Perusahaan: Bloomberg

  • Garuda Indonesia (GIAA) Grounded 15 Pesawat, INACA Buka Suara

    Garuda Indonesia (GIAA) Grounded 15 Pesawat, INACA Buka Suara

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) menyoroti dampak pengurangan jumlah pesawat yang dioperasikan PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) terhadap pemulihan industri penerbangan nasional pasca pandemi.

    Sekretaris Jenderal INACA, Bayu Sutanto, mengatakan bahwa jika benar 15 pesawat Garuda saat ini dalam kondisi tidak beroperasi (grounded), maka hal itu akan langsung berdampak pada berkurangnya kapasitas kursi penumpang di sejumlah rute. 

    “Itu tentu akan memperlambat proses pemulihan setelah pandemi Covid-19,” kata Bayu kepada Bisnis, Senin (5/5/2025).

    Bayu juga menambahkan kondisi ini juga mencerminkan tidak memadainya potensi pendapatan maskapai yang diatur melalui tarif batas atas (TBA) sejak 2019. Padahal, dua komponen biaya utama yakni harga avtur dan nilai tukar dolar AS sudah meningkat signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

    Hal tersebut, katanya, menyebabkan potensi pendapatan tidak cukup untuk membiayai operasional seperti sewa pesawat, pemeliharaan, suku cadang, dan avtur. Tingkat pengembalian investasi atau aset yang minim, bahkan negatif, membuat sektor ini kurang menarik bagi investor.

    “Hanya di Indonesia yang masih memberlakukan sistem tarif batas atas seperti ini.”

    Sebelumnya, GIAA dikabarkan menghentikan operasional sementara (grounded) setidaknya 15 pesawat akibat biaya perawatan. 

    Berdasarkan pemberitaan Bloomberg, GIAA menghentikan sementara 15 pesawat dikarenakan kesulitan membayar biaya perawatan pesawat. Beberapa pemasok untuk maskapai nasional Indonesia itu juga meminta pembayaran di muka untuk suku cadang dan jasa, karena kekhawatiran terhadap kondisi keuangan Garuda.

    GIAA sendiri mengakui sebanyak 15 pesawat miliknya saat ini masih menunggu perawatan rutin termasuk penggantian suku cadang yang ditargetkan akan dilaksanakan tahun ini.

    Direktur Teknik Garuda Indonesia Rahmat Hanafi mengatakan saat ini terdapat 1 armada Garuda Indonesia dan 14 armada Citilink yang tengah menunggu percepatan penjadwalan perawatan rutin berupa proses heavy maintenance, termasuk penggantian suku cadang, untuk kembali siap beroperasi. 

    “Keseluruhan proses perawatan armada tersebut direncanakan akan dilaksanakan pada tahun ini,” kata Rahmad Hanafi, Senin (5/5/2025).

  • Bos Microsoft Mengaku 30% Kode Perusahaan Ditulis oleh AI

    Bos Microsoft Mengaku 30% Kode Perusahaan Ditulis oleh AI

    Bisnis.com, JAKARTA — CEO Microsoft Satya Nadella mengungkapkan bahwa sekitar 20% hingga 30% kode dalam repositori perusahaan ditulis oleh perangkat lunak kecerdasan buatan (AI). 

    Melansir dari Techcrunch, Senin (5/5/2025) pernyataan ini disampaikan dalam percakapan santai bersama CEO Meta Mark Zuckerberg di konferensi LlamaCon yang diselenggarakan oleh Meta beberapa hari lalu.

    Ketika ditanya oleh Zuckerberg mengenai sejauh mana AI telah digunakan dalam proses pengembangan perangkat lunak di Microsoft. Nadella menjelaskan kontribusi AI bervariasi tergantung pada bahasa pemrograman yang digunakan. 

    Dirinya menyebutkan, hasil paling signifikan terlihat pada bahasa Python, sementara kemajuan pada bahasa seperti C++ masih relatif terbatas.

    CTO Microsoft, Kevin Scott, sebelumnya memperkirakan hingga 95% kode akan ditulis oleh AI pada tahun 2030. Hal ini mencerminkan keyakinan perusahaan terhadap peran teknologi ini dalam masa depan pengembangan perangkat lunak.

    Dalam kesempatan yang sama, saat Nadella melemparkan pertanyaan yang sama kepada Zuckerberg selaku CEO Meta 

    Akan tetapi, Zuckerberg mengaku tidak mengetahui persis berapa banyak kode di perusahaannya yang dihasilkan oleh AI.

    Sementara itu, CEO Google Sundar Pichai juga menyatakan dalam panggilan pendapatan minggu lalu, ada lebih dari 30% kode di Google kini dihasilkan oleh AI. 

    Namun demikian, belum ada standar yang jelas mengenai cara perusahaan-perusahaan besar ini mengukur kontribusi AI dalam proses penulisan kode, sehingga data tersebut sebaiknya ditanggapi dengan hati-hati.

    Microsoft dikabarkan menunda pembangunan data center di Inggris, Australia, dan Amerika Serikat (AS). Perusahaan khawatir terlalu cepat membangun infrastruktur pusat data. 

