Perusahaan: Bloomberg

  • Rugi Bandar! Ini Alasan Kenapa Merger GOTO-Grab Bikin Waswas

    Rugi Bandar! Ini Alasan Kenapa Merger GOTO-Grab Bikin Waswas

    Jakarta

    Kabar Merger PT GoTo Gojek-Tokopedia Tbk (GOTO) dan perusahaan asal Malaysia Grab kembali menguat. Teranyar, Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) disebut menaruh minat berinvestasi pada entitas gabungan GOTO-Grab.

    Head of Center of Digital Economy and SMEs at Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Izzudin Al-Farras menyebut, investasi Danantara di entitas gabungan GOTO-Grab tidak memberikan dampak terhadap perekonomian negara. Sebaliknya, Danantara sebagai representasi pemerintah justru berpotensi menurunkan minat investasi.

    “Kehadiran negara pada kasus merger ini seharusnya bukan dengan menginvestasikan uang publik melalui Danantara. Sebab, investasi uang publik yang terbatas pada perusahaan swasta seperti Goto-Grab tidak memberikan nilai tambah signifikan terhadap perekonomian nasional,” ujar Izzudin kepada detikcom, Minggu (8/6/2025).

    Ia menjelaskan, merger GOTO-Grab sedikitnya akan merugikan tiga pihak. Pertama, kata Izzudin, merugikan konsumen lantaran merger keduanya akan meningkatkan pangsa pasar atau market share perusahaan, sehingga memiliki kekuatan pasar atau market power yang sangat signifikan pada industri ride hailing.

    “Implikasinya, konsumen memiliki daya tawar yang lemah terhadap penetapan harga yang berlaku dan memiliki opsi angkutan online yang lebih terbatas dibandingkan sebelumnya. Dampak lanjutannya ialah harga angkutan online akan semakin mahal,” ungkapnya.

    Kedua, pengemudi ojek online (ojol) juga akan terdampak. Pasalnya, merger kedua raksasa jasa transportasi digital ini diramal akan menekan pendapatan ojol imbas naiknya biaya komisi aplikator karena pengemudi sebagai pekerja informal tidak memiliki daya tawar yang cukup terhadap perusahaan.

    “Pengemudi angkutan online hanya memiliki alternatif yang sangat terbatas untuk berpindah aplikasi untuk menambah pendapatannya, terlebih di tengah semakin turunnya penciptaan lapangan pekerjaan sektor formal,” terangnya.

    Ketiga, Izzudin menyebut merger Grab-Goto akan menambah jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) di kedua perusahaan tersebut. Hal ini terjadi karena merger memungkinkan adanya integrasi operasional perusahaan.

    “Pada posisi-posisi pekerjaan yang sama dan/atau saling beririsan pada kedua perusahaan tersebut membuat adanya potensi PHK,” ucapnya.

    Akhirnya, Izzudin menyebut merger Goto-Grab hanya menguntungkan segelintir investor dan merugikan banyak pihak seperti konsumen, pengemudi angkutan online, dan para pekerja. Menurutnya, kehadiran negara mesti mencegah merger keduanya.

    Mengutip laporan Bloomberg, Danantara dikabarkan sedang menjajaki peluang investasi seiring menguatnya isu merger GOTO-Grab. Danantara sendiri disebut berada dalam tahap awal pembicaraan untuk mengakuisisi minoritas entitas gabungan.

    Adapun sebelumnya, Reuters menyebut Grab telah menargetkan kesepakatan merger tercapai pada kuartal II 2025, dengan valuasi GOTO hingga US$ 7 miliar atau sekitar Rp 114 triliun.

    Hingga berita ini dimuat, detikcom belum mendapat respons resmi dari Danantara dan GOTO. Sementara Grab Indonesia, menolak memberikan tanggapan terkait kabar tersebut. “Kami tidak berkomentar tentang hal ini,” ujar Manajemen Grab Indonesia kepada detikcom, Sabtu (7/6/2025).

    (eds/eds)

  • Kekacauan Iklim Usaha Bayangi Rumor Investasi Danantara di Grab-GOTO

    Kekacauan Iklim Usaha Bayangi Rumor Investasi Danantara di Grab-GOTO

    Jakarta

    Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) dikabarkan menaruh minat investasi saham minoritas PT Goto Gojek-Tokopedia Tbk (GOTO) usai mencapai kesepakatan merger dengan perusahaan asal Malaysia, Grab. Investasi ini disebut untuk menekan kekhawatiran pemerintah akan terjadinya monopoli usaha yang timbul dari aksi merger kedua perusahaan jasa transportasi tersebut.

    Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies Nailul Huda menilai, investasi Danantara dalam GOTO-Grab justru akan semakin merusak persaingan usaha jasa transportasi digital. Menurutnya, investasi Danantara justru membuka ruang intervensi pemerintah.

    “Rencana merger GoTo-Grab saja sudah mengkhawatirkan persaingan usaha, apalagi Danantara masuk sebagai ‘operator’. Keputusan lembaga negara dalam memutuskan persaingan usaha, akan rentan intervensi oleh negara, dalam hal ini Danantara. Sebagai regulator dan sebagian minoritas ‘operator’ tentu akan mengikis persaingan usaha,” ucap Huda kepada detikcom, Minggu (8/6/2025).

    Dalam kondisi tersebut, terang Huda, kompetitor eksisting dan yang hendak masuk dalam ekosistem usaha di Indonesia akan berpikir dua kali, lantaran dianggap melawan pemerintah. Ia pun mempertanyakan keterlibatan Danantara kaitannya dengan aturan Komisi Pengawasan Pelaku Usaha (KPPU).

    “Saya juga mempertanyakan pertimbangan Danantara kenapa masuk ke GoTo ketika merger dengan Grab. Apakah ini langkah untuk keluar dari potensi jeratan KPPU?” imbuhnya.

    Mengutip laporan Bloomberg, Danantara dikabarkan sedang menjajaki peluang investasi seiring menguatnya isu merger GOTO-Grab. Danantara sendiri disebut berada dalam tahap awal pembicaraan untuk mengakuisisi minoritas entitas gabungan.

    Adapun sebelumnya, Reuters menyebut Grab telah menargetkan kesepakatan merger tercapai pada kuartal II 2025, dengan valuasi GOTO hingga US$ 7 miliar atau sekitar Rp 114 triliun.

    Hingga berita ini dimuat, detikcom belum mendapat respons resmi dari Danantara dan GOTO. Sementara Grab Indonesia, menolak memberikan tanggapan terkait kabar tersebut. “Kami tidak berkomentar tentang hal ini,” ujar Manajemen Grab Indonesia kepada detikcom, Sabtu (7/6).

    (eds/eds)

  • Meta Berencana Beli Scale AI Rp 162 Triliun

    Meta Berencana Beli Scale AI Rp 162 Triliun

    Jakarta, Beritasatu.com – Meta Platforms, perusahaan milik Mark Zuckerberg, dikabarkan tengah mengincar perusahaan artificial intelligence Scale AI. Diperkirakan nilai transaksinya melebihi US$ 10 miliar atau sekira Rp 162 triliun.

    Melansir Bloomberg, Minggu (8/6/2025), orang-orang yang mengetahui masalah tersebut menyebut kesepakatan belum dirampungkan, dan masih dapat berubah. Sayangnya, Scale AI menolak berkomentar dan Meta tidak memberikan komentar.

    Didirikan pada tahun 2016, Scale AI adalah perusahaan rintisan pelabelan data yang didukung oleh raksasa teknologi Nvidia, Amazon, dan Meta. Valuasi Scale AI sebelumnya diperkirakan mencapai US$ 14 miliar.

    Scale AI juga menyediakan platform bagi para peneliti untuk bertukar informasi terkait AI, dengan kontributor di lebih dari 9.000 kota dan kota kecil.

    Sekadar informasi, CEO Meta Mark Zuckerberg baru-baru mengungkapkan pandangan mengenai kemampuan AI menulis kode. Diwawancara dalam podcast The Joe Rogan Experience, pemilik Instagram, Facebook dan Treads tersebut yakin dalam waktu 18 bulan ke depan, AI bisa menulis kode melampaui engineer manusia.

    Pasalnya, saat ini AI sudah bisa menulis kode setara dengan engineer level menengah. Meta memproyeksikan bahwa sebagian besar kode di platform media sosial mereka nantinya ditulis oleh AI, bukan manusia.

    Meskipun demikian, Zuckerberg menyebut peran manusia tetap tidak tergantikan. Pekerjaan seperti kreativitas, pemecahan masalah, serta pengawasan terhadap hasil kerja AI masih menjadi domain manusia. 

  • Inflasi AS Diprediksi Naik gegara Tarif Trump Tambah Beban Konsumen

    Inflasi AS Diprediksi Naik gegara Tarif Trump Tambah Beban Konsumen

    Bisnis.com, JAKARTA — Amerika Serikat berpotensi mengalami kenaikan inflasi pada Mei 2025, terutama untuk barang-barang, seiring perusahaan yang secara bertahap mentransmisikan dampak tarif Trump.

