Perusahaan: Bloomberg

  • Elon Musk Comeback, Tesla Langsung Keluar dari Dasar Jurang

    Elon Musk Comeback, Tesla Langsung Keluar dari Dasar Jurang

    Jakarta, CNBC Indonesia – Saham Tesla melonjak lebih dari 22% sepanjang Mei 2025, yang menandai kebangkitan besar meski perusahaan masih menghadapi tekanan akibat penurunan penjualan di pasar utama seperti China dan Eropa.

    Kembalinya fokus Elon Musk ke bisnis menjadi pemicu utama lonjakan tersebut, setelah sang CEO mengumumkan akan mengurangi aktivitas politiknya di era pemerintahan Trump.

    Mengutip CNBC Internasional, kinerja saham Tesla selama 2025 masih belum pulih sepenuhnya, turun sekitar 14% year-to-date, namun pemulihan tajam pada Mei menjadi angin segar bagi para investor.

    Tesla berhasil mencatatkan kinerja lebih baik dibanding Apple yang anjlok 19% sejak awal tahun, dan menjadikannya yang terburuk di antara saham teknologi raksasa.

    Terbangnya saham Tesla terjadi bersamaan dengan pengumuman mantan Presiden AS, Donald Trump, yang mengakhiri penugasan Musk sebagai “pegawai pemerintah khusus” di Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE).

    “Ini adalah hari terakhirnya, tapi sejatinya tidak, karena Elon akan selalu bersama kami,” kata Trump di platform Truth Social, dikutip Senin (2/6/2025).

    “Elon luar biasa!” imbuh Trump.

    Musk menyampaikan bahwa ia akan kembali fokus pada Tesla dan perusahaannya, termasuk SpaceX, xAI, dan platform X.

    Meski akan tetap menjadi penasihat Trump, Musk mengatakan hanya akan menyisihkan sehari atau dua hari dalam seminggu untuk urusan pemerintahan hingga akhir masa jabatan.

    “Saya berharap untuk tetap menjadi teman dan penasihat, dan tentu saja, jika ada sesuatu yang presiden ingin saya lakukan, saya siap melayani presiden,” kata CEO Tesla itu dalam sebuah acara pers di Oval Office.

    Bloomberg melaporkan Tesla akan meluncurkan layanan robotaxi di Austin, Texas, pada 12 Juni 2025, menggunakan armada Model Y dengan teknologi Full Self Driving terbaru. Jika terlaksana, ini akan menjadi tonggak penting setelah bertahun-tahun janji Musk tentang kendaraan tanpa sopir.

    Selain itu, Tesla diuntungkan dari posisinya yang kuat secara domestik. Dengan dua pabrik besar di AS, Fremont dan Austin, Tesla lebih siap menghadapi dampak tarif perdagangan dibanding pesaingnya. Proporsi komponen buatan Amerika yang tinggi juga menjadi keunggulan dalam iklim geopolitik yang menantang.

    Namun, tekanan terhadap manajemen tetap ada. Sejumlah pemimpin dana pensiun AS menuntut dewan direksi Tesla agar mengendalikan waktu kerja Musk, bahkan meminta kewajiban minimum 40 jam per minggu untuk menyelamatkan Tesla dari apa yang mereka sebut sebagai krisis.

    (fab/fab)

  • TikTok Shop Buka Suara soal PHK Ratusan Karyawan di Indonesia

    TikTok Shop Buka Suara soal PHK Ratusan Karyawan di Indonesia

    Jakarta, CNBC Indonesia – TikTok buka suara terkait kabar PHK di perusahaannya. Juru bicara TikTok mengatakan, bahwa mereka secara rutin mengevaluasi kebutuhan bisnis dan melakukan penyesuaian untuk memperkuat organisasi.

    “Kami terus berinvestasi di Tokopedia dan Indonesia sebagai bagian dari strategi kami untuk mendorong pertumbuhan dan inovasi yang berkelanjutan,” ujar juru bicara TikTok dalam keterangan yang diterima CNBC Indonesia, Senin (2/6/2025).

    Dikabarkan sebelumnya, ByteDance, perusahaan indik TikTok Shop, memangkas ratusan karyawan di Indonesia dalam putaran PHK terbaru.

    Menurut laporan Bloomberg, PHK itu dilakukan untuk memangkas biaya setelah TikTok mengambil alih operasi saingannya, Tokopedia, tahun lalu.