    Di sisi lain, kebijakan diterapkan bertepatan  dengan tarif timbal balik yang dijatuhkan AS kepada puluhan negara, termasuk Indonesia.

    Kebijakan Presiden AS Donald Trump yang menaikkan tarif timbal balik tinggi di puluhan negara memicu kekhawatiran terhadap kestabilan global. 

    Sumber Bloomberg, Jumat (4/4/2025) melaporkan bahwa Microsoft telah menghentikan pembicaraan atau menunda pembangunan lokasi pusat data di Inggris, Australia, North Dakota, Wisconsin, dan Illinois. 

    Seorang juru bicara mengatakan Microsoft sebenarnya telah membuat merencanakan pembangunan data center tersebut beberapa lalu, sebelumnya akhirnya berubah pikiran untuk menunda pembangunan, yang mereka sebut sebagai strategi fleksibilitas. 

    Techcrunch melaporkan pada Februari 2025, Microsoft menegaskan kembali rencana mengalokasikan lebih dari US$80 miliar untuk belanja modal pada  2025, terutama pusat data AI. 

    Microsoft sebelumnya mengatakan bahwa mereka akan mengalihkan fokus perluasan pusat datanya untuk  2025 dari konstruksi baru ke pemasangan fasilitas yang ada dengan server dan peralatan komputasi lainnya.

    Tidak dapat dipungkiri, langkah Microsoft melakukan strategi fleksibilitas bertepatan dengan pengumuman Trump mengenai kebijakan tarif timbal balik terhadap puluhan negara, yang dibalas oleh negara terdampak dengan perundingan ulang atau penerapan kebijakan serupa untuk produk-produk dari AS termasuk di sektor teknologi. 

  • Target Pertumbuhan Ekonomi 8% Presiden Prabowo Terpangkas Perintah Efisiensi Anggaran

    Target Pertumbuhan Ekonomi 8% Presiden Prabowo Terpangkas Perintah Efisiensi Anggaran

    Bisnis.com, JAKARTA – Kebijakan efisiensi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang dijalankan oleh Presiden Prabowo membuat ekonomi Indonesia tumbuh lebih lemah pada kuartal I/2025. Capaian pertumbuhan perekonomian Indonesia ini menjadi yang paling lambat dalam lebih dari tiga tahun terakhir.

    Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik hari ini, Senin (5/5/2025), mengumumkan produk domestik bruto Indonesia hanya tumbuh 4,87% dalam tiga bulan hingga Maret tahun ini. Capaian ini membuat keyakinan bahwa ekonomi bisa tumbuh hingga 8% terlihat semakin jauh.

    Perlambatan ekonomi Indonesia sendiri disebut karena menurunnya konsumsi rumah tangga dan penurunan tajam dalam belanja serta investasi pemerintah.

    Capaian itu bahkan berada di bawah estimasi median ekonom yang disurvei Bloomberg. Rata-rata dari para pengamat memperkirakan ekonomi Indonesia seharusnya tumbuh 4,92%. Secara triwulanan, PDB turun -0,98%, lebih dalam dari estimasi kontraksi sebesar -0,90%.

    Dikutip dari Bloomberg, capaian ini membuat posisi Indonesia semakin tertekan di tengah penundaan negosiasi perang dagang dengan Amerika Serikat selama 90 hari. Indonesia membutuhkan permintaan dalam negeri yang lebih tinggi untuk membantu melindungi produsen Tanah Air dari melambatnya ekspor ke Amerika dan negara-negara lain di dunia. Presiden AS Donald Trump telah mengancam Indonesia dengan tarif tambahan timbal balik sebesar 32%, salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara.

    Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mempertahankan kenaikan 0,5% setelah pengumuman tersebut, sementara rupiah memangkas kenaikan menjadi 0,2% terhadap dolar di tengah reli mata uang Asia yang meluas. Imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun sedikit berubah pada 6,87%.

    “Reaksi [melemahnya] PDB diredam kenaikan mata uang Asia, kecuali Jepang, di tengah harapan pembicaraan perdagangan AS-China dan tren dolar yang lemah, yang merupakan beberapa faktor yang mendukung apresiasi rupiah baru-baru ini,” kata Christopher Wong, ahli strategi valas di Oversea-Chinese Banking Corp.

    Menurut Bloomberg Economics, data yang lemah tersebut akan membuka ruang bagi kebijakan lebih lanjut oleh Bank Indonesia.

    “Prospek pertumbuhan yang jauh lebih lemah, bersama dengan inflasi yang sudah jinak, kemungkinan akan mendorong Bank Indonesia untuk memangkas suku bunga kebijakannya sebesar 25 basis poin lagi akhir bulan ini — terutama jika rupiah dapat mempertahankan kenaikan baru-baru ini,” tulis ekonom BE, Tamara Henderson, dalam sebuah laporan.

    Konsumsi rumah tangga, yang menyumbang sebagian besar output nasional Indonesia, tumbuh hanya 4,89% pada kuartal pertama, laju paling lambat sejak akhir 2023. Itu bahkan terjadi ketika perayaan Ramadan — yang biasanya merupakan musim perjalanan dan belanja tersibuk — jatuh pada bulan Maret tahun ini, setelah sebelumnya jatuh pada April 2024.

