Perusahaan: Bloomberg

  • Trump Umumkan Tarif Impor Tertinggi ke AS, Suriah jadi 41%, Myanmar, dan Laos dapat 40%

    Trump Umumkan Tarif Impor Tertinggi ke AS, Suriah jadi 41%, Myanmar, dan Laos dapat 40%

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan rencana revisi tarif global dan menjadikan Suriah sebagai negara dengan pungutan terbesar, yakni 41%. Sementara itu, Laos dan Myanmar dikenakan bea masuk sebesar 40%.

    Gedung Putih belum memberikan penjelasan terkait alasan kebijakan tersebut, sementara nilai perdagangan AS dengan ketiga negara itu relatif kecil dibandingkan mitra dagang utamanya.

    Melansir Bloomberg pada Jumat (1/8/2025) Myanmar hingga kini masih berada di bawah sanksi AS sejak kudeta militer pada 2021. Sementara itu, Laos mendapat sorotan Washington karena mempererat hubungan dengan China. 

    Adapun, Suriah sebelumnya dikenai sanksi atas pelanggaran HAM di bawah rezim Bashar Al-Assad. Pada saat yang sama, sejak penggulingan Assad tahun lalu, AS mulai melonggarkan pembatasan tersebut.

    Bagi Myanmar, perdagangan dengan AS tercatat mencapai US$734 juta tahun lalu. Namun, tarif baru ini diperkirakan semakin memperburuk krisis ekonomi yang dimulai sejak Jenderal Min Aung Hlaing merebut kekuasaan lebih dari empat tahun lalu. Washington menuding junta menggunakan kekerasan terhadap warga sipil dan menekan aktivis prodemokrasi.

    Pengumuman tarif ini muncul hanya sehari setelah junta Myanmar mencabut status darurat, membuka jalan bagi pemilu yang dijadwalkan akhir tahun ini. Namun, AS dan sejumlah negara lain menilai pemilu tersebut tidak akan berlangsung bebas dan adil.

    Dalam surat langka bulan lalu, Min Aung Hlaing memuji Trump dan membandingkan kudeta militernya dengan klaim tidak berdasar Trump soal kecurangan pemilu, menyebut keduanya sebagai korban pemilu yang dicurangi. 

    Dia juga meminta pengurangan tarif dan menawarkan untuk mengirim delegasi dagang tingkat tinggi ke Washington.

    Wakil Menteri Perdagangan Myanmar Min Min mengatakan melalui sambungan telepon bahwa pemerintah belum mengetahui perkembangan tersebut dan menolak memberikan komentar.

    Sementara itu, nilai ekspor AS ke Laos mencapai US$40,4 juta tahun lalu, sedangkan impor dari Laos sebesar US$803,3 juta. Washington menyoroti ketergantungan ekonomi Laos terhadap China serta utang yang terus meningkat terkait proyek infrastruktur Tiongkok.

    Di sisi lain, Trump baru-baru ini menandatangani perintah eksekutif untuk melonggarkan sanksi terhadap Suriah guna mendukung pembangunan kembali negara yang dilanda perang serta menopang pemerintahan barunya.

    Menurut pengamat, tingginya tarif mungkin dipicu alasan sederhana.

    “Bukan berarti Washington sengaja menyasar tiga negara ini. Kemungkinan, keterbatasan kapasitas di DC membuat pejabat lebih fokus pada negara-negara besar,” ujar Simon Evenett, pendiri St. Gallen Endowment for Prosperity Through Trade, lembaga asal Swiss yang memantau kebijakan perdagangan global.

  • Tim AI Apple Kelabakan Digembosi Mark Zuckerberg

    Tim AI Apple Kelabakan Digembosi Mark Zuckerberg

    Jakarta

    Mark Zuckerberg terus menggembosi tim AI atau kecerdasan buatan Apple. Bloomberg melaporkan, pakar kecerdasan buatan Apple keempat meninggalkan perusahaan untuk bergabung dengan Meta.

    Dikutip detikINET dari Apple Insider, Bowen Zhang, yang sebelumnya berada di tim model AI dasar Apple, adalah karyawan terbaru yang meninggalkan Apple untuk bergabung dengan Meta.

    Head of AI Models Apple, Ruoming Pang, adalah salah satu peneliti AI Apple pertama yang bergabung dengan Meta. Sejak itu, beberapa karyawan yang bekerja di bawahnya juga telah pergi ke Meta.

    Meta agresif merekrut pakar AI terkemuka untuk Superintelligence Labs, divisi AI yang membangun sistem AI canggih untuk melampaui kecerdasan tingkat manusia. Mereka dipimpin Alexandr Wang, mantan CEO Scale AI.

    Zuckerberg menawarkan paket kompensasi besar-besaran kepada para insinyur AI untuk memikat mereka dari perusahaan lain. Pang dilaporkan menerima lebih dari USD 200 juta.

    Bayaran dari Meta dilaporkan mencakup gaji pokok yang tinggi, bonus penandatanganan, dan penghargaan saham, dan uang yang ditawarkan kepada Pang melebihi kompensasi hampir semua karyawan Apple kecuali untuk para eksekutif.