    Melansir dari Bloomberg, Minggu (8/6/2025), inflasi harga barang dan jasa, tanpa memperhitungkan biaya makanan dan energi yang fluktuatif, diperkirakan naik 0,3% pada Mei 2025. 

    Kenaikan ini menjadi yang terbesar dalam empat bulan, menurut survei Bloomberg terhadap ekonom. Pada April 2025, indeks inflasi inti naik 0,2%.

    Berdasarkan konsensus tersebut, insikator inflasi inti yang dianggap sebagai indikator yang lebih baik untuk inflasi mendasar, diperkirakan akan meningkat untuk pertama kalinya tahun ini dengan nilai median sebesar 2,9% secara tahunan (year on year/YoY), 

    Laporan yang akan terbit pada Rabu (11/6/2026), bersama dengan data harga produsen pada hari berikutnya, akan memberikan pejabat Federal Reserve atau The Fed gambaran akhir tentang inflasi dan dampak tarif yang lebih tinggi sebelum mereka berkumpul untuk pertemuan kebijakan pada 17—18 Juni.

    Meski berpotensi inflasi, sejumlah ekonom Bloomberg, seperti Anna Wong, Stuart Paul, Eliza Winger, Estelle Ou, dan Chris G. Collins, memperkirakan inflasi akan melemah karena terdorong deflasi dari layanan diskresioner lebih dari mengimbangi inflasi barang yang lebih kuat. 

    “Seperti yang ditunjukkan dalam laporan Beige Book terbaru, beberapa perusahaan meneruskan biaya tarif. Kami melihat penerusan sebagian di kategori seperti furnitur, pakaian, dan suku cadang mobil. Namun, tarif penerbangan turun tajam, dan hotel serta layanan rekreasi juga melambat,” tulis ekonom Bloomberg.

    Meskipun Presiden Donald Trump berusaha menekan bankir sentral untuk segera menurunkan suku bunga, Ketua The Fed Jerome Powell dan rekan-rekannya telah menunjukkan bahwa mereka memiliki waktu untuk menilai dampak kebijakan perdagangan terhadap ekonomi, inflasi, dan pasar tenaga kerja.

    Selain data inflasi, data klaim pengangguran awal mingguan akan diperiksa untuk tanda-tanda tekanan di pasar tenaga kerja; laporan Kamis menunjukkan aplikasi klaim naik pada minggu terakhir Mei 2025 ke level tertinggi sejak Oktober 2024. Namun, laporan tenaga kerja menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja yang melambat tetapi masih sehat.

    Di Kanada, data pariwisata Mei 2025 kemungkinan akan menunjukkan penurunan tajam yang berkelanjutan dalam kunjungan ke AS. 

    Penjualan manufaktur untuk April 2025 juga diperkirakan akan turun karena tarif menghantam ekspor, dan data neraca nasional untuk kuartal pertama akan mengungkapkan bagaimana pendapatan dan kekayaan rumah tangga terpengaruh saat Trump meningkatkan ancamannya dan mulai memberlakukan tarif.

    Kondisi Asia

    Sementara di Asia, pekan kedua Juni 2025 dimulai dengan serangkaian data dari China yang diperkirakan akan menyoroti tekanan deflasi yang menghambat aktivitas manufaktur seiring melambatnya momentum perdagangan. 

    Indikator inflasi China yang akan dirilis pada Senin (9/6/2025) diperkirakan menunjukkan bahwa harga konsumen turun 0,2% pada Mei 2025, bulan keempat berturut-turut, sementara penurunan harga pabrik mendalam menjadi minus 3%, penurunan tertajam sejak November 2023. 

    Dengan pasokan melebihi permintaan, angka-angka ini kemungkinan akan memperkuat kekhawatiran bahwa upaya kebijakan untuk meningkatkan konsumsi sejak kuartal keempat tidak banyak berdampak. 

    Pertumbuhan ekspor China diperkirakan melambat menjadi 6% pada Mei 2025, dengan fokus utama pada pengiriman ke AS setelah turun 21% (YoY) pada April 2025. Taiwan juga akan merilis data perdagangan pada minggu depan.

    Jepang merevisi data produk domestik bruto (PDB) kuartal pertama setelah data investasi modal terbaru. Sebagian besar ekonom memperkirakan PDB tetap dalam kontraksi moderat.

