Perusahaan: Bloomberg

  • Imbas Konflik Iran-Israel Memanas: Wall Street Anjlok, Emas & Minyak Mentah Meroket

    Imbas Konflik Iran-Israel Memanas: Wall Street Anjlok, Emas & Minyak Mentah Meroket

    Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat terguncang pada Jumat (13/6/2025) setelah Iran dikabarkan meluncurkan serangan balasan terhadap fasilitas nuklir Israel, memperkuat kekhawatiran bahwa konflik di Timur Tengah kian tak terkendali.

    Melansir Bloomberg, Sabtu (14/6/2025), indeks acuan S&P 500 merosot lebih dari 1%, menghapus seluruh penguatan yang dibukukan pekan ini. Saham sektor maskapai dan pariwisata anjlok, sebaliknya, saham perusahaan energi dan pertahanan menguat.

    Di sisi lain, Minyak mentah West Texas Intermediate berakhir menguat 7,55% ke US$73,18 per barel, sedangkan minyak mentah patokan Brent menguat 1,28% ke US$75,18 per barel. melejit lebih dari 7%.

    Sementara itu, harga emas menguat mendekati level tertinggi sepanjang masa. Emas di pasar spot berakhir menguat 1,37% ke US$3.432,34 per troy ounce, sedangkan harga emas berjangka Comex di AS menguat 1,48% ke US$3.452,8 per troy ounce.

    Imbal hasil obligasi pemerintah AS turun karena kekhawatiran akan lonjakan inflasi akibat harga minyak yang melonjak. Adapun indeks dolar AS menguat tipix 0,31% ke 98,138.

    Iran menembakkan ratusan rudal sebagai respons atas serangan udara Israel yang menyasar fasilitas militer dan nuklir di Teheran. Ini menjadi langkah paling ofensif yang diambil Iran sejak serangan Israel sebelumnya menewaskan sejumlah jenderal senior dan merusak infrastruktur militer vital.

    Chief Investment Officer Navellier & Associates Louis Navellier mengatakan harga minyak mentah akan paling terdampak dari melonjaknya ketegangan di Timur Tengah ini.

    “Jika kondisi ini terus berlanjut, dampaknya pada angka inflasi bisa sangat signifikan,” ungkapnya seperti dikutip Bloomberg.

    Serangan Iran terjadi saat pasar berada dalam suasana optimistis, menyusul data inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan serta kemajuan dalam pembicaraan dagang antara AS dan China. Namun, lonjakan harga minyak kini menghidupkan kembali kekhawatiran akan tekanan inflasi dari sisi suplai, yang berpotensi mempersulit arah kebijakan suku bunga The Fed.

    Presiden Donald Trump mendesak Iran agar kembali ke meja perundingan nuklir guna menghindari serangan lanjutan. Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengisyaratkan bahwa Israel kemungkinan akan melakukan serangan besar dalam beberapa hari ke depan sebagai bagian dari upaya menghentikan program nuklir Iran.

    Analis Plante Moran Financial Advisors Jim Baird mengatakan lonjakan harga minyak mungkin bersifat sementara jika konflik tidak meluas lebih jauh dan tetap terbatas antara Israel dan Iran.

    Namun jika konflik melebar, risiko lonjakan harga minyak yang lebih permanen dan dampaknya terhadap ekonomi global yang sedang melambat bisa semakin besar.

    “Minyak menjadi variabel liar. Kenaikan harga minyak yang berkelanjutan di tengah ketidakpastian global bisa menjadi hambatan baru bagi ekonomi,” jelasnya.

    Sebelum ketegangan meningkat, pasar sudah berspekulasi akan pemangkasan suku bunga oleh The Fed. Meski ekspektasi tersebut sedikit melemah, pasar masih memperkirakan dua kali pemangkasan sebesar 25 basis poin sebelum akhir tahun.

    The Fed sendiri dijadwalkan menggelar pertemuan kebijakan pekan depan, di mana mereka diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuannya. Namun, fokus pasar akan tertuju pada proyeksi ekonomi kuartalan dan peta titik suku bunga terbaru.

    Analis pasar di Barclays Plc menyarankan investor bersiap menghadapi kejutan hawkish dari The Fed, dengan kemungkinan revisi naik pada proyeksi inflasi 2025 dan penurunan estimasi pemangkasan suku bunga.

    Indeks volatilitas VIX yang menjadi indikator kekhawatiran investor menembus level 20, ambang yang menandai pergeseran dari ketenangan ke kegelisahan pasar.

    Sebelum eskalasi geopolitik terbaru ini, reksa dana  saham AS mencatat arus keluar terbesar dalam hampir tiga bulan. Berdasarkan data EPFR Global yang dikutip Bank of America, sekitar US$9,8 miliar ditarik dari pasar saham AS dalam sepekan terakhir hingga Rabu — tertinggi dalam 11 minggu.