    Aktivitas ekonomi yang lebih luas tertahan oleh kontraksi 1,38% dalam belanja negara. Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan pemerintahnya untuk memangkas belanja di berbagai sektor, termasuk infrastruktur dan perjalanan, untuk mengalokasikan lebih banyak dana ke program-program prioritasnya seperti distribusi makanan sekolah gratis.

    Pembentukan modal tetap bruto naik 2,12%, angka terlemah dalam dua tahun. Menurut ekonom DBS Bank Ltd., Radhika Rao, ketidakpastian tentang tarif Trump kemungkinan berdampak pada rencana belanja modal perusahaan.

    Di sisi produksi, semua sektor bisnis tumbuh kecuali pertambangan, yang terseret turun oleh menurunnya permintaan internasional untuk batu bara dan pemeliharaan besar-besaran di tambang tembaga dan emas di Papua Tengah.

    Sektor dengan pertumbuhan tercepat adalah pertanian, jasa lainnya, dan jasa perusahaan, didorong oleh musim panen, pariwisata domestik dan asing, serta kegiatan persewaan.

    Bank Indonesia sendiri telah menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi tahun ini, tetapi memilih untuk mempertahankan suku bunga tetap selama tiga bulan berturut-turut untuk melindungi mata uang. Mengingat latar belakang global yang suram, banyak ekonom juga telah memangkas perkiraan pertumbuhan mereka untuk Indonesia menjadi di bawah 5% tahun ini.

  • Trump Ungkap Sinyal Positif Negosiasi Tarif, Kesepakatan di Depan Mata?

    Trump Ungkap Sinyal Positif Negosiasi Tarif, Kesepakatan di Depan Mata?

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengisyaratkan bahwa pemerintahannya dapat mencapai kesepakatan dagang dengan beberapa negara pekan ini.

    “Itu mungkin saja terjadi,” kata Trump kepada wartawan ketika ditanya apakah ada perjanjian dagang yang akan terjadi minggu ini, seperti dikutip Bloomberg, Senin (5/5/2025).

    Meski demikian, Trump tidak menyebutkan negara mana saja yang berpotensi mencapai kata sepakat dengan AS dalam waktu dekat. Trump menyebut, AS bernegosiasi dengan banyak negara, tetapi pada akhirnya, dia yang akan menetapkan kesepakatan sendiri.

    “Karena saya yang menetapkan kesepakatan, bukan mereka yang menetapkan kesepakatan. Anda terus menanyakan pertanyaan yang sama: ‘Kapan Anda akan setuju?’ Terserah saya, bukan mereka,” kata Trump di atas Air Force One.

    Trump juga memberi isyarat bahwa para para pejabat melakukan pembicaraan dengan rekan-rekan dari China. Pasar keuangan telah stabil dalam dua minggu terakhir di tengah tanda-tanda bahwa pembicaraan dengan negara-negara Asia sedang berlangsung dan ketegangan perdagangan antara China dan AS dapat menurun dari level saat ini. 

    China telah menjadi fokus kampanye tarif Trump, yang menyebabkan Beijing membalas pungutan AS, yang sekarang mencapai 145% untuk barang-barang asal Negeri Tirai Bambu. 

    China telah mengisyaratkan kemungkinan pencairan dalam beberapa hari terakhir, sementara Trump mengatakan kepada NBC News dalam komentar yang disiarkan hari Minggu bahwa dia bersedia menurunkan tarif AS di beberapa titik. 

    Menanggapi pertanyaan di Air Force One, Trump mengatakan ia tidak memiliki rencana saat ini untuk berbicara dengan Presiden China Xi Jinping.

    Beijing mengonfirmasi minggu lalu untuk pertama kalinya bahwa otoritasnya berkomunikasi dengan pejabat Amerika mengenai kesepakatan perdagangan. Diskusi telah berlangsung dengan para pembantu Trump dan beberapa negara lain, tetapi para pejabat tinggi terus memberi sinyal bahwa mereka pada akhirnya mungkin masih berniat untuk mengenakan bea pada mitra dagang.

    “Pada titik tertentu, saya akan menetapkan angka tarif tertentu. Pada titik tertentu dalam dua minggu atau tiga minggu ke depan, saya akan menetapkan kesepakatan,” kata Trump.

    “Saya akan mengatakan bahwa negara ini dan itu telah memiliki surplus perdagangan yang luar biasa — surplus dengan cara mereka — dengan kami dan mereka telah mengambil keuntungan dari kami dengan berbagai cara, dan kami sepenuhnya memahami apa yang mereka lakukan,” katanya. 

    Kebijakan tarif Trump yang luas telah mengguncang pasar global, memicu kekhawatiran akan kemerosotan ekonomi dan membebani dolar AS. Minggu lalu, data dari Biro Analisis Ekonomi menunjukkan produk domestik bruto AS berkontraksi untuk pertama kalinya dalam tiga tahun.