    Australia merilis indikator kepercayaan bisnis dan sentimen konsumen pada Selasa (10/6/2025), sementara India menerbitkan laporan inflasi pada Kamis (12/6/2025) yang diperkirakan menunjukkan kenaikan Indeks Harga Konsumen melambat untuk bulan ketujuh berturut-turut pada Mei 2025, membenarkan keputusan Bank Sentral India (RBI) untuk menurunkan suku bunga acuan repo sebesar 50 basis poin. 

    Pada akhir pekan, Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba diperkirakan akan mengadakan pertemuan bilateral dengan Trump untuk mengumumkan kesepakatan perdagangan.

    Mereka kemungkinan akan bertemu di sela-sela KTT G7 yang dimulai pada 15 Juni di desa Kananaskis di Pegunungan Rocky Kanada, atau mungkin sehari sebelumnya di Washington.

  • Meta Dikabarkan Siap Guyur Startup Scale AI Sebesar Rp162,58 Triliun

    Meta Dikabarkan Siap Guyur Startup Scale AI Sebesar Rp162,58 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Meta Platforms Inc. dikabarkan tengah dalam pembicaraan untuk melakukan investasi besar-besaran senilai lebih dari US$10 miliar atau Rp162,58 triliun (asumsi kurs Rp16.258 per dolar AS) ke perusahaan rintisan (startup) kecerdasan buatan (AI) Scale AI.

    Melansir dari Bloomberg, Minggu (8/6/2025), berdasarkan sumber yang mengetahui hal tersebut, pendanaan yang melampaui di atas US$10 miliar itu bisa menjadi salah satu pendanaan terbesar dalam sejarah perusahaan swasta. Namun, kesepakatan tersebut belum final dan masih bisa berubah.

    Sementara itu, perwakilan dari Scale belum memberikan komentar, sedangkan Meta menolak memberikan tanggapan.

    Untuk diketahui, Scale AI merupakan startup yang berfokus pada pengembangan AI dan menyediakan layanan pelabelan data untuk membantu perusahaan melatih model pembelajaran mesin. Perusahaan memiliki klien yang mencakup Microsoft Corp dan OpenAI.

    Adapun, Scale terakhir kali dinilai memiliki valuasi sekitar US$14 miliar pada 2024 dalam putaran pendanaan yang didukung oleh Meta dan Microsoft.

    Pada awal tahun ini, Bloomberg melaporkan bahwa Scale tengah dalam pembicaraan untuk penawaran tender yang dapat menilai valuasinya menjadi US$25 miliar. Jika terealisasi, maka ini akan menjadi investasi AI eksternal terbesar Meta hingga saat ini.

    Selama ini, Meta Platforms yang merupakan perusahaan induk media sosial Facebook dan Instagram itu lebih banyak mengandalkan riset internal dan strategi pengembangan terbuka untuk meningkatkan teknologi AI.

    Sementara itu, perusahaan-perusahaan teknologi besar lainnya telah melakukan investasi besar, seperti Microsoft yang telah menanamkan lebih dari US$13 miliar ke OpenAI, sementara Amazon.com Inc. dan Alphabet Inc. masing-masing telah menginvestasikan miliaran dolar ke pesaing OpenAI, Anthropic.

    Adapun, CEO Meta Mark Zuckerberg telah menetapkan AI sebagai prioritas utama perusahaan. Pada Januari lalu, Zuckerberg menyatakan bahwa Meta akan mengalokasikan hingga US$65 miliar untuk proyek-proyek terkait AI sepanjang tahun ini.

  • Batas Penangguhan Tarif Dagang Segera Berakhir, Negosiasi Trump Masih Jalan di Tempat

    Batas Penangguhan Tarif Dagang Segera Berakhir, Negosiasi Trump Masih Jalan di Tempat

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden AS Donald Trump bisa kehabisan waktu untuk menyelesaikan negosiasi dagang dengan negara-negara seiring dengan sisa waktu sebulan sampai batas waktu penangguhan berakhir.

    Meski Gedung Putih mengatakan Presiden Trump tengah fokus pada agenda ekonominya, hanya ada sedikit tanda tentang kemajuan negosiasi dagang.

    Dikutip Bloomberg pada Sabtu (7/6/2025), beberapa negara bahkan sudah memantapkan untuk menentang kebijakan tarif. India, yang disebut pemerintahan Trump sebagai target awal kesepakatan, telah mengambil sikap lebih tegas dalam negosiasi dan menentang tarif otomotif Trump di Organisasi Perdagangan Dunia.