    Bahkan reksadana saham Eropa, yang selama ini digemari investor, mencatat arus keluar untuk pertama kalinya tahun ini.

  • Beda Strategi Negosiasi AS-China: Xi Jinping Ulur Waktu, Trump Mau Instan

    Beda Strategi Negosiasi AS-China: Xi Jinping Ulur Waktu, Trump Mau Instan

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping menunjukkan sikap pendekatan yang berbeda terkait hasil negosiasi perdagangan AS-China di London pekan ini.

    Saat Trump mengumumkan hasil perundingan tersebut dengan penuh keyakinan, Xi Jinping lebih memilih pendekatan yang lebih tenang namun strategis, yakni memperpanjang proses negosiasi demi memberi ruang manuver bagi China, sekaligus meredam tekanan tarif dan pembatasan teknologi dari AS.

    Setelah dua hari perundingan, Trump dengan lantang menyatakan melalui media sosial bahwa kesepakatan telah “SELESAI” untuk memulihkan pasokan mineral tanah jarang dari China. Ia juga berjanji mencabut pembatasan visa pelajar.

    Beberapa jam sebelumnya, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick menyampaikan bahwa Washington akan melonggarkan pembatasan teknologi jika pasokan logam penting yang krusial bagi sektor otomotif dan pertahanan AS tersebut kembali stabil.

    Namun Beijing menekankan hal berbeda. Dalam komentar resmi People’s Daily pada Kamis (12/6/2025), Pemerintah China menyatakan sejauh ini menyatakan tidak ada kontrol ekspor. Media partai Komunis China itu justru menyoroti dibentuknya “jaminan institusional” di Jenewa melalui mekanisme konsultasi bilateral.

    Xi, dalam percakapan telepon dengan Trump yang terjadi sebelum pertemuan London, disebut menegaskan pentingnya jalur tersebut.

    Sikap bertolak belakang ini menunjukkan betapa berbeda pendekatan dua kekuatan ekonomi terbesar dunia dalam mengelola konflik dagang dan hubungan bilateral yang kerap naik-turun. Trump menginginkan kesepakatan cepat lewat jalur langsung antar pemimpin, sementara Xi memilih kerangka kerja yang dijalankan para pembantunya untuk menghindari kejutan tak terduga.

    Pendekatan seperti ini bisa memakan waktu panjang, seperti yang terjadi dalam kesepakatan ”Fase Satu” yang baru tercapai di penghujung masa jabatan pertama Trump.

    Wakil Direktur Riset China Gavekal Research Christopher Beddor mengatakan Xi Jinping tengah memainkan strategi jangka panjang dalam perdagangan AS-China. Hal ini karena masa jabatannya jauh lebih panjang dari Trump.

    “Bukan berarti tak ada pertimbangan jangka pendek, namun ketiadaan batasan masa jabatan menciptakan insentif yang jauh berbeda dibanding Trump,” jelasnya seperti dikutip Bloomberg, Jumat (13/6/2025).

    Strategi China

    Lambannya negosiasi juga memberi waktu bagi China untuk menilai seberapa keras tekanan yang diberikan Trump terhadap negara lain. Namun di sisi lain, ketidakpastian berkepanjangan membawa dampak negatif bagi pelaku usaha.

    Xi sendiri menunjukkan fleksibilitas pekan lalu dengan langsung menghubungi Trump, sebuah langkah tak lazim yang memotong protokol diplomatik. Di era Biden, dialog tingkat tinggi biasanya diatur lewat pertemuan panjang antara pejabat senior seperti Jake Sullivan dan Wang Yi di lokasi netral.

    Meski perundingan di Jenewa bulan lalu ditutup dengan pernyataan bersama yang identik dari kedua pihak, kesepakatan itu langsung runtuh setelah AS menuduh China mengingkari komitmen melepas pengiriman logam tanah jarang. Beijing bersikukuh bahwa proses perizinan tetap diberlakukan, meski perusahaan AS menilai prosesnya terlalu lambat hingga menghentikan produksi.

    Minimnya rincian dari pertemuan terbaru membuat banyak pihak bertanya-tanya, terutama soal sejauh mana China bersedia melepas logam-logam langka yang vital bagi jet tempur hingga kendaraan listrik.

    Dalam wawancara dengan CNBC International, Lutnick menyatakan bahwa China akan menyetujui semua permohonan magnet dari perusahaan AS secara langsung. Klaim ini dipandang terlalu luas dan membuka peluang kekecewaan.

    Sementara itu, juru bicara Kementerian Perdagangan China He Yadong mengatakan negaranya akan mempertimbangkan secara menyeluruh kebutuhan dan kekhawatiran wajar semua negara dalam sektor sipil dan menyebutkan bahwa proses persetujuan sedang diperkuat.

