menyatakan bahwa Turbin Udara Ram (RAT) pesawat telah mengembang, sebuah tanda yang jelas adanya kegagalan sistem utama dan roda pendaratan ditemukan dalam “posisi turun” atau tidak ditarik.

    RAT, sebuah baling-baling kecil yang memanjang dari bagian bawah Boeing 787 Dreamliner, berfungsi sebagai generator cadangan darurat. RAT secara otomatis menyala saat penerbangan ketika kedua mesin kehilangan daya atau jika ketiga sistem hidrolik mencatat tekanan yang sangat rendah. RAT memasok daya terbatas untuk menjaga sistem penerbangan penting tetap beroperasi.

    “Fakta bahwa Turbin Udara Ram (RAT) menyala sangat mendukung kesimpulan bahwa kedua mesin telah gagal,” kata Pruchnicki.

    Seorang pilot Boeing 787 menjelaskan mengapa ia mengira roda pendaratan tidak ditarik.

    “Akhir-akhir ini, setiap kali saya lepas landas dengan pesawat 787, saya memperhatikan proses penarikan roda pendaratan dengan saksama. Saat tuas roda pendaratan ditarik, ketinggiannya sudah sekitar 200 kaki, dan seluruh proses penarikan roda pendaratan selesai sekitar 400 kaki, total sekitar delapan detik, berkat sistem hidrolik bertekanan tinggi.”

    Pilot tersebut yakin pilot yang menerbangkan pesawat tidak punya waktu untuk berpikir.

    “Ketika kedua mesin mati dan pesawat mulai turun, reaksinya bukan sekadar terkejut, pilot pasti mati rasa. Saat itu, fokus pilot bukan pada roda pendaratan. Pikiran pilot tertuju pada satu hal: jalur penerbangan. ‘Di mana saya bisa mendaratkan pesawat ini dengan aman?’ Dalam kasus ini, ketinggiannya tidak cukup.”

    Penyelidik mengatakan pilot mencoba membuat pesawat kembali mengangkasa, tetapi itu terjadi terlalu cepat.

    “Mesin dimatikan lalu dihidupkan kembali. Para pilot menyadari mesin kehilangan daya dorong – kemungkinan besar mereka menyalakan kembali mesin kiri terlebih dahulu, diikuti oleh mesin kanan,” kata Pruchnicki.

    “Namun, mesin kanan tidak punya cukup waktu untuk kembali menyala, dan daya dorongnya pun tidak mencukupi. Kedua mesin akhirnya berhasil “menyala”, tetapi karena mesin kiri dimatikan terlebih dahulu dan mesin kanan terlambat menyala, hasilnya terlambat.”

    Sanak saudara korban kecelakaan telah menunggu dengan cemas hasil laporan awal.

    Ketika laporan tersebut akhirnya dirilis Sabtu (12/07) pagi di India, Imtiyaz Ali, yang kehilangan saudara laki-laki, ipar perempuan, dan dua anak mereka yang masih kecil, membacanya dengan saksama. Namun, dia kecewa karena laporannya “terdengar seperti deskripsi produk”.

    “Selain percakapan terakhir pilot, tidak ada apa pun di dalamnya yang benar-benar menunjukkan penyebab kecelakaan.”

    Ia berharap detail lebih lanjut akan dipublikasikan dalam beberapa bulan mendatang.

    “Ini penting bagi kami. Kami ingin tahu persis apa yang terjadi. Itu tidak akan mengubah apa pun bagi kami sekarang, kami terus berduka seperti yang telah kami alami sejak hari itu.

    “Tapi setidaknya kami akan mendapatkan beberapa jawaban,” kata Ali.

  • Asosiasi Pilot Komersial Tolak Klaim Human Error dalam Tragedi Air India

    Asosiasi Pilot Komersial Tolak Klaim Human Error dalam Tragedi Air India

    New Delhi

    Dua asosiasi pilot komersial utama di India menolak klaim human error, atau kesalahan manusia, sebagai penyebab jatuhnya pesawat Boeing 787-8 Dreamliner yang dioperasikan oleh maskapai Air India. Insiden tragis pada Juni lalu itu menewaskan 260 orang.

    Penolakan asosiasi pilot komersial ini menanggapi laporan investigasi awal otoritas India yang mendapati bahwa sakelar bahan bakar mesin pesawat telah dimatikan beberapa detik setelah lepas landas.

    Laporan investigasi awal yang dirilis oleh Biro Investigasi Kecelakaan Pesawat India (AAIB) itu, seperti dilansir AFP, Senin (14/7/2025), tidak memberikan kesimpulan atau menentukan siapa yang bertanggung jawab atas tragedi mematikan pada 12 Juni tersebut.

    Namun demikian, laporan yang dirilis pada Sabtu (12/7) tersebut mengindikasikan bahwa salah satu pilot pesawat Air India itu bertanya ke pilot lainnya soal mengapa dia mematikan sakelar bahan bakar, dengan pilot kedua menjawab bahwa dia tidak melakukannya.

    Tidak ada detail lebih lanjut mengenai percakapan kokpit antara kedua pilot yang diungkapkan ke publik.

    Asosiasi Pilot Komersial India (ICPA), dalam pernyataannya, mengatakan pihaknya “sangat terganggu oleh narasi spekulatif… terutama insinuasi yang sembrono dan tidak berdasar tentang bunuh diri pilot”.

    “Sama sekali tidak ada dasar untuk klaim semacam itu pada tahap ini,” tegas ICPA dalam pernyataannya yang dirilis pada Minggu (13/7). “Klaim tersebut sangat tidak sensitif terhadap individu dan keluarga yang terlibat,” imbuh pernyataan itu.

    “Secara santai menyebut bunuh diri pilot tanpa bukti yang terverifikasi merupakan pelanggaran berat terhadap pelaporan etika dan merendahkan martabat profesi,” sebut ICPA mengingatkan.