    Jepang mengadakan putaran pembicaraan lain dengan AS, sekaligus mengisyaratkan keinginannya untuk mendapatkan penangguhan bea masuk atas mobil dan truk ringan.

    Pada saat yang sama, pertikaian hukum yang sedang berlangsung dengan pengadilan yang ingin menggagalkan ketatapan Trump soal tarif juga menyita waktu Trump.

    Padahal, penangguhan kebijakan tarif selama 90 hari untuk Uni Eropa dan puluhan negara lainnya bakal berakhir 9 Juli. Sementara penangguhan hukuman bagi China diperpanjang hingga bulan Agustus.

    Presiden Trump sepakat dengan Presiden Xi Jinping untuk melanjutkan pembicaraan perdagangan. Trump juga mengatakan panggilan telepon dengan Xi telah menjadi tanda kemajuan pesat.

    Dia mengatakan Xi telah setuju untuk mempercepat pembukaan kembali ekspor mineral tanah jarang ke AS yang menjadi pusat ketegangan baru-baru ini. Hal itu akan menjadi berita baik bagi produsen mobil besar Amerika.

    Namun, para pengamat masih skeptis soal membaiknya hubungan AS dan China. “Xi tidak akan melepaskan tanah jarang. Dia punya pengaruh, dia menggunakannya. Saya pikir mereka benar-benar berbeda pendapat,” kata Douglas Holtz-Eakin, presiden American Action Forum, sebuah lembaga think tank konservatif.

    Adapun dengan negara lain seperti Jerman, Trump juga tidak memanfaatkan waktu untuk membicarakan soal tarif dalam kunjungan Kanselir Friedrich Merz ke Washington.

    Topik tersebut hampir tidak muncul selama sesi publik pertemuannya dengan Trump, yang menghabiskan banyak waktu untuk mengkritik Musk.

    “Kita berharap akan berakhir dengan kesepakatan perdagangan atau kita akan melakukan sesuatu — Anda tahu, kita akan menerapkan tarif,” kata Trump pada hari Kamis bersama Merz.

    Pertemuan G7 yang akan dilaksanakan pada 13-15 Juni mendatang seharusnya bisa menjadi kesempatan emas bagi Trump untuk melakukan kesepakatan secara tatap muka.

  • Tarif Kendaraan Listrik China di Uni Eropa Selangkah Lagi

    Tarif Kendaraan Listrik China di Uni Eropa Selangkah Lagi

    Bisnis.com, JAKARTA— Uni Eropa membuka peluang penerapan tarif minimal untuk kendaraan listrik asal China sejalan dengan pembahasan yang mencapai tahap akhir.

    Dikutip dari Bloomberg, Sabtu (7/6/2025), sebelumnya Uni Eropa mengenakan tarif yang tajam kepada kendaraan listrik asal China. Namun, kemudian kedua pihak memilih negosiasi untuk mencapai penyelesaian yang pas ketika Menteri Perdagangan China Wang Wentao bertemu dengan Komisi Dagang Uni Eropa Maros Sefcovic di Prancis.

    Kedua belah pihak pun telah menginstruksikan kepada kelompok kerja masing-masing untuk meningkatkan upaya menyelesaikan masalah ini sejalan dengan hukum yang berlaku, termasuk kebijakan World Trade Organization (WTO).

    Sementara itu, China telah sepakat mempercepat persetujuan untuk kualifikasi eksportir logam tanah jarang ke Eropa. Sebagai gantinya, China berharap Uni Eropa memfasilitasi ekspor produk teknologi tinggi dari Negeri Tirai Bambu itu.

    Seperti diketahui, Reuters mencatat bahwa Uni Eropa menaikkan tarif kendaraan listrik asal China sebesar 45,3% pada Oktober 2024. Di balik langkah itu, mengemuka kemungkinan penerapan tarif minimal untuk mobil impor.

    Uni Eropa pun sempat menyebut akan terus bernegosiasi untuk menetapkan tarif alternatif bagi China yang termasuk 17% untuk kendaraan listrik buatan BYD, 18,8% buatan Geely, dan 35,3% buatan SAIC, selain tarif impor standar Uni Eropa sebesar 10%.

    Di samping diskusi, China memilih retaliasi dengan Prancis sebagai pembuat cognac atau brendi sejalan dengan perang dagang yang dicetuskan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap mitra dagangnya, termasuk Uni Eropa dan China. Sebagai imbasnya, China mengenakan tarif bagi brendi asal Prancis yang memukul ekonomi pembuat brendi global itu, mencakup perusahaan global seperti Hennessey, Remy Cointreau dan Pernod Ricard.