    Co-founder sekaligus kepala riset Gavekal Arthur Kroeber mengatakan China memang memiliki insentif untuk merahasiakan strateginya dan enggan mengumbar pernyataan soal komitmen yang telah atau belum diambil,”

    “Mereka memiliki keleluasaan besar dalam mengatur seluruh rezim perizinan ekspor,” jelasnya.

    Salah satu taktik yang bisa diterapkan, tambahnya, adalah membuka kembali izin ekspor dalam jumlah yang cukup agar pembeli komersial tetap bisa beroperasi—namun tidak terlalu longgar hingga memungkinkan perusahaan menimbun pasokan, yang bisa menggerus pengaruh strategis Beijing ke depan.

    Masih ada kebingungan, terutama setelah Trump mengklaim China kini menghadapi tarif 55%. Tarif ini menggabungkan tarif lama dari masa jabatannya terdahulu serta tambahan 20% untuk isu fentanyl.

    Lutnick sendiri meragukan fleksibilitas tarif dan menyebutkan bahwa tarif yang berlaku “pasti” akan dipertahankan, membuat masa tenggang 90 hari hingga Agustus praktis tak berlaku lagi. Hal ini dapat melemahkan insentif Beijing untuk memberikan konsesi lebih jauh ke depan.

    Meski ekspor China ke AS anjlok 34% pada Mei 2025, tekanan tampaknya lebih dirasakan Trump yang dikejar tenggat internal hingga 9 Juli untuk menuntaskan kesepakatan dagang dengan puluhan negara atau kembali memberlakukan tarif besar-besaran.

    Ia bahkan mengancam akan mengirim surat peringatan ke negara-negara terkait: “Ini kesepakatannya, terima atau tinggalkan.”

    Sebagai sinyal kesediaan berkompromi, tim Trump kali ini bahkan bersedia membahas kontrol ekspor—sebuah topik yang sebelumnya dianggap tabu karena menyangkut keamanan nasional.

  • Deretan Kecelakaan Pesawat Sejak Awal 2025, Terbaru Air India

    Deretan Kecelakaan Pesawat Sejak Awal 2025, Terbaru Air India

    Bisnis.com, JAKARTA — Sederet kecelakaan pesawat terjadi sejak awal 2025. Insiden terbaru, maskapai Air India Ltd. rute Ahmedabad, India menuju Bandar Udara Gatwick, London mengalami kecelakaan pada Kamis (12/2/2025).

    Melansir Bloomberg pada Kamis (12/6/2025), penerbangan bernomor 171 ini jatuh tak lama setelah lepas landas. Pesawat tersebut mengangkut sebanyak 242 penumpang dan awak kabin.

    Mengacu data dari Flightradar24 menunjukkan pesawat mencapai ketinggian 625 kaki dengan kecepatan sekitar 174 kilometer per detik sebelum kehilangan kendali.

    Sebuah video di media sosial memperlihatkan kepulan asap hitam membubung dari lokasi kejadian. Armada Air India sendiri tercatat memiliki 128 pesawat buatan Airbus dan Boeing, mengacu infromasi dari situs resmi maskapai.

    Adapun, sejak Januari 2025, tercatat setidaknya lima kecelakaan pesawat, termasuk insiden pesawat komersial, helikopter militer, dan jet medis.

    Berikut daftar kecelakaan pesawat sejak awal 2025:

    1. Tabrakan Pesawat dan Helikopter Black Hawk

    Sebagai pengingat, pada 29 Januari 2025, pesawat American Airlines bertabrakan dengan helikopter Black Hawk milik Angkatan Darat AS saat mendekati Bandara Nasional Ronald Reagan. 

    Tabrakan maut tersebut terjadi di udara sebelum akhirnya meledak dan jatuh di Sungai Potomac yang membeku Rabu (29/1) malam, waktu setempat. Kecelakaan ini menyebabkan 67 orang di dalam pesawat dan helikopter tewas.

    2. Jet Medis Jatuh di Philadelphia

    Pada insiden jatuhnya jet medis di Philadelphia, jumlah korban tewas dalam kecelakaan ini mencapai tujuh orang, sementara 19 orang lainnya luka-luka. Dikabarkan pesawat dengan jenis Learjet 55 bermesin ganda tersebut jatuh di area pada penduduk pada Jumat (31/1/2025). Pesawat tersebut meledak dan menghujani permukiman dengan puing-puing pesawat.

    Melansir BBC, Administrasi Penerbangan Federal (FAA) mengungkapkan bahwa pesawat yang terjatuh adalah Learjet 55, yang lepas landas dari Bandara Timur Laut Philadelphia sekitar pukul 18.30 waktu setempat dan jatuh kurang dari 6,4 km dari lokasi keberangkatan.

    Kecelakaan tersebut terjadi hanya beberapa blok dari Roosevelt Mall, pusat perbelanjaan tiga lantai di kawasan padat penduduk Philadelphia. Wilayah tempat kecelakaan terjadi dipenuhi dengan rumah-rumah berjejer dan toko-toko.