    Agaknya, para insinyur AI lain yang meninggalkan Apple juga menerima tawaran yang tidak bisa ditandingi oleh Apple. Bulan lalu, CEO OpenAI Sam Altman mengatakan Meta telah menawarkan bonus penandatanganan setinggi USD 100 juta pada karyawannya .

    Meta merekrut teknisi dan pakar AI dari Apple, OpenAI, dan Anthropic. Menyusul agresifitas Meta, Bloomberg mengatakan Apple sedikit meningkatkan gaji tim AI-nya, tetapi tidak membayar pada tingkat yang dibayarkan Meta.

    Dengan Apple kehilangan karyawan kunci ke Meta, Apple mungkin kesulitan mengejar ketinggalan dalam perlombaan AI. Pesaing seperti Google dan Samsung sudah memiliki fitur AI yang jauh lebih canggih, dan tahun ini Apple terpaksa menunda fitur Apple Intelligence Siri hingga tahun 2026.

    Apple telah merestrukturisasi tim AI-nya, sekarang diawasi kepala software Apple Craig Federighi dan Mike Rockwell, yang memimpin pengembangan Apple Vision Pro. Rumor menyebut mereka mempertimbangkan untuk menggunakan teknologi dari Anthropic atau OpenAI untuk fitur AI di masa mendatang daripada modelnya sendiri.

    Diskusi Apple untuk mengandalkan teknologi AI pihak ketiga dilaporkan menyebabkan menurunnya moral tim yang kini juga kehilangan karyawan karena Meta. Beberapa engineer dilaporkan aktif mencari pekerjaan di perusahaan AI lain, sementara para eksekutif berusaha meyakinkan bahwa mereka tetap berkomitmen pada pengembangan AI internal.

    (fyk/afr)

  • Pendapatan Apple Melesat Didukung Penjualan iPhone dan Pasar China

    Pendapatan Apple Melesat Didukung Penjualan iPhone dan Pasar China

    Bisnis.com, JAKARTA — Apple Inc. mencatat kinerja kuartal ketiga tahun fiskal 2025 yang melampaui ekspektasi pasar seiring dengan lonjakan penjualan iPhone dan pemulihan permintaan di pasar China.

    Melansir Bloomberg pada Jumat (1/8/2025), dalam laporan keuangannya, Apple membukukan pendapatan sebesar US$94 miliar selama periode yang berakhir pada 28 Juni, naik 9,6% dibandingkan tahun sebelumnya. Angka tersebut jauh melampaui estimasi rata-rata analis yang diperkirakan sebesar US$89,3 miliar, menurut data Bloomberg.

    Penjualan iPhone masih menjadi penyumbang utama pendapatan, dengan total US$44,6 miliar dalam kuartal ini—jauh di atas estimasi pasar sebesar US$40,1 miliar. 

    Selain dampak belanja akibat kekhawatiran tarif, bisnis iPhone juga mendapatkan dorongan tambahan sejak Februari lewat peluncuran model baru kelas bawah, iPhone 16e, yang dijual seharga US$599. Harga tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pendahulunya, iPhone SE, yang dijual seharga US$429.

    Apple sebelumnya memperkirakan adanya tekanan dari tarif AS senilai sekitar US$900 juta yang diperkirakan akan menahan pertumbuhan pendapatan hanya di kisaran satu digit bawah hingga menengah. 

    Namun kenyataannya, tarif justru mendorong konsumen untuk membeli produk Apple lebih awal sebelum harga naik, sehingga menopang kinerja perusahaan dalam periode ini.

    Selain itu, Apple mencatat pemulihan penjualan yang solid di China—pasar strategis yang dalam beberapa tahun terakhir dikuasai oleh merek ponsel lokal. Pendapatan dari wilayah tersebut naik 4,4% secara tahunan menjadi US$15,4 miliar, mengungguli proyeksi analis yang memperkirakan US$15,2 miliar.

    Unit layanan digital termasuk App Store dan Apple Music juga menunjukkan kinerja solid, dengan kembali mencetak hasil di atas proyeksi Wall Street.

    Saham Apple tercatat naik sekitar 2% dalam perdagangan setelah jam bursa menyusul pengumuman laporan keuangan tersebut. Namun secara tahun berjalan, saham Apple masih turun 17%, tertinggal dari para pesaingnya seperti Nvidia Corp. dan Microsoft Corp. dalam daftar perusahaan paling bernilai di dunia.

    Laba per saham (EPS) Apple tercatat sebesar US$1,57, melampaui estimasi analis yang memperkirakan US$1,43.

    Apple tidak memberikan proyeksi kinerja kuartal berikutnya dalam laporannya, melanjutkan kebijakan yang diberlakukan sejak pandemi Covid-19. Namun, perusahaan yang berbasis di Cupertino, California, ini diperkirakan akan memberikan panduan kinerja kuartal keempat dalam paparan manajemen usai rilis laporan keuangan.

    Apple dijadwalkan akan meluncurkan lini iPhone generasi terbaru pada September mendatang, dan biasanya mulai dijual pada minggu-minggu terakhir kuartal fiskal keempat.