  • Jalan Tengah Perang Dagang, Vietnam Borong Produk Pertanian AS US Miliar

    Jalan Tengah Perang Dagang, Vietnam Borong Produk Pertanian AS US$3 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA—Pelaku usaha Vietnam memborong produk pertanian asal Amerika Serikat (AS) melalui 20 kesepakatan perdagangan senilai US$3 miliar sebagai bagian dari negosiasi perang dagang.

    Dikutip dari Bloomberg, Sabtu (7/6/2025), kesepakatan ini mulai efektif pekan depan. Nota kesepahaman atas transaksi ini dilakukan saat diskusi berlangsung yang melibatkan Menteri Pertanian dan Lingkungan Vietnam Do Duc Duy. Acara berlangsung pada 2—6 Juni 2025 di Iowa, Ohio, Maryland and Washington, AS.

    “Kesepakatan ini menekankan komitmen kuat dan niat baik komunitas bisnis dan Pemerintah Vietnam untuk mempromosikan perdagangan yang seimbang dengan AS, dan mendorong pemerintahan Trump mempertimbangkan kembali tarif resiprokal yang tinggi terhadap barang asal Vietnam,” dikutip dari keterangan resmi kementerian.

    Vietnam telah melakukan pendekatan diplomatik secara intens dengan AS, pasar ekspor terbesarnya. Vietnam mengincar agar tarif 46% tak berlaku di tengah potensi diskusi selama 90 hari. Referensi niat baik digunakan dalam perbincangan saat negara-negara Asia Tenggara mengirimkan balasan terhadap permintaan perdagangan AS setelah Trump berjanji untuk terus menekan negara tersebut untuk mengurangi eksposurnya terhadap China.

    Vietnam menyebut bahwa progres setelah pembicaraan dagang ronde kedua bulan lalu menyisakan beberapa permasalahan. Namun, dia menyebut ada langkah-langkah yang ditempuh untuk mengurai kekhawatiran AS, seperti penipuan perdagangan dan pembelian produk pertanian Negeri Paman Sam.

    Hubungan Hanoi dengan tetangganya, China sebagai mitra dagang bilateral terbesar mengganggu AS. Sebelumnya, sikap AS enggan melunak karena Vietnam terus melakukan ekspor kembali produk asal China ke AS dalam volume yang signifikan.

    Tyler Manh Dung Nguyen, chief market strategist at Ho Chi Minh City Securities JSC mengatakan memangkas China dari rantai pasok Vietnam itu tak realistis. Namun, Vietnam telah berjanji akan memborong lebih banyak komoditas asal AS, termasuk setidaknya komoditas pertanian senilai US$2 miliar.

    Sementara itu, Presiden AS Donald Trump mengatakan mitranya dari China Xi Jinping keras dan sangat sulit diajak berunding, hanya beberapa hari setelah menuduh Beijing melanggar kesepakatan untuk mencabut tarif. Selain itu, Washington menggandakan tarif impor baja dan aluminium dan mendesak mitra dagang untuk mengajukan penawaran terbaik mereka guna menghindari pungutan impor yang lebih besar.

  • Tekanan Tak Henti Trump ke The Fed: Suku Bunga Harus Turun 1%, Ancam Ganti Powell

    Tekanan Tak Henti Trump ke The Fed: Suku Bunga Harus Turun 1%, Ancam Ganti Powell

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali meningkatkan tekanannya terhadap Ketua Federal Reserve Jerome Powell agar memangkas suku bunga sebesar satu poin persentase penuh.

    Melansir Bloomberg, Sabtu (7/6/2025), lewat unggahan di media sosial, Trump mengkritik kebijakan suku bunga The Fed. Bahkan dirinya menyebut Powell dengan julukan sinis “Terlambat Bertindak.”

    “Terlambat di The Fed adalah bencana! Meski dia ada, negara kita tetap hebat. Pangkas satu poin penuh, berikan bahan bakar roket!” ungkap Trump di media sosial.

    Meski permintaan Trump terhadap pemangkasan suku bunga bukan hal baru, ukuran desakannya kali ini sangat ekstrem.

    Presiden yang menunjuk Powell pada 2017 itu berulang kali menilai sang ketua terlalu berhati-hati dalam menurunkan biaya pinjaman. Bulan lalu, Trump bahkan secara langsung menekan Powell dalam pertemuan di Gedung Putih.