    Dalam wawancara dengan Fox News pekan lalu, Wakil Presiden JD Vance mengatakan kesepakatan dagang dengan India akan menjadi salah satu yang pertama.

    “Negosiasi juga sedang berlangsung dengan Jepang, Korea Selatan, dan Eropa,” kata Vance.

    Ekonomi Asia yang menghadapi beberapa tarif “timbal balik” AS tertinggi telah memimpin jalan di atas rekan-rekan barat dalam negosiasi perdagangan dengan pemerintahan Trump. 

    Kepala negosiator perdagangan Jepang Ryosei Akazawa telah menyatakan harapan untuk mencapai kesepakatan perdagangan dengan AS pada bulan Juni, setelah putaran terakhir negosiasi di Washington minggu lalu.

    Namun, masih ada pertanyaan tentang seberapa substansial pengumuman kesepakatan jangka pendek tersebut, mengingat pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa perjanjian perdagangan yang komprehensif membutuhkan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun untuk diselesaikan.

  • Breaking: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal I/2025 hanya 4,87%

    Breaking: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal I/2025 hanya 4,87%

    Bisnis.com, JAKARTA — Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I/2025 tercatat sebesar 4,87% (year on year/YoY).

    Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan bahwa produk domestik bruto atau PDB Indonesia atas dasar harga berlaku pada kuartal I/2025 mencapai Rp5.665,9 triliun. Lalu, PDB atas harga konstan mencapai Rp3.264,5 triliun.

    “Sehingga pertumbuhan ekonomi indonesia pada triwulan I/2025 adalah 4,87% bila dibandingkan dengan triwulan I/2024 atau year on year,” ujar Amalia dalam konferensi pers, Senin (5/5/2025).

    Amalia juga menjabarkan bahwa ekonomi Indonesia terkoreksi 0,98% secara kuartalan, yakni apabila membandingkan kinerja kuartal I/2025 dengan kuartal IV/2024.

    Berdasarkan konsensus yang dihimpun Bloomberg dari 19 lembaga, nilai tengah (median) proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I/2025 adalah 4,9%. Proyeksi itu menunjukkan sinyal bahwa ekonomi triwulan I/2025 akan tumbuh di bawah 5% dan melambat dari kuartal I/2024 sebesar 5,11%.

    Adapun estimasi tertinggi sebesar 5,1% diberikan sejumlah lembaga yaitu ING Group, Indo Premier Securities, Mirae Asset Sekuritas Indonesia, dan United Overseas Bank. Sementara estimasi terendah di angka 4% yang diberikan oleh S&P Global.

    Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede sendiri memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 4,91% (YoY) pada kuartal I/2025. Dia pun menjelaskan perkembangan empat komponen pembentuk pertumbuhan ekonomi yang sebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2025.

    Pertama, konsumsi rumah tangga—penopang utama perekonomian Indonesia— yang diproyeksikan tumbuh 4,5% YoY pada kuartal I/2025. Nilai tersebut melambat dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 4,91% (YoY) pada kuartal I/2024.

    Kedua, belanja pemerintah yang diperkirakan mengalami kontraksi 2,88% (YoY) pada kuartal I/2025. Angka tersebut berbanding terbalik dengan lonjakan pertumbuhan belanja pemerintah sebesar 20,44% pada kuartal I/2024.

    Menurut Josua, kontraksi belanja pemerintah tersebut tercermin dalam realisasi APBN hingga Maret 2025 yang mencapai 17,1% dari pagu belanja tahunan.

    “Masih relatif rendahnya penyerapan belanja negara ini turut menjadi faktor pelemahan agregat permintaan dan aktivitas sektor publik, meskipun pemerintah mencatat surplus keseimbangan primer sebesar Rp 17,5 triliun,” ujar Josua, Minggu (4/5/2025).

    Ketiga, investasi (PMTB) yang diperkirakan tumbuh 3,11% (YoY). Pertumbuhan tersebut relatif stabil secara tahunan tetapi secara kuartalan diperkirakan terkontraksi 6,50%.

    Keempat, ekspor barang dan jasa tumbuh yang tumbuh 9,52% (YoY). Josua melihat pertumbuhan kuat ekspor berkat hilirisasi dan ekspor manufaktur bernilai tambah. Hanya saja, impor juga naik 5,07% (YoY) yang mencerminkan permintaan domestik yang belum pulih sepenuhnya.

    Sementara itu, ketika ditanya apakah pemerintah tetap optimistis ekonomi triwulan I/2025 akan tumbuh 5%, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto hanya memberikan sinyal pertumbuhan ekonomi akan tetap berada di kisaran itu.

    “Ya tentu kalau matematika ada pembulatan [jadi 5%],” tuturnya kepada awak media di kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (2/5/2025).

  • Sinyal Perlambatan Ekonomi RI Kuartal I/2025, dari Daya Beli hingga Belanja Pemerintah

    Sinyal Perlambatan Ekonomi RI Kuartal I/2025, dari Daya Beli hingga Belanja Pemerintah

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonomi Indonesia diproyeksikan melambat pada kuartal I/2025. Proyeksi tersebut tak lepas adanya indikasi pelemahan daya beli hingga investasi langsung.