  • Konsensus Ekonom Ramal Inflasi Juli 2025 Naik, Surplus Neraca Dagang Menyusut

    Konsensus Ekonom Ramal Inflasi Juli 2025 Naik, Surplus Neraca Dagang Menyusut

    Bisnis.com, JAKARTA — Konsensus ekonom Bloomberg menunjukkan estimasi kinerja indeks harga konsumen/IHK akan melanjutkan kenaikan Inflasi pada Juni 2025. Sementara itu, surplus neraca perdagangan barang diramal semakin susut.

    Berdasarkan proyeksi dari 29 ekonom yang Bloomberg himpun, median atau nilai tengah IHK Juli 2025 sebesar 2,26% year-on-year (YoY). Estimasi tertinggi di level 2,44% dan terendah di posisi 1,97%. 

    Secara bulanan atau month-to-month (MtM), median dari konsensus 18 ekonom meramalkan inflasi sebesar 0,23%. Melihat ramalan tersebut, seluruhnya menunjukkan bahwa inflasi akan semakin tinggi pada awal semester II/2025 ini. 

    Sebelumnya, inflasi pada Juni 2025 tercatat senilai 1,87% YoY dan 0,19% MtM. Dengan tingkat inflasi sepanjang tahun berjalan atau year-to-date (YtD) sebesar 1,38%, lebih rendah dari target pemerintah dan Bank Indonesia 2,5% ±1%. 

    Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) Andry Asmoro, termasuk dalam ekonom yang disurvei Bloomberg, memperkirakan IHK tahunan akan naik menjadi 2,44% YoY, yang mencerminkan kontribusi lebih tinggi dari komponen musiman dan terkait pangan.

    Pada basis bulanan, inflasi diperkirakan akan meningkat sebesar 0,38% MtM, lebih tinggi dari 0,19% MtM yang tercatat pada bulan sebelumnya.

    “Peningkatan inflasi pada Juli terutama didorong oleh harga pangan yang lebih tinggi, dengan kenaikan signifikan pada beras, cabai rawit, bawang merah, dan daging ayam,” ujarnya, Kamis (31/7/2025). 

    Di samping itu, ada dorongan inflasi akibat efek musiman dari pengeluaran pendidikan karena pembayaran uang sekolah biasanya dilakukan pada bulan Juli.

    Komponen pendidikan diperkirakan akan naik sedikit di atas kenaikan musiman tahun lalu, berkontribusi pada kenaikan inflasi umum. 

    Sementara harga bahan bakar nonsubsidi juga mengalami penyesuaian naik pada awal Juli 2025, sejalan dengan peningkatan mobilitas selama periode sekolah. 

    Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede memproyeksikan inflasi umum akan naik ke level 2,35% YoY yang dipengaruhi oleh efek basis rendah dari tahun sebelumnya. 

    Inflasi inti secara tahunan diproyeksi sedikit menurun menjadi 2,35% YoY, didukung oleh membaiknya kondisi global serta penguatan rupiah, namun secara bulanan meningkat akibat kenaikan musiman biaya pendidikan. 

    “Dengan meredanya ketegangan geopolitik dan risiko perang dagang, serta stabilnya nilai tukar rupiah, inflasi diprediksi tetap terkendali dalam target Bank Indonesia 1,5–3,5% hingga akhir tahun,” ungkapnya. 

    Sementara secara bulanan, Josua memandang IHK masih akan terjadi inflasi sebesar 0,29% MtM, lebih tinggi dari Juni 2025 yang sebesar 0,19%. Utamanya didorong oleh lonjakan harga komoditas pangan seperti beras, cabai rawit, dan bawang merah akibat gangguan produksi. 

    Surplus Neraca Dagang Bakal Susut

    Mengacu konsensus Bloomberg, nilai tengah dari 24 ekonom menunjukkan surplus neraca dagang akan mencapai US$3,45 miliar pada Juni 2025, lebih rendah dari Mei 2025 yang senilai US$4,30 miliar.  

    Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN) Hosianna Evalita Situmorang melihat dari sisi eksternal, neraca perdagangan Juni 2025 diperkirakan masih melanjutkan surplus sebesar US$4,20 miliar, memperpanjang tren surplus selama 62 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. 

    Ekspor diperkirakan masih tumbuh kuat sebesar 10% YoY, ditopang oleh peningkatan pengiriman produk kelapa sawit, logam dasar, dan komponen elektronik ke AS dan China.

    Sebaliknya, impor hanya tumbuh 5% YoY, mencerminkan pelemahan permintaan domestik serta berlanjutnya kontraksi PMI manufaktur yang masih berada di bawah level 50.

    Adapun, Andry Asmoro memprediksi surplus neraca perdagangan Juni 2025 lebih rendah, yakni akan mencapai US$3,32 miliar. 

    “Hal ini sejalan dengan peningkatan impor dari China, sementara ekspor melambat akibat melemahnya permintaan dari India dan China,” tuturnya, Kamis (31/7/2025). 

    Asmo melihat hal tersebut tecermin dari data Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan dan Kpler (aplikasi pelacakan kargo komoditas global) yang menunjukkan bahwa ekspor batu bara Indonesia ke China turun sekitar 30% year on year (YoY), sementara ekspor batu bara ke India turun 14%. 