    Raksasa media sosial asal China ini mengurangi karyawan di semua tim e-commerce termasuk bagian logistik, operasi, pemasaran dan pergudangan.

    Pemangkasan akan dilakukan secepatnya pada Juli, kata salah satu sumber yang tidak ingin disebutkan namanya karena diskusi ini belum dipublikasikan.

    PHK kali ini membuat Tokopedia dan TikTok Shop hanya akan memiliki sekitar 2.500 karyawan di Indonesia.

    (fab/fab)

  • Tukar Dolar AS di India Bikin Tambah Kaya, Nilai Tukar Rupee Diprediksi Makin Memburuk

    Tukar Dolar AS di India Bikin Tambah Kaya, Nilai Tukar Rupee Diprediksi Makin Memburuk

    Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupee India terhadap dolar Amerika Serikat tercatat terus melemah. Kondisi ini menyebabkan rupee sebagai salah satu mata uang dengan kinerja terburuk di Asia pada kuartal ini dan diperkirakan masih akan tertinggal dari mata uang regional lainnya hingga akhir tahun nanti.

    Dikutip dari Bloomberg, Senin (2/6/2025), analis menilai tekanan terhadap rupee seiring upaya bank sentral India, Reserve Bank of India (RBI) berusaha menjaga stabilitas cadangan devisanya. Terpantau net short forwards RBI turun menjadi sekitar US$73 miliar per April, dari posisi tertinggi sepanjang masa US$88,8 miliar pada Februari. Penurunan ini mengindikasikan pembayaran dolar dalam jumlah besar yang dapat menguras cadangan devisa India.

    Net short forwards sendiri adalah data yang yang mencerminkan jumlah dolar AS yang dijadwalkan untuk dijual di masa depan.

    “RBI kemungkinan akan membeli dolar untuk menjaga cadangan devisa, sehingga nilai tukar rupee bisa melemah ke 86,50 per dolar AS pada akhir Desember,” tulis analis IDFC First Bank Ltd. dikutip dari Bloomberg.

    Sementara Commerzbank AG memperkirakan nilai tukar rupee dapat mencapai 87,50 per dolar pada akhir 2025 nanti.

    Pada Senin (2/6/2025), rupee sempat menguat tipis 0,2% ke level 85,40 per dolar, setelah data pemerintah menunjukkan pertumbuhan ekonomi India mencapai 7,4% pada kuartal terakhir, melebihi ekspektasi pasar.

    Namun begitu, rupee tetap tertinggal dibanding mata uang negara berkembang Asia lainnya yang menguat di tengah pelemahan dolar AS. “Rupee berada di jalur untuk berkinerja buruk bahkan ketika dolar melemah,” tulis analis Barclays Bank Plc, termasuk Mitul Kotecha, dalam catatan riset mereka.

    Para analis memperkirakan RBI akan lebih fokus pada menumpuk ulang cadangan devisa dan membiarkan kontrak forward-nya jatuh tempo secara alami, ketimbang mempertahankan posisi aktif di pasar. “Menjaga posisi forward justru berisiko menguras cadangan,” kata Gaura Sen Gupta, kepala ekonom IDFC First Bank.

    Cadangan devisa India saat ini berada di kisaran US$693 miliar per 23 Mei, menurun dari rekor tertinggi US$705 miliar yang tercatat pada September tahun lalu. Data RBI mencatat, posisi short forwards dolar jangka pendek hingga tiga bulan mencapai US$15 miliar, sedangkan untuk tenor tiga bulan hingga satu tahun mencapai US$37,8 miliar.

    Menurut Vikas Jain, kepala perdagangan pendapatan tetap, mata uang, dan komoditas di Bank of America India, otoritas moneter India cenderung hanya akan melakukan intervensi di pasar valuta asing dalam kisaran ekstrem nilai tukar 84–87 per dolar AS.

    Pasar kini menantikan kebijakan suku bunga RBI yang akan diumumkan pada 6 Juni mendatang. Commerzbank AG memperkirakan bank sentral India berpotensi memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin dalam upaya menjaga daya dorong ekonomi.

  • Neraca Dagang April 2025: AS Sumbang Surplus Terbesar, China Defisit Terdalam

    Neraca Dagang April 2025: AS Sumbang Surplus Terbesar, China Defisit Terdalam

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat Amerika Serikat masih menjadi negara penyumbang surplus perdagangan terbesar dengan Indonesia selama Januari—April 2025. Sebaliknya, China menjadi negara penyumbang defisit perdagangan dengan Indonesia pada periode yang sama.