    Sebanyak 19 lembaga yang dihimpun Bloomberg memproyeksikan median atau nilai tengah pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2025 berada di angka 4,9% secara tahunan atau year on year (YoY).

    Nilai tersebut melambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi periode yang sama tahun sebelumnya atau kuartal I/2024 yang mencapai 5,11% YoY.

    Para ekonom menilai, sejumlah faktor menjadi penyebab perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut seperti adanya indikasi penurunan daya beli, perlambatan pertumbuhan investasi, belanja pemerintah, hingga tekanan eksternal seperti eskalasi perang dagang.

    Daya Beli

    Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede sendiri memproyeksikan konsumsi rumah tangga, yang merupakan penopang utama perekonomian Indonesia, tumbuh 4,5% YoY pada kuartal I/2025. Nilai tersebut melambat dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 4,91% YoY pada kuartal I/2024.

    Josua menjelaskan indikasi pelemahan daya beli tersebut tercermin dari data makroekonomi seperti survei pelaku usaha dan konsumen serta indikator sektor riil.

    Dia mengakui Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) masih berada di atas 100, yang menandakan keyakinan masyarakat masih optimistis.

    Hanya saja, sambungnya, pelemahan indeks pendapatan dan pembelian barang tahan lama—terutama dari kelompok pendapatan menengah bawah—mengindikasikan tekanan daya beli tetap ada.

    “Survei Penjualan Eceran juga menunjukkan bahwa pertumbuhan tahunan masih rendah di beberapa kota utama seperti Jakarta [-12,4% YoY] dan Bandung [-6,3% YoY],” jelas Josua, Minggu (4/5/2025).

    Senada, laporan dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia bertajuk Economics Quarterly Economic Review 2025: Pukulan Ganda untuk Ekonomi RI menunjukkan bahwa adanya indikasi pelemahan indeks penjualan riil (IPR) pada kuartal I/2025 di level 1%. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu, IPR tumbuh 5,6%.

    Core melihat Ramadan dan Lebaran, yang biasanya mengerek konsumsi masyarakat, kurang terasa dampaknya pada tahun ini. Tercermin dari IPR kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau yang tumbuh hanya 1,3% pada kuartal I/2025 atau jauh di bawah pertumbuhan periode yang sama tahun lalu yang menyentuh 7,5%.

    Lebih lanjut, konsumsi bahan bakar kendaraan bermotor pada saat Ramadan dan Lebaran juga justru terkontraksi 1,1% pada Maret 2025. 

    Investasi

    Investasi (29,15%) merupakan komponen pembentuk pertumbuhan ekonomi terbesar kedua setelah konsumsi rumah tangga (54,04%) pada tahun lalu. 

    Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani sudah melaporkan bahwa realisasi investasi mencapai Rp465,2 triliun selama Januari—Maret 2025. Realisasi itu tumbuh 15,9% YoY.

    Kendati demikian, jika dibandingkan dengan pertumbuhan investasi pada periode yang sama tahun lalu maka terjadi perlambatan pertumbuhan.

    BKPM mencatat realisasi investasi mencapai Rp401,5 triliun pada kuartal I/2024, yang mana angka tersebut tumbuh sebesar 22,1% YoY. Artinya, pertumbuhan investasi tahun lalu lebih tinggi daripada tahun ini.

    Josua memproyeksikan pertumbuhan investasi akan mencapai tumbuh 3,11% YoY. Pertumbuhan tersebut relatif stabil secara tahunan namun secara kuartalan diperkirakan terkontraksi 6,50%.

    Menurutnya, kontraksi investasi secara kuartalan itu mencerminkan kehati-hatian investasi asing yang tumbuh lebih lambat (12,7% YoY) dibanding investasi dalam negeri (19,1% YoY).

    “Faktor eksternal seperti tarif dagang AS dan ketegangan geopolitik menjadi risiko penahan ekspansi lebih lanjut, sekalipun sektor hilirisasi logam dasar masih aktif menarik investasi,” ujar Josua.

    Sementara laporan Core Indonesia menilai kebijakan efisiensi anggaran yang dijalankan pemerintah sejak Februari 2025 menjadi salah satu faktor utama pelemahan pertumbuhan investasi.

    Cora menggarisbawahi bahwa investasi domestik di sektor konstruksi selama ini bergantung kepada kinerja BUMN karya dan Kementerian Pekerjaan Umum (PU). Masalahnya, pembangunan infrastruktur tidak lagi menjadi program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sehingga diperkirakan investasi akan melambat.

    Dipaparkan bahwa investasi dalam negeri untuk sektor konstruksi pada 2024 berada pada level 1,3% atau lebih rendah ketimbang tahun 2022. Meski nilainya tumbuh 2% dibandingkan 2023, tetapi sepanjang 2025 diperkirakan akan kembali terkontraksi.

    Alasannya, ada pemangkasan anggaran kementerian PU sebesar 45% dari pagu awal sehingga hanya menyisakan Rp50,48 triliun dari sebelumnya Rp 110,95 triliun. Di sisi lain, beberapa BUMN karya besar justru terjebak utang dan krisis keuangan.