    Surplus yang susut tersebut juga sejalan dengan ekspor yang meski diperkirakan tumbuh 9,7% YoY, tetapi turun 7,1% month to month (MtM). Penurunan ekspor bulanan mencerminkan aktivitas bisnis yang melemah, seperti terlihat dari penurunan lebih lanjut dalam PMI manufaktur Indonesia. 

    Bisnis mencatat bahwa Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia mengalami kontraksi hingga ke level 46,9 pada Juni 2025, atau menurun sejak 3 bulan terakhir.

    Lebih lanjut, Asmo menyampaikan bahwa penurunan harga baja dan nikel juga diperkirakan akan membebani kinerja ekspor.

    Sementara itu, pertumbuhan ekspor tahunan didukung oleh efek dasar yang rendah dari tahun sebelumnya, serta upaya percepatan impor sebagai respons terhadap kebijakan tarif Trump. 

    Sama halnya dengan impor yang juga diperkirakan tumbuh 5,9% YoY atau kontraksi 3,8% MtM. Pertumbuhan impor tahunan didorong oleh impor mesin dan kendaraan dari China. 

    Menurut Biro Statistik Nasional China, total ekspor China ke Indonesia naik sekitar 8% YoY pada Juni-25. Secara bulanan, impor Indonesia mengalami kontraksi, sejalan dengan penurunan sekitar 30% dalam impor terkait minyak dari Singapura.

    Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan perkembangan IHK periode Juli 2025 dan kinerja ekspor, impor, serta neraca perdagangan Juni 2025 pada Jumat (1/8/2025), mulai pukul 09.00 WIB. 

  • Strategi Bank Sentral Jepang Tangkal Inflasi Setelah Tahan Suku Bunga

    Strategi Bank Sentral Jepang Tangkal Inflasi Setelah Tahan Suku Bunga

    Bisnis.com, JAKARTA — Bank of Japan (BOJ) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya pada Kamis (31/7/2025). Kebijakan itu diklaim tidak membuat bank sentral berada dalam posisi tertinggal dalam merespons inflasi. 

    Melansir Bloomberg, BOJ mempertahankan suku bunga call overnight di level 0,5% pada akhir pertemuan kebijakan dua hari pada Kamis. Hasil ini sesuai ekspektasi 56 ekonom yang disurvei. 

    Meski demikian, dewan gubernur yang beranggotakan sembilan orang itu menaikkan proyeksi median inflasi tahun fiskal berjalan menjadi 2,7% dari 2,2%. Estimasi itu seiring kenaikan harga pangan yang berkelanjutan. Proyeksi untuk tahun fiskal 2026 dan 2027 juga sedikit dinaikkan, di luar perkiraan para ekonom.

    Meski perubahan proyeksi tersebut mengisyaratkan langkah BOJ mendekati kenaikan suku bunga berikutnya, bank sentral tetap enggan memberikan sinyal jelas soal waktu. 

    Gubernur BOJ Kazuo Ueda menyebut pihaknya masih memerlukan waktu untuk menilai dampak tarif baru Amerika Serikat terhadap ekonomi Jepang dan perdagangan global, meski ketidakpastian sebagian mereda setelah tercapainya kesepakatan dagang AS–Jepang.

    “Kami tidak melihat kabut perdagangan ini tiba-tiba menghilang. Saat ini, saya tidak melihat kami tertinggal dari tren inflasi. Saya juga tidak melihat risiko tinggi kami akan tertinggal,” ujar Ueda dalam konferensi pers. 

    Dia menolak berkomentar langsung soal pergerakan mata uang yen, namun menegaskan tren harga terus meningkat walau masih berada sedikit di bawah target inflasi 2%.

    Menurut Hiroki Shimazu, Kepala Strategi MCP Asset Management, revisi naik proyeksi inflasi BOJ memang membuat pasar menilai kenaikan suku bunga semakin dekat. 

    “Namun, laporan terbaru juga menyebutkan adanya perlambatan ekonomi yang diperkirakan,” jelasnya.

    Pelemahan yen terus berlanjut mendekati level psikologis ¥150 per dolar AS, sementara imbal hasil obligasi pemerintah Jepang melonjak dalam beberapa bulan terakhir dan memengaruhi pasar global.

    Keputusan BOJ ini diambil hanya beberapa jam setelah Federal Reserve menahan suku bunga acuannya, dengan Ketua Jerome Powell menekankan banyak ketidakpastian yang menghalangi langkah pemangkasan. Dua gubernur Fed bahkan memilih opsi pemotongan 25 basis poin, meski ditolak mayoritas.

    Dalam laporan outlook kuartalannya, BOJ menyebut risiko inflasi kini umumnya seimbang, berbeda dengan laporan tiga bulan sebelumnya yang hanya menyoroti risiko penurunan.

    BOJ juga menurunkan karakterisasi ketidakpastian perdagangan dari “sangat tinggi” menjadi lebih moderat, sambil menegaskan kesiapan menaikkan suku bunga bila kondisi memungkinkan.

    Kesepakatan dagang AS–Jepang yang tercapai pada 22 Juli menurunkan tarif impor mobil dan sebagian besar barang Jepang ke AS menjadi 15%. BOJ memperkirakan pada akhir tahun ini mereka akan memiliki cukup data untuk menilai kelayakan kenaikan suku bunga.