    Deputi Statistik bidang Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Pudji Ismartini merincikan AS menyumbang surplus dagang non-migas hingga US$6,42 miliar selama Januari—April 2025.

    “Didorong oleh komoditas mesin dan perlengkapan elektrik dan bagiannya atau HS 85 [surplus US$1,25 miliar], kemudian alas kaki atau HS 64 [US$838,4 juta], kemudian pakaian dan aksesoris/rajutan atau HS 61 [US$801,4 juta],” jelas Pudji dalam konferensi pers, Senin (2/6/2025).

    Di posisi kedua ada India, yang menyumbang surplus dagang non-migas dengan total US$4 miliar selama Januari—April 2025. Komoditas utama pendorong surplus itu adalah bahan bakar mineral (US$2,03 miliar), lemak dan minyak hewani/nabati (US$805 juta), serta besi dan baja (US$398,4 juta).

    Di posisi ketiga ada Filipina, yang menyumbang surplus dagang non-migas hingga US$2,92 miliar selama Januari—April 2025. Komoditas utama pendorong surplus dagang itu yaitu kendaraan dan bagiannya (US$904,2 juta), bahan bakar mineral (US$751,3 juta), serta lemak dan minyak hewani/nabati (US$326,2 juta).

    Sebaliknya, Pudji juga memaparkan tiga negara penyumbang defisit dagang terbesar dengan Indonesia selama Januari—April 2025. BPS mencatat, China ada di urutan pertama dengan total defisit dagang non-migas hingga US$6,9 miliar.

    “Ini didorong oleh komoditas mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya atau HS 84 [defisit US$5,72 miliar], mesin dan perlengkapan elektrik serta bagian atau HS 85 [US$5,2 miliar], serta kendaraan dan bagiannya atau HS 87 [US$1,38 miliar],” ujar Pudji.

    Di posisi kedua ada Australia, yang menyumbang defisit dagang non-migas sebesar US$1,57 miliar. Komoditas utama pendorong defisit dagang dengan Australia yaitu bahan bakar mineral (US$441,2 juta), serealia (US$435,1 juta), serta logam mulia dan perhiasan/permata (US$329,8 juta).

    Di posisi ketiga ada Hongkong, yang menyumbang defisit dagang non-migas sebesar US$485,5 juta. Komoditas utama pendorong defisit itu adalah logam mulia dan perhiasan/permata (US$329,4 juta), kain rajutan (US$56,8 juta), serta instrumen optik, fotografi, sinematografi, dan medis (US$49,3 juta).

    Surplus Neraca Perdagangan Terendah sejak Mei 2020

    Adapun secara keseluruhan, BPS mengumumkan neraca perdagangan Indonesia mencapai surplus US$160 juta per April 2025.

    Pudji menjabarkan bahwa Indonesia mencatatkan ekspor senilai US$20,74 miliar atau naik 5,76% (year on year/YoY). Adapun, nilai impor mencapai US$20,59 miliar. Alhasil, surplus neraca perdagangan April 2025 susut jadi US$160 juta.

    “Pada April 2025, neraca perdagangan barang mencatat surplus sebesar US$0,16 miliar dan neraca perdagangan indonesia telah mencatat surplus selama 60 bulan berturut-turut sejak Mei 2020,” ujar Pudji.

    Meskipun mencatatkan rekor 60 bulan berturut-turut, rupanya data April 2025 itu menjadi surplus neraca perdagangan terendah sejak Mei 2020.

    Tidak hanya itu, surplus neraca perdagangan juga berada di bawah proyeksi para ekonom. Berdasarkan konsensus proyeksi 22 ekonom yang dihimpun Bloomberg, nilai tengah (median) surplus neraca perdagangan pada April 2025 diproyeksikan sebesar US$2,85 miliar.

    Hanya saja, jumlah tersebut lebih rendah dari realisasi neraca dagang bulan sebelumnya atau pada Maret 2025 senilai US$4,33 miliar.

    Estimasi tertinggi dikeluarkan oleh ekonom Standard Chartered Bank Aldian Taloputra dengan nominal US$4,69 miliar. Sebaliknya, estimasi terendah diberikan oleh ekonom Sucor Sekuritas Ahmad Mikail Zaini dengan angka US$4 juta.