    Begitu juga, perubahan lahan bisnis BUMN karya menjadi fokus di sektor perkebunan, perikanan, dan pangan. Core pun menyimpulkan serangkaian hal ini diperkirakan akan melemahkan investasi di sektor infrastruktur.

  • BPS Umumkan Besok, Simak Konsensus Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal I/2025

    BPS Umumkan Besok, Simak Konsensus Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal I/2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Konsensus Bloomberg memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di bawah 5% pada kuartal I/2025. Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan angka resmi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2025 pada Senin (5/5/2025).

    Sebanyak 19 lembaga yang dihimpun Bloomberg memproyeksikan median atau nilai tengah pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2025 berada di angka 4,9% secara tahunan atau year on year (YoY). Nilai tersebut melambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi periode yang sama tahun sebelumnya atau kuartal I/2024 yang mencapai 5,11% YoY.

    Adapun estimasi tertinggi sebesar 5,1% diberikan sejumlah lembaga yaitu ING Group, Indo Premier Securities, Mirae Asset Sekuritas Indonesia, dan United Overseas Bank. Sementara estimasi terendah di angka 4% yang diberikan oleh S&P Global.

    Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede sendiri memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 4,91% YoY pada kuartal I/2025. Dia pun menjelaskan perkembangan empat komponen pembentuk pertumbuhan ekonomi yang sebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2025.

    Pertama, konsumsi rumah tangga—penopang utama perekonomian Indonesia— yang diproyeksikan tumbuh 4,5% YoY pada kuartal I/2025. Nilai tersebut melambat dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 4,91% YoY pada kuartal I/2024.

    Kedua, belanja pemerintah yang diperkirakan mengalami kontraksi 2,88% YoY pada kuartal I/2025. Angka tersebut berbanding terbalik dengan lonjakan pertumbuhan belanja pemerintah sebesar 20,44% pada kuartal I/2024.

    Menurut Josua, kontraksi belanja pemerintah tersebut tercermin dalam realisasi APBN hingga Maret 2025 yang mencapai 17,1% dari pagu belanja tahunan.

    “Masih relatif rendahnya penyerapan belanja negara ini turut menjadi faktor pelemahan agregat permintaan dan aktivitas sektor publik, meskipun pemerintah mencatat surplus keseimbangan primer sebesar Rp 17,5 triliun,” ujar Josua, Minggu (4/5/2025).

    Ketiga, investasi (PMTB) yang diperkirakan tumbuh 3,11% YoY. Pertumbuhan tersebut relatif stabil secara tahunan namun secara kuartalan diperkirakan terkontraksi 6,50%.

    Menurutnya, kontraksi investasi secara kuartalan itu mencerminkan kehati-hatian investasi asing yang tumbuh lebih lambat (12,7% YoY) dibanding investasi dalam negeri (19,1% YoY). Josua menjelaskan ketegangan geopolitik dan eskalasi perang dagang memang cenderung membuat investor menahan lakukan ekspansi.

    Keempat, ekspor barang dan jasa tumbuh yang tumbuh 9,52% YoY. Josua melihat pertumbuhan kuat ekspor berkat hilirisasi dan ekspor manufaktur bernilai tambah.

    Hanya saja, sambungnya, impor juga naik 5,07% YoY yang mencerminkan permintaan domestik yang belum pulih sepenuhnya.

    “Secara keseluruhan, proyeksi pertumbuhan kuartal I/2025 sebesar 4,91% mencerminkan kombinasi dari konsumsi yang masih solid namun melemah, belanja pemerintah yang tertahan, serta investasi dan ekspor yang belum sepenuhnya pulih akibat tekanan global,” jelas Josua.

    Dia menekankan bahwa ketidakpastian eksternal, khususnya tarif dagang AS dan prospek perlambatan global, menambah risiko perekonomian jangka pendek.

    Oleh sebab itu, Josua menekankan pentingnya koordinasi antara otoritas moneter dan fiskal agar kebijakannya bisa menjaga stabilitas dan mendorong pemulihan permintaan domestik pada kuartal-kuartal berikutnya.

    Sementara itu ketika ditanya apakah masih akan optimistis tumbuh 5% pada kuartal pertama tahun ini, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto hanya memberikan sinyal pertumbuhan ekonomi akan tetap berada di kisaran itu.

    “Ya tentu kalau matematika ada pembulatan [jadi 5%],” tuturnya kepada awak media di kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (2/5/2025). 

  • Apple Gandeng Anthropic Kembangkan Vibe Coding Berbasis AI, Ada Sentuhan Google?

    Apple Gandeng Anthropic Kembangkan Vibe Coding Berbasis AI, Ada Sentuhan Google?

    Bisnis.com, JAKARTA — Apple dilaporkan menjalin kemitraan dengan perusahaan rintisan kecerdasan buatan (AI) Anthropic. Kemitraan ini bakal mengembangkan platform pengodean baru bertenaga artificial intelligence (AI) yang dikenal dengan sebutan “Vibe Coding”.