    Kenaikan proyeksi inflasi mencerminkan tekanan biaya hidup yang tinggi, terutama akibat lonjakan harga pangan, termasuk beras, yang menjadikan Jepang salah satu negara G7 dengan inflasi paling persisten.

    Meski demikian, Ueda tetap mempertahankan pendekatan bertahap, menekankan bahwa tren harga inti masih sedikit di bawah target 2% jika dilihat dari analisis menyeluruh.

    Tekanan biaya hidup ini juga menjadi isu utama dalam pemilu majelis tinggi bulan ini yang berakhir dengan kekalahan terbesar bagi Perdana Menteri Shigeru Ishiba dan koalisinya. Meski menghadapi desakan mundur dari sebagian anggota Partai Demokrat Liberal, Ishiba menyatakan tetap bertahan.

    Jika BOJ akhirnya menaikkan suku bunga, biaya pinjaman di Jepang akan mencapai level tertinggi dalam tiga dekade terakhir.

  • Samsung Galaxy S26 bakal Punya Banyak Asisten AI, Gandeng ChatGPT hingga Perplexity? – Page 3

    Samsung Galaxy S26 bakal Punya Banyak Asisten AI, Gandeng ChatGPT hingga Perplexity? – Page 3

    Dalam langkah yang cukup berani, Samsung dikabarkan akan memperluas dukungan asisten virtual di seri Galaxy S26.

    Tidak hanya mengandalkan Bixby, Samsung juga tengah membuka jalan bagi kehadiran Google Gemini serta asisten pihak ketiga lainnya, termasuk ChatGPT dan Perplexity.

    Hal ini diungkap langsung oleh Choi Won-Joon, eksekutif Samsung Mobile, dalam wawancara dengan Bloomberg.

    Ia menyebut bahwa perusahaan tengah menjalin komunikasi dengan berbagai penyedia AI untuk memastikan pengalaman pengguna terbaik di perangkat flagship mereka.

    “Kami tengah berbicara dengan banyak pihak. Selama asisten AI tersebut kompetitif dan mampu memberikan pengalaman terbaik bagi pengguna, kami terbuka untuk semua kemungkinan,” tutur Choi.

    Samsung bahkan dikabarkan mempertimbangkan investasi langsung ke startup seperti Perplexity.

    Jika langkah ini terealisasi, Galaxy S26 bisa menjadi salah satu ponsel pertama yang hadir dengan beragam asisten AI terintegrasi, memungkinkan pengguna memilih sendiri gaya interaksi yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka.

    Kehadiran beberapa AI dalam satu perangkat juga mengisyaratkan bahwa Samsung ingin menghadirkan ekosistem yang lebih fleksibel dan terbuka. Dengan kompetisi AI yang kian ketat, strategi ini bisa menjadi nilai jual utama Galaxy S26 di pasar global.

  • Trump Berlakukan Tarif 50% untuk Produk Tembaga Setengah Jadi

    Trump Berlakukan Tarif 50% untuk Produk Tembaga Setengah Jadi

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Amerika Serikat Donald Trump menetapkan tarif impor sebesar 50% untuk seluruh produk tembaga setengah jadi yang masuk ke AS. Namun, dia mengecualikan tembaga murni (refined copper) dari kebijakan tersebut, sehingga industri domestik terhindar dari potensi lonjakan biaya produksi.

    Menurut lembar fakta resmi dari Gedung Putih, tarif baru ini mulai berlaku pada 1 Agustus 2025. Sebelumnya, pelaku pasar di AS telah memperkirakan bahwa tembaga mentah—bahan baku utama kabel, komponen konstruksi, dan otomotif—akan dikenakan bea masuk.

    Tarif tersebut diberlakukan berdasarkan Section 232 dari Trade Expansion Act, dan tidak akan ditumpuk di atas tarif otomotif yang telah lebih dulu diterapkan Trump pada awal tahun ini. 

    “Jika suatu produk terkena tarif otomotif, maka hanya tarif kendaraan yang berlaku, bukan tarif tembaga,” jelas Gedung Putih dikutip dari Bloomberg, Kamis (31/7/2025).

    Trump juga mengambil langkah tidak biasa dengan mengaktifkan Defense Production Act, undang-undang era Perang Korea yang memungkinkan presiden memerintahkan peningkatan produksi bahan penting bagi keamanan nasional. Melalui kebijakan ini, sebanyak 25% limbah tembaga berkualitas tinggi dan bentuk tembaga mentah buatan dalam negeri diwajibkan untuk dijual ke pasar domestik.

    Persentase tersebut akan meningkat menjadi 30% pada 2028 dan 40% pada 2029. Pemerintah menyebut langkah ini penting untuk meningkatkan kapasitas pemurnian tembaga dalam negeri dengan memastikan ketersediaan bahan baku murah bagi pelaku industri nasional.

    Kebijakan ini diteken secara resmi tiga pekan setelah Trump mengumumkan rencana tarif tembaga sebesar 50% tanpa menjabarkan rincian produk yang termasuk dalam cakupan.