    Adapun Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) Andry Asmoro memproyeksikan surplus dagang mencapai US$2,7 miliar pada April 2025, menurun dari realisasi US$4,33 miliar pada bulan sebelumnya.

    Asmo mengungkapkan penurunan surplus dagang tersebut sejalan. Dengan moderasi ekspor akibat penurunan harga komoditas.

    “Namun demikian, kami masih memperkirakan bahwa antisipasi pelaku usaha terhadap penundaan tarif resiprokal pada April diperkirakan menjadi faktor utama yang mendorong ekspor tetap tumbuh positif,” jelas Asmo dalam keterangannya.

  • Rupiah Hari Ini Menguat Tipis terhadap Dolar AS

    Rupiah Hari Ini Menguat Tipis terhadap Dolar AS

    Jakarta, Beritasatu.com – Nilai tukar rupiah menunjukkan penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada awal perdagangan Senin (2/6/2025).

    Berdasarkan data Bloomberg Asia Pacific Currencies hingga pukul 09.25 WIB, rupiah tercatat menguat tipis sebesar 0,06% menjadi Rp 16.316 per dolar AS, naik 10,5 poin dibandingkan penutupan sebelumnya.

    Penguatan rupiah terjadi di tengah tren serupa yang dialami sejumlah mata uang utama kawasan Asia. Yen Jepang (USD-JPY) menguat 0,33% ke posisi 143,55, sementara dolar Singapura (USD-SGD) naik 0,12% ke level 1,2895.

    Won Korea Selatan (USD-KRW) juga menguat sebesar 0,19% menjadi 1.379,48, dan baht Thailand (USD-THB) mencatatkan kenaikan 0,30% ke level 32,768.

    Namun, tidak semua mata uang Asia bergerak positif. Sejumlah mata uang regional justru mencatatkan pelemahan terhadap dolar AS. Dolar Hong Kong (USD-HKD) tercatat melemah tipis 0,01% ke 7,8418, sementara dolar Taiwan (USD-TWD) melemah 0,37% ke level 29,987.

    Peso Filipina (USD-PHP) turun 0,11% ke 55,823, rupee India (USD-INR) melemah 0,07% ke 85,5813, yuan Tiongkok (USD-CNY) melemah 0,18% ke 7,1990, dan ringgit Malaysia (USD-MYR) mengalami penurunan 0,32% ke posisi 4,2568.

  • Apple Mau Rebranding Sistem Operasi, iPhone 17 Berubah jadi iPhone 26?

    Apple Mau Rebranding Sistem Operasi, iPhone 17 Berubah jadi iPhone 26?

    Bisnis.com, JAKARTA — Apple, raksasa teknologi asal Amerika Serikat, dikabarkan bakal rebranding besar-besaran untuk sistem operasinya pada ajang Worldwide Developers Conference (WWDC) 2025 yang digelar bulan ini. 

    Menurut laporan dari Mark Gurman (Bloomberg), dalam newsletter Power On, perubahan nama ini akan membuat sistem operasi Apple — termasuk iOS, macOS, iPadOS, dan visionOS — menggunakan penomoran berdasarkan tahun peluncuran, mirip seperti strategi yang diterapkan produsen mobil.

    Mulai tahun ini, sistem operasi Apple akan diberi nama sesuai tahun rilisnya. Sebagai contoh, pembaruan sistem operasi tahun ini akan dinamai iOS 25, macOS 25, dan seterusnya.

    Langkah ini diyakini akan memberi Apple lebih banyak ruang untuk merilis pembaruan kecil secara berkala, sekaligus memberikan kesan bahwa perangkat lunak mereka selalu futuristik dan up-to-date.

    Secara pemasaran, penamaan berdasarkan tahun dianggap lebih mudah dipahami konsumen dan membuat Apple tampak selalu selangkah lebih maju.

    Selain itu, perubahan ini juga bertujuan untuk menciptakan pengalaman yang lebih konsisten di seluruh lini produk Apple, dengan desain antarmuka yang terinspirasi dari visionOS milik Apple Vision Pro.

    Meskipun sistem operasi akan mengalami perubahan nama, Gurman menegaskan bahwa iPhone 17 yang akan dirilis tahun ini tidak akan diubah namanya menjadi iPhone 26, mengikuti tahun rilis.