    Berbicara kepada wartawan di pesawat kepresidenan Air Force One, Trump mengungkapkan tengah mempertimbangkan calon pengganti Powell, yang masa jabatannya berakhir Mei 2026.

    “Akan diumumkan segera,” katanya, tanpa menyebut nama. Saat ditanya soal Kevin Warsh, mantan gubernur The Fed, Trump menjawab, “Ia sangat dihormati.”

    The Fed dijadwalkan menggelar pertemuan pada 17–18 Juni dan diperkirakan tetap mempertahankan suku bunga acuan. Para pejabat menyatakan ingin melihat dampak kebijakan ekonomi Trump—terutama soal tarif, pajak, dan imigrasi—sebelum mengubah arah kebijakan moneter.

    Pemangkasan suku bunga satu persen dalam satu pertemuan sangat jarang terjadi kecuali dalam situasi gawat. Kali terakhir langkah serupa diambil adalah Maret 2020, saat pandemi Covid-19 memicu resesi dalam dan lonjakan pengangguran.

    The Fed sendiri menargetkan inflasi 2% dan menyeimbangkan antara stabilitas harga dan lapangan kerja—dua mandat yang ditetapkan Kongres. Menurunkan suku bunga terlalu cepat berisiko memicu inflasi, sementara mempertahankannya terlalu tinggi bisa menahan pertumbuhan ekonomi.

    Trump menyampaikan desakan ini setelah data terbaru menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja melambat di bulan Mei namun tetap solid, dengan tingkat pengangguran bertahan di 4,2%. Gedung Putih menyebut ekonomi tengah “melonjak”, ditopang pertumbuhan gaji dan inflasi yang mulai terkendali.

    Namun pejabat The Fed menilai kondisi pasar kerja masih cukup kuat untuk mempertahankan suku bunga. Mereka khawatir pelonggaran dini justru memperburuk tekanan inflasi yang belum sepenuhnya mereda.

    Dalam unggahan berikutnya, Trump menuduh Powell membuat negara “merugi besar” karena mempertahankan suku bunga tinggi, yang berdampak pada biaya bunga utang pemerintah.

    “Jika dia memotong, kita bisa turunkan bunga utang jangka pendek dan panjang. Inflasi tak ada. Kalau nanti muncul lagi, naikkan suku bunga. Sangat sederhana!!!” tulisnya.

    Sejak The Fed menaikkan suku bunga untuk meredam inflasi tinggi dalam beberapa tahun terakhir, biaya pinjaman AS melonjak. Rata-rata suku bunga obligasi pemerintah kini berada di kisaran 3,36%, jauh lebih tinggi dibanding era sebelum kenaikan suku bunga.

    Tahun fiskal lalu, pembayaran bunga utang setara 3,06% dari Produk Domestik Bruto (PDB) — tertinggi sejak 1996.

    Ironisnya, meski Trump dan Partai Republik berjanji menekan defisit, RUU pemotongan pajak yang tengah mereka dorong justru diperkirakan memperlebar defisit.

    Kantor Anggaran Kongres (CBO) memperkirakan RUU itu akan menambah beban bunga sebesar US$551 miliar selama satu dekade. Proyeksi ini belum mencakup dampak lain seperti potensi dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi.

    The Fed Makin Mantap Tahan Suku Bunga

    Di sisi lain, The Fed semakin mantap untuk mempertahankan suku bunga acuannya, setelah data ketenagakerjaan terbaru menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja AS masih cukup kuat di tengah ketidakpastian akibat perubahan besar dalam kebijakan perdagangan.

    Laporan bulanan Departemen Tenaga Kerja AS yang dirilis Jumat (6/6) mencatat tingkat pengangguran tetap di 4,2% pada Mei. Meski penciptaan lapangan kerja tercatat sebanyak 139.000—lebih rendah dibandingkan rata-rata tahun lalu—revisi ke bawah pada data sebelumnya tetap mengindikasikan pelemahan yang bertahap, bukan mendadak.

    Para pengambil kebijakan di The Fed tetap berhati-hati. Presiden Fed Philadelphia Patrick Harker menyebut laporan ketenagakerjaan ini “solid” dan mengatakan saat ini adalah waktu untuk mempertahankan kebijakan.

    The Fed dijadwalkan menggelar pertemuan pada 17–18 Juni, dan diperkirakan tetap mempertahankan suku bunga. Pelaku pasar kini memprediksi pemangkasan pertama baru terjadi pada September, disusul satu kali lagi pada Desember.