    3. Pesawat Jatuh di Laut Bering, Alaska  

    Pesawat penumpang Bering Air dengan 10 orang di dalamnya yang dilaporkan hilang saat dalam perjalanan dari Unalakleet ke Nome, Kamis (6/2/2025). Pesawat turboprop kecil Cessna Caravan tersebut membawa sembilan penumpang dan satu pilot.

    Pihak berwenang Alaska mengonfirmasi telah menemukan dan mengidentifikasi 10 korban kecelakaan pesawat Cessna 208B Grand Caravan tersebut.

    Melansir Reuters, Ketua NTSB Jennifer Homendy menyatakan bahwa pesawat Cessna yang mengangkut sembilan penumpang dan satu pilot itu hilang dari radar sekitar pukul 15.30 waktu setempat pada Kamis (6/2), saat dalam perjalanan dari Unalakleet, Alaska, menuju lapangan udara di Nome, sekitar 160 km di selatan Lingkaran Arktik.

    Kemudian, puing-puing pesawat ditemukan oleh penjaga pantai pada Jumat (7/2) malam di atas bongkahan es yang bergerak sekitar 8 km per hari di laut. 

    “Prioritas utama kami adalah evakuasi korban. Setelah itu, kami akan mengevakuasi puing-puing pesawat,” ujar Homendy dalam konferensi pers.

    4. Kecelakaan Delta Airlines di Kanada

    Maskapai penerbangan Delta Airlines menjelaskan penyebab kecelakaan pesawat yang terguling saat mendarat di Bandara Internasional Toronto, Kanada, pada Senin (17/2/2025).

    CEO Delta Ed Bastian mengatakan Penerbangan Delta Connection 4819, yang dioperasikan oleh Endeavor Air menggunakan pesawat CRJ-900, terlibat dalam kecelakaan pesawat tunggal di Bandara Internasional Toronto Pearson (YYZ) sekitar pukul 14.15 waktu setempat.

    Penerbangan tersebut berangkat dari Bandara Internasional Minneapolis – St. Paul (MSP) menuju Bandara Internasional Toronto, Kanada. 

    “Tidak ada korban jiwa yang dilaporkan dan beberapa pelanggan yang awalnya dibawa ke rumah sakit daerah telah dipulangkan,” kata Ed Bastian dalam keterangan resmi.

    Pesawat ini mengangkut 76 penumpang serta 4 kru dan sebanyak 18 penumpang terluka. Dari 18 yang terluka tersebut tiga orang penumpang termasuk seorang anak, mengalami luka kritis. Sementara itu, 15 lainnya segera dilarikan ke rumah sakit.

    5. Kecelakaan Pesawat Air India

    Pesawat Boeing 787 milik Maskapai Air India Ltd. mengalami kecelakaan dalam rute dari Ahmedabad menuju Bandar Udara Gatwick, London pada Kamis (12/6/2025).

    Reuters melaporkan bahwa lokasi jatuhnya pesawat berada di sisi barat Ahmedabad. Flightradar24 menyebut Boeing 787-7 Dreamliner sebagai salah satu pesawat penumpang tercanggih saat ini.

    “Saat ini kami sedang mengumpulkan informasi penting dan akan membagikan update terbaru,” demikian pernyataan resmi Air India yang dipublikasikan melalui platform X pada Kamis (12/6).

    Catatan dari otoritas ATC Bandara Ahmedabad menunjukkan pesawat lepas landas pada pukul 13.39 waktu setempat dari landasan 23. Selang beberapa saat, terdengar sinyal darurat ‘Mayday’, namun tidak ada respons lanjutan dari kokpit.

  • Mark Zuckerberg Ingin Bentuk Tim Elit untuk Ciptakan AI Terpintar di Dunia – Page 3

    Mark Zuckerberg Ingin Bentuk Tim Elit untuk Ciptakan AI Terpintar di Dunia – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Meta dilaporkan makin berambisi dalam pengembangan AI buatan perusahaan. Hal itu diketahui dari langkah CEO Meta Mark Zuckerberg yang dilaporkan tengah membentuk tim elit untuk menciptakan AI superintelligence.

    Menurut laporan Bloomberg dan The New York Times, Mark Zuckerberg kini tengah aktif merekrut para ahli terbaik di bidang AI, mulai dari peneliti hingga insinyur infrastruktur.

    Menariknya, seperti dikutip dari Engadget, Kamis (12/6/2025), perekrutan itu dilakukan lewat grup WhatsApp internal yang diberi nama ‘Recruiting Party’. Llau, para kandidat diajak makan siang atau malam di kediamannya di California.