    Temuan penyelidikan awal memicu spekulasi oleh beberapa pakar penerbangan independen bahwa tindakan pilot yang disengaja atau tidak disengaja mungkin telah menyebabkan Boeing 787-8 Dreamliner tujuan London itu jatuh tak lama setelah lepas landas dari Ahmedabad, India bagian barat.

    Pernyataan ICPA itu merujuk pada komentar sejumlah pakar penerbangan yang menyebut sakelar kontrol bahan bakar mesin pesawat hanya dapat digerakkan secara sengaja dan manual.

    Asosiasi Pilot Maskapai India (ALPA India), asosiasi lainnya yang beranggotakan 800 pilot, juga menuduh ada “kerahasiaan” yang disembunyikan Biro Investigasi Kecelakaan Pesawat India dalam investigasinya, dengan menyebut “personel yang berkualifikasi dan layak” tidak terlibat di dalamnya.

    “Kami merasa bahwa investigasi ini diarahkan ke arah yang mengasumsikan kesalahan pilot dan kami sangat menentang pemikiran ini,” tegas Presiden ALPA India, Sam Thomas, dalam pernyataan terpisah yang dirilis pada Sabtu (12/7).

    ALPA yang mengklaim memiliki 100.000 anggota di seluruh dunia, juga meminta kepada Biro Investigasi Kecelakaan Pesawat India agar mereka diikutsertakan sebagai “pengamat untuk memberikan transparansi yang diperlukan dalam investigasi tersebut”.

    Kecelakaan Air India itu menewaskan semuanya, kecuali satu orang dari 242 penumpang dan awak di dalam pesawat, serta merenggut 19 nyawa di daratan.

    Lihat juga Video ‘Investigasi Jatuhnya Air India, 2 Mesin Mati Setelah Mengudara’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Fakta Baru Rekaman Pilot Air India, Pakar Curiga Sengaja Kecelakaan

    Fakta Baru Rekaman Pilot Air India, Pakar Curiga Sengaja Kecelakaan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Temuan terbaru terkait kecelakaan Air India Flight 171 yang jatuh di Ahmedabad, India, menuai kekhawatiran dari pakar penerbangan. Salah satu sorotan utama adalah rekaman suara kokpit yang menunjukkan kemungkinan adanya tindakan mematikan pasokan bahan bakar sesaat setelah lepas landas.

    Menurut laporan awal investigasi, kedua sakelar pengontrol bahan bakar pesawat Boeing 787-8 itu berpindah ke posisi “cut-off” hanya dalam hitungan detik setelah pesawat mengudara.

    Sakelar tersebut kemudian dikembalikan ke posisi normal, yang memicu pengaktifan ulang mesin secara otomatis. Saat pesawat jatuh, satu mesin mulai kembali memberikan dorongan, sementara mesin lainnya telah menyala kembali namun belum sepenuhnya pulih.

    Peter Goelz, mantan Direktur Pelaksana National Transportation Safety Board (NTSB) Amerika Serikat, mengatakan temuan ini sangat meresahkan.

    “Temuan ini amat mengganggu, bahwa seorang pilot mematikan sakelar bahan bakar hanya beberapa detik setelah pesawat mengudara,” kata Goelz, dikutip BBC, Senin (14/7/2025).

    Rekaman suara menunjukkan salah satu pilot bertanya kepada yang lain, “kenapa kamu mematikan sakelarnya?”, namun tidak jelas siapa yang mengatakan apa. Kedua pilot diketahui telah lolos uji kelayakan dan alkohol sebelum penerbangan.

    Goelz menilai masih banyak yang belum terungkap dari rekaman kokpit tersebut.

    “Ada kemungkinan isi rekaman suara kokpit lebih banyak daripada yang telah dibagikan. Hanya satu kalimat seperti ‘kenapa kamu mematikan sakelar’ tidak cukup,” ujarnya.

    Ia juga menyebut pentingnya identifikasi suara yang akurat, transkrip lengkap kokpit dengan label siapa yang berbicara, dan tinjauan menyeluruh terhadap seluruh komunikasi sejak pesawat didorong keluar dari gerbang hingga saat kecelakaan terjadi. Goelz juga mendesak penggunaan kamera video di kokpit.

    Goelz menanggapi, “Saya belum pernah mendengar adanya keluhan terkait sakelar ini. Tapi karena disebut dalam laporan, tentu harus ditelusuri, meski bisa jadi hanya pengalih perhatian.”

    Investigasi terhadap kecelakaan ini masih berlangsung, dengan tim gabungan dari India, Boeing, General Electric, dan sejumlah pakar internasional lainnya.

    Para penyelidik menjelaskan bahwa sakelar bahan bakar jenis lever-lock ini dirancang untuk mencegah aktivasi tidak sengaja. sakelar ini harus diangkat terlebih dahulu untuk dibuka sebelum dipindahkan, sebuah fitur keamanan yang sudah digunakan sejak 1950-an. Sakelar ini dirancang dengan standar tinggi dan sangat dapat diandalkan. Pelindung tambahan juga disediakan untuk mencegah benturan tak disengaja.

    “Nyaris mustahil untuk memindahkan kedua sakelar sekaligus hanya dengan satu tangan, sehingga aktivasi tidak sengaja sangat kecil kemungkinannya,” ujar seorang penyelidik kecelakaan udara yang berbasis di Kanada dan enggan disebutkan namanya kepada BBC.

    Juni lalu, pesawat Air India Flight 171 diketahui jatuh kurang dari satu menit setelah lepas landas dan menewaskan ratusan penumpang dan kru di dalamnya.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Misteri Rekaman Suara Kokpit Air India: Mengapa Kamu Matikan Sakelar?

    Misteri Rekaman Suara Kokpit Air India: Mengapa Kamu Matikan Sakelar?

    Jakarta

    Tim penyelidik menemukan sesuatu yang misterius dalam investigasi jatuhnya pesawat Air India nomor penerbangan 171 yang menewaskan 260 orang pada Juni lalu.