    Hal ini berbeda dengan strategi Samsung yang pernah langsung melompat ke Galaxy S20 pada tahun 2020.

    Dilansir dari Phone Arena, Senin (2/5/2025), Gurman menjelaskan konsumen sudah sangat akrab dengan pola penamaan iPhone. Jika Apple tiba-tiba mengubahnya, hal itu justru akan terasa aneh dan membingungkan. Selain itu, jika nama iPhone diubah mengikuti tahun, model lama akan terasa lebih cepat usang di mata konsumen, sesuatu yang ingin dihindari Apple.

    Gurman juga menilai, rebranding sistem operasi ini merupakan bagian dari strategi Apple untuk mengalihkan perhatian publik di WWDC 2025.

    Dengan menonjolkan pembaruan besar pada perangkat lunak, Apple berharap peserta tidak terlalu menyoroti ketertinggalan mereka dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI) dibandingkan Samsung dan Google yang sudah lebih dulu menghadirkan fitur AI canggih di perangkat mereka.

    Meski tidak berganti nama, iPhone 17 tetap akan membawa sejumlah perubahan desain dan peningkatan spesifikasi. Salah satu bocoran menyebutkan seluruh lini iPhone 17 — kecuali mungkin model dasar — akan dibekali RAM 12 GB sebagai standar.

  • Ekonom Proyeksi Deflasi pada Mei 2025, Akibat Harga Cabai Turun?

    Ekonom Proyeksi Deflasi pada Mei 2025, Akibat Harga Cabai Turun?

    Bisnis.com, JAKARTA — Konsensus ekonom meramalkan akan terjadi deflasi secara bulanan pada Mei 2025. Penurunan harga cabai disinyalir menjadi penyebab deflasi tersebut.

    Berdasarkan proyeksi 14 ekonom yang dihimpun Bloomberg, median atau nilai tengah IHK pada Mei 2025 berada di zona deflasi sebesar 0,14% month to month (MtM). Nilai tersebut menurun dibandingkan realisasi inflasi sebesar 1,17% MoM pada bulan sebelumnya atau April 2025.

    Dilihat secara tahunan atau year on year (YoY), 25 ekonom memproyeksi median IHK pada Mei 2025 berada di zona inflasi sebesar 1,87%. Nilai tersebut melandai dibandingkan realisasi inflasi sebesar 1,95% YoY pada April 2025.

    Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede sendiri memperkirakan terjadi deflasi 0,27% MtM pada Mei 2025 akibat lonjakan musiman selama periode Lebaran.

    “Penurunan harga ini terutama didorong oleh normalisasi harga pangan pasca-Idulfitri, termasuk penurunan harga komoditas volatile [harga bergejolak] seperti cabai merah dan cabai rawit,” ujar Josua dalam keterangannya, dikutip Minggu (1/6/2025).

    Sementara itu, komoditas pangan utama seperti beras dan produk unggas diperkirakan masih mencatatkan inflasi dalam skala moderat.

    Di luar kelompok pangan bergejolak, harga yang diatur pemerintah (administered prices) juga mengalami deflasi meski tidak sedalam kelompok pangan.

    Penyebabnya, sambung Josua, disebabkan oleh turunnya harga BBM non-subsidi akibat pelemahan harga minyak global di April serta penurunan tarif angkutan udara menyusul berakhirnya lonjakan permintaan saat Lebaran.

    Adapun secara tahunan, dia memproyeksikan inflasi melandai menjadi sekitar 1,7% YoY pada Mei 2025. Inflasi inti juga diproyeksikan turun tipis ke 2,43% YoY dari 2,48% YoY, seiring dengan turunnya harga emas domestik dan penguatan nilai tukar rupiah.

    “Jika proyeksi ini terealisasi, maka tren penurunan inflasi tetap konsisten dengan tekanan harga yang rendah di semester I-2025. Secara kumulatif, inflasi sejak awal tahun hingga Mei diperkirakan baru mencapai 1,29% YtD, relatif rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,” ujar Josua.

    Senada, Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) Andry Asmoro sendiri memperkirakan secara bulanan terjadi deflasi 0,18% MtM dan inflasi 1,8% YoY pada Mei 2025.

    “Tekanan deflasi menunjukkan stabilitas berkelanjutan dalam pasokan pangan dan normalisasi permintaan pasca-Lebaran,” ujar Andry dalam keterangannya, dikutip Minggu (1/6/2025).