    Sekadar diketahui, ambisi Meta untuk menciptakan AI superintelligence disebut akan menjadi lompatan besar melewati batas Artificial General Intelligence (AGI) yang saat ini jadi tujuan utama banyak perusahaan teknologi.

    Jika AGI disebut sebagai mesin yang memiliki kecerdasan buatan setara manusia, superintelligence merupakan AI yang memiliki kemampuan intelektual jauh melampaui manusia. Ini yang disebut jadi target jangka panjang Zuckerberg.

     

  • IHSG Sesi I Tertahan di Zona Merah, Rupiah Menguat

    IHSG Sesi I Tertahan di Zona Merah, Rupiah Menguat

    Jakarta, Beritasatu.com – Indeks harga saham gabungan (IHSG) tertahan di zona merah setelah dibuka berfluktuasi pada sesi I perdagangan hari ini, Kamis (12/6/2025). Sedangkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat.

    IHSG sesi I tercatat turun 0,16% atau 11,48 poin ke level 7.210,9. Sepanjang sesi ini, IHSG bergerak dalam rentang 7.192-7.237.

    Volume transaksi pada sesi ini mencapai 17,08 miliar lembar saham. Nilai perdagangan tercatat sebesar Rp 7,44 triliun dari total 810.641 kali transaksi.

    Dari seluruh saham yang diperdagangkan, sebanyak 292 saham menguat, 286 saham melemah, dan 224 saham stagnan.

    Pada saat IHSG sesi I melemah, nilai tukar rupiah terpantau menguat. Berdasarkan data Bloomberg di pasar spot exchange, rupiah siang ini berada di level Rp 16.224 per dolar AS atau menguat 36 poin (0,22%).

  • Nilai Tukar Rupiah Menguat Tipis ke Level Rp 16.253 Per Dolar AS

    Nilai Tukar Rupiah Menguat Tipis ke Level Rp 16.253 Per Dolar AS

    Jakarta, Beritasatu.com – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sedikit menguat pada pembukaan perdagangan hari ini, Kamis (12/6/2025).

    Berdasarkan data Bloomberg pada pukul 09.25 WIB di pasar spot exchange, nilai tukar rupiah menguat tipis 6,5 poin atau 0,04% ke posisi Rp 16.253 per dolar AS.

    Untuk mata uang Asia lainnya, Yen Jepang tercatat menguat 0,38% terhadap dolar AS, Yuan China menguat 0,04%, dolar Singapura melemah 0,12%, Hong Kong menguat 0,01%, sedangkan ringgit Malaysia menguat 0,13%.

    Sementara itu di pasar saham, indeks harga saham gabungan (IHSG) masih berfluktuasi pada pembukaan perdagangan hari ini.

    IHSG pada pukul 09.22 WIB melemah 0,04% atau 3,23 poin ke level 7.219,2. Sebanyak 248 saham tercatat mengalami kenaikan, 208 saham turun, dan 206 saham tidak mengalami perubahan atau stagnan.

  • Investor Global Serbu Pasar Obligasi Asean Meski Yield Rendah, Ada Apa?

    Investor Global Serbu Pasar Obligasi Asean Meski Yield Rendah, Ada Apa?

    Bisnis.com, JAKARTA – Obligasi negara-negara Asia Tenggara atau Asean menjadi incaran investor global meski menawarkan imbal hasil (yield) terendah dalam sejarah. 

    Pergeseran minat dari aset-aset Amerika Serikat serta ekspektasi pemangkasan suku bunga lanjutan mendorong lonjakan permintaan.

    Berdasarkan data Bloomberg pada Kamis (12/6/2025), lonjakan permintaan obligasi Asean sejalan dengan tren sell America, di mana investor menarik dana dari aset-aset AS akibat kekhawatiran terhadap kebijakan Presiden Donald Trump.

    Permintaan asing terhadap obligasi Asia Tenggara cukup solid pada kuartal ini. Malaysia menerima aliran dana hampir US$5 miliar di tengah spekulasi bahwa bank sentralnya—yang menjadi satu-satunya bank sentral di kawasan yang belum memangkas suku bunga—akan bergerak pada Juli.

    Sejak April, dana global telah mengalir ke obligasi Thailand dan Indonesia masing-masing sebesar US$1,4 miliar dan US$2,4 miliar, menempatkannya di jalur masuk modal terbesar setidaknya dalam tiga kuartal terakhir.

    Tidak hanya karena imbal hasil, sebagian investor juga menjadikan surat utang Singapura sebagai safe haven alternatif dari US Treasury yang kini tertekan oleh kekhawatiran terhadap utang dan defisit fiskal AS yang memburuk.

    “Penurunan peringkat utang pemerintah AS oleh Moody’s menyoroti kondisi fiskal Singapura yang jauh lebih sehat dengan peringkat AAA. Saya yakin obligasi Singapura akan terus menarik minat investor yang lebih berhati-hati,” kata Homin Lee, analis makro senior di Lombard Odier, Singapura.