    Hanya beberapa detik setelah lepas landas, kedua sakelar pengendali bahan bakar Boeing 787 Dreamliner berusia 12 tahun itu tiba-tiba berpindah ke posisi “mati” sehingga mesin kekurangan bahan bakar dan memicu kehilangan daya. Perpindahan pengendali bahan bakar ke posisi “mati” biasanya hanya dilakukan setelah mendarat.

    Rekaman audio kokpit merekam suara seorang pilot bertanya kepada pilot lainnya mengapa ia “mematikan sakelar”, yang dijawab oleh pilot tersebut bahwa ia tidak melakukannya. Rekaman tersebut tidak menjelaskan siapa yang mengatakan apa. Pada saat lepas landas, kopilot sedang menerbangkan pesawat, sedangkan kapten memantau.

    Sakelar-sakelar tersebut kemudian dinyalakan lagi, yang memicu penyalaan ulang mesin secara otomatis.

    Pada saat pesawat jatuh, diketahui satu mesin mendapatkan kembali daya dorong. Adapun mesin lainnya menyala kembali tetapi belum sempat mendapatkan daya dorong.

    Pesawat Air India dengan nomor penerbangan 171 hanya mengudara kurang dari satu menit sebelum jatuh di permukiman padat di Kota Ahmedabad, India. Peristiwa itu merupakan salah satu bencana penerbangan paling membingungkan di India.

    Para penyelidik sedang menyelidiki puing-puing dan perekam kokpit untuk memahami apa yang salah sesaat setelah pesawat lepas landas. Pesawat tersebut naik hingga 625 kaki dalam cuaca cerah, namun kehilangan data lokasi setelah 50 detik, menurut situs FlightRadar24.

    Penyelidik mengatakan sakelar bahan bakar dilengkapi pengunci tuas. Cara menyalakannya: sakelar harus ditarik ke atas untuk membuka kunci lalu dibalik. Mekanisme ini dirancang untuk mencegah sakelar diaktifkan atau dimatikan secara tidak disengaja, sebuah fitur keselamatan yang sudah ada sejak tahun 1950-an. Braket pelindung juga melindungi sakelar itu dari benturan yang tidak disengaja.

    “Hampir mustahil untuk menarik kedua tombol hanya dengan satu gerakan tangan, dan ini membuat kemungkinan terjadinya kecelakaan tergolong kecil,” ujar seorang investigator kecelakaan udara di Kanada, yang tidak ingin namanya dipublikasikan, kepada BBC.

    Hal inilah yang membuat kasus Air India menonjol.

    BBC

    Jika salah satu pilot mematikan sakelar, baik disengaja maupun tidak, hal itu “menimbulkan pertanyaan: mengapa?”, kata Shawn Pruchnicki, mantan penyelidik kecelakaan pesawat dan pakar penerbangan di Ohio State University.

    “Apakah itu disengaja, atau karena kebingungan? Kemungkinannya kecil, karena para pilot tidak melaporkan hal yang tidak biasa.

    “Dalam banyak keadaan darurat di kokpit, pilot mungkin menekan tombol yang salah atau membuat pilihan yang salah. Tetapi tidak ada indikasi situasi seperti itu di sini, atau diskusi apa pun yang menunjukkan bahwa sakelar bahan bakar dinyalakan secara tidak sengaja,” katanya.

    “Kesalahan semacam ini biasanya tidak terjadi tanpa masalah yang jelas.”

    BBC

    Peter Goelz, mantan direktur pelaksana badan penyelidik kecelakaan transportasi AS (NTSB), mengatakan: “Temuan ini sangat meresahkan, yaitu seorang pilot mematikan sakelar bahan bakar dalam hitungan detik setelah terbang.”

    “Kemungkinan ada lebih banyak informasi di perekam suara kokpit daripada yang dibagikan. Satu pertanyaan seperti ‘mengapa Anda mematikan sakelar?’ saja tidak cukup,” katanya.

    “Fakta yang baru diungkap ini menunjukkan seseorang di kokpit mematikan sakelar itu. Pertanyaannya adalah, siapa, dan mengapa? Kedua sakelar dimatikan lalu dihidupkan kembali dalam hitungan detik.”

    “Perekam suara akan mengungkapkan lebih banyak: apakah pilot yang sedang mengemudikan pesawat yang mencoba menyalakan kembali mesin, atau pilot yang sedang memantau?”

    Para penyelidik yakin perekam suara kokpit dengan audio dari mikrofon pilot, panggilan radio, dan suara kokpit di sekitarnya memegang kunci teka-teki ini.

    “Mereka belum mengidentifikasi [pemilik] suara-suara tersebut, itu yang sangat penting. Biasanya, ketika perekam suara ditinjau, orang-orang yang akrab dengan pilot hadir untuk membantu mencocokkan suara.

    “Sampai sekarang, kami masih belum tahu pilot mana yang mematikan dan menyalakan kembali sakelar itu,” kata Goelz.

    Singkatnya, para penyelidik mengatakan yang diperlukan sekarang adalah identifikasi suara yang jelas, transkrip rekaman suara kokpit lengkap dengan label siapa yang mengatakan apa, serta tinjauan menyeluruh terhadap semua komunikasi sejak pesawat keluar dari gerbang hingga saat jatuh.

    Mereka juga mengatakan hal ini menggarisbawahi perlunya perekam video kokpit, seperti yang direkomendasikan oleh NTSB. Rekaman video akan menunjukkan siapa yang mematikan sakelar bahan bakar.

    Sebelum menaiki pesawat nomor penerbangan 171, baik pilot maupun awak telah lulus uji napas dan dinyatakan layak terbang, menurut laporan tersebut. Para pilot, yang berbasis di Mumbai, telah tiba di Ahmedabad sehari sebelum penerbangan dan telah beristirahat dengan cukup.

    Namun, para penyelidik juga memfokuskan pada satu elemen dalam laporan tersebut.