    Sejak pengumuman awal, berbagai kelompok pelobi bergerak aktif di Washington, termasuk produsen tembaga AS, pabrik produk setengah jadi, pelaku industri daur ulang, serta pemerintah asing. Mereka berupaya memengaruhi bentuk akhir kebijakan, mulai dari permintaan pengecualian, tarif tambahan, hingga pembatalan kebijakan sepenuhnya.

    Penetapan tembaga sebagai prioritas perdagangan nasional mengejutkan pasar global, mengingat pada masa jabatan pertamanya Trump lebih menargetkan baja dan aluminium. Saat itu, produsen, pedagang, dan konsumen tembaga lega karena sektor ini lolos dari kebijakan tarif yang menekan pasar logam.

    Kini, setelah menjadi sasaran, harga tembaga sempat melonjak di New York, dan para pedagang berhasil membukukan keuntungan besar dengan mempercepat pengiriman tembaga ke AS sebelum tarif diberlakukan.

    Namun, kebijakan ini tidak mencakup bijih tembaga, konsentrat, maupun katoda murni. Hal ini menjadi kabar baik bagi pelaku industri hilir yang sempat khawatir akan lonjakan biaya input yang luas.

    Keputusan tersebut memberikan ruang bernapas bagi pembeli, terutama di tengah lonjakan proyeksi permintaan global terhadap logam industri ini dalam satu dekade ke depan. Permintaan diperkirakan meningkat pesat dari sektor data center, otomotif, pembangkit listrik, serta infrastruktur jaringan kendaraan listrik.

  • Bos The Fed Jerome Powell Blak-blakan Alasan Tahan Suku Bunga

    Bos The Fed Jerome Powell Blak-blakan Alasan Tahan Suku Bunga

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Federal Reserve Jerome Powell menyatakan bahwa suku bunga saat ini berada di level yang tepat untuk mengatasi ketidakpastian yang berlanjut terkait tarif dan inflasi, meredam ekspektasi pasar atas kemungkinan pemangkasan suku bunga pada September.

    “Ada begitu banyak ketidakpastian yang masih harus diselesaikan. Saya tidak merasa kita sudah mendekati akhir dari proses ini,”  ujar Powell dikutip dari Bloomberg pada Kamis (31/7/2025), setelah The Fed kembali memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya

    Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) memilih dengan suara 9-2 untuk mempertahankan suku bunga federal funds di kisaran 4,25%–4,5%, seperti yang telah dilakukan dalam setiap pertemuan tahun ini. Gubernur Christopher Waller dan Michelle Bowman tidak sependapat, dan memilih pemangkasan sebesar 25 basis poin.

    Pernyataan Powell membuat pelaku pasar mengurangi ekspektasi terhadap pemangkasan suku bunga. Kontrak berjangka suku bunga menunjukkan probabilitas penurunan suku bunga pada pertemuan September hanya sekitar 50%, turun dari sekitar 60% sebelumnya. Imbal hasil obligasi AS turun, dolar menguat ke level tertinggi sejak Mei, dan indeks S&P 500 tergelincir.

    Dalam pernyataan pasca-pertemuan, pejabat The Fed merevisi pandangan mereka terhadap perekonomian AS, menyebut bahwa indikator terbaru menunjukkan pertumbuhan aktivitas ekonomi melambat pada paruh pertama tahun ini. Sebelumnya, mereka menyatakan ekonomi tumbuh dalam laju yang solid.

    Powell menyebut perlambatan ini sebagian besar mencerminkan penurunan belanja konsumen. Namun, dia menambahkan hal ini telah lama diperkirakan, dan konsumen AS masih berada dalam kondisi yang cukup kuat.

    Dia juga mengakui kekhawatiran terhadap pasar tenaga kerja, namun meremehkan risiko tersebut dan membantah pandangan Waller yang menyebut adanya tanda-tanda pelemahan lapangan kerja.

    “Menurut saya, dan hampir seluruh anggota komite, ekonomi tidak menunjukkan kinerja seolah-olah kebijakan moneter yang ketat sedang menahannya secara tidak semestinya,” kata Powell.

    Mayoritas pembuat kebijakan menilai The Fed perlu menahan diri dari pemangkasan suku bunga untuk menilai dampak tarif terhadap inflasi. Beberapa juga menegaskan bahwa kondisi pasar tenaga kerja yang kuat memungkinkan mereka untuk bersikap sabar.

    Keputusan untuk mempertahankan suku bunga juga kembali menantang tekanan keras dari Presiden Donald Trump yang mendorong pemangkasan. Sesaat sebelum pengumuman, Trump memprediksi bahwa The Fed akan memangkas suku bunga pada September dan kembali mengkritik lambatnya langkah bank sentral.

    Dalam pernyataannya, The Fed kembali menegaskan bahwa pasar tenaga kerja tetap solid dan inflasi masih sedikit meningkat. Namun, mereka menghapus pernyataan sebelumnya bahwa ketidakpastian prospek ekonomi telah mereda, dan justru menegaskan bahwa ketidakpastian masih tinggi.

    Perbedaan suara atau dissent dari Waller dan Bowman menjadi yang pertama kali terjadi sejak 1993 ketika dua anggota Dewan Gubernur tidak sejalan dengan keputusan komite. Anggota FOMC terdiri dari tujuh gubernur dan lima presiden bank cadangan regional dari total 12.