    Adapun Anthropic pada 2023 mendapat pendanaan dari puluhan triliun rupiah dari Google dan Amazon. 

    Melansir dari Reuters, Minggu (4/5/2025) platform ini dirancang untuk menulis, mengedit, dan menguji kode secara otomatis atas nama programmer, menurut laporan Bloomberg News yang mengutip sumber internal.

    Vibe Coding merupakan pendekatan baru dalam dunia pemrograman, di mana agen AI menghasilkan dan menyempurnakan kode, mencerminkan tren yang tengah naik daun dalam industri teknologi.

    Proyek terbaru ini kabarnya merupakan versi lanjutan dari Xcode yang akan mengintegrasikan model Claude Sonnet milik Anthropic. 

    Meskipun belum ada komentar resmi dari kedua perusahaan, laporan tersebut menyebutkan bahwa Apple akan terlebih dahulu menguji sistem ini secara internal, tanpa jadwal pasti untuk peluncuran publik.

    Sebelumnya, Apple pernah memperkenalkan Swift Assist, sebuah alat pengodean berbasis AI untuk Xcode yang direncanakan rilis pada 2024. 

    Namun, alat tersebut tidak pernah diluncurkan, menyusul kekhawatiran teknis terkait potensi perlambatan pengembangan aplikasi.

    Langkah ini memperlihatkan strategi Apple dalam memperkuat posisinya di tengah persaingan ketat industri AI generatif. 

    Perusahaan teknologi raksasa ini secara aktif membenamkan fitur-fitur AI ke dalam ekosistem perangkatnya, termasuk penggunaan chip AI canggih serta integrasi layanan seperti ChatGPT untuk pengalaman pengguna yang lebih cerdas.

    Sementara itu Anthropic sempat mendapat pendanaan jumbo dari Google pada 2023.

    Google, telah menyepakati untuk berinvestasi sebesar $2 miliar atau setara Rp31,8 triliun (kurs: Rp15.910) di Anthropic, sebuah startup kecerdasan buatan yang didirikan oleh Mantan petinggi OpenAI.

    Perusahaan tersebut telah berkomitmen untuk melakukan investasi dengan uang muka sekitar $500 juta setara Rp7,9 triliun dan tambahan dana sebesar $1,5 miliar atau Rp23,8 triliun yang diinvestasikan secara bertahap.

    Google sudah menjadi investor di Anthropic, dan investasi baru ini akan menyoroti upayanya yang makin besar untuk bersaing lebih baik dengan Microsoft (MSFT.O). Salah satu pendukung utama pencipta ChatGPT OpenAI, ketika perusahaan teknologi besar berlomba untuk mengintegrasikan AI ke dalam perusahaan mereka.

    Amazon.com (AMZN.O) juga menyatakan bahwa pihaknya akan berinvestasi hingga $4 miliar di Anthropic untuk bersaing dengan pesaing cloud yang berkembang di bidang AI, pada bulan lalu.

    Menurut laporan triwulanan Amazon kepada Komisi Sekuritas dan Bursa AS minggu ini, pengecer online tersebut merinci investasinya dalam surat utang Anthroponic senilai $1,25 miliar yang dapat dikonversi menjadi saham.

    Sementara itu, kemampuan untuk berinvestasi hingga $2,75 miliar dalam surat utang kedua akan berakhir kuartal pertama tahun 2024. 

    Sayangnya, Google menolak untuk berkomentar, dan Amazon juga tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters terkait aksi korporasi tersebut. Bahkan, The Wall Street Journal sebelumnya memberitakan kabar perjanjian terbaru dengan Anthropic. 

  • Hong Kong Borong Dolar AS demi Jaga Stabilitas Nilai Tukar

    Hong Kong Borong Dolar AS demi Jaga Stabilitas Nilai Tukar

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Hong Kong turun tangan memborong dolar AS dalam jumlah terbesar sepanjang sejarah untuk mempertahankan sistem patokan mata uang, setelah dolar Hong Kong menguat ke batas atas kisaran perdagangannya.

    Melansir Bloomberg, Sabtu (3/5/2025), Otoritas Moneter Hong Kong (HKMA) menggelontorkan HK$46,539 juta atau setara US$6 miliar (Rp96 triliun), yang merupakan intervensi satu hari terbesar sejak pencatatan dimulai pada 2004.

    Seorang pejabat HKMA di kantor perwakilan New York membenarkan intervensi ini melalui sambungan telepon. Aksi ini menjadi yang pertama sejak 2020.

    Langkah tersebut menyusul pelemahan dolar AS yang membuat dolar Hong Kong nyaris menyentuh batas atas kisaran perdagangannya di level 7,75–7,85 per dolar AS. Dalam beberapa tahun terakhir, HKMA justru lebih sering menjual dolar AS, termasuk pada 2022 dan 2023, untuk menjaga nilai tukar agar tidak tergelincir ke batas bawah kisaran tersebut.