    Air India nomor penerbangan 171 menghantam kawasan permukiman padat penduduk di Ahmedabad. (Getty Images)

    Disebutkan bahwa pada Desember 2018, Badan Penerbangan Federal AS mengeluarkan Buletin Informasi Kelaikan Udara Khusus (SAIB) yang menyoroti bahwa beberapa sakelar kontrol bahan bakar Boeing 737 dipasang dengan fitur pengunci dinonaktifkan.

    Meskipun masalah ini telah dicatat, kondisi tersebut tidak dianggap sebagai kondisi tidak aman yang memerlukan Arahan Kelaikan Udara (AD)sebuah peraturan yang dapat ditegakkan secara hukum untuk memperbaiki aspek ketidakamanan pada suatu produk.

    Desain sakelar yang sama digunakan pada pesawat Boeing 787-8, termasuk VT-ANB milik Air India yang jatuh. Karena SAIB bersifat imbauan, Air India tidak melakukan inspeksi yang direkomendasikan.

    Shawn Pruchnicki, mantan penyelidik kecelakaan pesawat, mengaku dirinya bertanya-tanya apakah ada masalah dengan sakelar kontrol bahan bakar.

    “Apa sebenarnya makna [laporan] ini? Apakah artinya dengan sekali tekan, sakelar itu dapat mematikan mesin dan memutus pasokan bahan bakar? Ketika fitur pengunci dinonaktifkan, apa yang sebenarnya terjadi? Mungkinkah sakelar itu otomatis mati dan mematikan mesin? Jika demikian, ini masalah yang sangat serius. Jika tidak, hal itu juga perlu dijelaskan,” paparnya.

    Namun, pakar lain tidak yakin hal itu merupakan masalah utama.

    “Saya belum pernah mendengar tentang hal ini, yang tampaknya merupakan laporan FAA yang tidak terlalu mencolok. Saya juga belum mendengar keluhan [tentang sakelar bahan bakar] dari pilotyang biasanya cepat angkat bicara. Ini patut diteliti karena sudah disebutkan, tetapi mungkin hanya pengalih perhatian,” kata Goelz.

    Kapten Kishore Chinta, mantan penyelidik di Biro Investigasi Kecelakaan Pesawat Udara India (AAIB), mempertanyakan apakah sakelar tersebut mati karena masalah pada unit kontrol elektronik pesawat.

    “Bisakah sakelar pemutus bahan bakar dipicu secara elektronik oleh unit kontrol elektronik pesawat tanpa gerakan pilot? Jika sakelar pemutus bahan bakar mati secara elektronik, maka itu perlu dikhawatirkan,” katanya kepada BBC.

    Bagian pesawat berada di antara bangunan di Ahmedabad, India, Kamis (12/06). (Reuters)

    Laporan tersebut menyatakan sampel bahan bakar dari tangki pengisian bahan bakar “memuaskan”.

    Para ahli sebelumnya menduga kontaminasi bahan bakar sebagai kemungkinan penyebab kegagalan mesin ganda. Patut dicatat, belum ada peringatan yang dikeluarkan untuk Boeing 787 atau mesin GE GEnx-1B-nya. Kemungkinan kegagalan mekanis dikesampingkan untuk saat ini sambil menunggu penyelidikan lebih lanjut.

    Laporan tersebut juga menyatakan bahwa Turbin Udara Ram (RAT) pesawat telah mengembang, sebuah tanda yang jelas adanya kegagalan sistem utama dan roda pendaratan ditemukan dalam “posisi turun” atau tidak ditarik.

    RAT, sebuah baling-baling kecil yang memanjang dari bagian bawah Boeing 787 Dreamliner, berfungsi sebagai generator cadangan darurat. RAT secara otomatis menyala saat penerbangan ketika kedua mesin kehilangan daya atau jika ketiga sistem hidrolik mencatat tekanan yang sangat rendah. RAT memasok daya terbatas untuk menjaga sistem penerbangan penting tetap beroperasi.

    “Fakta bahwa Turbin Udara Ram (RAT) menyala sangat mendukung kesimpulan bahwa kedua mesin telah gagal,” kata Pruchnicki.

    Seorang pilot Boeing 787 menjelaskan mengapa ia mengira roda pendaratan tidak ditarik.

    “Akhir-akhir ini, setiap kali saya lepas landas dengan pesawat 787, saya memperhatikan proses penarikan roda pendaratan dengan saksama. Saat tuas roda pendaratan ditarik, ketinggiannya sudah sekitar 200 kaki, dan seluruh proses penarikan roda pendaratan selesai sekitar 400 kaki, total sekitar delapan detik, berkat sistem hidrolik bertekanan tinggi.”

    Pilot tersebut yakin pilot yang menerbangkan pesawat tidak punya waktu untuk berpikir.

    “Ketika kedua mesin mati dan pesawat mulai turun, reaksinya bukan sekadar terkejut, pilot pasti mati rasa. Saat itu, fokus pilot bukan pada roda pendaratan. Pikiran pilot tertuju pada satu hal: jalur penerbangan. ‘Di mana saya bisa mendaratkan pesawat ini dengan aman?’ Dalam kasus ini, ketinggiannya tidak cukup.”

    Penyelidik mengatakan pilot mencoba membuat pesawat kembali mengangkasa, tetapi itu terjadi terlalu cepat.

    “Mesin dimatikan lalu dihidupkan kembali. Para pilot menyadari mesin kehilangan daya dorong – kemungkinan besar mereka menyalakan kembali mesin kiri terlebih dahulu, diikuti oleh mesin kanan,” kata Pruchnicki.

    “Namun, mesin kanan tidak punya cukup waktu untuk kembali menyala, dan daya dorongnya pun tidak mencukupi. Kedua mesin akhirnya berhasil “menyala”, tetapi karena mesin kiri dimatikan terlebih dahulu dan mesin kanan terlambat menyala, hasilnya terlambat.”

    Roda pesawat Air India yang jatuh sesaat setelah lepas landas pada Kamis (12/06). (Getty Images)

    Sanak saudara korban kecelakaan telah menunggu dengan cemas hasil laporan awal.