    Adapun, rata-rata imbal hasil obligasi tenor 10 tahun di Asia Tenggara dibandingkan dengan US Treasury telah jatuh ke level terendah sejak 2011. 

    Imbal hasil obligasi 10 tahun Singapura saat ini berada di kisaran 2,30%, mendekati level terendah sejak Maret 2022. Obligasi dengan tenor serupa di Thailand dan Malaysia juga berada dekat posisi terendah masing-masing sejak September dan Desember 2021.

    Pin Ru Tan, Kepala Strategi Suku Bunga APAC di HSBC Plc, memperkirakan imbal hasil di Singapura dan Thailand masih akan turun lebih jauh hingga akhir tahun. Pin memperkirakan yield 10 tahun Singapura akan turun ke 2,20% dan Thailand menjadi 1,60% dari posisi saat ini di 1,68%.

    Pelemahan prospek dolar AS turut menjadi angin segar bagi obligasi Asia Tenggara. Penguatan mata uang lokal membuka ruang bagi bank sentral untuk memangkas suku bunga tanpa khawatir memicu arus keluar modal.

    Eugene Leow, analis strategi pendapatan tetap di DBS Bank Ltd., menyebut, obligasi Asia Tenggara akan terus diuntungkan dari alokasi ulang dana yang keluar dari aset dolar. Hal ini mengingat prospek pertumbuhan dan inflasi di kawasan masih membutuhkan dukungan kebijakan moneter.

    Dia menambahkan bahwa kepemilikan asing atas obligasi di kawasan ini masih tergolong rendah, dan masih memiliki ruang untuk kembali ke level sebelum pandemi.

  • Kilas Perang Terbuka Musk Vs Trump yang Berujung Minta Maaf, Libatkan Dua Pejabat Penting

    Kilas Perang Terbuka Musk Vs Trump yang Berujung Minta Maaf, Libatkan Dua Pejabat Penting

    Bisnis.com, JAKARTA – Setelah perang terbuka via media sosial, konglomerat Elon Musk yang juga pendukung utama Presiden Donald Trump dalam kampanye lalu menyatakan penyesalannya. Apa penyebabnya?

    Elon Musk menyebut dia mendapat panggilan telepon dari dua sekutu utama presiden setelah pernyataannya yang menyerang kebijakan Trump. “Saya menyesali beberapa unggahan saya tentang Presiden @realDonaldTrump minggu lalu. Itu kelewatan,” ujar Musk dalam unggahannya di platform media sosial X dikutip dari Bloomberg, Kamis (12/6/2025). 

    Dua sosok yang menelpon Elon Musk adalah Wakil Presiden JD Vance dan kepala staf Gedung Putih Susie Wiles. Keduanya menghubungi Musk Jumat pekan lalu dan mendesaknya mengakhiri konfliknya dengan Trump. 

    Sumber Bloomberg di pemerintahan menyebut CEO Tesla Inc. itu telah menelepon presiden sebelum dia menyampaikan penyesalannya di depan publik.

    Musk sebelum menyatakan mundur adalah penasihat dekat dan orang kepercayaan Trump. Dia menyatakan mundur usai berselisih soal dengan Trump terkait RUU pemotongan pajak yang di dorong melalui Kongres. Kebijakan itu disinyalir menimbulkan ancaman terhadap kekayaan Musk yang juga orang terkaya di dunia saat ini.

    Trump sendiri membalas pembangkangan Musk dengan mengemukakan kemungkinan memutus kontrak pemerintah. Kebijakan itu akan menghancurkan SpaceX, perusahaan roketnya.

    “Saya pikir sangat baik bahwa ia melakukan itu,” kata Trump dalam wawancara singkat dengan New York Post, tanpa merinci apakah dia akan sepenuhnya mengakhiri perseteruan tersebut.

    Harga saham Tesla Inc. milik Musk jatuh pada Kamis pekan lalu setelah pertengkaran itu, sebelum memulihkan sebagian besar kerugiannya. Pada Rabu beberapa jam setelah postingannya, saham naik kurang dari 1% pada pukul 1:47 siang di New York.

    Sahamnya Tesla telah merosot hampir 18% sepanjang tahun ini karena investor mempertimbangkan kerusakan dari dukungannya sebelumnya terhadap Trump, yang membuat pembeli mobil di seluruh AS, Eropa, dan pasar lainnya menjauh, serta risiko berikutnya yang disebabkan oleh perselisihannya yang rumit dengan presiden.

    Sebelumnya, Musk telah membuat Trump marah dengan mengklaim bahwa dukungannya membuat Trump memenangkan pemilihan umum, mendukung pemakzulannya, dan bahkan menyatakan bahwa presiden terlibat dalam kejahatan seks Jeffrey Epstein.