    Setelah laporan ketenagakerjaan dirilis, ekspektasi terhadap kemungkinan pemangkasan ketiga tahun ini mulai berkurang.

    “Data ketenagakerjaan yang kuat memperkuat argumen The Fed untuk bersabar,” kata Scott Helfstein, Kepala Strategi Investasi Global X.

    Namun demikian, sejumlah analis memperkirakan pasar tenaga kerja akan terus melemah dalam beberapa bulan ke depan akibat tekanan dari tarif impor dan ketidakpastian kebijakan pemerintah.

    Laporan terbaru menunjukkan bahwa penambahan lapangan kerja hanya terjadi di sektor-sektor terbatas seperti layanan kesehatan, sementara manufaktur mencatat penurunan terbesar sejak Januari.

  • Saham Tesla Ambles Sampai Rp2.400 Triliun di Tengah Perseteruan Elon Musk vs Trump

    Saham Tesla Ambles Sampai Rp2.400 Triliun di Tengah Perseteruan Elon Musk vs Trump

    Bisnis.com, JAKARTA – Kapitalisasi pasar produsen kendaraan listrik terbesar di AS, Tesla Inc. yang dimiliki Elon Musk langsung raib hingga US$150 miliar akibat kekhawatiran investor akan runtuhnya aliansi Musk dan Presiden AS Donald Trump.

    Saham Tesla anjlok 14% pada Kamis (5/6/2025), menjadikannya pekan terburuk selama setahun terakhir. Saham Tesla juga menjadi yang paling lambat di antara tujuh raksasa teknologi (magnificent seven).

    Hal ini juga berdampak pada saham Destiny Tech100 Inc., dana tertutup dengan saham besar di SpaceX, yang anjlok 13%.

    Melansir data Bloomberg Billionaires Index pada Jumat (6/6/2024), kekayaan bos Tesla dan SpaceX itu anjlok US$33,9 miliar dalam sehari sehingga membuat posisi kekayaannya menjadi US$335 miliar atau Rp5.446,44 triliun (kurs: Rp16.258,05 per dolar AS).

    “Ini adalah situasi Twilight Zone bagi semua investor, karena hal terakhir yang ingin dilihat investor adalah Trump berubah dari pendukung besar Musk dan Tesla menjadi musuh,” kata Dan Ives, seorang analis di Wedbush dan salah satu pendukung terbesar Tesla, dikutip Bloomberg..

    Perseteruan Musk-Trump bermula saat bos Tesla memilih mengundurkan diri dari pemerintahan Trump pada pekan lalu. Sejak keluar, Musk justru berbalik mengkritik Rancangan Undang-Undang (RUU) Pajak dan Kebijakan dalam Negeri AS.

    “RUU pengeluaran Kongres yang sangat besar, keterlaluan, dan penuh dengan tipu daya ini adalah kekejian yang menjijikkan. Memalukan bagi mereka yang memilihnya,” tulis Musk dalam sebuah posting media sosial.

    Namun, Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt menepis kritik tersebut. “Ini adalah RUU yang besar dan indah dan dia akan mematuhinya,” katanya kepada wartawan pada Selasa.

    Pasalnya, kebijakan pajak Trump dapat menghapus keringanan pajak senilai US$7.500 bagi konsumen sejumlah model keluaran Tesla dan lainnya pada akhir tahun ini, jauh lebih cepat 7 tahun dari rencana sebelumnya.

    JPMorgan & Chase Co. memperkirakan kebijakan itu berpotensi menciptakan kerugian hingga US$1,2 miliar bagi Tesla.

    Kepala investasi di Granite Bay Wealth Management Paul Stanley mengatakan kontroversi yang berkelanjutan dapat merusak kepercayaan investor dan menciptakan volatilitas tambahan.

    “Mengingat kewenangan yang melekat pada jabatan presiden, saya tidak melihat bagaimana ini bisa menjadi sesuatu yang tidak negatif bagi Tesla dan Musk,” katanya.

    Sementara itu, Donald Trump balik menyerang dari Ruang Oval, Gedung Putih. Bahkan, Trump mengancam akan mengakhiri kontrak yang dipegang pemerintah dengan perusahaan Elon Musk.

    “Elon ‘sudah kurus kering,’ saya memintanya untuk pergi, saya mencabut mandat EV-nya yang memaksa semua orang membeli mobil listrik yang tidak diinginkan orang lain [yang sudah dia tahu selama berbulan-bulan akan saya lakukan!), dan dia menjadi GILA!,” tulis Trump sebagai serangan balik kepada Musk.