    Ketika laporan tersebut akhirnya dirilis Sabtu (12/07) pagi di India, Imtiyaz Ali, yang kehilangan saudara laki-laki, ipar perempuan, dan dua anak mereka yang masih kecil, membacanya dengan saksama. Namun, dia kecewa karena laporannya “terdengar seperti deskripsi produk”.

    “Selain percakapan terakhir pilot, tidak ada apa pun di dalamnya yang benar-benar menunjukkan penyebab kecelakaan.”

    Ia berharap detail lebih lanjut akan dipublikasikan dalam beberapa bulan mendatang.

    “Ini penting bagi kami. Kami ingin tahu persis apa yang terjadi. Itu tidak akan mengubah apa pun bagi kami sekarang, kami terus berduka seperti yang telah kami alami sejak hari itu.

    “Tapi setidaknya kami akan mendapatkan beberapa jawaban,” kata Ali.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Tanda Tanya Siapa Matikan Sakelar Pengendali BBM di Air India

    Terungkap Saklar Bahan Bakar Pesawat Air India Mati Hitungan Detik

    Jakarta
    Biro Investigasi Kecelakaan Pesawat India telah merilis hasil investigasi kecelakaan pesawat Boeing 787-8 Dreamliner milik maskapai Air India yang jatuh di Ahmedabad. Hasil investigasi menunjukkan kecelakaan terjadi karena sakelar bahan bakar pada kedua mesin pesawat mati.

    Dirangkum detikcom sebagaimana laporan AFP, Sabtu (12/7/2025), sakelar bahan bakar itu berpindah dari posisi ‘RUN’ ke ‘CUTOFF’ beberapa detik setelah lepas landas. Meski begitu, dalam investigasi itu tidak dituliskan siapa yang bertanggung jawab atas kecelakaan pada 12 Juni lalu yang menewaskan 260 orang tersebut.

    Laporan itu menyebutkan bahwa seorang pilot bertanya kepada pilot lainnya mengapa ia mematikan bahan bakar, dan pilot kedua menjawab bahwa ia tidak melakukannya.

    Biro investigasi India tersebut mengatakan bahwa setelah pesawat mencapai kecepatan tertinggi yang tercatat, “sakelar bahan bakar ke Mesin 1 dan Mesin 2 beralih silih berganti dari posisi RUN ke posisi CUTOFF dalam selang waktu 1 detik.

    “Dalam rekaman suara kokpit, salah satu pilot terdengar bertanya kepada pilot lainnya mengapa ia mematikan sakelar. Pilot lainnya menjawab bahwa ia tidak melakukannya,” katanya.

    Pesawat dengan cepat mulai kehilangan ketinggian. Sakelar kemudian kembali ke posisi “RUN” dan mesin tampak mulai menyala lagi, tetapi “salah satu pilot kemudian mengirimkan ‘MAYDAY MAYDAY MAYDAY’”, kata laporan itu.

    Pengatur lalu lintas udara bertanya kepada pilot ada masalah apa, tetapi kemudian dia melihat pesawat tersebut jatuh dan memanggil para petugas darurat ke lokasi kejadian.

    Awal pekan ini, situs web spesialis The Air Current, mengutip beberapa sumber yang mengetahui penyelidikan tersebut, melaporkan bahwa mereka telah “mempersempit fokus penyelidikan pada pergerakan sakelar bahan bakar mesin”. Disebutkan bahwa analisis lengkap akan “memakan waktu berbulan-bulan, bahkan mungkin lebih lama”.

    Mereka menambahkan bahwa “fokus para penyelidik dapat berubah selama waktu tersebut”.

    260 Orang Tewas

    Foto: REUTERS/Amit Dave

    Pesawat Boeing 787-8 Dreamliner itu lepas landas dari Kota Ahmedabad, di India barat, kemudian jatuh menabrak area permukiman padat penduduk, menghantam kompleks rumah sakit dan asrama mahasiswa kedokteran. Pesawat itu mengangkut 12 awak, 230 penumpang yang terdiri dari 169 warga negara India, 53 warga Inggris, tujuh warga negara Portugal, dan satu warga Kanada.

    Total ada 260 orang tewas dalam kecelakaan ini. Ada satu penumpang pesawat yang selamat, dia satu-satunya korban selamat dalam pesawat itu.

    Penumpang itu bernama Vishwashkumar Ramesh. Dia duduk di pesawat Air India menuju London di kursi 11A.

    Ramesh sendiri merupakan warga negara Britania. Dia duduk di kursi 11A. Ramesh selamat saat dia duduk di kursi itu.

    Dia berhasil keluar dari reruntuhan melalui celah di badan pesawat. Dia merangkak keluar dan akhirnya selamat.

    “Saya berhasil melepaskan sabuk pengaman. Celah itu saya dorong menggunakan kaki, kemudian saya merangkak keluar,” tutur Ramesh kepada media pemerintah India, DD News.

    Detik-detik Pesawat Jatuh

    Foto Air India Timpa Permukiman: (REUTERS/Amit Dave)

    Pria yang berusia 40 tahun itu menceritakan detik-detik pesawat Air India itu jatuh. Dia mengaku selama lima hingga 10 detik, dia merasakan pesawat seperti “tersangkut di udara”.

    Lalu, pesawat itu jatuh menabrak sebuah gedung yang difungsikan sebagai akomodasi dokter di Byramjee Jeejeebhoy Medical College and Civil Hospital. Ramesh mengatakan bahwa bagian pesawat tempat dirinya duduk mendarat dekat tanah dan tidak bersentuhan dengan gedung tersebut.

    “Ketika pintu pecah, saya melihat ada sedikit celah. Saya berusaha keluar dari sana dan berhasil,” jelasnya.

    “Tidak ada yang bisa keluar dari sisi berlawanan yang menghadap tembok. Bagian itulah yang tertabrak.