    Lebih lanjut, dia memperkirakan inflasi inti akan tetap stabil di sekitar 2,5% YoY. Menurutnya, angka tersebut mencerminkan inflasi dasar yang terkendali di tengah permintaan domestik yang moderat.

    Adapun, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan Indeks Harga Konsumen (IHK) periode Mei 2025 pada Senin (2/6/2025) esok.

  • Jelang Peluncuran Insentif Ekonomi Juni, Indonesia Diproyeksi Deflasi pada Mei 2025

    Jelang Peluncuran Insentif Ekonomi Juni, Indonesia Diproyeksi Deflasi pada Mei 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Konsensus ekonom memproyeksikan akan terjadi deflasi secara bulanan pada Mei 2025. Sementara secara tahunan, inflasi diproyeksikan akan melandai.

    Proyeksi ini di tengah rencana pemerintah meluncurkan stimulus untuk menjaga roda ekonomi melalui enam paket kebijakan.  “Semua program stimulus ekonomi tersebut segera diterapkan mulai tanggal 5 Juni 2025,” ujar Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso  dalam keterangan resmi, Selasa (27/5/2025).

    Stimulus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi itu mencakup diskon tiket kereta api, angkutan laut hingga pesawat, diskon tarif tol, diskon tarif listrik, penebalan bantuan sosial dan pemberian bantuan pangan tambahan kartu sembako, bantuan subsidi upah (BSU), serta perpanjangan diskon iuran program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) di BPJS Ketenagakerjaan.

    Adapun, Badan Pusat Statistik (BPS) sendiri baru akan mengumumkan Indeks Harga Konsumen (IHK) periode Mei 2025 pada Senin (2/6/2025) esok.

    14 ekonom yang dihimpun Bloomberg memproyeksikan median atau nilai tengah IHK pada Mei 2025 berada di zona deflasi sebesar 0,14% month to month (MtM). Nilai tersebut menurun dibandingkan realisasi inflasi sebesar 1,17% MoM pada bulan sebelumnya atau April 2025.

    Adapun estimasi tertinggi diberikan oleh ekonom Standard Chartered Bank Aldian Taloputra sebesar 0,16%. Sementara estimasi terendah disampaikan oleh ekonom Maybank Securities Brian Lee Shun Rong sebesar -0,3%

    Dilihat secara tahunan atau year on year (YoY), 25 ekonom memproyeksi median IHK pada Mei 2025 berada di zona inflasi sebesar 1,87%. Nilai tersebut melandai dibandingkan realisasi inflasi sebesar 1,95% YoY pada April 2025.

    Estimasi tertinggi terpantau berada di angka 2,14% yang dikeluarkan oleh ekonom Standard Chartered Bank Aldian Taloputra. Sementara estimasi terendah di angka 1,7% oleh ekonom Maybank Securities Brian Lee Shun Rong dan ekonom Bank Pertama Josua Pardede.

    Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) Andry Asmoro sendiri memperkirakan secara bulanan terjadi deflasi 0,18% MtM dan inflasi 1,8% YoY pada Mei 2025.

    “Tekanan deflasi menunjukkan stabilitas berkelanjutan dalam pasokan pangan dan normalisasi permintaan pasca-Lebaran,” ujar Andry dalam keterangannya, dikutip Minggu (1/6/2025).

    Lebih lanjut, dia memperkirakan inflasi inti akan tetap stabil di sekitar 2,5% YoY. Menurutnya, angka tersebut mencerminkan inflasi dasar yang terkendali di tengah permintaan domestik yang moderat.

    Sementara Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede memperkirakan terjadi deflasi 0,27% MtM pada Mei 2025 akibat lonjakan musiman selama periode Lebaran.

    “Penurunan harga ini terutama didorong oleh normalisasi harga pangan pasca-Idulfitri, termasuk penurunan harga komoditas volatile seperti cabai merah dan cabai rawit,” ujar Josua dalam keterangannya.

    Dia menyebut komoditas pangan utama seperti beras dan produk unggas diperkirakan masih mencatatkan inflasi dalam skala moderat. Di luar kelompok pangan bergejolak, harga yang diatur pemerintah (administered prices) juga mengalami deflasi meski tidak sedalam kelompok pangan.