    Intervensi Hong Kong terjadi di tengah gelombang volatilitas nilai tukar yang juga mengguncang kawasan Asia. Pada hari yang sama, bank sentral Taiwan turut memasuki pasar valuta asing setelah dolar Taiwan melonjak 3% terhadap dolar AS, kenaikan harian terbesar sejak 1988.

    Penguatan mata uang Asia dipicu harapan munculnya kembali dialog dagang antara Washington dan Beijing. Ini menjadi sinyal awal bahwa negosiasi bisa kembali dibuka, menyusul keputusan Presiden Donald Trump yang baru saja menaikkan tarif impor bulan lalu.

    Kebijakan dagang Trump telah menciptakan guncangan di pasar keuangan global dan memunculkan keraguan atas peran dolar sebagai mata uang pelindung nilai (safe haven). Investor pun mulai menjauhi aset-aset Amerika Serikat setelah bertahun-tahun mengandalkannya.

    Indeks Bloomberg Dollar Spot—yang melacak kinerja dolar terhadap sejumlah mata uang utama—mencatat performa terburuk sejak 2022 pada bulan April lalu, dan sepanjang tahun ini sudah turun 6,5%.

    Sistem patokan dolar Hong Kong diberlakukan sejak 1983 untuk mengendalikan gejolak nilai tukar saat proses penyerahan kedaulatan dari Inggris ke China. Pada 2005, pemerintah memperlebar kisaran perdagangan menjadi 7,75 hingga 7,85 per dolar AS.

    Meskipun kerap jadi incaran para spekulan, sistem patokan ini tetap kokoh bertahan. Dua nama besar di dunia hedge fund, Kyle Bass dari Hayman Capital dan Bill Ackman dari Pershing Square, diketahui pernah mempertaruhkan modalnya untuk menjatuhkan dolar Hong Kong—namun sejauh ini belum membuahkan hasil.

     

  • Ada Sinyal Ekonomi Kuartal I/2025 Tak Sampai 5%, Begini Kata Menko Airlangga

    Ada Sinyal Ekonomi Kuartal I/2025 Tak Sampai 5%, Begini Kata Menko Airlangga

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur dari produk domestik bruto, tidak akan menyentuh 5% pada kuartal I/2025. 

    Sementara pemerintah telah memasang target pertumbuhan PDB sebesar 5,2% untuk keseluruhan tahun ini. 

    Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat ditanya apakah masih akan optimistis tumbuh 5% pada kuartal pertama, dirinya hanya memberikan sinyal pertumbuhan ekonomi akan tetap berada di kisaran 5%. 

    “Ya tentu kalau matematika ada pembulatan [jadi 5%],” tuturnya kepada awak media di kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (2/5/2025). 

    Berdasarkan estimasi dari 21 ekonom yang Bloomberg himpun, konsensus proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2025 menunjukkan nilai tengah (median) di angka 4,93%. 

    Estimasi terendah sebesar 4,7% dari Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia Fakhrul Fulvian dan ekonom OCBC Lavanya Venkateswaran. Sementara estimasi tertinggi yang menunjukkan optimisme, adalah ekonom PT Bank UOB Indonesia Enrico Tanuwidjadja dengan angka 5,1%. 

    Bank pelat merah, dalam hal ini Office of Chief Economist (OCE) Bank Mandiri pun memproyeksikan pertumbuhan yang tidak mencapai 5%. 

    Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) Andry Asmoro memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh 4,91% YoY pada kuartal I/2025, lebih rendah dari 5,02% pada kuartal IV/2024.

    “Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan akan melambat di bawah 4,9% YoY, yang mencerminkan kecenderungan pengeluaran defensif karena rumah tangga mengalokasikan sebagian pendapatannya untuk berjaga-jaga,” kata Asmo dalam keterangan tertulis, Jumat (2/5/2025). 

    Sementara belanja pemerintah diperkirakan akan melambat menjadi 3,3% YoY pada kuartal I/2025, dari 4,3% pada kuartal sebelumnya, di tengah penyesuaian kebijakan dan lambatnya pencairan anggaran pada awal tahun. 

    Hal ini juga membebani investasi, yang diperkirakan tumbuh 1,7% YoY pada kuartal I/2025, turun dari 4,9% di kuartal sebelumnya. 

    Asmo menilai tertundanya pencairan fiskal, terutama untuk proyek-proyek infrastruktur dan investasi yang didukung pemerintah, telah menyebabkan laju pembentukan modal yang lebih lambat selama periode tersebut.

    Adapun kinerja perdagangan eksternal diperkirakan akan melemah pada awal tahun 2025, yang mencerminkan melemahnya momentum perdagangan global.

    Senada, Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David Sumual memproyeksikan pertumbuhan di level 4,93%. Dirinya mengamini belanja pemerintah yang lebih lambat berdampak pada pertumbuhan ekonomi. 

    “Apalagi tahun lalu juga ada belanja pemilu di kuartal yang sama, ada faktor high base effect,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (2/5/2025). 

    David menyampaikan selain belanja pemerintah, harga komoditas juga rata-rata lebih rendah dibanding kuartal I/2024. 

    Adapun, BPS akan mengumumkan realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I/2025 pada Senin (5/5/2025) pukul 11.00 WIB.