    Pria asal Leicester itu tidak percaya bisa keluar hidup-hidup dari reruntuhan. Untungnya, dia cepat tersadar bahwa dia masih selamat dari maut.

    “Saya melihat orang-orang meninggal di depan mata sayapara pramugari, dan dua orang dekat saya,” ujarnya.

    “Saya kira saya juga mati. Tapi ketika saya membuka mata dan melihat sekeliling, saya sadar saya masih hidup.”

    “Saya masih tidak percaya bagaimana saya selamat. Saya berjalan keluar dari reruntuhan.”

    Halaman 2 dari 3

    (zap/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Fakta Baru Rekaman Pilot Air India, Pakar Curiga Sengaja Kecelakaan

    Rekaman Pilot Bingung Sebelum Air India Jatuh Terungkap

    Jakarta, CNBC Indonesia — Pesawat Air India jatuh dan menewaskan 260 orang bulan lalu. Pesawat itu menghantam asrama kampus tak lama setelah lepas landas dari Ahmedabad menuju London. Sebuah laporan awal mengungkapkan bahwa kebingungan di dalam kokpit sempat terjadi sesaat sebelum insiden.

    Hal ini dipicu setelah saklar pemutus bahan bakar mesin pesawat berpindah hampir bersamaan dan membuat mesin kekurangan pasokan bahan bakar. Pesawat Boeing 787 Dreamliner itu mulai kehilangan daya dorong dan mengalami penurunan ketinggian tak lama setelah lepas landas.

    Mengutip Reuters, Sabtu (12/7/2025), berdasarkan laporan yang dirilis oleh Badan Investigasi Kecelakaan Pesawat India (AAIB), mengungkapkan bahwa kecelakaan ini merupakan yang paling mematikan dalam satu dekade terakhir di dunia.

    Laporan tersebut memunculkan kembali pertanyaan mengenai posisi saklar pemutus bahan bakar mesin yang cukup krusial itu.

    Hampir seketika setelah pesawat lepas landas, rekaman CCTV menunjukkan bahwa sumber daya cadangan yang disebut ram air turbine telah dikerahkan, menandakan hilangnya daya dari mesin.

    Dalam detik-detik terakhir penerbangan, salah satu pilot terdengar bertanya kepada rekannya di kokpit mengapa bahan bakar dimatikan. “Pilot lain menjawab bahwa dia tidak melakukannya,” demikian tertulis dalam laporan tersebut.

    Laporan itu tidak mengidentifikasi siapa yang mengucapkan pernyataan tersebut kapten atau kopilot maupun siapa yang mengirimkan panggilan darurat “Mayday, Mayday, Mayday” sesaat sebelum kecelakaan.

    Pilot utama pesawat Air India tersebut adalah Sumeet Sabharwal, 56 tahun, yang memiliki total 15.638 jam terbang dan, menurut pemerintah India, juga merupakan instruktur di Air India. Kopilotnya adalah Clive Kunder, 32 tahun, dengan total pengalaman terbang 3.403 jam.

    Saklar bahan bakar diketahui berpindah hampir bersamaan dari posisi “run” ke “cutoff” tak lama setelah lepas landas. Namun, laporan awal belum menjelaskan bagaimana saklar tersebut bisa berpindah ke posisi cutoff saat penerbangan.

    Kecelakaan ini menjadi tantangan besar bagi kampanye ambisius Tata Group untuk memulihkan reputasi Air India dan memperbarui armadanya, setelah mengambil alih maskapai tersebut dari pemerintah pada tahun 2022.

    Air India mengakui keberadaan laporan tersebut dalam pernyataannya. Maskapai menyatakan bahwa mereka bekerja sama dengan otoritas India namun menolak memberikan komentar lebih lanjut.

    (mkh/mkh)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Tarif Resiprokal AS-RI, Erick Thohir serahkan hasil ke tim Airlangga

    Tarif Resiprokal AS-RI, Erick Thohir serahkan hasil ke tim Airlangga

    Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir ditemui usai menghadiri Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI di Jakarta, Selasa (8/7/2025). (ANTARA/Maria Cicilia Galuh)

    Tarif Resiprokal AS-RI, Erick Thohir serahkan hasil ke tim Airlangga
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 08 Juli 2025 – 23:54 WIB

    Elshinta.com – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyebut Kementerian BUMN mendapat tugas untuk membantu kelancaran tugas tim negosiasi antara Indonesia dan Amerika Serikat dalam penetapan tarif resiprokal.

    Ia mengatakan menyerahkan sepenuhnya hasil negosiasi tersebut pada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Ia mengaku saat ini belum mendapat informasi detail terkait dengan tarif 32 persen yang dikenakan pada seluruh produk Indonesia.

    “Saya tidak masuk ke tim resmi negosiasi, tapi kita supporting system kepada tim negosiasi dari BUMN,” ujar Erick di Jakarta, Selasa (8/7).

    Dalam rapat negosiasi, BUMN ditugaskan untuk menjaga swasembada energi, investasi di luar negeri melalui Danantara Indonesia dan pengadaan pesawat yang bisa dilakukan dengan Amerika Serikat.

    Tim negosiasi dari BUMN terdiri dari PT Pertamina (Persero) dan PT Garuda Indonesia (Persero). Menurut Erick, kedua BUMN tersebut bertugas untuk menjaga transaksi.

    Misalnya, Pertamina untuk pembelian minyak mentah dari Amerika Serikat, sedangkan Garuda Indonesia untuk terlibat dalam pembelian pesawat Boeing.

    “Dia supporting system untuk menjaga transaksi, nggak hanya dari BUMN, dari private sector kan banyak. Ada dari Indofood, terus ada dari asosiasi segala. Itu bagian dari pemerintah,” katanya.

    Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati buka suara soal langkah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang memastikan akan tetap mengenakan tarif 32 persen untuk seluruh produk asal Indonesia per 1 Agustus 2025.