    Masih belum jelas seberapa besar penyesalan Musk akan memperbaiki hubungannya dengan Trump, yang dikenal menyimpan dendam dan telah menggunakan kekuasaan pemerintah federal untuk menyerang orang-orang yang telah menyakitinya. 

    Hal itu tampaknya akan menimbulkan bahaya tertentu bagi Musk, mengingat SpaceX memegang sejumlah besar kontrak federal dan banyak bisnisnya tunduk pada pengawasan peraturan federal.

    Trump telah mengisyaratkan sedikit keinginan untuk memperbaiki hubungan dengan Musk tetapi mengatakan kepada wartawan bahwa dia merasa mereka pernah memiliki hubungan yang baik.

    “Saya berharap yang terbaik untuknya.” kata Trump dalam sebuah wawancara dengan NBC News pekan lalu.

    Dia juga menambahkan bahwa dirinya tidak tertarik untuk memperbaiki hubungan tersebut.

    Skala konflik antara keduanya telah menimbulkan keraguan yang signifikan tentang apakah Musk dan Trump akan pernah melanjutkan persahabatan dekat yang mereka miliki selama beberapa bulan pertama masa jabatan kedua Trump, ketika Musk hampir selalu ada di Gedung Putih.

    Musk telah memimpin apa yang disebut Departemen Efisiensi Pemerintah, yang berupaya memangkas pengeluaran, menutup lembaga, dan memangkas tenaga kerja federal. 

    Departemen tersebut bertujuan untuk menghasilkan penghematan sebesar US$1 triliun bagi pemerintah tetapi gagal mencapai tujuan tersebut, hanya menghasilkan US$180 miliar menurut akuntansinya sendiri yang tidak terverifikasi. 

    Bahkan itu akan terhapus oleh tagihan pajak Trump, yang akan menambah US$2,4 triliun pada defisit anggaran pemerintah selama dekade berikutnya, menurut Kantor Anggaran Kongres yang nonpartisan. Hal itu menyebabkan Musk melobi untuk menentang pengesahannya, menyebutnya sebagai kekejian yang menjijikkan.

  • Barang Impor China Banjiri Pasar Indonesia Imbas Tarif Trump

    Barang Impor China Banjiri Pasar Indonesia Imbas Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia, Vietnam, dan Thailand menjadi sejumlah negara di Asia Tenggara yang dibanjiri barang impor dari China seiring langkah Amerika Serikat (AS) yang mengenakan tarif tinggi terhadap barang-barang yang masuk ke wilayahnya.

    Melansir Bloomberg, Kamis (12/6/2025), Kepala Riset Ekonomi Pasar Berkembang Citigroup Inc Johanna Chu menuliskan dalam risetnya bahwa lonjakan ekspor barang China ke Asia Tenggara kemungkinan menjadi indikasi terjadinya pengalihan perdagangan. Hal ini karena ekspor langsung ke AS telah menurun tajam dalam beberapa bulan terakhir.

    Chu menuturkan, banjir barang impor China — yang sering kali lebih murah — dapat menjadi tantangan bagi negara-negara penerima dan pelaku usaha lokal mereka.

    Di Indonesia, misalnya, impor tekstil dari China baru-baru ini mencapai rekor tertinggi bulanan, menambah tekanan pada sektor garmen yang sedang kesulitan dan telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ribuan pekerja.

    Secara keseluruhan, harga ekspor barang China dan harga pengiriman tekstil telah menurun sejak awal 2023. Sementara itu, ekspor ke AS anjlok lebih dari sepertiga pada Mei 2025, penurunan terbesar sejak 2020, ketika kedua negara terjebak dalam perang dagang yang memanas.

    Menurut Citi, rekor pengiriman ke Asia Tenggara juga bisa menjadi indikasi adanya praktik transshipment, yaitu strategi pengalihan arus barang China melalui negara lain untuk menghindari dampak tarif AS yang lebih tinggi. Laporan tersebut mencatat adanya ‘peningkatan korelasi yang signifikan’ antara kenaikan impor barang China oleh negara-negara Asia Tenggara dan ekspor mereka ke AS.

    Transshipment telah menjadi titik fokus dalam negosiasi tarif AS dengan negara-negara Asia Tenggara seperti Vietnam dan Thailand, yang keduanya telah berjanji untuk memperketat aturan pemberian sertifikat asal barang.

    Seiring tindakan keras AS terhadap praktik transshipment, Citi menilai China kemungkinan memindahkan lebih banyak produksi hilirnya ke pasar ketiga guna menghindari risiko tarif AS, sembari mempertahankan dominasinya dalam rantai pasok untuk barang-barang antara.

    Diberitakan Bisnis sebelumnya, meningkatnya praktik transshipment imbas kebijakan tarif Trump telah menghantui para pelaku usaha dalam negeri. 