    Dampak Tarif

    Selama beberapa bulan terakhir, pejabat The Fed bersiap menghadapi risiko meningkatnya pengangguran dan inflasi akibat kebijakan tarif agresif dari pemerintahan Trump.

    Data yang dirilis Rabu menunjukkan produk domestik bruto (PDB) naik 3% secara tahunan pada kuartal II/2025, setelah sempat menyusut 0,5% pada kuartal sebelumnya. Kenaikan ini sebagian besar dipicu oleh percepatan impor pada kuartal I saat perusahaan berupaya mengantisipasi tarif. 

    Namun, belanja konsumen mencatatkan laju paling lambat dalam dua kuartal berturut-turut sejak awal pandemi.

    Meski begitu, tarif belum memberikan dampak besar terhadap data inflasi maupun ketenagakerjaan.

    Inflasi pada Juni tercatat di bawah ekspektasi selama lima bulan berturut-turut, meskipun harga sejumlah barang yang terdampak langsung oleh tarif—seperti mainan, pakaian, dan elektronik—mengalami lonjakan. 

    Sementara itu, tingkat pengangguran turun menjadi 4,1% karena pengetatan kebijakan imigrasi oleh pemerintah yang mengurangi pasokan tenaga kerja.

    Kendati Waller dan Bowman memilih berbeda, pandangan mereka tidak terpaut jauh dari beberapa pejabat lain. Proyeksi suku bunga The Fed pada Juni menunjukkan dua pejabat mendukung tiga kali pemangkasan tahun ini, dan delapan lainnya memperkirakan dua kali pemangkasan.

  • The Fed Soroti Perlambatan Ekonomi AS, Ketidakpastian Masih Tinggi

    The Fed Soroti Perlambatan Ekonomi AS, Ketidakpastian Masih Tinggi

    Bisnis.com, JAKARTA — Federal Reserve atau The Fed menyoroti perlambatan ekonomi Amerika Serikat dan menilai ketidakpastian yang masih tinggi, termasuk ketika tarif Trump berlaku.

    Bank sentral Amerika Serikat (AS) itu mempertahankan suku bunga The Fed sebesar 4,25%—4,50%, berdasarkan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 29—30 Juli 2025.

    Gubernur The Fed Jerome Powell menyampaikan bahwa komite menurunkan pandangannya atas ekonomi AS. Pada kuartal II/2025, pertumbuhan ekonomi AS mencapai 3%, sehingga rata-rata pertumbuhan ekonomi AS semester I/2025 adalah 1,25%.

    “Meskipun fluktuasi ekspor neto terus memengaruhi data, indikator terbaru menunjukkan bahwa pertumbuhan aktivitas ekonomi melambat pada paruh pertama tahun ini,” ujar Powell dalam konferensi pers FOMC pada Rabu (30/7/2025) waktu AS atau Kamis (31/7/2025) dini hari waktu Indonesia.

    Menurutnya, moderasi pertumbuhan sebagian besar mencerminkan perlambatan belanja konsumen. Powell menyoroti masih adanya ketidakpastian dalam prospek ekonomi.

    “Bagi saya, dan hampir seluruh komite, perekonomian tidak berjalan seolah-olah kebijakan restriktif menahannya secara tidak tepat,” katanya.

    Sebagian besar pembuat kebijakan berpendapat bahwa The Fed seharusnya menunda penurunan suku bunga untuk mengukur dampak tarif terhadap inflasi. Beberapa juga menekankan bahwa pasar tenaga kerja yang kuat telah memungkinkan mereka untuk tetap bersabar.

    Para pejabat mengabaikan pernyataan bahwa ketidakpastian atas prospek ekonomi telah berkurang, tetapi mengulangi pandangan bahwa ketidakpastian masih tinggi.

    Powell juga menyampaikan bahwa jajaran dewan gubernur tetap fokus pada pencapaian tujuan utama, yaitu penyerapan tenaga kerja yang maksimal dan harga-harga yang stabil, demi kepentingan warga AS.

    “Kami yakin bahwa sikap kebijakan moneter saat ini menempatkan kami pada posisi yang tepat untuk merespons potensi perkembangan ekonomi secara tepat waktu,” ujar

    Powell juga menjelaskan bahwa inflasi telah menurun secara signifikan dari titik tertingginya pada pertengahan 2022, tetapi masih sedikit lebih tinggi dari target jangka panjang The Fed sebesar 2%.

    Dilansir dari Bloomberg, mengacu pada pernyataan kebijakan yang dirilis setelah FOMC pada 29—30 Juli 2025, sebanyak 9 anggota dewan gubernur The Fed memilih untuk mempertahankan suku bunga, sedangkan dua lainnya menilai perlu ada pelonggaran moneter.

    Pertama kalinya sejak 1993, terdapat dua anggota yang menentang keputusan komite.

    Federal Open Market Committee atau FOMC The Fed terdiri dari tujuh gubernur dan lima dari 12 presiden bank cadangan regional (regional reserve bank presidents).

    Dua orang yang menilai perlunya penurunan suku bunga The Fed dalam FOMC Juli 2025 adalah Wakil Ketua Pengawas Michelle Bowman dan Gubernur Christopher Waller.