    Sri Mulyani menyatakan bahwa pemerintah akan merespons kebijakan tersebut melalui koordinasi lintas kementerian. Ia juga mengatakan bahwa Tim Negosiasi RI bakal tiba di AS pada Selasa ini, untuk melanjutkan proses perundingan dengan perwakilan Pemerintah AS.

    “Nanti Pak Menko (Airlangga Hartarto) saja. Nanti saja hari Selasa akan kita respons,” ujar Sri Mulyani saat ditemui usai menghadiri Rapat Paripurna DPR RI, di Jakarta, Selasa (8/7).

    Sumber : Antara

  • TNI Amankan Penerbangan Dua Pesawat Militer AS di Bandara Komodo Labuan Bajo

    TNI Amankan Penerbangan Dua Pesawat Militer AS di Bandara Komodo Labuan Bajo

    TNI Amankan Penerbangan Dua Pesawat Militer AS di Bandara Komodo Labuan Bajo
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    TNI
    mengamankan penerbangan dua pesawat militer milik Amerika Serikat (AS) yang singgah di
    Bandara Internasional Komodo
    ,
    Labuan Bajo
    , Nusa Tenggara Timur, pada Minggu (6/7/2025).
    Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Kristomei Sianturi mengatakan, pengamanan dilakukan oleh unsur
    TNI Angkatan Udara
    (AU) dan berlangsung aman serta lancar sesuai prosedur.
    “Pengamanan setiap penerbangan pesawat militer asing yang melintas dan singgah di wilayah Indonesia dilaksanakan sesuai prosedur yang berlaku,” kata Kristomei, dalam keterangannya, Selasa (8/7/2025).
    TNI, lanjut Kristomei, berkomitmen menjaga kedaulatan wilayah udara nasional serta memastikan aktivitas penerbangan internasional berjalan aman dan tertib.
    Pesawat pertama yang diamankan adalah CMV-22 Osprey dengan nomor registrasi 169456 dan membawa delapan awak tanpa penumpang.
    Sementara pesawat kedua juga merupakan CMV-22 Osprey dengan nomor registrasi 169450 yang mengangkut tujuh awak tanpa penumpang.
    Kedua pesawat
    militer AS
    tersebut menempuh rute Denpasar-Labuan Bajo-Darwin dalam misi
    technical landing for refuel
    guna mendukung transit Komando Indo-Pasifik Amerika Serikat (PACOM) dari Filipina menuju Australia.
    Kedua pesawat tiba di Bandara Internasional Komodo pada pukul 17.51 Wita dan lepas landas kembali pada pukul 19.25 Wita.
    Seluruh rangkaian kegiatan pengamanan rampung pada pukul 19.27 Wita tanpa kendala berarti, dengan tetap mengedepankan aspek keamanan, keselamatan penerbangan, dan koordinasi lintas instansi.
    Kristomei menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan pelaksanaan tugas pokok TNI sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
    “Kegiatan ini merupakan bagian dari tugas pokok TNI sesuai UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI pasal 7 Ayat 1 yaitu menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, dan melindungi segenap bangsa, sehingga setiap aktivitas militer asing di wilayah Indonesia harus berjalan sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar Kapuspen.
    Diberitakan sebelumnya, dua unit pesawat militer milik Amerika Serikat membuat heboh warga Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), seusai mendarat di Bandara Internasional Komodo pada Minggu.
    Momen pendaratan tersebut viral di media sosial dan memicu beragam spekulasi publik.
    Sebelum tiba di bandara, pesawat-pesawat tersebut sempat terbang sangat rendah di wilayah Kecamatan Lamba Leda Selatan, Kabupaten Manggarai Timur.
    Menanggapi kejadian tersebut, Humas Bandara Internasional Komodo, Marwa, memastikan bahwa pesawat-pesawat tersebut merupakan milik militer Amerika Serikat.
    Ia menyebut jenis pesawat itu adalah Boeing V-22 Osprey, salah satu armada canggih milik Angkatan Laut dan Korps Marinir AS.
    “Ke Bajo hanya untuk isi fuel dan melanjutkan perjalanan ke Darwin, Australia,” kata Marwa.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • TNI Amankan Penerbangan Dua Pesawat Militer AS di Bandara Komodo Labuan Bajo

    Heboh 2 Pesawat V22 Osprey Milik AS Mendarat di Labuan Bajo, Ini Kata Pihak Bandara

    Heboh 2 Pesawat V22 Osprey Milik AS Mendarat di Labuan Bajo, Ini Kata Pihak Bandara
    Tim Redaksi
    LABUAN BAJO, KOMPAS.com
    – Media sosial diramaikan dengan unggahan video dua pesawat yang diketahui milik Amerika Serikat mendarat di Bandara Internasional Komodo,
    Labuan Bajo
    , sejak Minggu (6/7/2025).
    Sebelum mendarat di Bandara Komodo, dua pesawat itu diketahui sempat terbang rendah di wilayah udara Kabupaten Manggarai Timur, tepatnya di Kecamatan Lamba Leda Selatan.
    Vensis Jehaman, salah seorang warga Kecamatan Lamba Leda Selatan, mengaku awalnya kaget dan bingung mendengar suara keras yang tak lazim di atas atap rumah.
    “Serentak kami keluar rumah, ternyata kami melihat ada helikopter terbang rendah. Kami bingung ini kenapa bisa dekat sekali dengan darat,” tutur Vensis, pada Senin (7/7/2025).
    Warga di wilayah itu, kata dia, sempat kebingungan melihat dua helikopter yang terbang rendah pada Minggu sore itu.
    Ia pun kaget saat satu jam setelahnya menyaksikan video dua pesawat itu mendarat di
    Labuan Bajo
    .
    Humas Bandara Internasional Komodo, Marwa membenarkan dua helikopter dari Amerika Serikat tersebut mendarat di Bandara Komodo pada Minggu sore.
    Menurut dia, pesawat itu adalah jenis
    V22 Osprey
    milik militer Amerika Serikat. “Ke Bajo hanya untuk isi fuel dan melanjutkan perjalanan ke Darwin, Australia,” kata Marwa.
    V-22 Osprey merupakan pesawat tiltrotor hasil kolaborasi antara perusahaan Boeing dan Bell Helicopter Textron. Bentuk pesawat ini seperti penggabungan dengan helikopter. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tenggat Tarif Diperpanjang, RI hingga Uni Eropa Berpacu Kebut Negosiasi dengan AS

    Tenggat Tarif Diperpanjang, RI hingga Uni Eropa Berpacu Kebut Negosiasi dengan AS

    Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah negara terus melakukan perundingan atau negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) di tengah kabar perpanjangan tenggat tarif impor yang ditetapkan Presiden Donald Trump.