    Asosiasi Produsen Benang dan Filamen Indonesia (APSyFI) memprediksi adanya peningkatan ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) ke Amerika Serikat seiring dengan penundaan implementasi tarif resiprokal AS.

    Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan, ekspor diperkirakan meningkat, terutama tekstil, lantaran kekhawatiran pengusaha akan penerapan tarif resiprokal 32% yang dapat menambah beban ekspor ke AS setelah penundaan tarif dibuka. 

    “Tapi ini justru yang harus jadi perhatian jangan sampai kenaikan ekspornya dari transshipment. Kalau ada kenaikan tidak wajar malah merugikan kita,” kata Redma kepada Bisnis, Senin (21/4/2025).

    Dalam kondisi ini, dia pun mewanti-wanti agar ekspor barang TPT dan garmen ke AS bukan merupakan produk hasil transshipment dari China. 

    Sebab, ada banyak produk di Indonesia yang hanya dirakit, sementara produksi dan bahan baku secara keseluruhan diproduksi dari luar negeri. Dengan demikian, Indonesia hanya sebagai lokasi transit sebelum produk tersebut dikirim ke negara lainnya. 

    “Kita masih harus tetap negosiasi agar bisa menghitung ulang dan tarif kita diturunkan dengan mengurangi nilai dari barang ekspor dengan dugaan kuat transhipment [bukan produksi di Indonesia],” tuturnya. 

  • Negosiasi Tarif Dagang AS-Uni Eropa, Lutnick Soroti Minimnya Perkembangan

    Negosiasi Tarif Dagang AS-Uni Eropa, Lutnick Soroti Minimnya Perkembangan

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick mengungkap perkembangan terkini terkait negosiasi kesepakatan dagang dengan Uni Eropa.

    Melansir Bloomberg pada Kamis (12/6/2025), Lutnick mengatakan Uni Eropa (UE) kemungkinan akan menjadi salah satu kesepakatan terakhir yang diselesaikan AS. Hal ini seiring dengan upaya AS yang bergegas untuk mengamankan perjanjian tarif dengan mitra dagang lainnya.

    “Saya optimis bahwa kami bisa mencapainya dengan Eropa. Tetapi Eropa mungkin akan menjadi yang terakhir,” kata Lutnick.

    Lutnick yang telah lama menyatakan frustrasi dengan blok tersebut mengindikasikan bahwa diskusi semakin intensif menyusul rencana Presiden Donald Trump untuk menaikkan pungutan hingga 50%. Sebagai pengingat, kebijakan ini ditunda hingga 9 Juli untuk memberi lebih banyak waktu bagi negosiasi walau kenyataannya masih berjalan lebih lambat daripada yang lain.

    Lutnick mengatakan Uni Eropa sebelumnya sangat sulit diajak kerja sama sebelum Trump mengeluarkan ultimatum. Dia kemudian menyebut blok tersebut tiba-tiba berubah sikap dan mengajukan tawaran yang layak.

    AS dan Uni Eropa telah bergulat dengan ketentuan perdagangan menjelang batas waktu bulan Juli. Kepala perdagangan UE, Maros Sefcovic, telah menjalin komunikasi rutin dengan Lutnick dan Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer, sejak kedua mitra sepakat untuk mempercepat negosiasi dua minggu lalu.

    Meski begitu, UE meyakini bahwa negosiasi dagang dengan AS bisa saja melewati batas waktu tersebut, dan menurut sejumlah sumber yang mengetahui situasi ini, para pejabat melihat kesepakatan atas prinsip-prinsip dasar sebagai skenario terbaik yang memungkinkan waktu tambahan untuk merinci perjanjian lebih lanjut.

    Lutnick dalam wawancara di CNBC juga memperkirakan kesepakatan dengan negara-negara lain akan mulai rampung minggu depan, dan minggu berikutnya, dan seterusnya.

    Pejabat pemerintahan Trump menunjukkan rasa frustrasi terhadap pembicaraan dengan UE, dengan mengatakan bahwa bernegosiasi dengan kelompok 27 negara yang memiliki prioritas berbeda-beda jauh lebih menantang.

    Menteri Keuangan AS Scott Bessent dalam wawancara pada Mei lalu dengan Bloomberg Television mengatakan sebagian besar mitra dagang AS telah bernegosiasi dengan itikad baik. Namun, dia secara khusus menyebut Uni Eropa sebagai sebuah pengecualian. Bessent juga menuduh blok tersebut memiliki masalah aksi kolektif.

    UE kesulitan mendapatkan kejelasan lebih lanjut tentang apa yang sebenarnya diinginkan Trump dalam pembicaraan tersebut. Para pejabat menyarankan bahwa UE dan AS bisa saja menurunkan tarif menjadi nol untuk banyak jenis barang.

    Namun, Trump juga mengkritik hambatan non-tarif seperti pajak pertambahan nilai (PPN) dan pengawasan regulator terhadap perusahaan teknologi Amerika.