    Keduanya ditunjuk oleh Presiden AS Donald Trump ke jajaran anggota dewan gubernur dan disebut-sebut sebagai kandidat pengganti Jerome Powell.

  • Trump Tetapkan Tarif Impor 25% untuk India

    Trump Tetapkan Tarif Impor 25% untuk India

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Amerika Serikat Donald Trump akan mengenakan tarif impor 25% bagi India mulai 1 Agustus 2025, dan menyebutnya sebagai salah satu tarif tertinggi di dunia.

    Hal tersebut disampaikan Trump dalam unggahan di media sosial Truth Social pada Rabu (30/7/2025). Dia menyebut bahwa India memiliki hambatan perdagangan nonmoneter yang paling berat dan menyulitkan dibandingkan negara mana pun.

    Trump juga menyebut India selalu membeli sebagian besar peralatan militer dari Rusia, juga menjadi pembeli energi terbesar Rusia, bersama dengan China. Dia menekankan hubungan dagang India-Rusia itu dan mengaitkannya dengan sikap banyak negara yang menuntut Kremlin menghentikan serangan ke Ukraina.

    “Karena itu, India akan membayar tarif sebesar 25%, ditambah denda untuk hal-hal di atas, mulai 1 Agustus [2025],” tulis Trump dalam unggahannya, dilansir dari Bloomberg pada Rabu (30/7/2025).

    Pengumuman Trump muncul menjelang batas waktu 1 Agustus 2025 yang dia tetapkan untuk mengenakan tarif impor baru kepada puluhan mitra dagang. Pungutan itu memupus harapan New Delhi untuk mendapatkan perlakuan istimewa atas rekan-rekannya di Asia, yang telah mendapatkan tarif berkisar antara 15% hingga 20%.

    India termasuk di antara negara-negara pertama yang melibatkan Washington dalam perundingan, menyusul kunjungan penting Perdana Menteri Narendra Modi ke Gedung Putih pada Februari 2025.

    Menanggapi pengumuman Trump, seorang pejabat India yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, mengatakan New Delhi tetap terlibat dengan AS untuk memastikan kesepakatan perdagangan yang saling menguntungkan. Sebelum pengumuman tarif, para pejabat India mengatakan mereka akan terus bernegosiasi dengan AS untuk kesepakatan perdagangan bilateral pada musim gugur tahun ini.

    Beberapa bulan terakhir, pemerintahan Modi telah mengadopsi pendekatan yang bersifat damai terhadap Trump, merombak struktur tarif India, serta menawarkan beberapa konsesi perdagangan dan imigrasi kepada pemerintah AS. Para pejabat Trump juga telah mengisyaratkan selama berbulan-bulan bahwa kesepakatan dagang dengan India akan segera tercapai.

    Nada pembicaraan tampak berubah dalam beberapa pekan terakhir, dengan New Delhi memperketat pendiriannya karena negosiasi menemui hambatan terkait isu-isu kontroversial seperti pertanian. Trump juga mengancam negara-negara seperti India dan China dengan ‘sanksi sekunder’ karena membeli minyak dari Rusia.

    Washington dan negara-negara lain yang bersekutu dengan Ukraina memandang pembelian minyak tersebut sebagai bentuk dukungan diam-diam bagi Rusia, yang membantu memperkuat ekonominya dan melemahkan sanksi.

    Langkah Trump ini dapat semakin mempererat hubungan kedua negara yang sudah tegang. Presiden AS telah berulang kali menegaskan bahwa dia menggunakan perdagangan untuk menengahi gencatan senjata yang mengakhiri konflik bersenjata empat hari antara India dan Pakistan pada Mei 2025. Modi dan pejabat tinggi India lainnya membantah keras hal itu.

    Keputusan tarif Trump juga berisiko merusak upaya jangka panjang AS di bawah pemerintahan sebelumnya untuk menjadikan India sebagai penyeimbang strategis terhadap ‘kebangkitan’ China.

    Partai oposisi utama India mengatakan pengumuman Trump menunjukkan bahwa hubungan dekat yang digembar-gemborkan antara Modi dan pemimpin AS tersebut tidak membuahkan hasil.

    Nilai tukar rupee India merosot dan harga saham berjangka menurun setelah pengumuman tarif Trump. Kontrak berjangka Nifty 50 yang diperdagangkan di Gujarat International Finance Tec-City menghapus kenaikannya hingga turun hingga 0,5%, sementara rupee India melemah 0,8% menjadi 87,87 per dolar AS dalam perdagangan luar negeri.

    Nilai tukar rupee jatuh ke level terendah dalam lima bulan dalam perdagangan dalam negeri akibat ancaman tarif.

    “Meskipun perundingan dagang tampaknya telah menemui jalan buntu antara kedua negara, yang menyebabkan AS memberikan sanksi kepada India, kami berpendapat bahwa babak dagang dan tawar-menawar kesepakatan belum sepenuhnya berakhir. Ada juga sudut pandang geopolitik global dalam perundingan dagang ini, di luar sudut pandang ekonomi semata,” kata ekonom di Emkay Global Financial Services Ltd., Madhavi Arora.