    Melansir Reuters pada Senin (7/7/2025), Trump menyatakan pemerintahannya sedang dalam tahap akhir finalisasi sejumlah perjanjian dagang yang akan diumumkan dalam beberapa hari ke depan. 

    Pemberitahuan tarif baru kepada negara mitra dagang akan disampaikan paling lambat 9 Juli, dengan tarif berlaku mulai 1 Agustus 2025.

    Meski sebelumnya menjanjikan 90 kesepakatan dalam 90 hari, Trump dan timnya baru menyelesaikan kesepakatan terbatas dengan Inggris dan satu perjanjian yang belum jelas dengan Vietnam. Sementara itu, kesepakatan dengan India masih belum tercapai.

    Berikut perkembangan perundingan dagang AS dengan sejumlah mitra menjelang tenggat waktu:

    Uni Eropa

    Pejabat AS mengklaim ada kemajuan dalam pembicaraan dengan Uni Eropa (UE) usai kunjungan negosiator perdagangan utama blok tersebut, Maros Sefcovic, ke Washington pekan lalu. Namun, para diplomat Eropa menyatakan belum ada terobosan signifikan hingga Jumat.

    Salah satu diplomat mengatakan regulasi UE terhadap media sosial dan perusahaan teknologi, yang lebih ketat daripada di AS, tidak dapat dinegosiasikan. Selain itu, tarif AS sebesar 17% terhadap produk pertanian dan makanan menjadi ganjalan utama.

    Berdasarkan laporan Bloomberg, UE bersedia menerima tarif universal 10% atas banyak ekspornya, namun menginginkan pengecualian untuk sektor farmasi, alkohol, semikonduktor, dan pesawat komersial. Blok ini juga mendesak kuota dan pengecualian untuk menurunkan tarif AS atas mobil, suku cadang, baja, dan aluminium.

    Jepang

    Jepang menyatakan tetap ingin mencapai kesepakatan dagang sambil menjaga kepentingan nasional. Negosiator Jepang Ryosei Akazawa mengadakan pembicaraan telepon intensif dengan Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick pada Kamis dan Sabtu pekan lalu.

    Trump sebelumnya menuding Jepang enggan mengimpor beras AS dan menyebut perdagangan otomotif Jepang tidak adil. Dia juga meminta Tokyo membeli lebih banyak minyak AS. Trump mengatakan Jepang mungkin termasuk negara yang akan menerima surat pemberitahuan tarif, dengan potensi tarif hingga 35%.

    India

    Negosiasi dagang dengan India masih mandek akibat perbedaan pandangan terkait tarif AS atas komponen otomotif, baja, dan produk pertanian. India saat ini menghadapi tarif 26% dan telah menawarkan pemangkasan tarif untuk produk AS, namun menolak membuka pasar pertanian dan susu.

    New Delhi juga mengajukan tarif balasan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), menyebut tarif 25% AS atas mobil dan suku cadang dapat berdampak terhadap ekspor India senilai US$2,89 miliar.

    Indonesia

    RI menawarkan pemangkasan tarif atas impor utama dari AS hingga mendekati nol dan komitmen pembelian gandum AS senilai US$500 juta untuk menghindari tarif 32%. Maskapai Garuda Indonesia juga berencana membeli lebih banyak pesawat Boeing sebagai bagian dari paket kerja sama US$34 miliar yang akan diteken pekan ini.

    Sebagai bentuk itikad baik, pemerintah Indonesia telah melonggarkan perizinan impor untuk produk plastik, bahan kimia, dan bahan baku industri sejak 30 Juni. Jakarta juga mengundang AS untuk berinvestasi bersama dalam proyek mineral milik BUMN.

    Korea Selatan

    Meski telah melalui beberapa perundingan dan kesepakatan awal, Korea Selatan meminta perpanjangan tenggat 9 Juli. Penasihat Keamanan Nasional Wi Sung-lac dijadwalkan mengunjungi Washington pada 6–8 Juli untuk membahas isu bilateral dan pengaturan pertemuan pertama antara Presiden Lee Jae Myung dan Trump.

    Korea Selatan nyaris tidak mengenakan tarif atas barang impor dari AS berkat perjanjian dagang bebas. Fokus AS kini bergeser ke isu nilai tukar dan biaya pertahanan, khususnya pembagian beban atas 28.500 tentara AS yang ditempatkan di Korsel.

    Thailand

    Thailand tengah melakukan upaya terakhir untuk menghindari tarif 36% dengan menawarkan akses pasar yang lebih besar bagi produk pertanian dan industri AS, serta komitmen pembelian energi dan pesawat Boeing. 

    Menteri Keuangan Pichai Chunhavajira menyatakan bahwa proposal ini mencakup pengurangan tarif, peningkatan investasi, dan langkah penegakan aturan untuk menghindari pelanggaran reekspor.

    Thailand juga berkomitmen mengimpor lebih banyak gas alam cair (LNG) dari AS dan memangkas tarif atas impor jagung asal AS.

    Swiss

    Swiss sedang menjajaki konsesi untuk menghindari tarif 31%, termasuk memberikan akses pasar lebih besar untuk produk seperti hasil laut dan buah sitrus. Namun, sebagai basis perusahaan farmasi raksasa seperti Roche dan Novartis, Swiss juga ingin memastikan sektor farmasi tak dikenai tarif AS di kemudian hari.