    Penyebabnya, sambung Josua, disebabkan oleh turunnya harga BBM non-subsidi akibat pelemahan harga minyak global di April serta penurunan tarif angkutan udara menyusul berakhirnya lonjakan permintaan saat Lebaran.

    Sedangkan secara tahunan, dia memproyeksikan inflasi melandai menjadi sekitar 1,7% YoY pada Mei 2025. Inflasi inti juga diproyeksikan turun tipis ke 2,43% YoY dari 2,48% YoY, seiring dengan turunnya harga emas domestik dan penguatan nilai tukar rupiah.

    “Jika proyeksi ini terealisasi, maka tren penurunan inflasi tetap konsisten dengan tekanan harga yang rendah di semester I-2025. Secara kumulatif, inflasi sejak awal tahun hingga Mei diperkirakan baru mencapai 1,29% YtD, relatif rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,” ujarnya.

  • Konsensus Ekonom Ramal Surplus Perdagangan RI Turun ke US,8 Miliar pada April 2025

    Konsensus Ekonom Ramal Surplus Perdagangan RI Turun ke US$2,8 Miliar pada April 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Meski nilainya menurun, neraca perdagangan Indonesia diproyeksikan masih akan kembali surplus pada April 2025.. Artinya, tren surplus neraca dagang Indonesia masih akan berlanjut hingga 60 bulan secara beruntun.

    Adapun, Badan Pusat Statistik akan mengumumkan kinerja neraca perdagangan Indonesia selama April 2025 pada Senin (2/6/2025) esok.

    Berdasarkan konsensus proyeksi 22 ekonom yang dihimpun Bloomberg, nilai tengah (median) surplus neraca perdagangan pada April 2025 diproyeksikan sebesar US$2,85 miliar.

    Hanya saja, jumlah tersebut lebih rendah dari realisasi neraca dagang bulan sebelumnya atau pada Maret 2025 senilai US$4,33 miliar.

    Estimasi tertinggi dikeluarkan oleh ekonom Standard Chartered Bank Aldian Taloputra dengan nominal US$4,69 miliar. Sebaliknya, estimasi terendah diberikan oleh ekonom Sucor Sekuritas Ahmad Mikail Zaini dengan angka US$4 juta.

    Adapun Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) Andry Asmoro memproyeksikan surplus dagang mencapai US$2,7 miliar pada April 2025, menurun dari realisasi US$4,33 miliar pada bulan sebelumnya.

    Asmo mengungkapkan penurunan surplus dagang tersebut sejalan. Dengan moderasi ekspor akibat penurunan harga komoditas.

    “Namun demikian, kami masih memperkirakan bahwa antisipasi pelaku usaha terhadap penundaan tarif resiprokal pada April diperkirakan menjadi faktor utama yang mendorong ekspor tetap tumbuh positif,” jelas Asmo dalam keterangannya, dikutip Minggu (1/6/2025).

    Dia merincikan, ekspor diperkirakan tumbuh 4,6% secara tahunan (year on year/YoY) dan -11,8% secara bulanan (month on month/MoM).

    Menurutnya, penurunan ekspor secara bulanan disebabkan oleh berlanjutnya moderasi harga komoditas terutama batubara, CPO, dan nikel; sementara secara tahunan harga CPO dan baja masih tumbuh positif. 

    Sedangkan impor diperkirakan tumbuh 5,5% YoY atau -5,8% MoM. Asmo menjelaskan prediksi tersebut sejalan dengan faktor basis rendah (low base) dari tahun sebelumnya.

    “Sementara itu, aktivitas industri yang melemah (PMI manufaktur 46,7) dan normalisasi impor pasca Ramadan dan Idulfitri kami perkirakan menjadi faktor yang mendorong impor turun secara bulanan. Data PMI manufaktur juga menyebutkan adanya penurunan aktivitas pembelian bahan baku,” tutupnya.

  • Jenderal India Akhirnya Terbuka Akui Kekalahan dari Pakistan

    Jenderal India Akhirnya Terbuka Akui Kekalahan dari Pakistan

    GELORA.CO – Kepala staf pertahanan India mengakui negaranya menderita kerugian awal di udara selama konflik militer baru-baru ini dengan negara tetangga Pakistan. Ini pernyataan terbuka perdana dari pejabat resmi militer India soal kekalahan dari Pakistan. 

    “Yang penting adalah, mengapa kerugian ini terjadi, dan apa yang akan kami lakukan setelah itu,” kata Jenderal Anil Chauhan kepada kantor berita Reuters pada Sabtu di sela-sela forum keamanan Dialog Shangri-La di Singapura.

    Dilansir Aljazirah, India dan Pakistan terlibat konflik selama empat hari pada bulan ini, yang merupakan konflik terburuk sejak tahun 1999, sebelum gencatan senjata disepakati pada 10 Mei. Lebih dari 70 orang tewas akibat tembakan rudal, drone, dan artileri dari kedua belah pihak, namun ada klaim yang saling bertentangan mengenai jumlah korban jiwa.

    India mengatakan lebih dari 100 “teroris” tewas dalam “serangan tepat” terhadap beberapa “kamp teror” di seluruh Pakistan. Pakistan menolak klaim tersebut, dan mengatakan lebih dari 30 warga sipil Pakistan tewas dalam serangan India.

    Sementara itu, New Delhi mengatakan hampir dua lusin warga sipil tewas di wilayah India, sebagian besar dari mereka berada di Kashmir yang dikelola India, di sepanjang perbatasan yang disengketakan.

    Pertempuran antara dua kekuatan nuklir tersebut dipicu oleh serangan terhadap wisatawan di Pahalgam di Kashmir yang dikelola India pada tanggal 22 April yang menewaskan 26 orang, hampir semuanya adalah wisatawan. New Delhi menyalahkan Pakistan karena mendukung kelompok bersenjata di balik serangan itu, sebuah tuduhan yang dibantah oleh Islamabad.

    Selama konflik mereka, Pakistan juga mengklaim telah menembak jatuh setidaknya lima jet militer India, termasuk setidaknya tiga pesawat tempur Rafale. Namun Chauhan pada hari Sabtu menolak pernyataan tersebut dan menyebutnya “benar-benar tidak benar”, dan membenarkan bahwa negaranya telah kehilangan setidaknya satu pesawat.

    “Saya pikir yang penting adalah, bukan jetnya yang jatuh, tapi mengapa pesawat itu jatuh,” katanya kepada Bloomberg TV dalam wawancara terpisah di Singapura.

    Pada tanggal 11 Mei, sehari setelah gencatan senjata, Marsekal Udara India AK Bharti mengatakan kepada wartawan di New Delhi bahwa “semua pilot kami telah kembali ke rumah”, dan menambahkan bahwa “kami berada dalam skenario pertempuran, dan kekalahan adalah bagian dari pertempuran”.

    Chauhan mengatakan pada hari Sabtu bahwa India mengubah taktik setelah menderita kerugian di udara pada hari pertama konflik dan mendapatkan keuntungan yang menentukan.

    “Jadi kami memperbaiki taktik dan kemudian kembali pada tanggal 7, 8, dan 10 [Mei] dalam jumlah besar untuk menyerang pangkalan udara jauh di dalam Pakistan, menembus semua pertahanan udara mereka tanpa mendapat hukuman, dan melakukan serangan presisi,” katanya.

    Islamabad membantah pihaknya menderita kerugian pesawat namun mengakui pangkalan udaranya mengalami beberapa serangan, meski kerugiannya minimal.

    Chauhan mengatakan meski pertempuran telah berhenti, pemerintah India telah menegaskan bahwa mereka akan merespons “dengan tepat dan tegas jika ada serangan teror lebih lanjut yang datang dari Pakistan”. “Sehingga hal ini memiliki dinamika tersendiri dalam hal angkatan bersenjata. Hal ini mengharuskan kita untuk bersiap setiap saat,” katanya.

    Chauhan juga mengatakan bahwa meskipun Pakistan bersekutu erat dengan China, yang berbatasan dengan India di utara dan timur laut, tidak ada tanda-tanda bantuan nyata dari Beijing selama konflik tersebut.

    “Meskipun hal ini terjadi mulai tanggal 22 April dan seterusnya, kami tidak menemukan aktivitas yang tidak biasa di kedalaman operasional atau taktis perbatasan utara kami, dan secara umum semuanya baik-baik saja,” katanya kepada Reuters.

    Ketika ditanya apakah China mungkin telah memberikan citra satelit atau intelijen real-time lainnya kepada Pakistan selama konflik, Chauhan mengatakan citra tersebut tersedia secara komersial dan dapat diperoleh dari China serta sumber-sumber lain.